Share

BAB 1

Penulis: Blezzia
last update Terakhir Diperbarui: 2021-01-12 19:32:19

“Satu Tahun Sembilan Bulan

Sebelum Mereka Bertemu”

Jam weker di samping tempat tidur membuat seorang gadis berusia sembilan belas tahun sedikit berjengit. Dia mengernyit dengan wajah kesal saat mematikan alaram pada weker yang menjerit membangunkan sang pemilik. Jarum panjangnya menunjukkan angka sebelas sedangkan jarum pendeknya menunjukkan angka enam. Pukul tujuh kurang lima menit.

Dengan bermalas-malasan gadis itu menatap jam wekernya tidak peduli, namun tubuhnya terlonjak kaget saat mengingat jadwal kuliahnya pagi itu. Suara jerit histeris serta panik membawa tubuhnya berlari memasuki kamar mandi yang ada di luar kamar,  dekat dengan dapur. Nyaris saja ia menabrak ayahnya yang baru saja bangun dan memasuki pintu di hadapannya.

“Diana? Kau baru bangun?”

Diana tidak menanggapi, dia terus memasuki kamar mandi dan bersiap-siap ke kampus dengan gerakan terburu-buru. Hendri hanya menggeleng melihat tingkah putrinya yang masih tidak berubah. Pagi itu dia menyiapkan sarapan untuknya dan juga Diana. Ini sudah menjadi rutinitas beberapa bulan yang lalu, tepatnya sejak perusahaannya mengalami kebangkrutan.

Hendri harus menerima semua beban yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Membayar tagihan listrik dan air; membayar kontrakan; dan juga kebutuhan Diana yang sedang menempuh pendidikan di salah satu Universitas Swasta yang biayanya cukup mahal. Namun, lebih daripada itu. Dia harus membayar hutang-hutang perusahaan yang tidak bisa ditutupi dengan menjual saham dan juga perusahaannya yang colaps.

...........

Hendri mengoles selai cokelat pada roti dengan wajah muram. Kepalanya dihantui dengan berbagai kemungkinan membayar semua hutang dan tagihan, namun dia tidak yakin bisa melunasinya dengan hanya mengandalkan pekerjaan lepas, apa lagi sebuah fakta bahwa saat ini dia pengangguran.

“Ayah....!” Diana berlari menuju meja makan dan memakan roti di piringnya. Gadis itu meminum susunya dengan buru-buru dan mencium kedua pipi Hendri, sama cepatnya dengan kunyahan roti yang penuh di mulutnya.

“Diana, pelan-pelan. Kau bisa tersedak,” ujar Hendri waswas melihat sikap buru-buru Diana. Gadis itu mengangguk dan melesat keluar dengan tas tersampir di pundak.

Diana bukan tipe gadis modis yang akan memakai  high heels atau tas edisi terbatas, maupun baju branded dari perancang ternama. Dia bukan gadis seperti itu. Diana sudah terbiasa hidup tanpa benda-benda bermerek yang membuatnya tampil seperti wanita sosialita dalam lingkungannya andai saja orang tuanya tidak bangkrut.

Semua koleksi pribadinya dijual bersamaan dengan rumah serta semua benda berharga miliknya. Kini, dia hanya gadis biasa. Perlahan teman-temannya pun  mulai menjauh, tapi Diana tidak peduli, selama itu tidak menjadikannya sebatang kara. Hanya Hendri yang ia miliki, dan dia bersyukur ayahnya tidak gila, atau lebih buruk. Bunuh diri. Mengingat mereka sudah tidak memiliki apa pun lagi sejak krisis perusahaan yang keluarganya alami.

Saat ini Diana sibuk pada kuliahnya, dia bertekad agar segera lulus dan membantu ayahnya membayar hutang yang ia tahu jumlahnya tidak sedikit.

♥♥♥

 

Setelah menyelesaikan studinya hari itu, Diana akan kembali ke rumah kontrakan mereka yang kecil dan menyelesaikan tugas-tugas kuliah yang menumpuk.

Ayahnya tidak berada di rumah siang hari. Diana juga tidak tahu ke mana ayahnya pergi karena pria itu hanya mengatakan ia bekerja dan tidak bilang apa persisnya pekerjaan yang ia lakukan. Gadis itu tidak sampai hati menginterogasi ayahnya di saat mereka sedang sulit seperti ini. Dia akan membiarkan ayahnya dengan segala urusan yang tidak akan pernah ia mengerti.

