Diana menatap Jake takut-takut. Dia berdiri di sudut dinding untuk mencari perlindungan meskipun gayanya saat ini sangat lucu hingga menggelitik Jake dan membuatnya tertawa mendapati tingkah menggemaskan Diana. Wajah Diana memelas meminta pengampunan dan mata bulat hitamnya berbinar menahan tangis.
“Aku tidak akan menyakitimu, Diana,” kata Jake.
Mendengar namanya disebut membuat alis Diana bertaut. Sejak meninggalkan taman dia tidak pernah menyebutkan identitas pada pria yang membawanya, sehingga terasa ganjil bila pria di hadapannya mengetahui namanya tanpa ia memperkenalkan diri lebih dulu. Pastilah mereka telah merencanakan sesuatu sehingga dia sampai ke tempat asing dan dikurung dalam kamar ini.
“Siapa kalian!” bentaknya meski diselimuti ketakutan, namun Diana mencoba terlihat kuat di hadapan Jake.
Jake menatap tangan gemetar Diana. Melihat arah pandangan Jake, Diana pun menyembunyikan kedua pergelangan tangannya ke belakang tubuh. Dagunya terangkat ke atas mencoba menantang Jake yang masih berdiam di tempat tanpa melakukan sesuatu, seolah pria itu menilai dirinya.
“Jangan menatapku seperti itu! Aku bukan lukisan yang harus kau pandangi!” lagi-lagi Diana meninggikan suara. Sejak tadi hanya itu yang bisa dia lakukan untuk membela diri, meskipun terasa konyol untuk perempuan seperti dirinya yang lebih memilih menangis ketimbang teriak atau membentak, tetapi sikap diam Jake semakin membuatnya berani. Entah mengapa dia merasa aman dan hatinya berbisik bahwa Jake bukanlah orang jahat.
“Baiklah, aku akan meninggalkanmu sebelum kita membahas sesuatu,” kata Jake sembari berbalik, namun entah dorongan dari mana yang membuat Diana berlari mengejar Jake dan menahannya.
“Tidak, jangan biarkan aku terkurung di sini. Kumohon lepaskan aku, aku akan melunasi hutang-hutang ayahku dan berjanji tidak akan sembunyi lagi!” katanya dengan suara parau dan wajah mengiba.
Jake terkejut mendapati wajah Diana yang memerah menahan tangis. Dia bingung harus melakukan apa di hadapan wanita yang tidak lama lagi akan menjadi milik sahabatnya. Mengingat bejatnya pemikiran Mike, Jake mengumpat di dalam kepalanya. Dia harus memberi peringatan pada Mike karena telah memilih target yang lemah.
“Kalau begitu aku akan membicarakannya denganmu sekarang, tunggulah sebentar, aku akan kembali,” kata Jake yang langsung keluar dari kamar. Ada keraguan di mata Diana ketika melihat tubuh Jake yang menghilang di balik pintu. Dia tidak bisa mempercayai siapa pun saat ini. Kakinya bergerak gelisah sehingga yang bisa dia lakukan hanyalah berjalan mondar-mandir tanpa tentu arah.
Lima belas menit kemudian terdengar suara pintu dibuka. Diana berbalik dan mendapati Jake yang masuk dengan amplop kuning di tangan. Dia menatap Diana sebentar sebelum mempersilahkan Diana untuk duduk di bangku yang ada tepat di hadapan kasur.
Mereka duduk berhadapan. Jake masih terlihat tenang ketika menaruh amplop kuning itu ke atas meja dan menge-luarkan isinya, sementara Diana menanti dengan raut penasaran dan ingin tahu yang tidak bisa ia tutupi. Badannya condong ke depan melihat apa yang tertulis di atas lembaran kertas. Jake hanya tersenyum sopan dan gestur bersahabatnya tadi kini berganti menjadi lebih serius. Dia berdiri tegak dengan pandangan mengawasi sebelum akhirnya buka suara.
“Ini adalah surat kontrak yang telah ditandatangani oleh ayahmu,” kata Jake menyerahkan surat itu tepat ke arah Diana.
