Masa kepimpinan sangat kejam tengah dirasakan oleh rakyat kecil yang hidup hanya untuk membayar pajak kepada pemerintahan.Ketika rakyat tidak bisa membayar pajak maka mereka harus menerima hukuman. Entah itu di penjara di penjara kerajaan atau menjadi budak kerajaan. Namun jika sebuah keluarga yang mempunyai seorang anak gadis. Maka, anak gadis mereka itulah yang akan menjadi bahan untuk membayar pajak mereka. Tapi ketika orang tua juga tidak setuju, maka prajurit kerajaan tidak segan untuk membunuh siapa saja yang membantah perintah sang raja ataupun sang pangeran.Zaman kerajaan adalah zaman yang paling kejam. Memiliki raja yang kejam serta keturunannya yang ikut kejam. Membuat rakyat hidup menderita dan juga sengsara. Banyak orang tua yang merelakan anak gadis mereka menjadi selir sang raja dan juga pangeran.*** Kerajaan Heraum adalah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja bernama Mark. Dibawah kepimpinannya ia sangat k
Liora merasa semuannya menjadi gelap. Hari sudah malam, ia meringkuk diatas lantai tanah didalam ruangan penjara kecil ini. Ia pasrah dengan apa yang terjadi pada dirinya. 3 tahun, ya dia harus terus seperti ini selama 3 tahun sampai usianya menginjak 17 tahun. Apakah setelah itu ia akan dibunuh? Atau dibebeskan atau bahkan menjadi selir dari pria bajingan berdarah bangsawan itu. Tiba-tiba Liora mendengar suara gerbang besi yang dibuka paksa. Lalu ia menatap kearah sinar yang memasuki ruangan yang pengap itu, terlihat dua pelayan memasuki ruangan ini dengan membawa nampan yang berisi setelah air dan sepiring roti gandum. Liora didudukkan secara paksa dan disuapin secara paksa juga. Hingga ia tercekik dan merasa sesuatu dari tenggorokannya mendesak untuk keluar. Pelayan ini menyuapinya dengan cara kasar, mencekoki air putih secara terus-menerus sampai air putih itu tumpah mengenai bajunya. Liora menitikkan air matanya, ia merasa lapar tapi apakah roti hambar ini bisa mengenyangkannya
Liora masih terbaring di ranjangnya, pikirannya penuh dengan kata-kata pelayan tadi. Ratu Carolline. Wanita itu bisa mengubah seorang raja yang kejam. Namun, apa hubungannya dengan dirinya? Ia hanya seorang gadis biasa yang kehilangan segalanya.Ia menarik napas dalam, menatap langit-langit kayu ruangan itu. Tubuhnya masih lemah akibat kehilangan banyak darah, tapi pikirannya tidak bisa diam. Apa sebenarnya yang mereka inginkan dariku? Mengapa semua orang berbicara seolah aku memiliki peran penting dalam kerajaan ini?Pintu ruangan tiba-tiba terbuka. Seorang pria tua dengan jubah panjang memasuki ruangan dengan langkah mantap. Wajahnya penuh keriput, namun matanya tajam seperti mata elang yang mengamati mangsanya. Liora mengenal pria ini. Perdana Menteri Godric. Ia adalah penasihat utama Raja Mark, pria paling berpengaruh di istana selain keluarga kerajaan.Tanpa basa-basi, Godric berbicara. "Kau gadis yang membuat keributan itu?" suaranya berat, penuh wib
