**Bab 008 Pertimbangan**
Setelah selesai makan malam dan berbincang sebentar, mereka segera kembali ke kamar masing-masing untuk bersiap tidur. Rumah sederhana itu memiliki empat kamar. Rowt dan Ash masing-masing menempati kamar mereka sendiri, sementara Ay sekamar dengan Dimi, saudara kembar Agafya. Atthy dan Gafy, meskipun beda usia, tidur dalam kamar yang sama.
Agafya, yang biasa dipanggil Gafy atau Gaff, dilahirkan dengan kondisi tubuh lemah. Namun meski begitu, Gafy selalu ceria dan cerewet. Ia adalah salah satu sumber kebisingan di rumah yang sunyi ini, terutama setelah Dimi yang selalu aktif, seolah-olah energi Gafy yang terbatas itu dipinjam oleh saudaranya yang penuh semangat.
Malam itu, sambil membantu kakaknya melipat pakaian, Gafy tiba-tiba bertanya dengan mata berbinar, "Kak... Apa kakak akan menerimanya?"
Atthy yang sedang sibuk mengangkat sekeranjang jemuran dari luar rumah hanya melirik sekilas, kemudian menjawab dengan sikap santai, "Apa?" Seolah tak terlalu peduli.
"Lamaran pernikahan itu?!" seru Gafy, suaranya penuh semangat dan sedikit kesal, meskipun dia tetap melanjutkan membantu Atthy dengan melipat pakaian yang sudah kering.
Atthy tersenyum tipis, melihat antusiasme Gafy yang berlebihan. "Entah," jawabnya sambil mengangkat bahu, "Aku tidak terlalu memikirkannya," lanjut Atthy dengan nada yang cukup acuh.
Gafy mendengus, tetap berusaha menggoda kakaknya dengan harapan yang jelas tertulis di wajahnya. "Kak, kalau kakak pergi ke Ibu Kota, kakak akan melihat banyak hal baru yang tidak pernah kakak lihat di sini," ujarnya dengan optimis, berusaha membujuk.
Atthy berhenti sejenak, menatap adiknya dengan mata yang sedikit meledek. "Kenapa? Kau ingin pergi ke Ibu Kota?" tanya Atthy, nada suaranya bercampur rasa penasaran dan sedikit bercanda.
"Kalau kakak bertanya begitu, tentu saja aku jawab iya..." Gafy tersenyum lebar, namun ada kesedihan yang tersembunyi di matanya. "Tapi kak, kau tahu dengan jelas bahwa itu akan sangat sulit untukku. Aku memang menginginkannya, tapi bukan berarti aku harus mendapatkannya... Aku bertubuh lemah, sulit bagiku meninggalkan tempat ini dengan keadaan kita sekarang... Tapi, sama sepertimu, aku bahagia di sini, menjadi adikmu, menjadi anak ayah, menjadi cucu kakek. Ini adalah tempat aku dilahirkan dan dibesarkan, dan aku sangat bersyukur... Namun, aku juga ingin melihat seperti apa dunia selain tempat ini. Semua itu hanya bisa kulihat di dalam buku atau mendengar cerita dari kakek dan ayah... Dan kak Atthy, kau sekarang punya kesempatan untuk itu."
Atthy terdiam sejenak, kata-kata Gafy menggugah hati kecilnya. "Tapi Gaff," Atthy akhirnya berkata, "Aku bukan akan ke Ibu Kota Kerajaan, tapi Alpen, wilayah Utara. Sangat jauh dari Ibu Kota... Surat itu memang datang dari Ibu Kota, tetapi lamaran itu berasal dari seorang Grand Duke yang tinggal di sana."
Gafy terdiam sejenak, mencerna kata-kata kakaknya. "Oh... Jadi begitu?" Wajahnya memerah, seolah kecewa, namun tetap ada harapan yang berkilau di matanya. "Tapi tetap saja, kak... Kau punya kesempatan itu, bukan?"
Atthy hanya tersenyum tipis. Meskipun sikapnya terlihat acuh, ada perasaan yang lebih mendalam tersembunyi di balik senyumnya. Ketika Gafy berkata tentang dunia luar, Atthy merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar keinginan Gafy untuk pergi ke Ibu Kota. Itu adalah impian yang lebih besar, yang tak bisa dicapainya, tetapi yang mungkin bisa Atthy capai.
Perbincangan kecil itu berlanjut dengan semangat dari Gafy yang terus berharap kakaknya akan menerima lamaran tersebut. Mungkin, seperti yang selalu mereka impikan, status dan kekayaan akan memberi mereka kehidupan yang lebih baik. Tetapi Atthy, meskipun belum bisa memutuskan, merasa hati kecilnya semakin tergerak.
