Home / Romansa / MENJEMPUT ISTRIKU / 006 Surat dari Ibu Kota

Share

006 Surat dari Ibu Kota

Author: Wolfy
last update Last Updated: 2024-11-01 19:03:11

**Bab 006 Surat dari Ibu Kota**

*****

AWAL CERITA DIMULAI

*****

Kota Nauruan adalah sebuah kota besar di ujung perbatasan sebelah timur dari wilayah Kerajaan Xipil. Dari pusat Kota Nauruan, beralih ke sebuah wilayah yang masih dalam yurisdiksi Kota Nauruan. Wilayah ini sangat luas, lima belas kali lebih besar dari pusat kotanya sendiri.

Caihina adalah sebuah wilayah tandus dan kering yang nyaris tidak tersentuh megahnya pusat Kota Nauruan. Wilayah terpencil ini memiliki belasan desa yang nasibnya kurang lebih sama. Desa-desa kecil yang sangat terisolasi, namun luasnya belasan kali lipat dari pusat kota. Wilayah ini terdiri dari gurun pasir dan sabana yang terlupakan oleh bangsawan yang memimpin kota, yaitu Count Veraga.

Angga adalah salah satu desa dari jajaran sembilan desa terluar di wilayah Caihina, Kota Nauruan. Untuk mencapai pusat kota, diperlukan waktu sepuluh hari dengan kereta kuda karena medan yang sulit. Namun, jika berkuda, perjalanan itu dapat ditempuh dalam waktu lima hari. Desa Angga terletak di antara area gurun dan sabana. Di desa inilah Atthy lahir dan dibesarkan.

Caihina adalah dataran kering yang sangat luas dengan beberapa laguna besar sebagai sumber air utama bagi penduduknya. Di bagian utara Caihina, terdapat perbukitan batu kapur raksasa yang terselubungi pasir, membentuk cekungan menyerupai mangkuk raksasa. Di tengahnya, terbentang sabana luas sejauh mata memandang. Sedangkan di bagian selatan, terdapat hutan lebat yang penuh dengan binatang buas. Hutan ini terbagi menjadi dua wilayah: Caihina dan Nauruan. Wilayah Nauruan lebih sejuk meski tetap lebih hangat dibandingkan Skythia.

Di luar Nauruan, tidak banyak orang yang memahami Caihina. Wilayah ini dianaktirikan oleh penguasanya sehingga jarang disebut-sebut. Karena ketidakpedulian Count Veraga, banyak bandit perampok yang bersembunyi di perbatasan hutan. Medan yang berat dan berbahaya membuat wilayah ini sulit dijangkau, sehingga perdagangan pun terhambat. Akibatnya, desa-desa di Caihina semakin terisolasi.

"Ayah!... Ayah!... Lihat!" seru Damian, anak lelaki berusia enam tahun, berlari dari kejauhan sambil memanggil ayahnya.

"Dimi!... Hentikan teriakanmu!" seru Atthy, gadis remaja yang baru tiga bulan menginjak usia delapan belas tahun. Ia adalah anak perempuan tertua Ashton Galina.

Huf... Huf... Huf...

Damian berhenti sejenak, berusaha mengatur napasnya yang terengah-engah saat tiba di pagar pekarangan rumah.

"Ada apa denganmu?... Apa yang membuatmu harus berlari seperti itu?" tanya Ashton, ayahnya, sambil terus memukul besi panas di hadapannya.

"Pengantar pesan baru saja datang," jawab Damian dengan mata berbinar-binar.

"Lalu?" tanya Atthy acuh sambil menjaga nyala api untuk membantu ayahnya.

"Dia membawa surat," jawab Dimi dengan ekspresi bahagia.

"Dia pengantar pesan, tentu saja dia membawa surat," balas Atthy meledek adiknya namun tetap fokus pada pekerjaannya.

"Suratnya untuk kita," ujar Dimi dengan wajah semringah, mengabaikan ledekan Atthy.

"Hm?!" sahut Ash dan Atthy bersamaan dengan ekspresi heran.

"Lebih hebat lagi, ini dari Xerces, ibu kota Kerajaan," lanjut Dimi, bangga seolah sudah mengetahui reaksi mereka.

Mendengar itu, Atthy melirik ayahnya. Ashton hanya menanggapi dengan mengerutkan dahi karena heran.

"Apa kau tidak salah baca, Dimi?" tanya Ash, masih dengan wajah herannya.

Bagaimana tidak? Sejak lulus dari akademi dua puluh tahun lalu, Ash tidak pernah sekalipun menginjakkan kaki di ibu kota Kerajaan.

"Tidak, Ayah. Di surat itu tertulis jelas, 'Untuk Baron Galina'," jawab Dimi sambil menyerahkan surat itu kepada ayahnya, menunjukkan tulisan di muka amplop.