BAB 4 – Jerat yang Semakin MengikatHujan turun dengan derasnya di luar istana, menciptakan irama yang menggema di seluruh lorong-lorong batu. Angin malam bertiup kencang, menggoyangkan tirai kamar Liora yang kecil dan sunyi. Namun, di dalam dirinya, badai yang jauh lebih besar tengah berkecamuk.Sejak kepulangan Elgard, istana menjadi semakin gelap. Para pelayan tampak lebih hati-hati dalam bergerak, para prajurit lebih waspada, dan para bangsawan saling bertukar tatapan penuh makna. Pangeran Elgard tidak hanya kembali dari medan perang, tetapi ia juga kembali dengan aura yang lebih dingin dan lebih kejam dari sebelumnya.Namun yang paling mengusik pikiran Liora adalah perintah yang di terimanya malam ini.Ia akan diperkenalkan secara resmi sebagai selir Pangeran Elgard dalam sebuah perjamuan kerajaan.Sebuah status yang tidak pernah ia inginkan.---Liora duduk di sudut kamarnya, menatap api lilin yang mulai meredup. Pikirannya dipenuhi dengan berbagai pertanyaan."Untuk apa semua i
BAB 5 – Jeratan Tak TerelakkanLiora berdiri di tengah aula perjamuan, telapak tangannya masih berada dalam genggaman Elgard. Udara di ruangan itu terasa berat, penuh dengan tatapan para bangsawan yang mengamati mereka dengan berbagai ekspresi—penasaran, iri, dan bahkan ada yang menunjukkan tanda-tanda ketidaksenangan.Ia dapat merasakan jantungnya berdegup lebih cepat, tetapi wajahnya tetap tanpa ekspresi."Aku bukan pion mereka."Jika mereka ingin mempermainkannya dalam politik istana, maka ia harus memastikan dirinya bukan sekadar alat yang bisa digunakan dan dibuang.Elgard menatapnya dengan intens, seolah menantikan reaksi darinya. Namun, Liora tidak memberikan apa pun. Ia membiarkan keheningan di antara mereka menggantung, menolak untuk memberikan kepuasan pada pangeran kejam itu.Namun, keheningan mereka akhirnya terputus ketika seorang bangsawan tua dengan janggut panjang dan mantel biru keemasan melangkah mendekat."Yang Mulia Pangeran Elgard," katanya dengan nada penuh sopan
BAB 6 – Perangkap dalam BayanganMalam terasa lebih panjang dari biasanya. Liora duduk di ranjangnya, pikirannya dipenuhi kata-kata Elgard."Kesempatan untuk membalas dendam dengan cara yang tidak akan membuatmu mati sia-sia."Apakah ia benar-benar harus percaya pada pria itu?Tiba-tiba, suara langkah kaki di lorong membuatnya tersadar. Langkah yang berat dan teratur, seolah milik seseorang yang tak terburu-buru, tetapi juga tak ingin terlihat mencurigakan.Liora meraih belati kecil yang ia sembunyikan di bawah bantal—satu-satunya alat perlindungan yang ia miliki. Napasnya tertahan ketika pintu kayu itu terbuka perlahan.Seorang pelayan pria masuk, membawa nampan dengan sebuah teko dan cangkir porselen."Yang Mulia Pangeran Elgard mengirimkan teh untuk Anda," katanya dengan suara datar.Liora tetap diam, matanya mengawasi setiap gerak-geriknya.Pelayan itu berjalan ke meja kecil di dekat tempat tidurnya, menuangkan teh ke dalam cangkir, lalu menunduk hormat. "Silakan diminum sebelum t
BAB 8 – Jerat di Antara KekuasaanMalam itu, angin dingin berembus melewati jendela kamarnya. Liora duduk di tepi ranjang, matanya menatap kosong ke arah bulan yang menggantung di langit.Pengenalan resminya sebagai selir Pangeran Elgard telah mengguncang istana. Bukan hanya para selir lain yang kini melihatnya sebagai ancaman, tetapi juga para bangsawan yang menyadari bahwa keberadaannya bisa mengubah keseimbangan kekuasaan.Dan kemudian, ada Pangeran Mike.Pria itu telah menawarkan kebebasan, tetapi dengan harga yang terlalu mahal—pengkhianatan terhadap Elgard.Namun, apakah ia benar-benar berpihak pada Elgard?Liora mengepalkan tangannya. Tidak. Ia tidak berada di sisi siapa pun.Ia hanya berada di pihaknya sendiri.---Bayangan di Lorong IstanaLiora bangkit dari tempat tidurnya, mengambil jubah tipis, lalu membuka pintu kamarnya dengan hati-hati.Ia tidak bisa tidur malam ini
