BAB 6 – Perangkap dalam Bayangan
Malam terasa lebih panjang dari biasanya. Liora duduk di ranjangnya, pikirannya dipenuhi kata-kata Elgard. "Kesempatan untuk membalas dendam dengan cara yang tidak akan membuatmu mati sia-sia." Apakah ia benar-benar harus percaya pada pria itu? Tiba-tiba, suara langkah kaki di lorong membuatnya tersadar. Langkah yang berat dan teratur, seolah milik seseorang yang tak terburu-buru, tetapi juga tak ingin terlihat mencurigakan. Liora meraih belati kecil yang ia sembunyikan di bawah bantal—satu-satunya alat perlindungan yang ia miliki. Napasnya tertahan ketika pintu kayu itu terbuka perlahan. Seorang pelayan pria masuk, membawa nampan dengan sebuah teko dan cangkir porselen. "Yang Mulia Pangeran Elgard mengirimkan teh untuk Anda," katanya dengan suara datar. Liora tetap diam, matanya mengawasi setiap gerak-geriknya. Pelayan itu berjalan ke meja kecil di dekat tempat tidurnya, menuangkan teh ke dalam cangkir, lalu menunduk hormat. "Silakan diminum sebelum tidur, Nona Liora." Liora menatapnya tajam. Ia tidak bodoh. Banyak kisah di istana ini tentang orang-orang yang mati dalam tidur mereka setelah meneguk sesuatu yang seharusnya "aman." Pelayan itu menunggu, tetapi Liora tidak bergerak. Ia hanya mengambil cangkir itu perlahan, lalu menatap permukaan teh yang masih beruap. "Minumlah," kata pelayan itu lembut. Liora tersenyum tipis, lalu tanpa peringatan, ia menjatuhkan cangkir itu ke lantai, membuat porselen pecah berkeping-keping. Cairan teh mengalir ke lantai batu. Mata pelayan itu melebar sesaat, tetapi ia segera menunduk dalam-dalam. "Saya akan menyiapkan yang baru." "Tidak perlu," kata Liora dingin. "Katakan pada Elgard bahwa aku tidak butuh perhatiannya dalam bentuk apa pun." Pelayan itu tampak ragu sesaat sebelum akhirnya berbalik dan pergi tanpa sepatah kata. Liora menghela napas panjang setelah ia yakin dirinya sendirian. Teh itu bisa saja beracun. Atau bisa jadi hanya ujian dari Elgard untuk mengukur kewaspadaannya. Bagaimanapun, satu hal semakin jelas baginya—ia tidak bisa percaya siapa pun di istana ini. --- Pagi yang Penuh Ketegangan Keesokan harinya, Liora berjalan menyusuri koridor istana yang dingin. Para pelayan menunduk hormat ketika ia lewat, tetapi ia tahu lebih baik daripada menganggap mereka sungguh-sungguh menghormatinya. Mereka takut. Bukan karena dirinya, tetapi karena posisi yang kini ia tempati—selir Pangeran Elgard. Saat ia melangkah menuju taman istana, suara langkah kaki lain terdengar mendekatinya. "Liora," suara lembut namun berbahaya menyapanya. Ia berbalik dan menemukan Pangeran Mike berdiri di sana dengan senyum khasnya yang penuh perhitungan. "Kau tampak lebih segar hari ini," katanya, berjalan mendekat dengan tenang. Liora tidak membalas, hanya menunggu. Mike mengamati wajahnya, seolah mencari sesuatu. "Kudengar kau menolak minuman yang dikirim Elgard tadi malam." Liora tetap diam. Mike tertawa kecil. "Kau lebih cerdas daripada yang kuduga. Itu bukan racun, jika itu yang kau pikirkan." "Tapi bisa saja racun," balas Liora tajam. Mike mengangkat bahu. "Kau memang menarik, Liora. Tapi aku di sini bukan untuk membahas teh. Aku ingin berbicara tentang tawaranku." Liora menyipitkan mata. "Tawaran?" Mike tersenyum tipis. "Kau masih punya kesempatan untuk berpihak padaku, Liora. Kau bisa membantu menggulingkan Elgard, dan aku akan memastikan kau mendapatkan kebebasanmu." Liora menatapnya dalam diam. Ia tahu tawaran ini datang dengan konsekuensi besar. "Elgard tidak akan membiarkan itu terjadi," katanya akhirnya. Mike terkekeh. "Siapa bilang aku berencana membuatnya sadar sebelum semuanya terlambat?" Liora menahan napas. Mike tidak hanya ingin mengambil tahta. Ia ingin menghancurkan Elgard