BAB 8 – Jerat di Antara Kekuasaan
Malam itu, angin dingin berembus melewati jendela kamarnya. Liora duduk di tepi ranjang, matanya menatap kosong ke arah bulan yang menggantung di langit. Pengenalan resminya sebagai selir Pangeran Elgard telah mengguncang istana. Bukan hanya para selir lain yang kini melihatnya sebagai ancaman, tetapi juga para bangsawan yang menyadari bahwa keberadaannya bisa mengubah keseimbangan kekuasaan. Dan kemudian, ada Pangeran Mike. Pria itu telah menawarkan kebebasan, tetapi dengan harga yang terlalu mahal—pengkhianatan terhadap Elgard. Namun, apakah ia benar-benar berpihak pada Elgard? Liora mengepalkan tangannya. Tidak. Ia tidak berada di sisi siapa pun. Ia hanya berada di pihaknya sendiri. --- Bayangan di Lorong Istana Liora bangkit dari tempat tidurnya, mengambil jubah tipis, lalu membuka pintu kamarnya dengan hati-hati. Ia tidak bisa tidur malam ini. Lorong istana sunyi, hanya diterangi cahaya dari obor yang dipasang di dinding. Namun, saat ia berjalan melewati koridor panjang itu, langkah kakinya terhenti. Ada seseorang di sana. Bayangan hitam bergerak di ujung lorong, nyaris tidak terlihat di bawah cahaya redup. Liora menahan napas, merapat ke dinding, lalu mengintip. Sosok itu berhenti di depan sebuah pintu—bukan pintu kamarnya, melainkan ruang pertemuan rahasia yang biasa digunakan para bangsawan untuk berdiskusi secara tertutup. Pintu itu terbuka sedikit, dan suara pelan terdengar dari dalam. Liora menajamkan pendengarannya. "Apa kau yakin dia akan jatuh dalam perangkap ini?" Suara yang tak asing itu membuat tubuh Liora menegang. Pangeran Mike. "Dia akan segera menyadarinya. Tapi pada saat itu, semuanya sudah terlambat." Suara lain yang lebih tua menjawab—suara salah satu penasihat kerajaan. Liora mengerutkan kening. Siapa yang mereka bicarakan? Ia hendak melangkah lebih dekat, tetapi tiba-tiba, suara derit pintu membuatnya tersentak. Sosok berjubah hitam keluar dari ruangan itu, dan dalam sekejap, mata tajamnya bertemu dengan mata Liora. Liora tersentak dan berbalik, melarikan diri sebelum bisa dikenali. Ia tidak tahu siapa orang itu, tetapi satu hal yang pasti—ia telah melihat sesuatu yang tidak seharusnya ia ketahui. --- Permainan Elgard Keesokan harinya, Liora duduk di balkon kecil yang menghadap taman istana. Angin pagi menerpa wajahnya, tetapi pikirannya masih tertuju pada percakapan yang ia dengar tadi malam. Seseorang sedang merencanakan sesuatu. Dan jika dugaan Liora benar, rencana itu berkaitan dengannya. "Liora." Suara berat Elgard menyentaknya dari lamunan. Ia menoleh dan mendapati pangeran itu berdiri di belakangnya, menatapnya dengan ekspresi tak terbaca. "Kenapa kau terlihat gelisah?" tanyanya sambil melangkah mendekat. Liora tidak segera menjawab. Ia masih mencoba memahami motif pria ini. "Aku hanya berpikir," katanya akhirnya. Elgard menarik kursi di dekatnya dan duduk, menyandarkan punggungnya dengan santai. "Tentang apa?" Liora mengangkat bahu. "Tentang betapa sulitnya mengetahui siapa yang bisa dipercaya di istana ini." Elgard tertawa kecil. "Bagus. Itu berarti kau mulai memahami bagaimana permainan ini bekerja." Liora menatapnya tajam. "Dan siapa yang seharusnya kupercayai?" Elgard tidak langsung menjawab. Ia menatap Liora lama, seolah menimbang sesuatu dalam