Bagi Gafy, seorang gadis kecil yang selalu tenggelam dalam buku-buku dongeng tentang putri dan pangeran, lamaran kakaknya adalah sebuah impian yang hampir tak bisa dipercaya. Dalam benaknya, kakaknya akan menjadi seperti Cinderella yang jauh dari keramaian dan kemewahan ibu kota, yang akhirnya akan dipenuhi dengan kebahagiaan dan kehidupan yang lebih baik.
"Kak Atthy, kakak mendapat lamaran dari seorang Grand Duke! Sudah pasti kakak akan bisa pergi ke Ibu Kota dengan status dan uang yang kakak miliki kelak," jawab Gafy penuh semangat, tetap berpegang pada pemikirannya yang penuh harapan.
Atthy hanya tersenyum tipis dan membelai lembut rambut lurus adiknya yang berwarna karamel. "Itu belum tentu, Gaff..." jawab Atthy pelan. "Semua itu hanya akan terjadi kalau dia mau menikah denganku," tambahnya sambil menarik napas dalam-dalam. "Lamaran datang dari ibu kota kerajaan, yang berarti itu adalah rekomendasi dari kerajaan. Meski begitu, pihak kerajaan akan menyerahkan sepenuhnya kewenangan pada pihak terkait untuk menyetujui atau tidak calon yang diajukan."
Gafy mendengus dengan sedikit kesal, masih tidak yakin dengan pandangan kakaknya. "Pihak kerajaan memang yang mengajukan lamaran, dan lamaran telah dikirim, itu berarti dia bersedia mengenalmu," sahut Gafy, tetap berusaha mempertahankan keyakinannya.
Atthy menatap adiknya dengan lembut, "Yah, mungkin saja. Tapi intinya, yang mengajukan lamaran adalah pihak kerajaan, bukan dari dia... ini hanya permintaan dari pihak kerajaan, Gaff."
Namun, berbeda dengan Gafy yang masih polos, Atthy sudah cukup paham bahwa meski lamaran itu dikirim atas persetujuan Grand Duke Griffith, belum tentu itu berarti dia menyetujuinya. Atthy merasa bahwa kemungkinan besar ini hanya sebuah formalitas untuk menyenangkan pihak kerajaan yang telah merekomendasikan dirinya.
Pikiran Atthy berkelana lebih jauh, bertanya-tanya dalam hati, ''Siapa yang sebenarnya merekomendasikanku? Para tetangga di desa sudah hampir melupakan bahwa kakek adalah seorang bangsawan bergelar Baron. Lalu bagaimana pihak kerajaan bisa mengenal kami?" pikir Atthy, bingung dan cemas.
"Kakak!" Gafy memanggil, sedikit kesal karena Atthy melamun terlalu lama, "Tapi kak... apa itu berarti lamaran ini belum pasti?"
Atthy menatap Gafy sejenak, lalu menghela napas. "Pihak kerajaan sering kali menjodohkan kaum bangsawan. Biasanya ini adalah manuver politik, Gaff... Bukankah ayah dan aku sudah mengajarkanmu? Ada dua kemungkinan untuk ini: untuk melemahkan atau menguatkan salah satu pihak... masalahnya, kedudukan kakek sangat jauh untuk bisa terlibat dalam kancah politik sekelas kerajaan... itu sebabnya ayah memintaku untuk memikirkannya, karena aku tahu, ayah juga merasa ada yang tidak biasa dengan lamaran ini."
''Apakah akan buruk?''
''Aku tidak tahu, Gaff, karena kita tidak mengenal siapa Grand Duke Griffith, atau siapa yang telah merekomendasikanku.'' Atthy menghela napas pelan, berpikir keras. ''Banyak hal yang masih gelap dan tidak pasti.''
''Itu artinya, masih ada kemungkinan...'' Gafy menjawab, masih dengan keyakinan polos di matanya, seakan seluruh dunia masih penuh harapan.
''Apa kau sebegitu inginnya melihat seperti apa dunia di luar sana?'' tanya Atthy, menatap serius pada adiknya, mencoba mengerti lebih dalam.
''Eum,'' jawab Gafy, mengangguk dengan penuh harapan, seakan dunia yang ada di luar sana adalah segala-galanya.
Atthy terdiam, menimbang segala kemungkinan dalam pikirannya. ''Baiklah Gaff, aku akan lebih memikirkannya...'' jawabnya akhirnya, meskipun perasaan tidak pasti masih menggelayuti hatinya. Ia ingin sekali memberikan adiknya kesempatan untuk melihat dunia lebih luas, tapi ia juga tak bisa menepis kekhawatiran yang terus menghantuinya.
''Pikirkan baik-baik, kak... pasti menyenangkan bisa pergi ke mana pun dan melihat banyak hal baru di luar sana,'' kata Gafy dengan senyum cerah, penuh keyakinan pada kakaknya.