sepenuhnya. "Lakukan pertimbanganmu dengan bijak, Liora," kata Mike, suaranya lebih rendah. "Jika kau tetap di sisinya, kau hanya akan menjadi boneka. Tapi jika kau berpihak padaku, kau bisa menjadi lebih dari sekadar selir." Ia berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Liora dengan pikirannya sendiri. --- Pertemuan yang Tak Terhindarkan Malam itu, ketika Liora sedang duduk di kamarnya, pintu terbuka kembali. Namun kali ini, ia tidak terkejut melihat Elgard masuk. "Aku tidak mengizinkanmu masuk," katanya dingin. Elgard tersenyum tipis. "Sejak kapan aku butuh izin?" Ia berjalan mendekat, tatapannya tajam seperti biasanya. Liora tetap di tempatnya, menolak untuk menunjukkan ketakutan. "Aku dengar kau menumpahkan tehnya," kata Elgard santai. "Aku tidak mempercayai apa pun yang berasal darimu." Elgard tertawa kecil. "Bagus. Itu berarti kau cukup pintar untuk bertahan hidup." Ia duduk di kursi dekat tempat tidurnya, bersandar santai. "Kudengar Pangeran Mike menemuimu hari ini," katanya, nadanya berubah lebih serius. Liora menegang, tetapi ia tidak menunjukkan reaksi apa pun. "Dan dia pasti menawarkanmu sesuatu," lanjut Elgard. "Bebas dari istana, mungkin? Kekuasaan? Atau mungkin… kematian untukku?" Liora menggenggam tangannya erat. "Kenapa kau peduli?" tanyanya akhirnya. Elgard menatapnya lama sebelum akhirnya berbicara. "Karena kau bukan hanya selir, Liora." Ia bangkit dari kursinya, mendekat hingga hanya beberapa langkah di hadapannya. "Aku memilihmu bukan karena kebetulan," lanjutnya. "Dan aku tidak akan membiarkan orang lain menyentuh apa yang menjadi milikku." Liora menatapnya tajam. "Aku bukan milik siapa pun, Elgard." Elgard tersenyum, tetapi matanya berkilat bahaya. "Kita lihat saja nanti." Tanpa menunggu jawaban, ia berbalik dan pergi, meninggalkan Liora dengan kebingungan dan ketegangan yang semakin dalam. Ia tahu satu hal. Ia sudah terjebak dalam permainan yang jauh lebih berbahaya dari yang ia bayangkan.BAB 8 – Jerat di Antara KekuasaanMalam itu, angin dingin berembus melewati jendela kamarnya. Liora duduk di tepi ranjang, matanya menatap kosong ke arah bulan yang menggantung di langit.Pengenalan resminya sebagai selir Pangeran Elgard telah mengguncang istana. Bukan hanya para selir lain yang kini melihatnya sebagai ancaman, tetapi juga para bangsawan yang menyadari bahwa keberadaannya bisa mengubah keseimbangan kekuasaan.Dan kemudian, ada Pangeran Mike.Pria itu telah menawarkan kebebasan, tetapi dengan harga yang terlalu mahal—pengkhianatan terhadap Elgard.Namun, apakah ia benar-benar berpihak pada Elgard?Liora mengepalkan tangannya. Tidak. Ia tidak berada di sisi siapa pun.Ia hanya berada di pihaknya sendiri.---Bayangan di Lorong IstanaLiora bangkit dari tempat tidurnya, mengambil jubah tipis, lalu membuka pintu kamarnya dengan hati-hati.Ia tidak bisa tidur malam ini
Angin malam berembus kencang saat Liora berdiri di balkon kamarnya, memandangi istana yang tampak begitu tenang dari luar. Namun, ia tahu, di dalam tembok megah itu, perang diam-diam sedang berlangsung.Pangeran Elgard dan Pangeran Mike.Dua pria yang sama-sama haus kekuasaan, tetapi dengan cara yang berbeda.Dan sekarang, ia berada di tengah-tengahnya.Ancaman Mike masih terngiang di kepalanya. Jika ia tidak berpihak pada pria itu, ia mungkin tidak akan bertahan lama di istana ini. Tetapi berpihak pada Elgard juga bukan pilihan yang lebih baik.Liora menghela napas panjang.Ia tidak ingin terjebak di antara mereka.Ia harus mencari jalan keluar.---Sebuah Undangan yang BerbahayaPagi itu, seorang pelayan mengetuk pintu kamarnya dengan wajah tegang."Ada pesan untuk Anda, Nona Liora," katanya sambil menyerahkan gulungan kertas kecil yang disegel dengan lilin merah.