Diana akan langsung makan masakan yang Hendri buat sebelum ayahnya itu pergi bekerja. Dia dilarang untuk men-yentuh dapur. Diana masih diperlakukan layaknya Putri oleh ayahnya sendiri, dan memang begitulah dia. Gadis itu tidak terbiasa dengan sabun cuci piring yang akan membuat kulitnya meradang, ataupun memasak yang pastinya membuat seisi dapur berantakan.

Hendri terlalu takut putrinya terluka dan ia menjaganya sama seperti saat mereka masih memiliki kehidupan Hedonis yang mereka jalani, meskipun gadis itu tidak lagi memakai baju jutaan rupiah yang selalu menempel pada tubuh proporsionalnya. Setidaknya, ia tidak menjadikan putrinya bekerja di dapurnya sendiri.

.............

“Halo, Ni. Apa kau sibuk?” Diana mulai bosan di saat tidak ada siapa pun di kontrakan kecil mereka. Dia akan menelepon salah satu sahabatnya. Oh, bukan. Melainkan satu-satunya sahabat yang masih menerimanya sejak ia bangkrut.

“Sedikit, aku tidak bisa berlama-lama menerima teleponmu. Saat ini salon kami penuh dengan banyaknya wanita yang ingin err... kau tahu besok adalah Valentine.” Nia terdengar terburu-buru, dan Diana merasa bersalah menghubungi sahabat-nya di saat yang tidak tepat.

“Oh baiklah, aku juga tidak bisa mengganggumu. Dan apakah besok kau ada waktu?”

Terdengar suara tawa dari ujung telepon.

“Kau pasti ingin mengajakku berkencan, mengingat besok tidak ada pria yang akan mengajakmu.” Diana memutar bola matanya mendengar sindiran Nia. Mereka sama-sama tahu, bahwa Diana adalah gadis populer dengan segudang list nama pria yang mengantre menerima ajakan kencan, tapi gadis itu menolak karena pria-pria itu hanya menjadikannya taruhan sebagai  the most wanted girl for your bed. Dia bukan wanita murahan, dan tidak akan menjadi murahan meskipun kenyataan keluarganya bangkrut.

“Kau mau atau tidak?” Diana mulai kesal saat Nia mulai mengolok-olok dirinya.

“Baiklah, tapi aku hanya bisa menemanimu dari jam lima sore. Kau boleh memilikiku sepuasnya hingga larut malam.”

Mereka berjanji untuk menghabiskan esok hari berdua di kontrakan Nia. Karena Nia tidak suka melihat pasangan kekasih di sekitar mereka yang memancarkan aura merah jambu saat Valentine.

“Deal,” ucapnya sebelum mengakhiri sambungan.

Diana menghela napas dan kembali melirik tugasnya yang masih menumpuk. Dia segera menyelesaikannya sebelum makan malam tiba.

♥♥♥

Hendri menatap Diana yang tertidur di atas meja belajar. Ada rasa iba dan sesak melihat wajah lelah tergurat di sana. Ia merasa tidak berguna dan gagal sebagai ayah bagi putrinya.

Diana meringis karena urat lehernya menegang, terlalu lama tertidur dalam posisi wajah di atas meja belajar. Gadis itu menatap Hendri dengan mata sayu khas baru bangun tidur.

“Hai Princess, kau sudah makan malam?” hendri mendekati Diana dan mengelus rambut halusnya.

Diana menggeleng dengan bibir mengerucut, menunjukkan bahwa dia sangat lapar. Hanya suara kekehan yang Hendri berikan melihat tingkah putrinya. Dia menyuruh Diana untuk bangun dan bergegas mengikuti ke dapur.

Langkah Diana terseok-seok mengikuti ayahnya sampai ke meja makan sederhana yang terbuat dari kayu Broti dan bangku pelastik. Di atas meja sudah tersedia dua kotak nasi. Hendri sengaja menunggu Diana menguasai kantuknya sebelum memulai ritual makan malam.

“Bagaimana kuliahmu?” Hendri melirik Diana yang makan dengan malas.

“Akhir-akhir ini ada banyak tugas, Yah.  Tapi semuanya lancar.” Diana menunjukkan barisan gigi putihnya pada Hendri dan  mengedipkan sebelah mata. Hendri tidak tahan untuk tidak mencubit kedua pipi gadis remaja akhir itu.