''Ya baiklah, aku mengerti... Sekarang, tidurlah!'' seru Atthy, sambil mendorong adiknya yang penuh semangat untuk berbaring.
Gafy mengangguk dan tersenyum lebar, seakan seluruh dunia tidak ada yang bisa menghalanginya. Malam itu, Atthy berbaring, namun pikirannya tak bisa lepas dari perbincangan yang baru saja terjadi. Semua ucapan keluarganya, harapan-harapan mereka tentang lamaran, membayangi benaknya. Selama ini, keluarganya selalu bahagia meski hidup dalam kekurangan. Mereka menerima keadaan dengan lapang dada, tidak pernah merasa kecewa. Rowt, meskipun bukan bangsawan, mengajarkan mereka tentang pentingnya menerima hidup apa adanya.
Atthy merenung, membayangkan masa depan yang tak pasti. Dalam hatinya, ada rasa cemas yang semakin mendalam.
---
Sejak zaman dahulu, sistem hierarki sosial yang sangat kental, baik dalam pemerintahan maupun dalam masyarakat, memperburuk kesulitan rakyat jelata untuk keluar dari belenggu gurun pasir dan sabana yang sangat keras.
Awalnya, garam dan kulit hewan adalah komoditas utama yang menopang ekonomi Caihina. Namun, setelah ditemukan pertambangan besi, banyak masyarakat Caihina mulai mempelajari seni pandai besi. Kehidupan yang keras di gurun pasir dan sabana memaksa mereka untuk menguasai berbagai keterampilan, tidak hanya bergantung pada satu keahlian, demi bisa bertahan hidup.
Berkat ketangguhan masyarakatnya, meski Caihina terpencil dan sering terlupakan oleh pemerintahan kerajaan, wilayah ini tetap mampu mandiri.
Sebagian besar masyarakat Caihina sebenarnya tidak miskin. Namun, latar belakang mereka yang berasal dari rakyat jelata dan dikenal sebagai suku terbelakang, membuat mereka selalu terpinggirkan. Padahal, garam dan kulit binatang dari Caihina sangat mahal di pasaran, meski sebagian besar orang luar tidak mengetahuinya.
Awalnya, perdagangan garam dan kulit binatang di Caihina dikuasai oleh pembesar-pembesar Nauruan. Namun, sejak Rowt mendapat gelar Baron, ia memperoleh akses kekuasaan atas jalur perdagangan, dan perlahan, monopoli perdagangan hasil bumi Caihina mulai berubah. Masyarakat Caihina pun akhirnya dapat menikmati hasil jerih payah mereka, baik dari menambang garam maupun mengolah kulit binatang. Namun, ini juga yang membuat Rowt dibenci oleh kalangan aristokrat, sebab kesuksesan itu memberi dampak negatif bagi dominasi mereka. Melihat masalah masyarakat terpinggirkan Caihina, menjadi salah satu alasan Rowt tetap mempertahankan gelar Baron meski harus membayar pajak tinggi.
Bagi para aristokrat bangsawan, kejadian seperti ini menjadi pelajaran berharga. Mereka merasa bahwa kedudukan yang dipertahankan oleh Rowt, seorang rakyat jelata yang menjadi bangsawan, merupakan ancaman. Sejak saat itu, mereka terus mewaspadai dan menghalangi setiap usaha Rowt untuk bangkit kembali.
Meskipun Rowt dan Ash berjuang keras melawan elit bangsawan yang terus menekan mereka, mereka tak pernah menyerah. Mereka berusaha agar perdagangan Caihina tetap berjalan meski harus mengabaikan kondisi perbatasan yang semakin berbahaya, terutama di hutan yang berbatasan dengan Nauruan. Setiap kali dagangan mereka terkumpul, baik Rowt maupun Ash selalu ada di depan untuk memimpin perdagangan. Dan lebih membanggakan lagi, Atthy dan Ay pun mulai mengikuti jejak mereka.
Menjadi penambang garam, pemburu, pandai besi, dan pedagang adalah pekerjaan sehari-hari bagi keluarga Rowt, bahkan Atthy, seorang wanita, ikut terjun mengerjakannya. Bukan hanya keluarga Rowt, tetapi sebagian besar masyarakat Caihina menjalani hidup serupa. Pekerjaan ekstrem seperti berburu dan menjadi pandai besi, bahkan dilakukan oleh wanita seperti Atthy. Ini bukanlah hal luar biasa di Caihina, sebab banyak remaja wanita Caihina lainnya yang dibesarkan dengan didikan keras, sama seperti Atthy dan Ay. Sejak usia sembilan tahun, anak laki-laki sudah bisa berburu secara mandiri, sementara remaja wanita baru bisa berburu bersama saudara laki-laki atau ayah mereka, setelah mereka berusia tiga belas tahun. Tradisi ini sudah mengakar dalam kehidupan masyarakat Caihina.