pikirannya. "Aku bisa memberitahumu satu hal," katanya akhirnya. "Mike bukanlah seseorang yang ingin kau percayai." Liora menyipitkan mata. "Dan kau ingin aku percaya padamu?" Elgard tersenyum, tetapi ada kilatan bahaya di matanya. "Percaya atau tidak, aku adalah satu-satunya alasan kau masih hidup di istana ini." Liora tidak membalas. Ia tahu ada kebenaran dalam kata-kata Elgard. Tetapi ia juga tahu bahwa pria ini tidak pernah melakukan sesuatu tanpa alasan. Jika ia masih hidup, itu berarti Elgard masih memiliki rencana untuknya. --- Diburu oleh Bayangan Malam kembali tiba, dan kali ini, Liora tidak ingin hanya menunggu. Ia mengenakan pakaian sederhana, menyelipkan belati kecil di balik pakaiannya, lalu keluar dari kamarnya dengan langkah hati-hati. Ia ingin tahu lebih jauh tentang apa yang terjadi di istana ini. Namun, belum jauh ia berjalan, suara langkah kaki terdengar di belakangnya. Liora berbalik cepat, tetapi lorong itu kosong. Jantungnya berdegup lebih kencang. Seseorang mengikutinya. Ia mempercepat langkahnya, berusaha mencapai tempat yang lebih aman. Namun, ketika ia berbelok di tikungan, sebuah tangan mencengkeram lengannya dengan kuat. Liora tersentak dan berusaha menarik belatinya, tetapi suara lembut menghentikannya. "Tenang, Liora." Mike. Pria itu berdiri di hadapannya, senyum khasnya masih ada di wajahnya. Namun, kali ini ada sesuatu yang berbeda di matanya—sesuatu yang lebih berbahaya. "Kau seharusnya tidak berjalan sendirian di malam hari," katanya pelan. "Ada banyak bahaya di istana ini." Liora menepis tangannya. "Atau mungkin, bahaya terbesar adalah kau." Mike terkekeh. "Aku hanya ingin membantumu. Kau tahu itu." Liora menatapnya curiga. "Membantuku, atau menjebakku?" Mike menghela napas, lalu mendekatkan wajahnya sedikit ke arahnya. "Dengar, Liora. Kau bisa terus bersikap seolah kau bisa bertahan sendirian di istana ini, atau kau bisa menerima tawaran bantuanku sebelum semuanya terlambat." Liora menegakkan tubuhnya. "Dan kalau aku menolak?" Senyum Mike menghilang. "Maka aku tidak bisa menjamin kau akan tetap hidup cukup lama untuk menyesalinya." Ancaman halus itu membuat Liora semakin sadar—ia telah benar-benar terjebak dalam perang yang lebih besar dari yang ia duga. Ia tidak hanya menjadi selir seorang pangeran. Ia telah menjadi bagian dari pertempuran antara dua kekuatan yang ingin menguasai tahta. Dan satu langkah yang salah bisa berarti kematiannya.Angin malam berembus kencang saat Liora berdiri di balkon kamarnya, memandangi istana yang tampak begitu tenang dari luar. Namun, ia tahu, di dalam tembok megah itu, perang diam-diam sedang berlangsung.Pangeran Elgard dan Pangeran Mike.Dua pria yang sama-sama haus kekuasaan, tetapi dengan cara yang berbeda.Dan sekarang, ia berada di tengah-tengahnya.Ancaman Mike masih terngiang di kepalanya. Jika ia tidak berpihak pada pria itu, ia mungkin tidak akan bertahan lama di istana ini. Tetapi berpihak pada Elgard juga bukan pilihan yang lebih baik.Liora menghela napas panjang.Ia tidak ingin terjebak di antara mereka.Ia harus mencari jalan keluar.---Sebuah Undangan yang BerbahayaPagi itu, seorang pelayan mengetuk pintu kamarnya dengan wajah tegang."Ada pesan untuk Anda, Nona Liora," katanya sambil menyerahkan gulungan kertas kecil yang disegel dengan lilin merah.