“Fokus saja pada pendidikanmu, jangan pikirkan sesuatu yang memang tidak seharusnya kau pikirkan.”

Diana mengangguk paham, tanda mengerti dan melanjutkan suapan ke mulutnya. Ekor matanya menangkap kegelisahan ayahnya yang tampak tidak menikmati makan malam mereka. Gadis itu ikut merasakan beban Hendri, ia menghela napas membuang penat yang juga membebani.

♥♥♥

Diana berlari-lari kecil memasuki kamar kontrakan Nia saat gadis itu membukakan pintu untuknya. Wajahnya memancarkan kebahagiaan. Dia menggaet tangan Nia hingga mereka terduduk di atas sofa putih kusam termakan usia.

“Apa yang kau bawa?”

Nia melirik bingkisan besar yang Diana jinjing. Ada seringai di wajah Diana saat mengeluarkan isinya. Makanan ringan, beberapa snack, roti, dan minuman bersoda. Nia menggeleng sambil terkekeh. Tidak biasanya Diana memakan makanan tidak sehat seperti yang ia bawa. Gadis itu anti makanan ringan terutama minuman bersoda.

“Ini bukan untukku, tapi untukmu,” kata Diana sambil menyodorkan semua makanan ringan itu ke hadapan Nia.

“Terima kasih. Ini kado Valentine termanis yang pernah kuterima,” balasnya dengan nada bercanda.

“Kadoku mana?” Diana menengadahkan tangan kanan, meminta bagiannya.

Nia tersenyum geli dan menyerahkan sekotak cokelat yang banyak dipajang di supermarket.

Alis Diana bertaut, sedikit tidak terima dengan kadonya. Tadinya dia berharap akan mendapat bulumata palsu atau setidaknya peralatan make up. Nia hanya menanggapi kerutan di wajah Diana dengan senyum jahil dan langsung mengeluarkan kadonya yang sungguhan, lipstik berwarna peach dan pelembab wajah.

“Terima kasih.” Diana mengerling ke arah Nia saat menerima kadonya.

Kedua gadis itu menikmati hari Valentine mereka dengan menonton film, bercerita, dan makan cokelat. Ada suara tawa menyelimuti keduanya. Membungkus persahabatan yang hangat dan mengikat emosi, berbagi kisah serta perasaan satu sama lain. Namun, semuanya seolah sirna ketika satu panggilan telepon dari seorang petugas kepolisian menghubungi Diana. Membawa kabar duka paling menakutkan.

“Ayah anda meninggal dunia.”

Satu kalimat. Satu kalimat yang tidak ingin ia dengar, dan tidak pernah Diana bayangkan, namun harus ia terima.

“Ti-tidak mungkin—” Diana menjatuhkan telepon genggamnya. Bulir-bulir air mata turun membasahi wajahnya yang putih, membuat jejak-jejak air di sepanjang pipi hingga dagu. Ia menatap kosong pada dinding biru pucat, mematung di atas karpet turki bermotif bunga peoni dengan berlinang air mata tanpa suara.

Bahunya menegang kaku, wajahnya berubah pucat. Pikirannya kosong, seolah semua yang ada di sekitarnya ikut kosong terserap pusaran waktu. Bahkan ia tidak menyadari pelukan hangat Nia yang ikut menangis di sebelahnya. Diana benar-benar tidak bisa merasakan sentuhan apa pun saat tangan dingin sahabatnya mengelus pipinya yang basah, membuat Nia panik melihat reaksi Diana.

Lima belas menit kemudian, tangisnya pecah. Ia meraung-raung seperti orang gila di atas lantai. Jerit histeris keluar dari mulut mungilnya. Kini, ia sadar sepenuhnya. Mulai dari sekarang dan seterusnya dia akan menjadi sebatang kara. Hal paling menakutkan yang mencerabut sebagian nyawanya, namun tidak dapat ia hindari.

Gadis malang itu tahu bahwa dia akan menjalani kehidupan yang menyakitkan bersama hutang serta segudang masalah yang ditinggalkan ayahnya. Siap atau tidak, dia harus menanggung semuanya. Sendiri.