Gurun dan sabana adalah wilayah yang keras dan tidak mengenal ampun. Tak hanya dibutuhkan fisik yang kuat, tetapi juga mental yang kokoh untuk bertahan hidup di tempat seperti ini. Karena itulah, wanita-wanita Caihina dikenal sebagai sosok yang tangguh dan berwibawa, tidak kalah dengan para pria. Meski wilayah ini terkenal dengan iklim yang terik, masyarakatnya tidak menjadi keras. Justru, mereka sangat terbuka dan saling membantu satu sama lain.
Sebagai seseorang yang pernah berada di dunia sosialita bangsawan, Rowt sangat mengerti betapa pentingnya pendidikan. Meskipun hidup dalam kemiskinan, dia yakin bahwa tidak ada salahnya untuk belajar. Pengalaman hidupnya yang penuh liku itulah yang membuat Rowt berhasil mendidik anak cucunya, meski hanya dengan pendidikan dasar. Ash, yang pernah mengenyam pendidikan di sebuah akademi hingga lulus, memiliki pemahaman yang lebih luas, yang memudahkannya untuk mengenal dan menikahi Laura. Pendidikan yang dimiliki Ash juga yang membuatnya mampu melawan intimidasi para bangsawan, aristokrat, atau pun pembesar-pembesar yang masih suka mengganggu masyarakat Caihina khususnya pedagang dengan mengatasnamakan hukum pemerintahan dan sebagainya.
Atthy, meski tidak mengenyam pendidikan formal, mendapat pendidikan dasar seorang bangsawan dari ibunya yang dulu merupakan guru etiket, sebelum menikah dengan Ash. Pendidikan tersebut menjadi bekal bagi Atthy untuk menjalani hidup, meskipun dalam kesulitan.
Namun, saat ini Atthy belum memiliki keinginan untuk menikah. Di satu sisi, dia merasa terikat pada keluarganya yang membutuhkan, terutama Gafy. Keinginan adiknya untuk melihat dunia lebih luas membuat Atthy merasa tertarik untuk mempertimbangkan masa depannya, meskipun di sisi lain, dia tahu bahwa kehidupannya tidak semudah apa yang dibayangkan Gafy.
Atthy sangat menyadari betapa kerasnya hidup mereka. Keluarganya memang bahagia meski hidup serba kekurangan, tapi dia juga tahu bahwa kenyataan yang mereka hadapi jauh lebih sulit daripada yang tampak di luar. Namun, yang lebih mengkhawatirkan baginya adalah kesehatan Gafy. Atthy merasa jika memiliki lebih banyak sumber daya, dia bisa memberikan kehidupan yang lebih baik bagi adik-adiknya. Gafy dan Dimi berhak merasakan kehidupan yang lebih layak, dan Atthy berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan berusaha semampunya untuk mewujudkannya.
---
**Bab 009 Keputusan**---Pagi itu, keluarga Galina menjalani rutinitas mereka seperti biasa. Atthy, seperti hari-hari sebelumnya, bangun lebih pagi untuk membersihkan rumah dan mencuci pakaian. Rowt, dengan kebiasaannya, mulai menyiapkan sarapan, dibantu oleh Gafy yang dengan cekatan mengatur bahan-bahan yang diperlukan. Dimi, si bungsu, mengurus hewan peliharaan mereka serta memastikan stok protein hewani untuk keluarga cukup. Sementara itu, Ash dan Ay bertugas mengolah hasil buruan mereka, mengurus daging, kulit, dan bulu hewan yang mereka tangkap.Berburu adalah keahlian utama penduduk Caihina. Kulit dan bulu binatang buruan menjadi komoditas unggulan yang sangat dihargai, menjadikan mereka terkenal di kalangan para pedagang. Kualitas kulit dan bulu yang mereka hasilkan sangat unggul, membuatnya dihargai lebih tinggi dibandingkan dengan produk serupa dari wilayah lain.Setelah sarapan, saat mereka duduk bersama di ruang makan, suasana hening sejenak. Kemudian, dengan tegas namun le
**Bab 010 Menolak**---**Flashback: Pusat Kota Nauruan**Ash dan Ay tiba di pusat kota Nauruan setelah perjalanan panjang bersama rombongan konvoi. Kota itu ramai seperti biasa, dengan pedagang yang memanggil pelanggan, suara lonceng yang sesekali terdengar di alun-alun, dan hiruk pikuk orang-orang yang sibuk dengan urusan masing-masing. Di tengah kesibukan itu, Ash tidak hanya fokus menjual barang dagangannya tetapi juga menggali informasi tentang Grand Duke Griffith, sosok yang kelak