Angin malam berembus kencang saat Liora berdiri di balkon kamarnya, memandangi istana yang tampak begitu tenang dari luar. Namun, ia tahu, di dalam tembok megah itu, perang diam-diam sedang berlangsung.Pangeran Elgard dan Pangeran Mike.Dua pria yang sama-sama haus kekuasaan, tetapi dengan cara yang berbeda.Dan sekarang, ia berada di tengah-tengahnya.Ancaman Mike masih terngiang di kepalanya. Jika ia tidak berpihak pada pria itu, ia mungkin tidak akan bertahan lama di istana ini. Tetapi berpihak pada Elgard juga bukan pilihan yang lebih baik.Liora menghela napas panjang.Ia tidak ingin terjebak di antara mereka.Ia harus mencari jalan keluar.---Sebuah Undangan yang BerbahayaPagi itu, seorang pelayan mengetuk pintu kamarnya dengan wajah tegang."Ada pesan untuk Anda, Nona Liora," katanya sambil menyerahkan gulungan kertas kecil yang disegel dengan lilin merah.
BAB 22 – Langkah di Antara Api---Di Ambang PilihanLedakan itu mengguncang gua. Debu beterbangan, batu-batu runtuh, dan suara pertempuran bergema di antara dinding batu yang mulai retak. Obor-obor yang menempel di dinding berjatuhan, apinya menyebar, menciptakan bayangan-bayangan menari di tengah kekacauan.Liora tersentak mundur, tubuhnya masih kaku karena kejutan dari apa yang baru saja ia baca. Ia adalah pewaris garis keturunan yang hilang—sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan, sesuatu yang bahkan tidak pernah ia inginkan.Elgard, yang telah membebaskan diri, dengan sigap menarik pedang dari salah satu pria bertopeng yang terjatuh. Ia berbalik ke arah Liora."Kita harus pergi!" suaranya tegas, tidak memberi ruang untuk perdebatan.Namun, Liora tak bergerak. Matanya masih tertuju pada gulungan yang kini tergeletak di tanah, seakan-akan huruf-huruf di atasnya menyala dan membakar pikirannya."Kau sudah tahu tentang ini, bukan?" suara Liora terdengar lebih dingin daripada sebelumny
BAB 21 – Jejak yang Tertinggal---Pelarian di Tengah KegelapanMalam semakin pekat saat Liora, Elgard, dan pria misterius itu berlari menembus hutan. Angin dingin membawa aroma tanah basah dan daun kering yang terinjak di bawah kaki mereka.Liora berusaha menyesuaikan napasnya, tetapi jantungnya masih berdegup kencang akibat semua yang terjadi. Sejak dibawa pergi dari penjara istana, ia tidak tahu siapa yang benar-benar bisa ia percayai.Elgard berada di sampingnya, wajahnya penuh kemarahan. Tapi yang lebih mengejutkan, bukan hanya kemarahan yang ia lihat—ada sesuatu yang lain. Sesuatu yang menyerupai ketakutan.Pria misterius di depan mereka berbalik sedikit, memastikan bahwa mereka masih mengikutinya. "Kita hampir sampai," katanya singkat.Liora menoleh ke belakang. Reruntuhan kastil tempat ia disekap kini telah menjadi puing-puing. Api kecil berkobar di beberapa titik, menerangi malam yang kelam. Namun, ia tahu