"Kalau begitu, itu untuk kakekmu," ujar Ash sambil menepuk lembut kepala putra bungsunya.

"Bukan untuk Ayah?!" seru Dimi, bertanya dengan wajah heran.

"Bodoh!" hardik Ash, "Bangsawan bergelar 'Baron' itu kakekmu."

"Dasar kau!... Sudah sini bantu aku!" seru Atthy terkekeh melihat adiknya yang masih bingung.

"Tapi, tetap saja... Surat itu ditujukan untuk keluarga kita," ujar Dimi berkilah, kemudian melakukan yang diperintahkan Atthy.

Ashton mengambil surat dari Dimi dan masuk ke dalam rumah untuk memberikannya kepada ayahnya, Rowtag Galina.

Atthy kembali melanjutkan pekerjaannya menempa besi, sementara Damian menjaga nyala api.

Sejak kecil, Atthy dan adik-adiknya selalu membantu Ashton bekerja sebagai pandai besi. Bahkan, Atthy sering ikut berburu di hutan bersama Ashton dan Aydan, adik laki-lakinya yang berusia tiga belas tahun.

"Ayah, ada surat untukmu dari ibu kota," ujar Ashton, menyerahkan surat itu kepada Rowtag, kakeknya Atthy.

"Surat?... Dari ibu kota?... Untukku?" tanya Rowtag dengan wajah heran.

"Ya," jawab Ashton santai.

"Apa kau tidak salah?" tanya Rowtag lagi, masih dengan ekspresi bingung.

"Kurasa tidak. Mataku masih bisa melihat dengan jelas. Di situ tertulis, 'Baron Galina'," jawab Ashton santai.

Rowtag menerima surat itu dari Ashton dan mulai membacanya. Beberapa saat kemudian, wajahnya berubah dari heran menjadi terkejut.

"Ash... Surat ini bukan untukku, tapi untukmu," ujar Rowtag sambil menunjukkan surat itu.

"Untukku?! Tapi, Ayah, di situ jelas tertulis BARON..." sahut Ashton bingung.

"Sudah lebih dari empat puluh tahun... Mungkin, mereka mengira aku sudah mati," ujar Rowtag dengan nada kecewa.

"Ayah, ada apa denganmu?" tanya Ashton khawatir. Ia tidak tega melihat wajah keriput ayahnya semakin sedih. "Apakah surat itu membawa kabar buruk?"

"Sebaliknya, mungkin ini adalah kabar baik. Tapi jelas, surat ini untukmu, Ash... Karena Atthy adalah putrimu," ujar Rowtag menjelaskan sambil tersenyum, mencoba menenangkan putranya.

"Atthy?... Apa hubungannya dengan Atthy?" tanya Ashton bingung.

"Surat ini adalah surat lamaran untuk putri sulungmu, Atthy," ujar Rowtag dengan wajah senang.

Ashton terbelalak mendengar itu. Ia terkejut, lebih dari keterkejutan Rowtag saat membaca suratnya.

"Ayah... Kau pasti sudah terlalu tua, matamu rabun. Berikan padaku, biar aku yang membacanya!" seru Ashton tak percaya.

"Terserah... Lagi pula, aku sudah bilang surat itu untukmu," jawab Rowtag sambil menyerahkan surat itu kepada Ashton.

---

**Konfrontasi Tiga Count**

Di sebuah ruangan mewah yang diterangi lampu lilin, tiga tokoh berkumpul dalam pertemuan yang tegang. Count Markus Hazen membuka percakapan, senyumnya penuh sindiran.

"Viscount Darius Malenor? Bidak baru yang dibawa ke papan permainan ini. Aku bertanya-tanya, apa yang dilihat Margrave dalam dirinya selain sekadar ambisi mentah?"

Count Frendel Belatrix mendengus ringan, tangannya memutar cangkir anggur di atas meja.

"Ambisi mentah sering kali menjadi alat terbaik. Dia datang dari Nauruan, sebuah wilayah yang tak lebih dari catatan pinggiran peta, dan kini mencoba menancapkan pengaruhnya di sini. Aku hampir mengagumi keberaniannya."

Viscount Dalmar Yegev mengangkat bahu dengan senyum sinis.

"Keberanian atau kebodohan? Kadang keduanya sulit dibedakan. Tapi, kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa Margrave melihat nilai dalam dirinya. Bagaimana menurut kalian?"

Markus mengetuk meja dengan jemarinya, suaranya dingin dan penuh perhitungan.

"Margrave memiliki mata yang tajam untuk memilih alat. Tapi alat ini, Darius Malenor, terlalu rapuh. Satu langkah yang salah, dan dia akan runtuh sebelum mencapai tujuannya."

Frendel menyeringai, matanya menyipit dengan kilauan licik.