Kematian Bangsawan Ravier mengguncang seluruh istana.Semua orang berbicara tentangnya.Namun, tidak ada yang berani mengajukan pertanyaan secara terbuka.Karena mereka tahu—terlalu banyak bicara di tempat ini hanya akan membawa kematian lebih cepat.Liora mengamati para bangsawan yang berbisik di sudut-sudut ruangan saat ia berjalan menyusuri aula. Beberapa dari mereka menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu, sementara yang lain tampak menilai.Ia bisa merasakan sorotan tajam Pangeran Mike dari kejauhan, tetapi ia pura-pura tidak melihatnya.Yang lebih mengejutkan, Pangeran Elgard belum memberikan pernyataan apa pun tentang kematian Ravier.Seolah ia sengaja membiarkan semua orang tenggelam dalam ketakutan mereka sendiri.---Pertemuan yang Tak TerdugaHari itu berlalu dengan ketegangan yang semakin memuncak.Menjelang senja, seorang pelayan datang ke kamarnya, membawa pesan dari
BAB 10 – Di Antara Dinding yang SamaHari pertama Liora tinggal di ruang pribadi Elgard terasa seperti siksaan.Ia masih belum terbiasa dengan keberadaan pria itu yang selalu ada di sekitarnya memandangnya dengan tatapan penuh teka-teki, seolah sedang mengamatinya.Ruangannya lebih luas daripada kamar selir pada umumnya. Dindingnya di hiasi dengan lukisan-lukisan peperangan, dan ada rak buku besar di satu sisi. Tempat tidurnya lebar dan mewah, tetapi Liora lebih memilih tidur di sofa yang terletak di dekat jendela.Tentu saja, Elgard hanya tertawa melihat keengganannya itu."Kenapa? Takut aku akan melakukan sesuatu?" godanya malam itu saat melihat Liora bersiap untuk tidur di sofa.Liora menatapnya dengan tajam. "Aku hanya tidak ingin berbagi tempat tidur denganmu."Elgard hanya mengangkat bahu. "Terserah."Meski begitu, ia tidak pernah benar-benar meninggalkan Liora sendirian.---Pagi ya
BAB 11 – Perasaan yang Tak DiinginkanHari-hari berlalu tanpa Liora sadari.Sejak tinggal di ruangan yang sama dengan Elgard, segalanya berubah perlahan.Awalnya, ia mengira pria itu akan terus menyiksanya dengan kata-kata sinis atau mempermainkannya seperti boneka. Tapi kenyataannya, Elgard tidak pernah melakukan hal itu.Ia tetap dingin dan mendominasi, tapi di balik tatapannya, Liora mulai melihat sesuatu yang berbeda sesuatu yang tidak bisa ia pahami.Dan yang lebih berbahaya dari itu… ia mulai terbiasa dengan keberadaannya.---Kedekatan yang Tak TerdugaSuatu pagi, Liora terbangun lebih awal dari biasanya.Saat ia membuka mata, ia menyadari bahwa Elgard masih tertidur di tempat tidurnya.Itu pemandangan yang langka. Biasanya, pria itu bangun sebelum matahari terbit.Untuk sesaat, Liora hanya menatapnya.Elgard terlihat berbeda saat tidur lebih tenang, lebih manusiaw
BAB 13 – Jarak yang Semakin MemudarLiora duduk di tepi jendela, menatap hujan yang turun perlahan di luar istana. Udara dingin merambat masuk melalui celah jendela, membuatnya merapatkan selimut di bahunya.Pikirannya masih dipenuhi kata-kata Elgard semalam."Apa kau pernah berpikir bahwa mungkin kita tidak harus menjadi musuh?"Liora menghela napas.Jawabannya jelas. Tidak.Tapi kenapa ia masih memikirkannya?---Percakapan yang MenggangguElgard memasuki ruangan dengan langkah santai. Ia sudah berganti pakaian dengan jubah hitam yang selalu membuat auranya semakin gelap dan menekan.Liora berpura-pura tidak memperhatikannya, tetapi Elgard berhenti tepat di belakangnya."Kenapa kau melamun pagi-pagi begini?" tanyanya.Liora menoleh dengan tatapan tajam. "Sejak kapan kau peduli dengan apa yang kupikirkan?"Elgard menyeringai. "Sejak kau mulai tampak seperti seseorang yang kebingungan."Liora mendengus dan beranjak dari tempat duduknya, hendak pergi, tapi Elgard tiba-tiba menarik perg
BAB 12 – Jarak yang Semakin MemudarLiora duduk di tepi jendela, menatap hujan yang turun perlahan di luar istana. Udara dingin merambat masuk melalui celah jendela, membuatnya merapatkan selimut di bahunya.Pikirannya masih dipenuhi kata-kata Elgard semalam."Apa kau pernah berpikir bahwa mungkin kita tidak harus menjadi musuh?"Liora menghela napas.Jawabannya jelas. Tidak.Tapi kenapa ia masih memikirkannya?---Percakapan yang MenggangguElgard memasuki ruangan dengan langkah santai. Ia sudah berganti pakaian dengan jubah hitam yang selalu membuat auranya semakin gelap dan menekan.Liora berpura-pura tidak memperhatikannya, tetapi Elgard berhenti tepat di belakangnya."Kenapa kau melamun pagi-pagi begini?" tanyanya.Liora menoleh dengan tatapan tajam. "Sejak kapan kau peduli dengan apa yang kupikirkan?"Elgard menyeringai. "Sejak kau mulai tampak seperti seseorang yang kebingungan."Liora mendengus dan beranjak dari tempat duduknya, hendak pergi, tapi Elgard tiba-tiba menarik perg