BAB 20 – Badai dalam Kegelapan---Langkah di Antara BayanganLiora berlari di sepanjang lorong batu yang dingin, napasnya memburu. Suara pertarungan di luar semakin keras, dentingan logam bersilangan dengan jeritan para prajurit yang jatuh.Tangannya masih gemetar setelah berhasil membebaskan diri dari rantai. Belati kecil yang ia genggam terasa lebih berat dari seharusnya, tetapi ia tidak boleh ragu. Jika ia tetap di sini, ia hanya akan menjadi umpan.Ia berbelok di persimpangan gelap dan hampir menabrak seseorang.Sebuah tangan terangkat dengan cepat, mencekal pergelangan tangannya sebelum ia sempat menyerang.“Tenang.”Liora menahan napas. Cahaya obor di dinding mengungkapkan wajah seorang pria muda dengan rambut hitam panjang yang diikat rendah. Matanya tajam, tetapi bukan musuh.“Kau…” Liora menyipitkan mata, mencoba mengingat wajah itu.“Diam, ikuti aku,” bisik pria itu sebelum mena
BAB 19 – Jerat di Balik BayanganDi Balik Penjara BayanganLiora membuka matanya perlahan.Gelap.Udara di sekitarnya lembap dan berbau tanah, seolah ia terperangkap di dalam ruang bawah tanah. Suara gemericik air terdengar samar, mungkin berasal dari rembesan dinding batu yang dingin.Ia mencoba menggerakkan tangannya, tetapi rantai besi yang membelenggunya menegaskan batasan kebebasannya.Liora menarik napas dalam, mencoba memahami situasinya.Ia diculik.Siapa pun pelakunya, mereka jelas memiliki tujuan yang lebih besar daripada sekadar menculik seorang selir.Kaki Liora terasa lemas, tetapi ia memaksakan dirinya untuk duduk tegak. Ia harus tetap sadar. Tetap waspada.Langkah kaki terdengar mendekat, dan sesaat kemudian, pintu kayu berat di depannya terbuka.Seseorang melangkah masuk.Dari siluetnya, ia bisa melihat sosok pria berperawakan tinggi dengan jubah gelap.
BAB 18 – Bayangan yang HilangHilang Tanpa JejakAngin malam berhembus kencang, membawa hawa dingin yang menusuk ke dalam istana. Di balik dinding-dinding batu yang kokoh, suasana begitu mencekam. Para pengawal berlarian ke berbagai penjuru, pelayan-pelayan membisikkan kekhawatiran, dan di ruang utama, Pangeran Elgard berdiri dengan rahang mengeras.Di hadapannya, seorang prajurit berlutut dengan kepala tertunduk dalam ketakutan."Katakan sekali lagi," suara Elgard terdengar pelan, tapi dinginnya cukup membuat siapa pun menggigil.Sang prajurit menelan ludah sebelum akhirnya berani mengulang, "Yang Mulia… Nona Liora menghilang. Kami sudah mencari di seluruh istana, tapi tak ada jejaknya."Hening.Lalu, suara keras memenuhi ruangan saat Elgard dengan cepat meraih gelas anggurnya dan melemparkannya ke dinding, membuat pecahan kaca berhamburan di lantai.Semua orang di ruangan itu menahan napas.Mata Elgar
BAB 17 – Keinginan yang TerlarangLiora duduk di tepi ranjangnya, menatap bayangan dirinya di cermin.Pernyataan Elgard malam itu terus berputar di kepalanya."Aku tidak ingin kehilanganmu."Seharusnya ia menepis kata-kata itu. Seharusnya ia tetap membenci Elgard, pria yang telah merenggut kebebasannya.Tapi kenyataannya?Setiap hari yang mereka lalui bersama hanya membuatnya semakin sadar—ada sesuatu yang perlahan berubah di antara mereka.Bukan hanya sekadar ketergantungan dalam situasi yang rumit.Bukan hanya sekadar kebiasaan berbagi ruangan yang sama.Tapi sesuatu yang lebih dalam… sesuatu yang seharusnya tidak mereka rasakan.Liora menutup matanya, menarik napas panjang.Tidak. Ia tidak boleh membiarkan perasaannya melemah.Ada banyak hal yang menghalangi mereka.Dan salah satunya adalah kenyataan bahwa mereka masih berada dalam perang politik yang berbahaya.