"Itulah keindahannya. Seorang bidak seperti dia mudah diarahkan, bahkan lebih mudah dihancurkan. Pertanyaannya adalah: kapan kita mulai bermain?"

Dalmar menyandarkan tubuhnya ke kursi, nada bicaranya dipenuhi ironi.

"Kita biarkan permainan berjalan. Tapi, jika Margrave berpikir dia bisa menggunakan bidak seperti Darius Malenor tanpa konsekuensi, maka dia meremehkan permainan ini."

Markus menatap keduanya dengan pandangan tajam, nadanya penuh otoritas.

"Kita awasi mereka. Biarkan Darius Malenor melangkah sejauh mungkin, sampai dia merasa memiliki kekuatan. Saat itulah kita tunjukkan bahwa kekuatan sejati hanya milik mereka yang tahu cara menggunakannya."

Frendel mengangkat cangkir anggurnya, tersenyum kecil.

"Untuk kekuatan sejati, dan akhir yang pasti bagi mereka yang terlalu percaya diri."

Ketiganya mengangkat cangkir mereka, menikmati kemenangan yang belum mereka capai, namun sudah terasa begitu dekat.

---

---

Ruang pertemuan di Manor Baron Galina dipenuhi suasana yang mencoba menampilkan elegansi. Karpet tebal berwarna merah tua membentang di sepanjang lantai, sementara dinding dihiasi dengan lukisan potret keluarga Galina yang mencoba memberikan kesan aristokrat. Lilin-lilin di tempatnya memancarkan cahaya hangat, menciptakan bayangan di setiap sudut ruangan. Namun, kesan ini lebih terasa seperti upaya untuk menutupi kekurangan ketimbang menunjukkan kemegahan.

Viscount memasuki ruangan dengan langkah tenang, senyumnya tipis, tetapi matanya penuh perhitungan. Baron Galina segera berdiri dari kursinya, menyambut dengan nada yang dibuat-buat penuh semangat.

"Ah, Tuan Viscount! Sebuah kehormatan bagi rumah ini untuk menerima kunjungan Anda," kata Baron dengan gestur berlebihan, seperti seorang aktor di atas panggung.

Viscount menundukkan kepala sedikit, menahan senyum sinisnya. "Baron Galina, kehormatan ini sepenuhnya milik saya. Manor Anda memiliki suasana yang... khas."

Baron, yang tidak menangkap sindiran itu, tersenyum lebar. "Oh, terima kasih. Saya mencoba untuk menjaga standar aristokrat meskipun, tentu saja, tantangan selalu ada." Ia menunjuk kursi di seberangnya. "Silakan duduk, Tuan. Saya yakin kita memiliki banyak hal untuk dibicarakan."

Mereka duduk berhadap-hadapan. Viscount membiarkan keheningan menggantung beberapa saat sebelum berbicara, memastikan bahwa Baron mulai merasa sedikit gelisah.

"Rencana kita berjalan sesuai yang diharapkan," kata Viscount akhirnya, nadanya santai tetapi penuh kendali. "Margrave telah menerima gagasan pernikahan Athaleyah dengan Duke Hugh. Sebuah langkah besar untuk memperkuat posisi keluarga Galina."

Baron Galina berseri-seri, rasa bangga memenuhi wajahnya. "Luar biasa! Saya tahu rencana ini akan berhasil. Athaleyah adalah permata keluarga kami, dan dia akan menjadi Duchess yang sempurna. Count Veraga pasti akan menyesal telah meremehkan saya."

Viscount mengangguk perlahan, membiarkan Baron berbicara lebih banyak. "Namun, saya harus mengingatkan Anda, Baron," katanya, nada suaranya berubah menjadi lebih serius, "bahwa langkah ini harus dikelola dengan sangat hati-hati. Anda paham betul, ini bukan hanya soal kehormatan keluarga Galina. Ini tentang memainkan peran dalam strategi besar Margrave."

Baron mengangguk cepat, meskipun sedikit bingung dengan maksud Viscount. "Tentu saja, tentu saja. Saya akan memastikan semuanya berjalan lancar. Anda tahu saya selalu setia kepada tujuan kita."

Viscount tersenyum, tetapi tatapannya dingin. "Kesetiaan Anda tidak diragukan, Baron. Namun, ada banyak mata yang mengamati setiap langkah kita. Satu langkah yang salah bisa menjadi senjata bagi musuh. Anda mengerti maksud saya?"

Baron tampak tegang sejenak sebelum menyembunyikannya dengan tawa canggung. "Tentu, saya mengerti. Semua ini untuk kebaikan bersama. Dan tentu saja, untuk kepentingan Margrave."