Kematian Bangsawan Ravier mengguncang seluruh istana.Semua orang berbicara tentangnya.Namun, tidak ada yang berani mengajukan pertanyaan secara terbuka.Karena mereka tahu—terlalu banyak bicara di tempat ini hanya akan membawa kematian lebih cepat.Liora mengamati para bangsawan yang berbisik di sudut-sudut ruangan saat ia berjalan menyusuri aula. Beberapa dari mereka menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu, sementara yang lain tampak menilai.Ia bisa merasakan sorotan tajam Pangeran Mike dari kejauhan, tetapi ia pura-pura tidak melihatnya.Yang lebih mengejutkan, Pangeran Elgard belum memberikan pernyataan apa pun tentang kematian Ravier.Seolah ia sengaja membiarkan semua orang tenggelam dalam ketakutan mereka sendiri.---Pertemuan yang Tak TerdugaHari itu berlalu dengan ketegangan yang semakin memuncak.Menjelang senja, seorang pelayan datang ke kamarnya, membawa pesan dari
BAB 10 – Di Antara Dinding yang SamaHari pertama Liora tinggal di ruang pribadi Elgard terasa seperti siksaan.Ia masih belum terbiasa dengan keberadaan pria itu yang selalu ada di sekitarnya memandangnya dengan tatapan penuh teka-teki, seolah sedang mengamatinya.Ruangannya lebih luas daripada kamar selir pada umumnya. Dindingnya di hiasi dengan lukisan-lukisan peperangan, dan ada rak buku besar di satu sisi. Tempat tidurnya lebar dan mewah, tetapi Liora lebih memilih tidur di sofa yang terletak di dekat jendela.Tentu saja, Elgard hanya tertawa melihat keengganannya itu."Kenapa? Takut aku akan melakukan sesuatu?" godanya malam itu saat melihat Liora bersiap untuk tidur di sofa.Liora menatapnya dengan tajam. "Aku hanya tidak ingin berbagi tempat tidur denganmu."Elgard hanya mengangkat bahu. "Terserah."Meski begitu, ia tidak pernah benar-benar meninggalkan Liora sendirian.---Pagi ya
BAB 11 – Perasaan yang Tak DiinginkanHari-hari berlalu tanpa Liora sadari.Sejak tinggal di ruangan yang sama dengan Elgard, segalanya berubah perlahan.Awalnya, ia mengira pria itu akan terus menyiksanya dengan kata-kata sinis atau mempermainkannya seperti boneka. Tapi kenyataannya, Elgard tidak pernah melakukan hal itu.Ia tetap dingin dan mendominasi, tapi di balik tatapannya, Liora mulai melihat sesuatu yang berbeda sesuatu yang tidak bisa ia pahami.Dan yang lebih berbahaya dari itu… ia mulai terbiasa dengan keberadaannya.---Kedekatan yang Tak TerdugaSuatu pagi, Liora terbangun lebih awal dari biasanya.Saat ia membuka mata, ia menyadari bahwa Elgard masih tertidur di tempat tidurnya.Itu pemandangan yang langka. Biasanya, pria itu bangun sebelum matahari terbit.Untuk sesaat, Liora hanya menatapnya.Elgard terlihat berbeda saat tidur lebih tenang, lebih manusiaw
BAB 13 – Jarak yang Semakin MemudarLiora duduk di tepi jendela, menatap hujan yang turun perlahan di luar istana. Udara dingin merambat masuk melalui celah jendela, membuatnya merapatkan selimut di bahunya.Pikirannya masih dipenuhi kata-kata Elgard semalam."Apa kau pernah berpikir bahwa mungkin kita tidak harus menjadi musuh?"Liora menghela napas.Jawabannya jelas. Tidak.Tapi kenapa ia masih memikirkannya?---Percakapan yang MenggangguElgard memasuki ruangan dengan langkah santai. Ia sudah berganti pakaian dengan jubah hitam yang selalu membuat auranya semakin gelap dan menekan.Liora berpura-pura tidak memperhatikannya, tetapi Elgard berhenti tepat di belakangnya."Kenapa kau melamun pagi-pagi begini?" tanyanya.Liora menoleh dengan tatapan tajam. "Sejak kapan kau peduli dengan apa yang kupikirkan?"Elgard menyeringai. "Sejak kau mulai tampak seperti seseorang yang kebingungan."Liora mendengus dan beranjak dari tempat duduknya, hendak pergi, tapi Elgard tiba-tiba menarik perg