bisa saja menjadi menantunya.Namun, apa yang mereka dengar dari para penduduk dan pedagang lain hanya menambah berat beban pikiran mereka."Grand Duke Griffith? Jangan pernah main-main dengannya," ujar salah satu pedagang dengan nada rendah, seolah takut ada yang mendengar. "Dia itu pria besi. Hatinya sudah beku sejak lama. Tidak ada belas kasihan bagi mereka yang melawannya.""Mereka bilang," sambung seorang wanita tua yang menjual kain, "dia merebut Alpen dengan darah. Tidak ada yang bisa menantangny
**Bab 011 Pengorbanan**Atthy menatap Ay dengan tatapan tajam, namun dengan lembut dia membelai kepala Ay, menenangkan emosi adiknya yang meluap.''Ay, sebagai bangsawan, kita diajarkan untuk menjaga perilaku dan kata-kata. Meskipun kita tidak mendapat pendidikan formal, orang tua kita, Ash dan Laura, sudah mengajarkan kita dengan baik. Kata-kata kasar tidak seharusnya keluar dari mulut kita, terutama di hadapan bangsawan, apalagi yang berkedudukan tinggi seperti mereka. Perilaku buruk bisa berujung pada konsekuensi berat jika ada petugas yang mendengarnya,'' ujar Atthy, suaranya rendah namun tegas.Ay menunduk, menghela napas panjang. "Maaf, Kak," jawabnya dengan senyum kecil, "Aku kesal. Kita sudah jelas menolaknya, tapi kenapa mereka tetap mengirim utusan untuk menjemputmu?"Atthy menatap Ay dengan tatapan menggoda, "Kau mencemaskanku?"Ay memutar matanya dengan kesal, "Kakak serius menanyakan itu?" jawabnya dengan nada tinggi, lalu melanjutkan, "Athaleyah Galina adalah kakakku. Bag
**Bab 012 Billy Kutcher**"Selamat pagi, Baron Galina," sapa kepala rombongan itu dengan nada yang diselubungi kepercayaan diri berlebihan. "Aku Billy Kutcher, utusan dari Tuanku Grand Duke Griffith... Kami datang untuk membawa putrimu ke Alpen sekarang juga."Sapaannya terdengar formal, tetapi setiap kata yang terucap seperti pedang yang menyayat, tajam dan penuh penghakiman. Tatapan Billy, penuh keangkuhan, melintas dari wajah mereka seolah-olah mereka hanyalah debu yang tak layak dihargai. Aura kesombongannya begitu jelas, hampir seperti ia tengah menilai mereka sebagai makhluk yang jauh lebih rendah darinya. Ash, yang sudah sejak awal merasa cemas dan tidak nyaman dengan sikap Billy, menatapnya dengan sorot mata yang tajam dan penuh amarah yang sulit ditekan. Hawa dingin mulai memenuhi ruang ini, semakin menebal seiring dengan ketegangan yang semakin memuncak. Setiap kata Billy terasa seperti serangan halus yang merendahkan mereka semua, meski status Rowtag sebagai seorang bangsawa
**Bab 013 Stela, Bela, dan Rosa.**---Ash dan Rowt akhirnya pasrah, tidak mampu lagi menahan keputusan Atthy yang sudah mantap.Atthy bukanlah tipe gadis lemah gemulai yang bisa bersikap manja. Ia sudah menerima pendidikan yang cukup dari Laura, ibunya, sebelum kepergian Laura yang terlalu cepat, dan juga dari Ash, ayahnya, selama ini.Atthy tumbuh sebagai gadis yang dibesarkan dalam kehidupan rakyat jelata, jauh dari kemewahan. Namun, pengetahuan yang dimiliki Atthy melebihi banyak gadis remaja bangsawan seusianya. Sebagai seorang wanita bangsawan, Atthy memiliki kualitas yang tidak dapat dipandang sebelah mata, dan Ash sangat memahaminya. Bahkan, dalam setiap pandangan Ash terhadap Atthy, ada rasa bersalah yang mendalam, terutama ketika ia mengingat bagaimana Laura, istrinya, dengan sabar melatih dan mendidik Atthy untuk menjadi seorang Lady yang terhormat. Laura percaya bahwa suatu saat, Atthy akan menjalani hidup yang lebih baik seperti yang seharusnya dijalani seorang bangsawan p
*Bab 014 Alwyn Gusev dan Randy Rozenvelt*Beberapa waktu setelah Atthy selesai dengan segala keperluannya, kereta kuda elegan nan mewah datang menjemputnya. Iringan ini sangat kontras dengan pengiringan yang diterimanya di Caihina—bukan hanya kemewahan atribut yang mereka bawa, tetapi juga etika dan disiplin prajurit yang mengiringinya. Mereka berdiri tegak dan