"Tepat sekali," kata Viscount, mengamati reaksi Baron dengan saksama. "Namun, saya ingin memastikan Anda benar-benar siap menghadapi apa pun. Count Veraga mungkin akan mencoba mengacaukan rencana ini. Dan, tentu saja, Athaleyah sendiri harus diarahkan dengan bijak."

Baron bersandar ke depan, nada suaranya penuh semangat. "Jangan khawatir tentang Athaleyah. Dia sangat pintar, dia tahu apa yang harus dilakukan. Dengan sedikit arahan, dia akan menjadi Duchess yang tak tertandingi."

Viscount tersenyum kecil, tetapi matanya tidak menunjukkan tanda-tanda persetujuan. "Saya tidak meragukan kecerdasannya. Tapi, kita harus memastikan bahwa kecerdasan itu digunakan sesuai keinginan kita. Anda setuju, bukan?"

Baron mengangguk, meskipun mulai tampak sedikit gelisah dengan nada Viscount. "Tentu saja. Semua akan berjalan sesuai rencana."

Viscount berdiri, memberi isyarat bahwa pertemuan itu selesai. "Bagus. Saya akan melaporkan kemajuan ini kepada Margrave. Pastikan Anda tidak membuat kesalahan, Baron."

Baron juga berdiri, tergesa-gesa membungkuk dalam-dalam. "Anda dapat mengandalkan saya, Tuan."

Viscount membalas dengan senyum tipis sebelum meninggalkan ruangan. Saat pintu tertutup di belakangnya, senyum itu berubah menjadi ekspresi dingin dan penuh perhitungan. Di dalam ruangan, Baron menghela napas lega, tanpa menyadari bahwa ia baru saja menjadi bidak dalam permainan yang jauh lebih besar daripada yang ia pahami.

---

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • MENJEMPUT ISTRIKU   007 Mencurigakan

    **Bab 007 Mencurigakan**---Beberapa saat kemudian, wajah Ash kembali memperlihatkan ekspresi heran yang tak percaya. Dia terus melirik ayahnya dan memandangi surat itu berulang kali."Apakah mataku ini rabun?" tanya Rowt, sengaja melemparkan ekspresi meledek pada Ash."Ayah..." panggil Ash, masih dengan ekspresi tak percaya yang jelas terlihat di wajahnya. "Lamaran ini... untuk Atthy?" tanyanya dengan nada heran, suaranya bergetar."Ya," jawab Rowt dengan senyum nakal, balas meledek dengan sengaja."Dari seorang Grand Duke?!" seru Ash, suaranya penuh pertanyaan. Ia masih merasa tak percaya."Jika mata kita berdua masih normal," jawab Rowt dengan tenang, "Itulah yang tertulis di situ.""Apakah mungkin ada kesalahan dari Ibu Kota Kerajaan?" tanya Ash dengan nada hampir putus asa."Kau bertanya padaku?" Rowt menatap putranya dengan senyum menggoda. "Aku tidak tahu apa-apa tentang itu. Aku tidak pernah merasakan pendidikan di akademi seperti dirimu," ujarnya, menyertai kalimat itu dengan

    Last Updated : 2024-11-08
  • MENJEMPUT ISTRIKU   008 Pertimbangan

    **Bab 008 Pertimbangan**Setelah selesai makan malam dan berbincang sebentar, mereka segera kembali ke kamar masing-masing untuk bersiap tidur. Rumah sederhana itu memiliki empat kamar. Rowt dan Ash masing-masing menempati kamar mereka sendiri, sementara Ay sekamar dengan Dimi, saudara kembar Agafya. Atthy dan Gafy, meskipun beda usia, tidur dalam kamar yang sama.Agafya, yang biasa dipanggil Gafy atau Gaff, dilahirkan dengan kondisi tubuh lemah. Namun meski begitu, Gafy selalu ceria dan cerewet. Ia adalah salah satu sumber kebisingan di rumah yang sunyi ini, terutama setelah Dimi yang selalu aktif, seolah-olah energi Gafy yang terbatas itu dipinjam oleh saudaranya yang penuh semangat.Malam itu, sambil membantu kakaknya melipat pakaian, Gafy tiba-tiba bertanya dengan mata berbinar, "Kak... Apa kakak akan menerimanya?"Atthy yang sedang sibuk mengangkat sekeranjang jemuran dari luar rumah hanya melirik sekilas, kemudian menjawab dengan sikap santai, "Apa?" Seolah tak terlalu peduli."L