BAB 13 – Di Antara Kebencian dan KetertarikanLiora merasa jantungnya belum kembali ke ritme normal sejak pertemuan semalam. Tatapan Elgard, suaranya yang dalam, dan kata-katanya yang menggema di benaknya masih terus menghantuinya."Bahwa kau tidak akan bisa lari dariku."Ia ingin menyangkalnya.Ia ingin percaya bahwa semua ini hanya permainan kekuasaan Elgard—hanya cara lain untuk mengendalikannya.Tapi setiap kali ia mengingat bagaimana Elgard menatapnya malam itu, ada sesuatu yang aneh yang merayapi hatinya. Sesuatu yang membuatnya semakin gelisah.Ia duduk di tepi tempat tidur, memandangi jendela besar yang memperlihatkan langit mendung. Angin bertiup pelan, membawa udara sejuk ke dalam ruangan.Pintu kamar terbuka tanpa peringatan.Elgard masuk dengan santai, seolah-olah ini adalah kamarnya sendiri.Liora mendengus. "Kau tidak bisa mengetuk dulu?"Elgard tersenyum kecil. "Kenapa? Kau sedang melakukan sesuatu yang tidak ingin kulihat?"Liora memutar bola matanya. "Aku ingin sendir
BAB 14 – Dinding yang Mulai RetakMalam itu terasa begitu panjang bagi Liora.Elgard belum kembali sejak peristiwa penyusupan di istana, dan meskipun ia mencoba mengabaikan kekhawatirannya, pikirannya terus berputar.Ia tidak seharusnya peduli.Ia tidak seharusnya merasa seperti ini.Namun, setiap suara di luar pintu membuatnya tersentak, berharap melihat sosok Elgard masuk dengan selamat.Ketika akhirnya pintu terbuka dan Elgard melangkah masuk, Liora langsung bangkit dari duduknya.Tapi sebelum kata-kata keluar dari bibirnya, ia melihat noda darah di lengan dan dadanya."Kau terluka?" tanyanya cepat, tanpa berpikir.Elgard mengangkat alis, tampak terkejut dengan reaksinya. "Ini bukan darahku."Liora menelan ludah. "Apa yang terjadi?"Elgard berjalan melewati ruangan dan menjatuhkan diri di kursi, tampak kelelahan. "Penyusupnya tertangkap. Tapi ini bukan hanya percobaan pembunuhan biasa, Liora."Liora mendekat, duduk di hadapannya. "Apa maksudmu?"Elgard menatapnya dengan serius. "Or
BAB 16 – Pengkhianatan di Balik BayanganLiora tidak bisa mengabaikan firasat buruk yang menggelayuti hatinya.Sejak pagi, istana terasa lebih mencekam. Bisikan-bisikan di koridor semakin banyak, para pelayan terlihat lebih waspada, dan beberapa prajurit tampak gelisah saat berjaga.Sesuatu sedang terjadi.Dan Liora tahu, cepat atau lambat, badai itu akan menghantamnya.Di ruangannya, Elgard berdiri dengan ekspresi tegang. Di hadapannya, seorang pengawal berlutut, menyampaikan laporan."Pangeran, kita menemukan seseorang yang mencoba menyelinap ke dalam bagian istana yang seharusnya terlarang."Elgard menyipitkan mata. "Siapa?"Pengawal itu ragu sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Seorang selir… dan dia membawa surat dari pihak luar."Jantung Liora mencelos.Selir?Apa mungkin salah satu dari mereka adalah pengkhianat?Elgard mengangguk pelan, lalu melirik Liora. "Aku ingin ka
BAB 15 – Kebenaran yang Menyakitkan Liora tidak bisa tidur malam itu. Bukan karena udara yang dingin atau nyala lilin yang meredup di sudut ruangan. Melainkan karena kata-kata Elgard yang terus terngiang di kepalanya. "Aku tidak ingin membunuhmu." Apa artinya itu? Selama ini, ia selalu berpikir bahwa hubungannya dengan Elgard adalah permainan kekuasaan. Ia hanyalah selir yang tidak diinginkan, boneka yang terperangkap dalam istana kejam ini. Tapi semakin lama ia berada di sisi Elgard, semakin banyak hal yang tidak bisa ia pahami. Perlakuan Elgard padanya terlalu kontradiktif—kadang ia terasa seperti musuh, kadang terasa seperti sesuatu yang lebih dari sekadar penguasa dan selir. Dan itu yang membuat segalanya semakin berbahaya. Liora tidak boleh jatuh ke dalam jebakan ini. Karena pada akhirnya, Elgard tetaplah musuhnya. --- Pagi yang Mencekam Saat fajar menyingsing, ketegangan sudah menggantung di udara. Kabar tentang pergerakan Pangeran Mike semakin santer terdengar.