teratur, dengan wibawa yang tak terbantahkan, membuktikan bahwa ini adalah iringan dari kalangan bangsawan sejati.''Selamat siang, Lady Galina... Perkenalkan, saya adalah Alwyn Gusev, pemimpin iringan yang diutus Tuanku Duke Griffith,'' sapa seorang pria yang tampak dengan jelas sebagai pemimpin iringan ini. Suaranya rendah dan penuh wibawa, tapi tetap menjaga kesopanan. Setiap kata yang keluar dari mulutnya terdengar begitu elegan, bahkan dalam kalimat yang singkat. Meskipun cepat, cara dia berbicara mencerminkan pengetahuan dan kemanusiaan yang mendalam.''Selamat siang, Lady Galina... Perkenalkan saya adalah Randy Rozenfeld,
**Bab 015 Perjalanan**Beberapa jam kemudian, seperti yang telah dijelaskan oleh Alwyn, mereka tiba di stasiun dan segera memasuki gerbong khusus yang telah disiapkan untuk mereka. Atthy tercengang saat melihat kereta uap yang megah di hadapannya. Seumur hidupnya, baru kali ini dia melihat kereta uap dengan mata kepalanya. Sebelumnya, ia hanya mengetahui tentang kereta uap melalui cerita ayah atau kakeknya, juga melalui koran dan buku yang pernah dibacanya.Atthy tidak mampu menyembunyikan keterkejutan dan kekagumannya terhadap ''Ular Besi'' yang berdiri gagah di hadapannya. Warna hitam legam kereta itu menambah kesan misterius yang mengagumkan.Melihat reaksi Atthy, ekspresi Alwyn, Randy, dan para pengawal kembali memperlihatkan kesan yang sama seperti saat pertama kali mereka bertemu Atthy. Meskipun begitu, mereka berusaha tetap sopan, tidak menunjukkan rasa heran mereka dengan terlalu jelas, dan tetap menghormati Lady yang saat itu terkesan cukup terpesona oleh teknologi yang belum
**Bab 016 Kegundahan**Kegugupan Rosa mencuatkan rasa penasaran Alwyn. Ia merasa sudah berada di ambang menemukan sesuatu dari ketiga pelayan Atthy, tetapi jawabannya masih terselubung kabut."Tuan... Tidak ada masalah apa pun. Kami hanya... tidak terbiasa dengan perilaku Nona—eh, maksud saya, Lady Galina," ujar Stela. Sebagai pelayan senior, ia berhasil menyembunyikan rasa gugupnya lebih baik dibandingkan dua lainnya, tetapi bagi Alwyn, kesan itu tidak cukup meyakinkan.Mata Alwyn menyipit sedikit. Ia menyandarkan tubuhnya di kursi, mempertahankan ekspresi tenang. Dalam pikirannya, suara kesal bergema. ''Sial, aku terlalu ceroboh. Seharusnya aku memanggil mereka satu per satu. Mereka saling melindungi, dan itu hanya memperkuat pertahanannya.''"Baiklah." Alwyn akhirnya mengangguk kecil, nada suaranya datar. "Kalian boleh pergi."Ketiga pelayan itu tampak lega mendengar perintah tersebut, meskipun Alwyn belum selesai. "Tapi ingat," lanjutnya dengan nada tajam yang menahan langkah merek
**Bab 022 Kawan atau Lawan**Waktu ketika Baron Robert Galina baru saja mengirimkan surat persetujuan pengajuan lamaran Athaleyah Galina.---Pagi di Istana Kerajaan terasa lengang, seolah waktu berjalan lambat dengan setiap detik yang menggerus ketenangan di ruang kerja Grand Duke Margrave. Ruangan ini bukan hanya tempat merumuskan strategi, tapi juga tempat di mana otak tajam Margrave mengendalikan segala keputusan penting. Peta-peta besar terhampar di atas meja, disertai dengan gulungan kertas yang penuh perhitungan. Margrave duduk dengan tenang, matanya menganalisis setiap detail yang terhampar di hadapannya, seolah semua pergerakan dunia politik dapat diprediksi dengan tepat oleh pikirannya.Di seberang meja, Davion duduk dengan ekspresi yang lebih tergesa-gesa. Tangannya bergerak-gerak tak sabar, wajahnya memancarkan ambisi yang terkendali namun jelas-jelas menunjukkan ketidaksabarannya. Ia menunggu, menahan dorongan untuk berbicara, sementara Margrave tetap diam—keheningan yang
**Bab 018 Duke Hugh Griffith**Alwyn segera memberi salam dengan hormat pada pria bertubuh tinggi dan gagah di hadapannya. Tanpa ragu, ia langsung bersikap siap, layaknya seorang ajudan yang selalu siaga di hadapan komandannya."Maafkan kelalaian