Kepala Diana menunduk melihat kertas yang penuh akan poin-poin, membuatnya mengerutkan dahi hingga akhirnya dia mengerti apa yang tertulis di atas kertas tersebut. Diana terkesiap dan tanpa sadar membekap mulut dengan kedua tangan yang bebas. Matanya bergerak gelisah bercampur tidak percaya saat pandangannya bergantian beralih ke atas kertas kemudian ke wajah Jake. Begitu seterusnya hingga tanpa sadar air matanya jatuh dan membasahi kertas yang ada di bawah wajahnya.
“Berhubung pria yang akan kau nikahi telah meninggal sembilan bulan yang lalu, maka ahli warisnya yang mengambil alih. Dan tugasku adalah menunjukkan ini padamu,” kata Jake memberi sedikit informasi.
Diana berdiri dari kursi dan menatap Jake tajam. Jelas sekali dia sedang menahan amarahnya.
“Aku bukan barang, dan aku tidak akan menikahi siapa pun. Aku tidak peduli dengan kontrak ini, aku tidak peduli dan tidak akan mengakuinya. Ini persetujuan sepihak antara ayahku dan siapa itu ... David. Aku bahkan tidak tahu menahu soal kontrak yang mereka buat!” Diana menarik napasnya yang memburu. Dengan susah payah dia menahan diri untuk tidak menangis, entah mengapa dia merasa hidupnya begitu sial.
Jake dapat melihat rasa putus asa di mata Diana. Ia menjadi iba dan sedikit melunak di hadapan gadis itu. “Tetapi di sini tertera jika kau tidak menerima isi perjanjian maka kau harus membayar dua kali lipat dari apa yang telah diberikan kepada ayahmu,” katanya melanjutkan.
Diana terkesiap dengan pandangan ngeri, tadi dia sempat melihat angka dua milyar yang tertera di sana. Tidak mungkin dia membayar denda dua kalinya.
“Ayahku tidak pernah pulang dengan membawa uang sebanyak itu!” katanya dengan rasa marah.
“Aku tidak tahu menahu soal itu, tetapi kontrak ini sudah bermatrai dan memiliki kekuatan hukum. Tidak ada pilihan selain mengikuti perjanjian atau membayar denda jika kau menolak,” kata Jake yang terdengar bagaikan putusan mati di telinga Diana.
Akhirnya, pertahanan Diana runtuh juga. Tubuhnya merosot ke lantai dan kini dia terisak. Rasa sesak membuat napasnya terdengar berat dan air mata seolah ikut membuatnya tersiksa, melihat itu Jake merasa bersalah. Dia ingin mendekati Diana, namun gadis itu lebih dulu menepisnya.
“Aku tidak mau kau menyentuhku, dan jangan menatapku seperti itu!” bentaknya. Diana segera berdiri dan menatap Jake dengan tatapan benci yang kentara. “Aku mau pulang, biarkan aku pergi dari sini!” kata Diana dengan frustrasi.
Jake menatap Diana sebentar, dia sedang berpikir untuk mengambil keputusan.
“Kami akan mengantarmu kembali ke rumahmu dengan pengawalan yang aman, dan akan ada yang mengawasimu sebelum jatuh tempo kontrak. Kau bebas melakukan apa pun sebelum tenggat waktunya, dan ...,” Jake memberi jeda, “jangan coba-coba untuk kabur, karena kami bisa menemukanmu dengan mudah,” lanjutnya dengan sedikit penekanan agar Diana paham dengan posisinya.
Gadis itu langsung berbalik badan, dia sudah tidak sanggup berlama-lama di rumah asing ini. Jake menghubungi dua pria yang membawa Diana tadi untuk mengantar gadis itu pulang. Dalam perjalanan, Diana terlihat tidak bersemangat, baru kali ini dia merasa ingin benar-benar menghilang dari muka bumi. Semua masalah yang mengitarinya membuat dia merasa dunia membencinya. Kali ini Diana memilih untuk menginap di kontrakan Nia. Dia tidak peduli apabila rentenir itu mendatangi-nya, ataupun menyeretnya. Baginya sama saja. Toh sebentar lagi dia juga akan menikah dan tinggal bersama orang asing.
...............
“Diana?” Nia menatap sahabatnya dengan raut tidak percaya dan dia memandang aneh pada dua pria yang mengantarkannya hingga ke halaman. Wanita itu membawa Diana masuk dan menuntunnya ke atas sofa.