    Last Updated : 2024-11-15
  • MENJEMPUT ISTRIKU   009 Keputusan

    **Bab 009 Keputusan**---Pagi itu, keluarga Galina menjalani rutinitas mereka seperti biasa. Atthy, seperti hari-hari sebelumnya, bangun lebih pagi untuk membersihkan rumah dan mencuci pakaian. Rowt, dengan kebiasaannya, mulai menyiapkan sarapan, dibantu oleh Gafy yang dengan cekatan mengatur bahan-bahan yang diperlukan. Dimi, si bungsu, mengurus hewan peliharaan mereka serta memastikan stok protein hewani untuk keluarga cukup. Sementara itu, Ash dan Ay bertugas mengolah hasil buruan mereka, mengurus daging, kulit, dan bulu hewan yang mereka tangkap.Berburu adalah keahlian utama penduduk Caihina. Kulit dan bulu binatang buruan menjadi komoditas unggulan yang sangat dihargai, menjadikan mereka terkenal di kalangan para pedagang. Kualitas kulit dan bulu yang mereka hasilkan sangat unggul, membuatnya dihargai lebih tinggi dibandingkan dengan produk serupa dari wilayah lain.Setelah sarapan, saat mereka duduk bersama di ruang makan, suasana hening sejenak. Kemudian, dengan tegas namun le

    Last Updated : 2024-11-22
  • MENJEMPUT ISTRIKU   010 Menolak

    **Bab 010 Menolak**---**Flashback: Pusat Kota Nauruan**Ash dan Ay tiba di pusat kota Nauruan setelah perjalanan panjang bersama rombongan konvoi. Kota itu ramai seperti biasa, dengan pedagang yang memanggil pelanggan, suara lonceng yang sesekali terdengar di alun-alun, dan hiruk pikuk orang-orang yang sibuk dengan urusan masing-masing. Di tengah kesibukan itu, Ash tidak hanya fokus menjual barang dagangannya tetapi juga menggali informasi tentang Grand Duke Griffith, sosok yang kelak bisa saja menjadi menantunya.Namun, apa yang mereka dengar dari para penduduk dan pedagang lain hanya menambah berat beban pikiran mereka."Grand Duke Griffith? Jangan pernah main-main dengannya," ujar salah satu pedagang dengan nada rendah, seolah takut ada yang mendengar. "Dia itu pria besi. Hatinya sudah beku sejak lama. Tidak ada belas kasihan bagi mereka yang melawannya.""Mereka bilang," sambung seorang wanita tua yang menjual kain, "dia merebut Alpen dengan darah. Tidak ada yang bisa menantangny

    Last Updated : 2024-11-29
  • MENJEMPUT ISTRIKU   011 Pengorbanan

    **Bab 011 Pengorbanan**Atthy menatap Ay dengan tatapan tajam, namun dengan lembut dia membelai kepala Ay, menenangkan emosi adiknya yang meluap.''Ay, sebagai bangsawan, kita diajarkan untuk menjaga perilaku dan kata-kata. Meskipun kita tidak mendapat pendidikan formal, orang tua kita, Ash dan Laura, sudah mengajarkan kita dengan baik. Kata-kata kasar tidak seharusnya keluar dari mulut kita, terutama di hadapan bangsawan, apalagi yang berkedudukan tinggi seperti mereka. Perilaku buruk bisa berujung pada konsekuensi berat jika ada petugas yang mendengarnya,'' ujar Atthy, suaranya rendah namun tegas.Ay menunduk, menghela napas panjang. "Maaf, Kak," jawabnya dengan senyum kecil, "Aku kesal. Kita sudah jelas menolaknya, tapi kenapa mereka tetap mengirim utusan untuk menjemputmu?"Atthy menatap Ay dengan tatapan menggoda, "Kau mencemaskanku?"Ay memutar matanya dengan kesal, "Kakak serius menanyakan itu?" jawabnya dengan nada tinggi, lalu melanjutkan, "Athaleyah Galina adalah kakakku. Bag

    Last Updated : 2024-12-06
  • MENJEMPUT ISTRIKU   012 Billy kutcher

    **Bab 012 Billy Kutcher**"Selamat pagi, Baron Galina," sapa kepala rombongan itu dengan nada yang diselubungi kepercayaan diri berlebihan. "Aku Billy Kutcher, utusan dari Tuanku Grand Duke Griffith... Kami datang untuk membawa putrimu ke Alpen sekarang juga."Sapaannya terdengar formal, tetapi setiap kata yang terucap seperti pedang yang menyayat, tajam dan penuh penghakiman. Tatapan Billy, penuh keangkuhan, melintas dari wajah mereka seolah-olah mereka hanyalah debu yang tak layak dihargai. Aura kesombongannya begitu jelas, hampir seperti ia tengah menilai mereka sebagai makhluk yang jauh lebih rendah darinya. Ash, yang sudah sejak awal merasa cemas dan tidak nyaman dengan sikap Billy, menatapnya dengan sorot mata yang tajam dan penuh amarah yang sulit ditekan. Hawa dingin mulai memenuhi ruang ini, semakin menebal seiring dengan ketegangan yang semakin memuncak. Setiap kata Billy terasa seperti serangan halus yang merendahkan mereka semua, meski status Rowtag sebagai seorang bangsawa