saya, Tuanku. Saya ceroboh tidak memperhitungkan semuanya..." ujar Alwyn dengan nada rendah, berusaha menjelaskan sambil menahan kegugupan yang menggelayuti hatinya.Namun, pria besar itu tampaknya tak peduli sedikit pun dengan penyesalan Alwyn. Dengan nada tegas dan suara yang menggema, ia menyuruh, "Keluarlah! Siapkan kereta kudanya!""Baik, Tuanku," jawab Alwyn singkat, sebelum buru-buru berbalik dan segera pergi, meninggalkan Atthy bersama pria itu di dalam ruangan.Langkah Alwyn cepat namun penuh kecemasan. Meskipun hatinya berat, ia tahu tak ada yang bisa ia lakukan selain menjalankan perintah. Atthy kini ada bersama calon suaminya, dan sebagai seorang pegawai, dia hanya bisa bersimpati, bukan berempati. Dilema itu merayapi pikiran Alwyn
**Bab 017 Dokter Sarah Winfold**---HAHHHDesahan yang terdengar cukup keras dan berat dari Alwyn membuat Randy terkejut. Dia menoleh dengan cepat, hanya untuk menemukan wajah sahabatnya yang tampak cemas, sebuah ekspresi yang sangat jarang ia lihat."Alwyn, ada apa?" tanya Randy, dahi mengernyit, merasakan ketegangan yang berbeda dalam sikap Alwyn. "Wajahmu... Terlihat jelas kau sedang cemas... Seperti bukan dirimu yang selalu tenang," lanjutnya, penuh keheranan."Lady Atthaleyah... Aku bingung harus bagaimana?" jawab Alwyn, suaranya penuh keluh kesah."Kenapa?" seru Randy, masih heran. "Bukankah selama ini Lady tidak pernah membuat masalah, kecuali jika dia sakit, tapi itu bukanlah hal yang bisa diatur...""Justru itu masalahnya, Randy," Alwyn memotong, ekspresinya cemberut, matanya tampak penuh keresahan. "Lady tidak pernah mengeluh, bahkan sekali pun! Malah membuatku semakin cemas melihat keadaannya yang semakin membingungkan."Randy terdiam sejenak, mencerna keluhan aneh sahabatn
**Bab 016 Kegundahan**Kegugupan Rosa mencuatkan rasa penasaran Alwyn. Ia merasa sudah berada di ambang menemukan sesuatu dari ketiga pelayan Atthy, tetapi jawabannya masih terselubung kabut."Tuan... Tidak ada masalah apa pun. Kami hanya... tidak terbiasa dengan perilaku Nona—eh, maksud saya, Lady Galina," ujar Stela. Sebagai pelayan senior, ia berhasil menyembunyikan rasa gugupnya lebih baik dibandingkan dua lainnya, tetapi bagi Alwyn, kesan itu tidak cukup meyakinkan.Mata Alwyn menyipit sedikit. Ia menyandarkan tubuhnya di kursi, mempertahankan ekspresi tenang. Dalam pikirannya, suara kesal bergema. ''Sial, aku terlalu ceroboh. Seharusnya aku memanggil mereka satu per satu. Mereka saling melindungi, dan itu hanya memperkuat pertahanannya.''"Baiklah." Alwyn akhirnya mengangguk kecil, nada suaranya datar. "Kalian boleh pergi."Ketiga pelayan itu tampak lega mendengar perintah tersebut, meskipun Alwyn belum selesai. "Tapi ingat," lanjutnya dengan nada tajam yang menahan langkah merek
**Bab 015 Perjalanan**Beberapa jam kemudian, seperti yang telah dijelaskan oleh Alwyn, mereka tiba di stasiun dan segera memasuki gerbong khusus yang telah disiapkan untuk mereka. Atthy tercengang saat melihat kereta uap yang megah di hadapannya. Seumur hidupnya, baru kali ini dia melihat kereta uap dengan mata kepalanya. Sebelumnya, ia hanya mengetahui tentang kereta uap melalui cerita ayah atau kakeknya, juga melalui koran dan buku yang pernah dibacanya.Atthy tidak mampu menyembunyikan keterkejutan dan kekagumannya terhadap ''Ular Besi'' yang berdiri gagah di hadapannya. Warna hitam legam kereta itu menambah kesan misterius yang mengagumkan.Melihat reaksi Atthy, ekspresi Alwyn, Randy, dan para pengawal kembali memperlihatkan kesan yang sama seperti saat pertama kali mereka bertemu Atthy. Meskipun begitu, mereka berusaha tetap sopan, tidak menunjukkan rasa heran mereka dengan terlalu jelas, dan tetap menghormati Lady yang saat itu terkesan cukup terpesona oleh teknologi yang belum
*Bab 014 Alwyn Gusev dan Randy Rozenvelt*Beberapa waktu setelah Atthy selesai dengan segala keperluannya, kereta kuda elegan