Awalnya Diana hanya diam saja, tetapi kemudian tangisnya pecah. Dengan rasa sayang dan sabar Nia mengusap lembut punggung Diana yang kini telah memeluknya dengan erat. Gadis itu menceritakan semua, termasuk kontrak yang telah melibatkan ayahnya yang menyeretnya juga.
“Aku tidak mau menikahi siapa pun, aku tidak mengenalnya,” isaknya. Nia mendengarkan Diana mengeluarkan isi hatinya. Wanita itu juga tidak tahu harus berbuat apa.
Sementara itu di kediaman Mike Hill, pria itu tampak santai dengan atasan rajutan putih dan celana denim hitam panjang. Tangannya sibuk memutar cangkir kopi sedangkan kepalanya menunduk ke bawah seolah dia tengah berpikir. Melihat sikap Mike yang hanya diam tanpa bertanya apa-apa mengenai Diana membuat Jake sedikit jengkel.
Dia ingat bagaimana gadis itu terkejut dengan kontrak yang disodorkan padanya serta tangis Diana saat dia mengatakan gadis itu tidak memiliki pilihan. Jake tahu bahwa Diana terlalu baik untuk menjadi target permainan sahabatnya.
“Mike,” panggilnya. Mike mendongak dan melihat sahabatnya dengan pandangan bertanya.
“Kau tidak ingin tahu tentang pertemuan kami tadi?” tanya Jake hati-hati. Mike hanya menggeleng dan menyeduh kopinya, dia mengernyit saat mendapati kopi itu telah dingin. Dengan tidak berselera Mike menghabiskannya dalam sekali sesap hingga kemudian berlalu meninggalkan meja makan serta Jake yang masih berdiam di sana.
Jake sempat merasa aneh melihat reaksi Mike yang tidak biasa. Bahkan, setelah mengantarkan Diana, Jake terkejut ketika melihat Mike duduk sendiri di meja makan dengan ditemani secangkir kopi dan juga McBook. Pria itu tampak termenung dan baru menyadari kehadirannya setelah lima menit Jake duduk di sebelah.
♥♥♥
Mike menghempaskan tubuh di atas kasur dengan posisi telungkup. Dia mengumpulkan selimut dan menutup sebagian tubuh sedang matanya terpejam sesaat lalu membuka kembali, begitu seterusnya hingga dia merasa lelah sendiri. Tadi, dia tidak sengaja mendengar percakapan Jake dan Diana di kamar yang seharusnya akan menjadi kamar Diana nanti. Mike bahkan sudah menyiapkan semua keperluan gadis itu, termasuk pakaian dan kebutuhan wanita lainnya.
Ingatannya melayang pada kejadian tadi, di mana suara isakan tertahan Diana sayup-sayup terdengar hingga ke kamar. Mike mencoba menutupi kepala dengan bantal dan berusaha mengusir suara-suara itu, tetapi dia semakin tersiksa hingga akhirnya Mike memilih untuk turun dari ranjang. Dia hendak berenang. Olahraga sore sepertinya cukup untuk membuatnya waras kembali.
Baru saja Mike menuruni tangga, dia mendapati Jake tengah menelepon seseorang, dan Mike memilih untuk mendengarkan percakapan tersebut sembari menyandar pada kusen pintu.
“... terus awasi dia, dan jangan sampai gadis itu kabur,” kata Jake, jeda cukup lama sebelum melanjutkan. “Ya, termasuk pria-pria yang mengejarnya.”
Jake berbalik sedikit karena merasa diperhatikan. Dia menatap Mike hingga akhirnya mengangguk kecil sebelum menutup sambungan.
“Mike, kau ingin menanyakan perihal Diana?” tebak Jake saat melihat sahabatnya kembali lagi.
“Tidak,” jawab Mike. “Aku ingin berenang.”
Jake menatap Mike dengan raut bertanya. Ada rasa tidak suka di hatinya saat menyadari Mike tampak tidak begitu peduli mengenai Diana.
“Mike, sebaiknya kau lupakan saja kontrak itu dan...”
“Itu urusanku Jake, tugasmu hanya mengawasinya dan aku tidak akan mengubah apa pun. Sekarang menyingkir dari hadapanku, kau menghalangi jalan,” ucapnya tanpa bantahan. Jake cukup tahu untuk tidak melewati batas yang telah Mike buat. Saat ini mereka sedang bekerja secara profesional, dan memang sudah tugasnya karena saat ini perannya bukan sebagai sahabat tetapi partner kerja.