BAB 12 – Jarak yang Semakin MemudarLiora duduk di tepi jendela, menatap hujan yang turun perlahan di luar istana. Udara dingin merambat masuk melalui celah jendela, membuatnya merapatkan selimut di bahunya.Pikirannya masih dipenuhi kata-kata Elgard semalam."Apa kau pernah berpikir bahwa mungkin kita tidak harus menjadi musuh?"Liora menghela napas.Jawabannya jelas. Tidak.Tapi kenapa ia masih memikirkannya?---Percakapan yang MenggangguElgard memasuki ruangan dengan langkah santai. Ia sudah berganti pakaian dengan jubah hitam yang selalu membuat auranya semakin gelap dan menekan.Liora berpura-pura tidak memperhatikannya, tetapi Elgard berhenti tepat di belakangnya."Kenapa kau melamun pagi-pagi begini?" tanyanya.Liora menoleh dengan tatapan tajam. "Sejak kapan kau peduli dengan apa yang kupikirkan?"Elgard menyeringai. "Sejak kau mulai tampak seperti seseorang yang kebingungan."Liora mendengus dan beranjak dari tempat duduknya, hendak pergi, tapi Elgard tiba-tiba menarik perg
BAB 13 – Di Antara Kebencian dan KetertarikanLiora merasa jantungnya belum kembali ke ritme normal sejak pertemuan semalam. Tatapan Elgard, suaranya yang dalam, dan kata-katanya yang menggema di benaknya masih terus menghantuinya."Bahwa kau tidak akan bisa lari dariku."Ia ingin menyangkalnya.Ia ingin percaya bahwa semua ini hanya permainan kekuasaan Elgard—hanya cara lain untuk mengendalikannya.Tapi setiap kali ia mengingat bagaimana Elgard menatapnya malam itu, ada sesuatu yang aneh yang merayapi hatinya. Sesuatu yang membuatnya semakin gelisah.Ia duduk di tepi tempat tidur, memandangi jendela besar yang memperlihatkan langit mendung. Angin bertiup pelan, membawa udara sejuk ke dalam ruangan.Pintu kamar terbuka tanpa peringatan.Elgard masuk dengan santai, seolah-olah ini adalah kamarnya sendiri.Liora mendengus. "Kau tidak bisa mengetuk dulu?"Elgard tersenyum kecil. "Kenapa? Kau sedang melakukan sesuatu yang tidak ingin kulihat?"Liora memutar bola matanya. "Aku ingin sendir
BAB 16 – Pengkhianatan di Balik BayanganLiora tidak bisa mengabaikan firasat buruk yang menggelayuti hatinya.Sejak pagi, istana terasa lebih mencekam. Bisikan-bisikan di koridor semakin banyak, para pelayan terlihat lebih waspada, dan beberapa prajurit tampak gelisah saat berjaga.Sesuatu sedang terjadi.Dan Liora tahu, cepat atau lambat, badai itu akan menghantamnya.Di ruangannya, Elgard berdiri dengan ekspresi tegang. Di hadapannya, seorang pengawal berlutut, menyampaikan laporan."Pangeran, kita menemukan seseorang yang mencoba menyelinap ke dalam bagian istana yang seharusnya terlarang."Elgard menyipitkan mata. "Siapa?"Pengawal itu ragu sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Seorang selir… dan dia membawa surat dari pihak luar."Jantung Liora mencelos.Selir?Apa mungkin salah satu dari mereka adalah pengkhianat?Elgard mengangguk pelan, lalu melirik Liora. "Aku ingin ka
BAB 15 – Kebenaran yang Menyakitkan Liora tidak bisa tidur malam itu. Bukan karena udara yang dingin atau nyala lilin yang meredup di sudut ruangan. Melainkan karena kata-kata Elgard yang terus terngiang di kepalanya. "Aku tidak ingin membunuhmu." Apa artinya itu? Selama ini, ia selalu berpikir bahwa hubungannya dengan Elgard adalah permainan kekuasaan. Ia hanyalah selir yang tidak diinginkan, boneka yang terperangkap dalam istana kejam ini. Tapi semakin lama ia berada di sisi Elgard, semakin banyak hal yang tidak bisa ia pahami. Perlakuan Elgard padanya terlalu kontradiktif—kadang ia terasa seperti musuh, kadang terasa seperti sesuatu yang lebih dari sekadar penguasa dan selir. Dan itu yang membuat segalanya semakin berbahaya. Liora tidak boleh jatuh ke dalam jebakan ini. Karena pada akhirnya, Elgard tetaplah musuhnya. --- Pagi yang Mencekam Saat fajar menyingsing, ketegangan sudah menggantung di udara. Kabar tentang pergerakan Pangeran Mike semakin santer terdengar.