    Last Updated : 2024-12-13
  • MENJEMPUT ISTRIKU   013 Stela, Bela, dan Rosa

    **Bab 013 Stela, Bela, dan Rosa.**---Ash dan Rowt akhirnya pasrah, tidak mampu lagi menahan keputusan Atthy yang sudah mantap.Atthy bukanlah tipe gadis lemah gemulai yang bisa bersikap manja. Ia sudah menerima pendidikan yang cukup dari Laura, ibunya, sebelum kepergian Laura yang terlalu cepat, dan juga dari Ash, ayahnya, selama ini.Atthy tumbuh sebagai gadis yang dibesarkan dalam kehidupan rakyat jelata, jauh dari kemewahan. Namun, pengetahuan yang dimiliki Atthy melebihi banyak gadis remaja bangsawan seusianya. Sebagai seorang wanita bangsawan, Atthy memiliki kualitas yang tidak dapat dipandang sebelah mata, dan Ash sangat memahaminya. Bahkan, dalam setiap pandangan Ash terhadap Atthy, ada rasa bersalah yang mendalam, terutama ketika ia mengingat bagaimana Laura, istrinya, dengan sabar melatih dan mendidik Atthy untuk menjadi seorang Lady yang terhormat. Laura percaya bahwa suatu saat, Atthy akan menjalani hidup yang lebih baik seperti yang seharusnya dijalani seorang bangsawan p

    Last Updated : 2024-12-20
  • MENJEMPUT ISTRIKU   014 Alwyn Gusev dan Randy Rozenfeld

    *Bab 014 Alwyn Gusev dan Randy Rozenvelt*Beberapa waktu setelah Atthy selesai dengan segala keperluannya, kereta kuda elegan nan mewah datang menjemputnya. Iringan ini sangat kontras dengan pengiringan yang diterimanya di Caihina—bukan hanya kemewahan atribut yang mereka bawa, tetapi juga etika dan disiplin prajurit yang mengiringinya. Mereka berdiri tegak dan teratur, dengan wibawa yang tak terbantahkan, membuktikan bahwa ini adalah iringan dari kalangan bangsawan sejati.''Selamat siang, Lady Galina... Perkenalkan, saya adalah Alwyn Gusev, pemimpin iringan yang diutus Tuanku Duke Griffith,'' sapa seorang pria yang tampak dengan jelas sebagai pemimpin iringan ini. Suaranya rendah dan penuh wibawa, tapi tetap menjaga kesopanan. Setiap kata yang keluar dari mulutnya terdengar begitu elegan, bahkan dalam kalimat yang singkat. Meskipun cepat, cara dia berbicara mencerminkan pengetahuan dan kemanusiaan yang mendalam.''Selamat siang, Lady Galina... Perkenalkan saya adalah Randy Rozenfeld,

    Last Updated : 2024-12-27

Latest chapter

  • MENJEMPUT ISTRIKU   027 Surat Helena

    **Bab 027: Surat Helena**"Alwyn mengirim surat," ujar Kevin, membuka gulungan perkamen dengan ekspresi penasaran.Hugh yang berdiri di dekatnya menyipitkan mata saat membaca isi surat tersebut. Namun, yang lebih menarik perhatiannya adalah catatan kaki yang disisipkan Alwyn di akhir surat.''Duchess membantu saya memecahkan masalah dengan lebih cepat. Helena memberi tahu saya hal-hal mengejutkan yang terjadi di Manor.''Hugh mengernyit. Kata-kata itu menggantung di benaknya."Ada apa, Duke?" tanya Saihan, memperhatikan perubahan ekspresi Hugh yang tak seperti biasanya.Alih-alih menjawab, Hugh membuka laci meja kerjanya, mengambil gulungan surat lain yang diterimanya dari Helena beberapa hari yang lalu. Ia membacanya kembali dengan seksama.Tuanku Duke, ini adalah beberapa poin yang kami hasilkan. Sekiranya ini bisa membantu Anda di Granthar. Duchess dengan teliti melihat berbagai aspek dan mendapati beberapa celah yang mungkin, itulah masalah yang harus Anda pecahkan.''Menurut Hele