nan mewah datang menjemputnya. Iringan ini sangat kontras dengan pengiringan yang diterimanya di Caihina—bukan hanya kemewahan atribut yang mereka bawa, tetapi juga etika dan disiplin prajurit yang mengiringinya. Mereka berdiri tegak dan teratur, dengan wibawa yang tak terbantahkan, membuktikan bahwa ini adalah iringan dari kalangan bangsawan sejati.''Selamat siang, Lady Galina... Perkenalkan, saya adalah Alwyn Gusev, pemimpin iringan yang diutus Tuanku Duke Griffith,'' sapa seorang pria yang tampak dengan jelas sebagai pemimpin iringan ini. Suaranya rendah dan penuh wibawa, tapi tetap menjaga kesopanan. Setiap kata yang keluar dari mulutnya terdengar begitu elegan, bahkan dalam kalimat yang singkat. Meskipun cepat, cara dia berbicara mencerminkan pengetahuan dan kemanusiaan yang mendalam.''Selamat siang, Lady Galina... Perkenalkan saya adalah Randy Rozenfeld,
**Bab 013 Stela, Bela, dan Rosa.**---Ash dan Rowt akhirnya pasrah, tidak mampu lagi menahan keputusan Atthy yang sudah mantap.Atthy bukanlah tipe gadis lemah gemulai yang bisa bersikap manja. Ia sudah menerima pendidikan yang cukup dari Laura, ibunya, sebelum kepergian Laura yang terlalu cepat, dan juga dari Ash, ayahnya, selama ini.Atthy tumbuh sebagai gadis yang dibesarkan dalam kehidupan rakyat jelata, jauh dari kemewahan. Namun, pengetahuan yang dimiliki Atthy melebihi banyak gadis remaja bangsawan seusianya. Sebagai seorang wanita bangsawan, Atthy memiliki kualitas yang tidak dapat dipandang sebelah mata, dan Ash sangat memahaminya. Bahkan, dalam setiap pandangan Ash terhadap Atthy, ada rasa bersalah yang mendalam, terutama ketika ia mengingat bagaimana Laura, istrinya, dengan sabar melatih dan mendidik Atthy untuk menjadi seorang Lady yang terhormat. Laura percaya bahwa suatu saat, Atthy akan menjalani hidup yang lebih baik seperti yang seharusnya dijalani seorang bangsawan p
**Bab 012 Billy Kutcher**"Selamat pagi, Baron Galina," sapa kepala rombongan itu dengan nada yang diselubungi kepercayaan diri berlebihan. "Aku Billy Kutcher, utusan dari Tuanku Grand Duke Griffith... Kami datang untuk membawa putrimu ke Alpen sekarang juga."Sapaannya terdengar formal, tetapi setiap kata yang terucap seperti pedang yang menyayat, tajam dan penuh penghakiman. Tatapan Billy, penuh keangkuhan, melintas dari wajah mereka seolah-olah mereka hanyalah debu yang tak layak dihargai. Aura kesombongannya begitu jelas, hampir seperti ia tengah menilai mereka sebagai makhluk yang jauh lebih rendah darinya. Ash, yang sudah sejak awal merasa cemas dan tidak nyaman dengan sikap Billy, menatapnya dengan sorot mata yang tajam dan penuh amarah yang sulit ditekan. Hawa dingin mulai memenuhi ruang ini, semakin menebal seiring dengan ketegangan yang semakin memuncak. Setiap kata Billy terasa seperti serangan halus yang merendahkan mereka semua, meski status Rowtag sebagai seorang bangsawa
**Bab 011 Pengorbanan**Atthy menatap Ay dengan tatapan tajam, namun dengan lembut dia membelai kepala Ay, menenangkan emosi adiknya yang meluap.''Ay, sebagai bangsawan, kita diajarkan untuk menjaga perilaku dan kata-kata. Meskipun kita tidak mendapat pendidikan formal, orang tua kita, Ash dan Laura, sudah mengajarkan kita dengan baik. Kata-kata kasar tidak seharusnya keluar dari mulut kita, terutama di hadapan bangsawan, apalagi yang berkedudukan tinggi seperti mereka. Perilaku buruk bisa berujung pada konsekuensi berat jika ada petugas yang mendengarnya,'' ujar Atthy, suaranya rendah namun tegas.Ay menunduk, menghela napas panjang. "Maaf, Kak," jawabnya dengan senyum kecil, "Aku kesal. Kita sudah jelas menolaknya, tapi kenapa mereka tetap mengirim utusan untuk menjemputmu?"Atthy menatap Ay dengan tatapan menggoda, "Kau mencemaskanku?"Ay memutar matanya dengan kesal, "Kakak serius menanyakan itu?" jawabnya dengan nada tinggi, lalu melanjutkan, "Athaleyah Galina adalah kakakku. Bag