BAB 16 – Pengkhianatan di Balik BayanganLiora tidak bisa mengabaikan firasat buruk yang menggelayuti hatinya.Sejak pagi, istana terasa lebih mencekam. Bisikan-bisikan di koridor semakin banyak, para pelayan terlihat lebih waspada, dan beberapa prajurit tampak gelisah saat berjaga.Sesuatu sedang terjadi.Dan Liora tahu, cepat atau lambat, badai itu akan menghantamnya.Di ruangannya, Elgard berdiri dengan ekspresi tegang. Di hadapannya, seorang pengawal berlutut, menyampaikan laporan."Pangeran, kita menemukan seseorang yang mencoba menyelinap ke dalam bagian istana yang seharusnya terlarang."Elgard menyipitkan mata. "Siapa?"Pengawal itu ragu sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Seorang selir… dan dia membawa surat dari pihak luar."Jantung Liora mencelos.Selir?Apa mungkin salah satu dari mereka adalah pengkhianat?Elgard mengangguk pelan, lalu melirik Liora. "Aku ingin ka
BAB 15 – Kebenaran yang Menyakitkan Liora tidak bisa tidur malam itu. Bukan karena udara yang dingin atau nyala lilin yang meredup di sudut ruangan. Melainkan karena kata-kata Elgard yang terus terngiang di kepalanya. "Aku tidak ingin membunuhmu." Apa artinya itu? Selama ini, ia selalu berpikir bahwa hubungannya dengan Elgard adalah permainan kekuasaan. Ia hanyalah selir yang tidak diinginkan, boneka yang terperangkap dalam istana kejam ini. Tapi semakin lama ia berada di sisi Elgard, semakin banyak hal yang tidak bisa ia pahami. Perlakuan Elgard padanya terlalu kontradiktif—kadang ia terasa seperti musuh, kadang terasa seperti sesuatu yang lebih dari sekadar penguasa dan selir. Dan itu yang membuat segalanya semakin berbahaya. Liora tidak boleh jatuh ke dalam jebakan ini. Karena pada akhirnya, Elgard tetaplah musuhnya. --- Pagi yang Mencekam Saat fajar menyingsing, ketegangan sudah menggantung di udara. Kabar tentang pergerakan Pangeran Mike semakin santer terdengar.
BAB 14 – Dinding yang Mulai RetakMalam itu terasa begitu panjang bagi Liora.Elgard belum kembali sejak peristiwa penyusupan di istana, dan meskipun ia mencoba mengabaikan kekhawatirannya, pikirannya terus berputar.Ia tidak seharusnya peduli.Ia tidak seharusnya merasa seperti ini.Namun, setiap suara di luar pintu membuatnya tersentak, berharap melihat sosok Elgard masuk dengan selamat.Ketika akhirnya pintu terbuka dan Elgard melangkah masuk, Liora langsung bangkit dari duduknya.Tapi sebelum kata-kata keluar dari bibirnya, ia melihat noda darah di lengan dan dadanya."Kau terluka?" tanyanya cepat, tanpa berpikir.Elgard mengangkat alis, tampak terkejut dengan reaksinya. "Ini bukan darahku."Liora menelan ludah. "Apa yang terjadi?"Elgard berjalan melewati ruangan dan menjatuhkan diri di kursi, tampak kelelahan. "Penyusupnya tertangkap. Tapi ini bukan hanya percobaan pembunuhan biasa, Liora."Liora mendekat, duduk di hadapannya. "Apa maksudmu?"Elgard menatapnya dengan serius. "Or