  • MENJEMPUT ISTRIKU   026 Pembuktian Diri

    **Bab 026 Pembuktian Diri**Di sebuah sore yang tenang di Manor, cahaya redup dari jendela menyinari ruang tamu yang rapi. Atthy duduk di kursi bergaya klasik, sejenak tenggelam dalam lembaran surat kabar yang tampak usang. Meski tampak santai, pikirannya melayang jauh, seakan setiap baris kata mengusik jiwanya yang baru saja mendapatkan status baru.Tiba-tiba, suara lembut namun penuh keakraban terdengar dari pintu ruang tamu. Helena, kepala pelayan yang selama ini setia mengurus setiap detil kehidupan di Manor, melangkah masuk dengan senyum sopan. Dengan nada ramah, Helena berkata,"Duchess, Anda tampak fokus dengan surat kabar, ada yang menarik?"Atthy mengalihkan pandangan dari surat kabar dan tersenyum tipis sambil menjawab,"Tidak juga... aku membaca untuk menghabiskan waktu..."Helena mengangguk, lalu bertanya lagi,"Apakah Anda bosan?"Atthy merenung sejenak, lalu menghela napas lembut,"Entah... aku tidak tahu."Keheningan sejenak menyelimuti ruangan sebelum Atthy, dengan sua

  • MENJEMPUT ISTRIKU   025 Mengamati

    **Bab 025 Mengamamati**Di ruang kerja yang sederhana namun tertata, Cavero duduk di mejanya sambil membaca surat resmi yang baru saja diterima. Surat itu—yang telah melalui saluran komunikasi resmi dan mendapat persetujuan dari Hugh—memberikan kabar singkat mengenai situasi Aldor di Skythia yang berpotensi mempengaruhi kondisi pelabuhan.Di luar, suasana pelabuhan tampak tenang, tetapi Cavero tahu bahwa ketegangan sedang mengendap di bawah permukaannya. Kapal-kapal dagang berlabuh seperti biasa, tetapi ada terlalu banyak pergerakan yang tak wajar. Ia mengetukkan jarinya perlahan di atas meja, berpikir dalam diam sebelum tatapannya kembali ke surat di tangannya.Tak lama kemudian, ajudannya yang paling dipercaya, Dani, masuk dengan langkah tenang dan menyampaikan, "Putra Mahkota, laporan terbaru dari pos pengawasan menunjukkan peningkatan aktivitas penyusupan di dermaga. Semua langkah keamanan telah diperiksa ulang sesuai arahan Duke Griffith."Cavero menatap Dani dengan ketenangan pe

  • MENJEMPUT ISTRIKU   024 Integritas

    **Bab 024 Integritas**Atthy termenung memikirkan cerita yang sampai kepadanya melalui Ayahnya dan Ay. Dia memikirkan, kenapa cerita yang beredar di kalangan masyarakat Nauruan mengenai Grand Duke Griffith berbeda dengan yang baru saja dia dengar dari Lily.''Duchess!'' panggil Lily yang mulai bingung karena Atthy terdiam dengan wajah serius memikirkan sesuatu.''Hm,'' sahut Atthy dengan alis mata naik menanggapi Lily, ''Tidak, aku... hanya sedang memikirkan beberapa hal.''''Eumh, apa ada lagi yang mau Duchess tanyakan?''Atthy menatap wajah Lily dengan seksama sebelum menjawab pertanyaan Lily.''Lily, apa kau bahagia bekerja di penampungan itu?''Kali ini Lily yang tidak segera menjawab pertanyaan Atthy. Dia sempat terdiam sesaat sebelum dengan serius menjawab pertanyaan Atthy.''Maafkan saya Duchess,'' ujar Lily kemudian.Atthy memiringkan kepalanya dengan wajah bingung mendengar Lily malah meminta maaf kepadanya.Lily, menarik nafas panjang sebelum akhirnya melanjutkan kembali uca

  • MENJEMPUT ISTRIKU   023 Griffith

    **Bab 023 Griffith**Beberapa waktu setelah kejadian dengan trio viscountess, Atthy duduk setengah bersila di kalang jendela sambil memegang buku yang dia tidak tahu apa isinya. Dengan mata yang sedang melihat keluar jendela, menatap pemandangan yang sangat asing baginya, pikirannya sibuk merenungkan banyak hal dengan sebelah kakinya yang menggantung bergoyang-goyang.''Haruskah aku?!''''Tapi, dia pergi begitu saja tanpa mengatakan apa pun padaku...''''Meskipun... itu semua dilakukannya karena ada urusan mendadak.''''Tapi... pernikahan ini juga mendadak untukku. Lalu, sekarang aku harus bagaimana?''''Bagaimana menjelaskannya pada Ayah... pada Kakek... pada Ay...''Atthy bergumam dengan serius, melontarkan berbagai kalimat penuh dengan pertanyaan, saking seriusnya dia lupa kalau saat ini dia memakai gaun dan berada di Manor. Meski tidak ada aturan tertulis, tapi tentunya sebagai seorang lady, postur duduk yang dilakukan Atthy terkesan tidak biasa.''Duchess...''''Duchess...''Bebe