BAB 14 – Dinding yang Mulai RetakMalam itu terasa begitu panjang bagi Liora.Elgard belum kembali sejak peristiwa penyusupan di istana, dan meskipun ia mencoba mengabaikan kekhawatirannya, pikirannya terus berputar.Ia tidak seharusnya peduli.Ia tidak seharusnya merasa seperti ini.Namun, setiap suara di luar pintu membuatnya tersentak, berharap melihat sosok Elgard masuk dengan selamat.Ketika akhirnya pintu terbuka dan Elgard melangkah masuk, Liora langsung bangkit dari duduknya.Tapi sebelum kata-kata keluar dari bibirnya, ia melihat noda darah di lengan dan dadanya."Kau terluka?" tanyanya cepat, tanpa berpikir.Elgard mengangkat alis, tampak terkejut dengan reaksinya. "Ini bukan darahku."Liora menelan ludah. "Apa yang terjadi?"Elgard berjalan melewati ruangan dan menjatuhkan diri di kursi, tampak kelelahan. "Penyusupnya tertangkap. Tapi ini bukan hanya percobaan pembunuhan biasa, Liora."Liora mendekat, duduk di hadapannya. "Apa maksudmu?"Elgard menatapnya dengan serius. "Or
BAB 13 – Di Antara Kebencian dan KetertarikanLiora merasa jantungnya belum kembali ke ritme normal sejak pertemuan semalam. Tatapan Elgard, suaranya yang dalam, dan kata-katanya yang menggema di benaknya masih terus menghantuinya."Bahwa kau tidak akan bisa lari dariku."Ia ingin menyangkalnya.Ia ingin percaya bahwa semua ini hanya permainan kekuasaan Elgard—hanya cara lain untuk mengendalikannya.Tapi setiap kali ia mengingat bagaimana Elgard menatapnya malam itu, ada sesuatu yang aneh yang merayapi hatinya. Sesuatu yang membuatnya semakin gelisah.Ia duduk di tepi tempat tidur, memandangi jendela besar yang memperlihatkan langit mendung. Angin bertiup pelan, membawa udara sejuk ke dalam ruangan.Pintu kamar terbuka tanpa peringatan.Elgard masuk dengan santai, seolah-olah ini adalah kamarnya sendiri.Liora mendengus. "Kau tidak bisa mengetuk dulu?"Elgard tersenyum kecil. "Kenapa? Kau sedang melakukan sesuatu yang tidak ingin kulihat?"Liora memutar bola matanya. "Aku ingin sendir
BAB 12 – Jarak yang Semakin MemudarLiora duduk di tepi jendela, menatap hujan yang turun perlahan di luar istana. Udara dingin merambat masuk melalui celah jendela, membuatnya merapatkan selimut di bahunya.Pikirannya masih dipenuhi kata-kata Elgard semalam."Apa kau pernah berpikir bahwa mungkin kita tidak harus menjadi musuh?"Liora menghela napas.Jawabannya jelas. Tidak.Tapi kenapa ia masih memikirkannya?---Percakapan yang MenggangguElgard memasuki ruangan dengan langkah santai. Ia sudah berganti pakaian dengan jubah hitam yang selalu membuat auranya semakin gelap dan menekan.Liora berpura-pura tidak memperhatikannya, tetapi Elgard berhenti tepat di belakangnya."Kenapa kau melamun pagi-pagi begini?" tanyanya.Liora menoleh dengan tatapan tajam. "Sejak kapan kau peduli dengan apa yang kupikirkan?"Elgard menyeringai. "Sejak kau mulai tampak seperti seseorang yang kebingungan."Liora mendengus dan beranjak dari tempat duduknya, hendak pergi, tapi Elgard tiba-tiba menarik perg