Mike melewati Jake, dia hendak ke halaman samping di mana kolam renang pribadinya berada, namun langkahnya terhenti saat Jake mengatakan sesuatu.
“Apa kau sudah yakin dengan keputusanmu? Aku tidak ingin kau menyesali ini Mike, dan ... Diana tidak seperti yang kau pikirkan. Jangan menjadi buta hanya karena dia terlibat dengan David. Aku memperingatkanmu sebagai sahabat,” katanya sebelum berbalik meninggalkan Mike yang masih mematung di tempatnya tadi.
Mike menghela napas dan dia mendongak, menatap langit-langit rumahnya hingga akhirnya kembali melanjutkan langkah dan menulikan telinga dari suara-suara yang semakin mendesak di kepala.
Dua hari telah berlalu sejak Diana meninggalkan rumah Mike. Dia masih tidak terima dengan apa yang menimpanya. Dengan berat hati Diana meninggalkan kontrakan dan pindah ke kontrakan Nia karena Diana tidak bisa tinggal sendiri sejak hari itu. Malam-malamnya hanya dipenuhi mimpi di mana selembar kertas mengejar dan meminta Diana untuk mematuhi beberapa baris huruf dan angka yang berputar-putar di kepala hingga dia merasa sesak.Keadaan Diana saat ini tidak lebih baik sejak ia pindah, kantung matanya jelas menggelayut membentuk lingkaran hitam akibat tidak pernah tidur semalaman. Pikirannya juga dipenuhi dengan kemungkinan-kemungkinan yang ada, bahkan dia tidak peduli menjadi pengangguran dan mengurungkan niat untuk mencari pekerjaan.
Diana mendatangi Juizy Cafe yang tidak jauh dari kontrakan Nia. Dia memilih duduk di dekat jendela sembari menikmati pemandangan lalu-lalang pejalan kaki di luar sana. Seorang wanita denganname tagNadira Andrani mendatanginya, membawakan buku menu.“Aku mau Muffin dan segelas Vanilla Caramelo,” katanya.“Baiklah, ada yang lain?” tanya pelayan tersebut.Diana menggeleng dan pelayan itu segera mengambil pesanan Diana ke balikcounter. Selagi menunggu kedatangan Ari, Diana memilih untuk mendengarkan musik dariearphone, namun tangannya terhenti di tomb
Diana masih menangis menahan sakit pada kakinya, dia bahkan tidak memerhatikan sekitarnya lagi. Baginya rasa sakit yang menggerogoti tubuhnya sudah sangat menyiksa hingga dia lupa dengan sekitar. Gadis itu mengerang sakit saat berusaha menarik kakinya yang terjepit, namun gerakan putus asanya terhenti saat sebuah tangan kokoh menyentuh pangkal kakinya, dengan gerakan pelan menggeser letak batu dan membebaskan kaki Diana yang terjepit. Pria itu melakukannya dengan hati-hati, sebaik mungkin tidak menyakiti Diana.Namun tidak hanya sampai di situ, pria asing itu meletakkan kaki Diana di atas pangkuannya, lalu memeriksa luka yang sedikit lebar di sana. Dia menatap wajah Diana sekilas sebelum perhatiannya kembali teralih pada luka di kaki Diana, dan saat itulah baru Diana bisa melihat wajahnya yang Diana akui
Jake masuk ke dalam rumah Mike dan dia melihat Mike yang sibuk menyeduh kopi di meja makan. Pria itu melihat kedatangannya, tetapi pandangannya tampak tak acuh dan langsung mengalihkan perhatian pada kopi yang berada di atas meja. Rasanya Jake ingin mengumpat karena pria itu menghilang begitu saja lima menit sebelum rapat dimulai. Dia harus kerepotan saat menghandel semua sendirian selama Mike tidak bersamanya.“Apa kau tahu, kita nyaris saja kehilangan salah satu partner terbaik dalam pembangunan hotel impianmu,” kata jake dengan suara menahan marah. Mike menatapnya malas.