  • MENJEMPUT ISTRIKU   022 Tiga Orang Tamu

    **Bab 022 Tiga Orang Tamu**Sudah dua hari sejak Hugh meninggalkan Manor untuk inspeksi wilayah sekaligus melihat perkembangan pembangunan Kastil Skythia. Awalnya Alwyn ingin mengutamakan membangun jalur kereta dan sebuah stasiun untuk mencapai wilayah terdalam di Skythia. Tapi, Hugh menegaskan untuk mendahulukan pembangunan Kastil di banding dengan jalur kereta. Alasannya adalah karena Skythia baru saja di taklukan dan kemungkinan kelompok kontra masih bergerilya di Skythia. Maka dari itu pertahanan di pusat wilayah Skythia harus diprioritaskan.Perdebatan pembangunan kastil sebagai pusat pertahanan dan rel kereta sebagai akses transportsi untuk memudahkan pendistribusian segala keperluan di Skythia berlangsung cukup alot. Bukan hanya karena Skythia wilayah baru dan sebagian besar hancur akibat perang, tapi dana yang ada masih harus di perhitungkan untuk keperluan di sana sini. Belum lagi Hugh yang selalu absen karena panggilan darurat membuat pengesahan perencanaan pembangunan kasti

  • MENJEMPUT ISTRIKU   021 Aldor 2

    **Bab 021 Aldor 2**Langit di atas Aldor semakin gelap, angin dingin membawa serta aroma tanah basah dan asap dari obor yang dinyalakan di sepanjang jalanan kota benteng. Di dalam ruang pertemuan yang tertutup rapat, Alwyn duduk di depan meja panjang dengan peta Aldor dan Ironvale terbentang di hadapannya. Marcel dan Wilham berdiri di kedua sisinya, sementara di seberang mereka, Edric Valmond dan Calen tampak diam, masing-masing dengan ekspresi yang sulit diterjemahkan."Laporan terakhir yang kami dapatkan menyebutkan adanya pergerakan kelompok bersenjata di sekitar tambang," ujar Wilham, nada suaranya datar namun tajam. "Tidak banyak, tapi cukup untuk membuat para pekerja resah."Edric menghela napas, tangannya mengepal di atas meja. "Kami sudah mengirim patroli tambahan ke sana. Namun, sejauh ini, tidak ada tanda-tanda perlawanan terbuka.""Karena mereka tidak sebodoh itu," Marcel menyela, matanya menyipit tajam ke arah Edric. "Mereka tahu kapan harus bergerak dan kapan harus bersem

  • MENJEMPUT ISTRIKU   020 Aldor

    **Bab 020 Aldor**Aldor menyambut Alwyn dengan langit kelabu dan udara dingin yang menusuk. Kota benteng ini berdiri dengan konstruksi yang belum selesai, namun suasana di dalamnya terasa jauh dari ketenangan. Penduduk berlalu-lalang dengan langkah cepat, wajah mereka dipenuhi kewaspadaan. Prajurit yang bertugas di gerbang melontarkan hormat dengan kaku, mencerminkan ketegangan yang sudah mengakar di tempat ini.Di aula utama kastil Aldor, seorang pria paruh baya dengan jubah kebesaran yang sedikit terlalu mewah untuk seorang penguasa daerah, berdiri dengan ekspresi gelisah. Edric Valmond, penguasa Aldor, adalah pria dengan wajah aristokrat yang dipenuhi garis-garis kelelahan. Matanya tajam, tetapi ada kegugupan yang sulit disembunyikan dari sorotannya. Dia bukan seorang pemimpin yang biasa menghadapi medan perang; keberaniannya lebih banyak teruji di ruang perjamuan, bukan di garis depan."Selamat datang di Aldor, Tuan Gusev," kata Edric, suaranya terdengar angkuh namun mengandung ke

  • MENJEMPUT ISTRIKU   022 Kawan atau Lawan

    **Bab 022 Kawan atau Lawan**Waktu ketika Baron Robert Galina baru saja mengirimkan surat persetujuan pengajuan lamaran Athaleyah Galina.---Pagi di Istana Kerajaan terasa lengang, seolah waktu berjalan lambat dengan setiap detik yang menggerus ketenangan di ruang kerja Grand Duke Margrave. Ruangan ini bukan hanya tempat merumuskan strategi, tapi juga tempat di mana otak tajam Margrave mengendalikan segala keputusan penting. Peta-peta besar terhampar di atas meja, disertai dengan gulungan kertas yang penuh perhitungan. Margrave duduk dengan tenang, matanya menganalisis setiap detail yang terhampar di hadapannya, seolah semua pergerakan dunia politik dapat diprediksi dengan tepat oleh pikirannya.Di seberang meja, Davion duduk dengan ekspresi yang lebih tergesa-gesa. Tangannya bergerak-gerak tak sabar, wajahnya memancarkan ambisi yang terkendali namun jelas-jelas menunjukkan ketidaksabarannya. Ia menunggu, menahan dorongan untuk berbicara, sementara Margrave tetap diam—keheningan yang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status