Bab terkait

  • MY TREASURE   BAB 2

    “Tiga Bulan Sebelum Mereka Bertemu”Diana membawa nampan berisi minuman dan makanan melewati beberapa meja, rambut ekor kudanya ikut bergerak mengikuti irama tubuhnya. Langkahnya terhenti di meja nomor empat. Dengan senyum ramah dan sopan, dia menyapa sepasang muda-mudi yang duduk di meja tersebut sembari menaruh seluruh makanan beserta minuman di atas meja. Ketika selesai menata pesanan, tubuhnya sedikit menunduk dan meninggalkan meja tadi, kembali ke belakang mengambil pesanan lainnya.Inilah pekerjaannya. Menjadi pramusaji di restoran terkenal yang diisi oleh orang-orang berkantong tebal. Sudah setahun lebih Diana menjal

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-12
  • MY TREASURE   BAB 3

    Suara sepatu loafers menggema di sepanjang koridor. Semua orang memandang si pemilik sepatu penuh hormat dan ada beberapa yang menyapa meskipun tidak mendapat balasan. Parasnya begitu kokoh, dingin dan mengintimidasi siapa pun yang bertemu pandang dengannya. Langkahnya begitu percaya diri membuat siapa saja kagum akan sosok serta wajah tampan yang terpahat nyaris sempurna.Dia tidak sendiri, seorang pria dengan garis wajah sama seperti dirinya sejak tadi mengikuti dari belakang. Berbeda dengan pria yang berada di depan, pria yang di belakang tampak begitu ramah. Dia membalas sapaan orang-orang yang diabaikan pria di depan. Bahkan, dirinya tidak segan-segan melontarkan ungkapan-ungkapan menggoda yang

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-12
  • MY TREASURE   BAB 4

    “Usia gadis itu akan menginjak dua puluh satu tahun, putri dari mantan pengusaha sukses, Hendri Sandoro yang meninggal karena bunuh diri satu tahun sembilan bulan yang lalu dan meninggalkan hutang dengan jumlah tidak sedikit. Seharus-nya, dia sudah di rumah bordil mengingat betapa tidak mampunya dia membayar semua hutang yang Hendri tinggal-kan.”Mike menyerahkan seluruh kertas penyelidikan yang dia dapat dari Rudith seminggu yang lalu dan menunjukkannya pada Jake. Pria itu membacanya satu per satu. Jake membolak balik kertas di tangan. Perhatiannya juga tidak luput dari surat kontrak yang David tinggalkan. Keningnya berkerut ketika membaca berkas yang dia terima, berpikir keras mengapa

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-12
  • MY TREASURE   BAB 5

    Mike baru saja menyelesaikan rapat dan dia berjalan menuju ruangannya hanya untuk mengambil beberapa dokumen dan tentu saja MacBook miliknya yang tertinggal di atas meja. Baru saja dia hendak masuk ke lift saat Jake memanggil dan berlari tergesa-gesa sehingga napasnya sedikit terputus-putus. Mike menghentikan jarinya yang hendak menekan tombol lift dan melemparkan tatapan membunuh pada sahabatnya, karena pria itu tidak menghadiri rapat dan pergi entah ke mana.“Bagus, kau datang di saat aku menyelesaikan rapat dan hendak pulang ke rumahku yang nyaman,” sindir Mike dengan mimik datar dan tatapan mencela.Jake menormalkan napas, meminta jeda pada Mike agar dia diberi waktu untuk menghirup oksigen yang m

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-12
  • MY TREASURE   BAB 6

    Diana menatap Jake takut-takut. Dia berdiri di sudut dinding untuk mencari perlindungan meskipun gayanya saat ini sangat lucu hingga menggelitik Jake dan membuatnya tertawa mendapati tingkah menggemaskan Diana. Wajah Diana memelas meminta pengampunan dan mata bulat hitamnya berbinar menahan tangis.“Aku tidak akan menyakitimu, Diana,” kata Jake.Mendengar namanya disebut membuat alis Diana bertaut. Sejak meninggalkan taman dia tidak pernah menyebutkan identitas pada pria yang membawanya, sehingga terasa ganjil bila pria di hadapannya mengetahui namanya tanpa ia memperkenalkan diri lebih dulu. Pastilah mereka telah merencanakan sesuatu sehingga dia sampai ke tempat asing dan dikurung dalam kamar ini.