BAB 13 – Jarak yang Semakin MemudarLiora duduk di tepi jendela, menatap hujan yang turun perlahan di luar istana. Udara dingin merambat masuk melalui celah jendela, membuatnya merapatkan selimut di bahunya.Pikirannya masih dipenuhi kata-kata Elgard semalam."Apa kau pernah berpikir bahwa mungkin kita tidak harus menjadi musuh?"Liora menghela napas.Jawabannya jelas. Tidak.Tapi kenapa ia masih memikirkannya?---Percakapan yang MenggangguElgard memasuki ruangan dengan langkah santai. Ia sudah berganti pakaian dengan jubah hitam yang selalu membuat auranya semakin gelap dan menekan.Liora berpura-pura tidak memperhatikannya, tetapi Elgard berhenti tepat di belakangnya."Kenapa kau melamun pagi-pagi begini?" tanyanya.Liora menoleh dengan tatapan tajam. "Sejak kapan kau peduli dengan apa yang kupikirkan?"Elgard menyeringai. "Sejak kau mulai tampak seperti seseorang yang kebingungan."Liora mendengus dan beranjak dari tempat duduknya, hendak pergi, tapi Elgard tiba-tiba menarik perg
BAB 11 – Perasaan yang Tak DiinginkanHari-hari berlalu tanpa Liora sadari.Sejak tinggal di ruangan yang sama dengan Elgard, segalanya berubah perlahan.Awalnya, ia mengira pria itu akan terus menyiksanya dengan kata-kata sinis atau mempermainkannya seperti boneka. Tapi kenyataannya, Elgard tidak pernah melakukan hal itu.Ia tetap dingin dan mendominasi, tapi di balik tatapannya, Liora mulai melihat sesuatu yang berbeda sesuatu yang tidak bisa ia pahami.Dan yang lebih berbahaya dari itu… ia mulai terbiasa dengan keberadaannya.---Kedekatan yang Tak TerdugaSuatu pagi, Liora terbangun lebih awal dari biasanya.Saat ia membuka mata, ia menyadari bahwa Elgard masih tertidur di tempat tidurnya.Itu pemandangan yang langka. Biasanya, pria itu bangun sebelum matahari terbit.Untuk sesaat, Liora hanya menatapnya.Elgard terlihat berbeda saat tidur lebih tenang, lebih manusiaw
BAB 10 – Di Antara Dinding yang SamaHari pertama Liora tinggal di ruang pribadi Elgard terasa seperti siksaan.Ia masih belum terbiasa dengan keberadaan pria itu yang selalu ada di sekitarnya memandangnya dengan tatapan penuh teka-teki, seolah sedang mengamatinya.Ruangannya lebih luas daripada kamar selir pada umumnya. Dindingnya di hiasi dengan lukisan-lukisan peperangan, dan ada rak buku besar di satu sisi. Tempat tidurnya lebar dan mewah, tetapi Liora lebih memilih tidur di sofa yang terletak di dekat jendela.Tentu saja, Elgard hanya tertawa melihat keengganannya itu."Kenapa? Takut aku akan melakukan sesuatu?" godanya malam itu saat melihat Liora bersiap untuk tidur di sofa.Liora menatapnya dengan tajam. "Aku hanya tidak ingin berbagi tempat tidur denganmu."Elgard hanya mengangkat bahu. "Terserah."Meski begitu, ia tidak pernah benar-benar meninggalkan Liora sendirian.---Pagi ya
Kematian Bangsawan Ravier mengguncang seluruh istana.Semua orang berbicara tentangnya.Namun, tidak ada yang berani mengajukan pertanyaan secara terbuka.Karena mereka tahu—terlalu banyak bicara di tempat ini hanya akan membawa kematian lebih cepat.Liora mengamati para bangsawan yang berbisik di sudut-sudut ruangan saat ia berjalan menyusuri aula. Beberapa dari mereka menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu, sementara yang lain tampak menilai.Ia bisa merasakan sorotan tajam Pangeran Mike dari kejauhan, tetapi ia pura-pura tidak melihatnya.Yang lebih mengejutkan, Pangeran Elgard belum memberikan pernyataan apa pun tentang kematian Ravier.Seolah ia sengaja membiarkan semua orang tenggelam dalam ketakutan mereka sendiri.---Pertemuan yang Tak TerdugaHari itu berlalu dengan ketegangan yang semakin memuncak.Menjelang senja, seorang pelayan datang ke kamarnya, membawa pesan dari