Diana turun dari halte bis setelah menempuh perjalanan panjang selama satu hari satu malam. Tubuhnya begitu pegal dan beberapa sendinya berdenyut nyeri. Gadis itu memilih duduk diam di bangku halte, dia membutuhkan istirahat sebentar sebelum melanjutkan perjalanan setidaknya selama tiga jam lagi menuju ke Desa Pandan. Desa yang akan menjadi rumahnya selama pelarian, walau desa itu terpencil jauh ke dekat kaki bukit di pedalaman dengan akses masuk yang sulit dan jalanannya sempit, tetapi Diana harus bersyukur karena dia masih memiliki rumah untuk pelariannya. Setelah merasa cukup untuk sekedar meluruskan kaki, akhirnya gadis itu berdiri dan mencari bus yang akan membawanya memasuki desa.
Mike memasuki rumah bersama Jake. Mereka melintasi ruang tamu menuju meja makan, karena ini memang sudah jadwal makan malam. Keduanya merasa lapar setelah melakukan survey lapangan ke cabang MikeHill yang ada di sekitar kota itu, setidaknya ada tiga anak cabang MikeHill Corporate yang baru saja Mike awasi. Kesemua perusahan itu bergerak di bidang yang berbeda seperti percetakan kertas, perusahaan pembuatan produk furnitur dan cabang perusahaan MikeHill yang memproduksi parfum yang cukup terkenal."Aku tidak tahu kalau pria itu sangat berkompeten di bidang pemasaran," kata Mike memuji salah satu kar
Jake mengurut pelipis dan memperhatikan beberapa keterangan yang Rudith laporkan mengenai Diana. Dia bingung harus bagaimana mengatakannya pada Mike, karena Jake yakin Mike akan sangat tidak senang pada kabar yang akan dia sampaiakan.Suara pintu berderit mengalihkan perhatian Jake dari layar ponsel, dia menodongak dan mendapati Mike yang memasuki ruang kerjanya dengan wajah kusut. Dari kantung mata pria itu jelas terlihat bahwa Mike tidak tidur beberapa malam ini dan hal itu semakin membuatnya merasa aneh.
Cahaya putih menyilaukan membuat Diana membuka mata, dia terduduk dari posisi berbaring dan selama sepuluh menit ke depan Diana hanya berdiam diri tanpa melakukan apa-apa. Termenung dengan pikiran berkabut, seolah tidak percaya bahwa saat ini dia berada di rumah pria asing. Oh, akankah dia menganggap calon suaminya pria asing. Diana bahkan tidak mengerti harus bagaimana sekarang. Terjebak dalam rumah pria yang baru saja dia kenal bukanlah hal menyenangkan, bahkan dia tidak bisa bebas melakukan apa pun saat ini, karena Diana yakin sepenuhnya bahwa pria itu pasti mengawasi dan menaruh suruhannya di setiap sudut rumah yang baru saja Diana tempati.
“DisneyLand”Jake tidak ikut ke mansionku, dia memilih langsung pulang ke rumahnya. Calon istrinya sedang menunggu di sana. Sayang sekali, padahal aku ingin mengajaknya untuk bertemu Jasmin dan Blair karena sudah lama dia tidak bertemu dengan keluarga kecilku, terutama Blair yang belum pernah dia temui.
“Paris, four Years Latter”Suara gaduh yang kurindukan, tawa dan keributan kecil dari putera-puteriku selalu menyambut pagi setiap kali kuterjaga. Tanganku meraba sisi di sebelahku berbaring yang kini telah kosong, terasa dingin seakan sudah lama ditinggalkan.Penciumanku disapa oleh nikmatnya aroma mentega dan manisnya madu bersama roti bakar, kurasa dia sudah memulai aktivitasnya di dapur. Aku bergegas bangun dan bersiap memulai kesibukan hari ini.