BAB 14 – Dinding yang Mulai RetakMalam itu terasa begitu panjang bagi Liora.Elgard belum kembali sejak peristiwa penyusupan di istana, dan meskipun ia mencoba mengabaikan kekhawatirannya, pikirannya terus berputar.Ia tidak seharusnya peduli.Ia tidak seharusnya merasa seperti ini.Namun, setiap suara di luar pintu membuatnya tersentak, berharap melihat sosok Elgard masuk dengan selamat.Ketika akhirnya pintu terbuka dan Elgard melangkah masuk, Liora langsung bangkit dari duduknya.Tapi sebelum kata-kata keluar dari bibirnya, ia melihat noda darah di lengan dan dadanya."Kau terluka?" tanyanya cepat, tanpa berpikir.Elgard mengangkat alis, tampak terkejut dengan reaksinya. "Ini bukan darahku."Liora menelan ludah. "Apa yang terjadi?"Elgard berjalan melewati ruangan dan menjatuhkan diri di kursi, tampak kelelahan. "Penyusupnya tertangkap. Tapi ini bukan hanya percobaan pembunuhan biasa, Liora."Liora mendekat, duduk di hadapannya. "Apa maksudmu?"Elgard menatapnya dengan serius. "Or
BAB 13 – Di Antara Kebencian dan KetertarikanLiora merasa jantungnya belum kembali ke ritme normal sejak pertemuan semalam. Tatapan Elgard, suaranya yang dalam, dan kata-katanya yang menggema di benaknya masih terus menghantuinya."Bahwa kau tidak akan bisa lari dariku."Ia ingin menyangkalnya.Ia ingin percaya bahwa semua ini hanya permainan kekuasaan Elgard—hanya cara lain untuk mengendalikannya.Tapi setiap kali ia mengingat bagaimana Elgard menatapnya malam itu, ada sesuatu yang aneh yang merayapi hatinya. Sesuatu yang membuatnya semakin gelisah.Ia duduk di tepi tempat tidur, memandangi jendela besar yang memperlihatkan langit mendung. Angin bertiup pelan, membawa udara sejuk ke dalam ruangan.Pintu kamar terbuka tanpa peringatan.Elgard masuk dengan santai, seolah-olah ini adalah kamarnya sendiri.Liora mendengus. "Kau tidak bisa mengetuk dulu?"Elgard tersenyum kecil. "Kenapa? Kau sedang melakukan sesuatu yang tidak ingin kulihat?"Liora memutar bola matanya. "Aku ingin sendir
BAB 12 – Jarak yang Semakin MemudarLiora duduk di tepi jendela, menatap hujan yang turun perlahan di luar istana. Udara dingin merambat masuk melalui celah jendela, membuatnya merapatkan selimut di bahunya.Pikirannya masih dipenuhi kata-kata Elgard semalam."Apa kau pernah berpikir bahwa mungkin kita tidak harus menjadi musuh?"Liora menghela napas.Jawabannya jelas. Tidak.Tapi kenapa ia masih memikirkannya?---Percakapan yang MenggangguElgard memasuki ruangan dengan langkah santai. Ia sudah berganti pakaian dengan jubah hitam yang selalu membuat auranya semakin gelap dan menekan.Liora berpura-pura tidak memperhatikannya, tetapi Elgard berhenti tepat di belakangnya."Kenapa kau melamun pagi-pagi begini?" tanyanya.Liora menoleh dengan tatapan tajam. "Sejak kapan kau peduli dengan apa yang kupikirkan?"Elgard menyeringai. "Sejak kau mulai tampak seperti seseorang yang kebingungan."Liora mendengus dan beranjak dari tempat duduknya, hendak pergi, tapi Elgard tiba-tiba menarik perg