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-12
  • MY TREASURE   BAB 7

    Dua hari telah berlalu sejak Diana meninggalkan rumah Mike. Dia masih tidak terima dengan apa yang menimpanya. Dengan berat hati Diana meninggalkan kontrakan dan pindah ke kontrakan Nia karena Diana tidak bisa tinggal sendiri sejak hari itu. Malam-malamnya hanya dipenuhi mimpi di mana selembar kertas mengejar dan meminta Diana untuk mematuhi beberapa baris huruf dan angka yang berputar-putar di kepala hingga dia merasa sesak.Keadaan Diana saat ini tidak lebih baik sejak ia pindah, kantung matanya jelas menggelayut membentuk lingkaran hitam akibat tidak pernah tidur semalaman. Pikirannya juga dipenuhi dengan kemungkinan-kemungkinan yang ada, bahkan dia tidak peduli menjadi pengangguran dan mengurungkan niat untuk mencari pekerjaan.

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-12
  • MY TREASURE   BAB 8

    Diana mendatangi Juizy Cafe yang tidak jauh dari kontrakan Nia. Dia memilih duduk di dekat jendela sembari menikmati pemandangan lalu-lalang pejalan kaki di luar sana. Seorang wanita denganname tagNadira Andrani mendatanginya, membawakan buku menu.“Aku mau Muffin dan segelas Vanilla Caramelo,” katanya.“Baiklah, ada yang lain?” tanya pelayan tersebut.Diana menggeleng dan pelayan itu segera mengambil pesanan Diana ke balikcounter. Selagi menunggu kedatangan Ari, Diana memilih untuk mendengarkan musik dariearphone, namun tangannya terhenti di tomb

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-12
  • MY TREASURE   BAB 9

    Diana masih menangis menahan sakit pada kakinya, dia bahkan tidak memerhatikan sekitarnya lagi. Baginya rasa sakit yang menggerogoti tubuhnya sudah sangat menyiksa hingga dia lupa dengan sekitar. Gadis itu mengerang sakit saat berusaha menarik kakinya yang terjepit, namun gerakan putus asanya terhenti saat sebuah tangan kokoh menyentuh pangkal kakinya, dengan gerakan pelan menggeser letak batu dan membebaskan kaki Diana yang terjepit. Pria itu melakukannya dengan hati-hati, sebaik mungkin tidak menyakiti Diana.Namun tidak hanya sampai di situ, pria asing itu meletakkan kaki Diana di atas pangkuannya, lalu memeriksa luka yang sedikit lebar di sana. Dia menatap wajah Diana sekilas sebelum perhatiannya kembali teralih pada luka di kaki Diana, dan saat itulah baru Diana bisa melihat wajahnya yang Diana akui

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-12

Bab terbaru

  • MY TREASURE   EXTRA PART

    “DisneyLand”Jake tidak ikut ke mansionku, dia memilih langsung pulang ke rumahnya. Calon istrinya sedang menunggu di sana. Sayang sekali, padahal aku ingin mengajaknya untuk bertemu Jasmin dan Blair karena sudah lama dia tidak bertemu dengan keluarga kecilku, terutama Blair yang belum pernah dia temui.

  • MY TREASURE   EXTRA PART

    “Paris, four Years Latter”Suara gaduh yang kurindukan, tawa dan keributan kecil dari putera-puteriku selalu menyambut pagi setiap kali kuterjaga. Tanganku meraba sisi di sebelahku berbaring yang kini telah kosong, terasa dingin seakan sudah lama ditinggalkan.Penciumanku disapa oleh nikmatnya aroma mentega dan manisnya madu bersama roti bakar, kurasa dia sudah memulai aktivitasnya di dapur. Aku bergegas bangun dan bersiap memulai kesibukan hari ini.

  • MY TREASURE   EPILOG

    Salju di bulan Desember tampak menghiasi Avenue des Champs-Elysées, jalanan yang menghubungkan Concorde dan Arc de Triomphe, dijuluki sebagai belle avenue du monde—jalan terindah di dunia—kini ramai dikunjungi wisatawan, karena hari libur panjang untuk menyambut tahun baru.Seorang wanita dengan coat merah dan syal maroon tengah meniti langkah hati-hati di antara deretan lampu berpendar kuning keemasan dan jejeran pohon natal berhias lonceng, juga pita di setiap pertokoan sudut kota.Wanita itu tersenyum sumringah sembari mengelus perutnya yang tertutupi dengan baik melalui coat merahnya. Dia memasu