Salju di bulan Desember tampak menghiasi Avenue des Champs-Elysées, jalanan yang menghubungkan Concorde dan Arc de Triomphe, dijuluki sebagai belle avenue du monde—jalan terindah di dunia—kini ramai dikunjungi wisatawan, karena hari libur panjang untuk menyambut tahun baru.Seorang wanita dengan coat merah dan syal maroon tengah meniti langkah hati-hati di antara deretan lampu berpendar kuning keemasan dan jejeran pohon natal berhias lonceng, juga pita di setiap pertokoan sudut kota.Wanita itu tersenyum sumringah sembari mengelus perutnya yang tertutupi dengan baik melalui coat merahnya. Dia memasu
Diana memilih menghabiskan waktu siang itu dengan tiduran di atas kasur, dia sangat malu menunjukkan mukanya di depan anggota keluarga Hill yang lain. Mike bahkan kehabisan akal untuk membujuknya keluar.“Diana, apa kau di dalam?” Suara Savira membuat Diana terjaga.“Iya, ada apa?” tanyanya sembari berjalan membukakan pintu. Terlihat Savira sudah siap dengan kaus longgar selutut dan celana jeans pendek.“Ayo, aku ingin mengajakmu naik sepeda ke Place de la Concorde,” ajaknya.Diana mengerutkan
Cahaya matahari mengintip masuk ke kamar luas yang Diana tempati, membuat wanita itu menggeliat gelisah karena silau. Perlahan mata indah Diana terbuka, ia melihat jendela kamarnya yang sedikit terbuka dengan cahaya terang di tengah.Kepala Diana bergeser melirik ke sebelah, sisi kasur yang lain, tidak ada siapa-siapa di sana. Membuat Diana mengernyit heran. Dengan gerakan refleks Diana bangkit dari duduk dan mencari keberadaan suaminya di kamar luas tersebut, tapi tak ada tanda-tanda keberadaan Mike di sana.Diana bergegas turun dari kasur dan masuk ke kamar mandi, sekedar mencuci muka dan menggosok gigi sebelum turun ke bawah untuk bergabung bersama keluarga Hill lainnya. Di meja makan tampak Asley dan boneka b
Cuaca kota Paris pagi itu sangat cerah. Diana bersemangat dan menarik tangan Mike untuk bergegas jalan-jalan keluar.“Ke mana kita akan pergi pagi ini?” tanya Mike yang sama antusiasnya.Diana mengeluarkan senjata andalan, sebuah peta kota Paris dari tas tangan. Mike mengernyit menatap peta yang Diana pegang.“Diana, kenapa kau membawa benda itu?” tanya Mike tak suka.“Tentu saja untuk keliling Paris agar tidak tersesat,” sungutnya pada Mike.
Diana merentangkan tangan, menarik napas menghirup udara musim semi kota Paris. Sekarang sudah jam satu siang, mereka baru saja tiba dan sedang berdiri di luar pintu kedatang-an Bandara Charles de Gaulle. Empat belas jam di dalam pesawat membuatnya bosan. Berkali-kali dia mengganggu Mike yang tidur dalam pesawat hanya untuk mendengarkannya bercerita tentang rencana bulan madu yang telah ia persiapkan.“Apa kau lelah?” tanya Mike yang berjalan di belakang. Diana mengangguk dan menoleh pada Mike.“Kau tidak lelah?” Diana melihat Mike yang masih seg
Tatapan Diana jatuh pada Mike yang masuk begitu saja dari pintu depan. Wanita itu menegang di tempat hendak memarahinya, namun Mike tak peduli dan terus menerjang Diana, menarik wanita itu dalam pelukannya. Dia mencium puncak kepala Diana dan membuat wanita itu menjeritkan penolakan.“Kumohon, jangan menolakku kali ini. Biarkan aku memelukmu sebentar, beri aku waktu lima menit setelahnya aku akan pergi seperti yang kau inginkan,” bisik Mike tepat di telinga Diana. Wanita itu terisak dan menghentikan rontanya, dia membiarkan Mike mengelus lembut puncak kepala serta punggungnya.“Biarkan aku mewujudkan impianmu dan impian ayahmu, jadikan aku pria beruntung yang memilikimu.”
Hari pertama setelah kejadian tersebut. Mike mencari tahu siapa dalang di balik semua ini. Dia akan menuntaskannya hingga ke akar. Tangannya meremas ponsel hendak menghancur-kan benda tipis itu. Jake yang sedari tadi diam akhirnya menghirup udara dan mulai bersuara.“Mereka pasti akan menemukannya, Mike.”Orang yang diajak bicara hanya menatap datar dengan senyum sinis. Dia terus meremas ponselnya yang andaikan bisa berbicara pasti benda mati itu berteriak meminta lepas dari cengkraman Mike yang tampak tidak sabar sembari menahan amarah.“Aku akan me