BAB 13 – Jarak yang Semakin MemudarLiora duduk di tepi jendela, menatap hujan yang turun perlahan di luar istana. Udara dingin merambat masuk melalui celah jendela, membuatnya merapatkan selimut di bahunya.Pikirannya masih dipenuhi kata-kata Elgard semalam."Apa kau pernah berpikir bahwa mungkin kita tidak harus menjadi musuh?"Liora menghela napas.Jawabannya jelas. Tidak.Tapi kenapa ia masih memikirkannya?---Percakapan yang MenggangguElgard memasuki ruangan dengan langkah santai. Ia sudah berganti pakaian dengan jubah hitam yang selalu membuat auranya semakin gelap dan menekan.Liora berpura-pura tidak memperhatikannya, tetapi Elgard berhenti tepat di belakangnya."Kenapa kau melamun pagi-pagi begini?" tanyanya.Liora menoleh dengan tatapan tajam. "Sejak kapan kau peduli dengan apa yang kupikirkan?"Elgard menyeringai. "Sejak kau mulai tampak seperti seseorang yang kebingungan."Liora mendengus dan beranjak dari tempat duduknya, hendak pergi, tapi Elgard tiba-tiba menarik perg
BAB 11 – Perasaan yang Tak DiinginkanHari-hari berlalu tanpa Liora sadari.Sejak tinggal di ruangan yang sama dengan Elgard, segalanya berubah perlahan.Awalnya, ia mengira pria itu akan terus menyiksanya dengan kata-kata sinis atau mempermainkannya seperti boneka. Tapi kenyataannya, Elgard tidak pernah melakukan hal itu.Ia tetap dingin dan mendominasi, tapi di balik tatapannya, Liora mulai melihat sesuatu yang berbeda sesuatu yang tidak bisa ia pahami.Dan yang lebih berbahaya dari itu… ia mulai terbiasa dengan keberadaannya.---Kedekatan yang Tak TerdugaSuatu pagi, Liora terbangun lebih awal dari biasanya.Saat ia membuka mata, ia menyadari bahwa Elgard masih tertidur di tempat tidurnya.Itu pemandangan yang langka. Biasanya, pria itu bangun sebelum matahari terbit.Untuk sesaat, Liora hanya menatapnya.Elgard terlihat berbeda saat tidur lebih tenang, lebih manusiaw
BAB 10 – Di Antara Dinding yang SamaHari pertama Liora tinggal di ruang pribadi Elgard terasa seperti siksaan.Ia masih belum terbiasa dengan keberadaan pria itu yang selalu ada di sekitarnya memandangnya dengan tatapan penuh teka-teki, seolah sedang mengamatinya.Ruangannya lebih luas daripada kamar selir pada umumnya. Dindingnya di hiasi dengan lukisan-lukisan peperangan, dan ada rak buku besar di satu sisi. Tempat tidurnya lebar dan mewah, tetapi Liora lebih memilih tidur di sofa yang terletak di dekat jendela.Tentu saja, Elgard hanya tertawa melihat keengganannya itu."Kenapa? Takut aku akan melakukan sesuatu?" godanya malam itu saat melihat Liora bersiap untuk tidur di sofa.Liora menatapnya dengan tajam. "Aku hanya tidak ingin berbagi tempat tidur denganmu."Elgard hanya mengangkat bahu. "Terserah."Meski begitu, ia tidak pernah benar-benar meninggalkan Liora sendirian.---Pagi ya
Kematian Bangsawan Ravier mengguncang seluruh istana.Semua orang berbicara tentangnya.Namun, tidak ada yang berani mengajukan pertanyaan secara terbuka.Karena mereka tahu—terlalu banyak bicara di tempat ini hanya akan membawa kematian lebih cepat.Liora mengamati para bangsawan yang berbisik di sudut-sudut ruangan saat ia berjalan menyusuri aula. Beberapa dari mereka menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu, sementara yang lain tampak menilai.Ia bisa merasakan sorotan tajam Pangeran Mike dari kejauhan, tetapi ia pura-pura tidak melihatnya.Yang lebih mengejutkan, Pangeran Elgard belum memberikan pernyataan apa pun tentang kematian Ravier.Seolah ia sengaja membiarkan semua orang tenggelam dalam ketakutan mereka sendiri.---Pertemuan yang Tak TerdugaHari itu berlalu dengan ketegangan yang semakin memuncak.Menjelang senja, seorang pelayan datang ke kamarnya, membawa pesan dari