  • MY TREASURE   BAB 46

    Diana memilih menghabiskan waktu siang itu dengan tiduran di atas kasur, dia sangat malu menunjukkan mukanya di depan anggota keluarga Hill yang lain. Mike bahkan kehabisan akal untuk membujuknya keluar.“Diana, apa kau di dalam?” Suara Savira membuat Diana terjaga.“Iya, ada apa?” tanyanya sembari berjalan membukakan pintu. Terlihat Savira sudah siap dengan kaus longgar selutut dan celana jeans pendek.“Ayo, aku ingin mengajakmu naik sepeda ke Place de la Concorde,” ajaknya.Diana mengerutkan

  • MY TREASURE   BAB 45

    Cahaya matahari mengintip masuk ke kamar luas yang Diana tempati, membuat wanita itu menggeliat gelisah karena silau. Perlahan mata indah Diana terbuka, ia melihat jendela kamarnya yang sedikit terbuka dengan cahaya terang di tengah.Kepala Diana bergeser melirik ke sebelah, sisi kasur yang lain, tidak ada siapa-siapa di sana. Membuat Diana mengernyit heran. Dengan gerakan refleks Diana bangkit dari duduk dan mencari keberadaan suaminya di kamar luas tersebut, tapi tak ada tanda-tanda keberadaan Mike di sana.Diana bergegas turun dari kasur dan masuk ke kamar mandi, sekedar mencuci muka dan menggosok gigi sebelum turun ke bawah untuk bergabung bersama keluarga Hill lainnya. Di meja makan tampak Asley dan boneka b

  • MY TREASURE   BAB 44

    Cuaca kota Paris pagi itu sangat cerah. Diana bersemangat dan menarik tangan Mike untuk bergegas jalan-jalan keluar.“Ke mana kita akan pergi pagi ini?” tanya Mike yang sama antusiasnya.Diana mengeluarkan senjata andalan, sebuah peta kota Paris dari tas tangan. Mike mengernyit menatap peta yang Diana pegang.“Diana, kenapa kau membawa benda itu?” tanya Mike tak suka.“Tentu saja untuk keliling Paris agar tidak tersesat,” sungutnya pada Mike.

  • MY TREASURE   BAB 43

    Diana merentangkan tangan, menarik napas menghirup udara musim semi kota Paris. Sekarang sudah jam satu siang, mereka baru saja tiba dan sedang berdiri di luar pintu kedatang-an Bandara Charles de Gaulle. Empat belas jam di dalam pesawat membuatnya bosan. Berkali-kali dia mengganggu Mike yang tidur dalam pesawat hanya untuk mendengarkannya bercerita tentang rencana bulan madu yang telah ia persiapkan.“Apa kau lelah?” tanya Mike yang berjalan di belakang. Diana mengangguk dan menoleh pada Mike.“Kau tidak lelah?” Diana melihat Mike yang masih seg

  • MY TREASURE   BAB 42

    Tatapan Diana jatuh pada Mike yang masuk begitu saja dari pintu depan. Wanita itu menegang di tempat hendak memarahinya, namun Mike tak peduli dan terus menerjang Diana, menarik wanita itu dalam pelukannya. Dia mencium puncak kepala Diana dan membuat wanita itu menjeritkan penolakan.“Kumohon, jangan menolakku kali ini. Biarkan aku memelukmu sebentar, beri aku waktu lima menit setelahnya aku akan pergi seperti yang kau inginkan,” bisik Mike tepat di telinga Diana. Wanita itu terisak dan menghentikan rontanya, dia membiarkan Mike mengelus lembut puncak kepala serta punggungnya.“Biarkan aku mewujudkan impianmu dan impian ayahmu, jadikan aku pria beruntung yang memilikimu.”

  • MY TREASURE   BAB 41

    Hari pertama setelah kejadian tersebut. Mike mencari tahu siapa dalang di balik semua ini. Dia akan menuntaskannya hingga ke akar. Tangannya meremas ponsel hendak menghancur-kan benda tipis itu. Jake yang sedari tadi diam akhirnya menghirup udara dan mulai bersuara.“Mereka pasti akan menemukannya, Mike.”Orang yang diajak bicara hanya menatap datar dengan senyum sinis. Dia terus meremas ponselnya yang andaikan bisa berbicara pasti benda mati itu berteriak meminta lepas dari cengkraman Mike yang tampak tidak sabar sembari menahan amarah.“Aku akan me

DMCA.com Protection Status