Liora masih terbaring di ranjangnya, pikirannya penuh dengan kata-kata pelayan tadi. Ratu Carolline. Wanita itu bisa mengubah seorang raja yang kejam. Namun, apa hubungannya dengan dirinya? Ia hanya seorang gadis biasa yang kehilangan segalanya.
Ia menarik napas dalam, menatap langit-langit kayu ruangan itu. Tubuhnya masih lemah akibat kehilangan banyak darah, tapi pikirannya tidak bisa diam. Apa sebenarnya yang mereka inginkan dariku? Mengapa semua orang berbicara seolah aku memiliki peran penting dalam kerajaan ini? Pintu ruangan tiba-tiba terbuka. Seorang pria tua dengan jubah panjang memasuki ruangan dengan langkah mantap. Wajahnya penuh keriput, namun matanya tajam seperti mata elang yang mengamati mangsanya. Liora mengenal pria ini. Perdana Menteri Godric. Ia adalah penasihat utama Raja Mark, pria paling berpengaruh di istana selain keluarga kerajaan. Tanpa basa-basi, Godric berbicara. "Kau gadis yang membuat keributan itu?" suaranya berat, penuh wibawa. Liora hanya menatapnya dingin, tak berniat menjawab. "Menarik," gumam Godric, lalu ia berjalan mendekat, tangannya bersedekap. "Kau tahu, banyak orang di kerajaan ini yang menginginkan tahta. Banyak yang ingin menggulingkan Raja Mark. Dan tentu saja, Pangeran Elgard adalah pewaris yang tidak disukai banyak orang." Liora menyipitkan matanya. "Apa yang kau inginkan dariku?" Godric tersenyum kecil, seolah menguji reaksinya. "Aku ingin tahu, apakah kau memiliki ambisi?" Liora mengernyit. Ambisi? Satu-satunya yang kuinginkan hanyalah membalas dendam. "Aku tidak tertarik pada kerajaan ini," katanya tegas. Godric tertawa kecil. "Itulah yang membuatmu menarik. Kau bukan orang yang bisa dipermainkan, dan justru itu yang membuatmu berbahaya." Ia mendekat, menatap Liora secara terus-menerus. "Kau pikir Pangeran Elgard benar-benar tidak peduli padamu? Gadis yang berani mencoba bunuh diri hanya untuk keluar dari cengkeramannya? Tidak, Liora. Kau telah menarik perhatiannya. Dan ketika seorang pangeran tertarik pada sesuatu, itu berarti kau bisa menjadi alat atau ancaman." Liora mengepalkan tangannya. "Aku tidak akan menjadi alat siapa pun." "Bagus," Godric tersenyum tipis. "Lalu, bagaimana kalau kau menjadi ancaman?" Liora terdiam. "Kau mungkin menganggap Elgard sebagai monster," lanjutnya, "tapi tahukah kau? Ada monster yang lebih besar di istana ini. Raja Mark sudah tua, dan banyak pihak menginginkan tahtanya. Para bangsawan, saudara tirinya, bahkan beberapa jenderalnya sendiri. Jika kau cukup cerdas, kau bisa menggunakan keadaan ini untuk sesuatu yang lebih besar daripada sekadar balas dendam." Liora masih tidak mengerti sepenuhnya. Tapi satu hal yang pasti— ia bukan satu-satunya orang yang membenci keluarga kerajaan ini. Godric berjalan menuju pintu, lalu menoleh sekali lagi. "Aku akan menunggumu membuat keputusan, Liora. Apakah kau hanya ingin menjadi korban, atau seseorang yang bisa mengubah takdir?" Pintu tertutup. Liora menggenggam selimutnya erat. Untuk pertama kalinya, ia sadar bahwa ada lebih banyak permainan yang terjadi di istana ini. Dan mungkin, hanya mungkin, ia bisa memainkan perannya sendiri. --- Istana yang Penuh Pengkhianatan Dua hari berlalu sejak percakapan Liora dengan Perdana Menteri Godric. Tubuhnya mulai pulih, tetapi pikirannya tetap berputar dengan segala informasi yang baru ia ketahui. Malam ini, ia tidak di kurung di penjara bawah tanah, melainkan di sebuah kamar kecil yang jauh lebih layak. Mungkin Elgard telah memerintahkan pemindahannya, atau mungkin ini bagian dari rencana yang lebih besar. Saat Liora tengah termenung, pintu kembali terbuka. Kali ini, seorang pelayan pria memasuki ruangan, membungkuk hormat. "Yang Mulia Pangeran Mike ingin bertemu dengan Anda," katanya. Liora menegang. Pangeran Mike? Saudara tiri Elgard? Pangeran Mike terkenal sebagai seorang pria yang ambisius. Berbeda dengan Elgard yang dikenal kejam, Mike lebih licik. Ia dikenal sebagai orang yang selalu bermain di balik bayangan. Liora bangkit perlahan, meskipun pikirannya dipenuhi keraguan. Apa lagi yang mereka inginkan dariku? Saat ia berjalan melewati koridor istana, ia melihat sesuatu yang membuatnya semakin yakin bahwa istana ini penuh dengan kebusukan. Para bangsawan berbicara dalam bisikan, para pelayan menghindari kontak mata, dan para prajurit berdiri kaku, seolah takut akan sesuatu. Setibanya di aula, Pangeran Mike sudah menunggunya dengan senyum misterius di wajahnya. "Liora," katanya, suaranya lembut tetapi menusuk. "Aku mendengar banyak hal tentangmu." Liora menatapnya tanpa ekspresi. "Dan aku tidak tertarik pada apa pun yang kau tawarkan." Mike tertawa kecil, lalu berjalan mendekatinya. "Oh, tapi kau seharusnya tertarik. Karena aku tahu kau membenci Elgard." Liora terdiam. "Apa kau tahu, jika Elgard menjadi raja, rakyat akan semakin menderita?" lanjut Mike, nadanya tenang tetapi menusuk. "Tetapi jika aku naik tahta… segalanya akan jauh lebih baik." Liora mengangkat alisnya. "Apa kau sedang mencoba merekrutku?" Mike tersenyum. "Aku hanya menawarkan pilihan. Jika kau ingin balas dendam, maka kau butuh sekutu." Liora menatapnya dalam diam. Sekutu? "Pertimbangkan ini, Liora" Mike berbisik, "jika kau bergabung denganku, kau akan mendapatkan balas dendam yang kau inginkan. Aku bisa memastikan Elgard tidak akan pernah menyentuhmu lagi. Aku bisa memastikan kau tidak perlu menjadi selirnya." Liora menatapnya tajam. Ada sesuatu dalam kata-kata Mike yang membuatnya ragu. Apakah ini benar-benar tentang keadilan, atau hanya permainan politik lainnya? Mike menepuk bahunya pelan. "Aku tidak meminta jawaban sekarang. Tapi ingat ini, istana ini penuh dengan orang yang hanya mencari keuntungan mereka sendiri. Jangan sampai kau dimanfaatkan sebelum kau bisa menggunakan mereka terlebih dahulu." Ia berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Liora dengan pikirannya sendiri. Untuk pertama kalinya, Liora menyadari bahwa ia memiliki lebih banyak pilihan daripada yang ia kira. ---BAB 4 – Jerat yang Semakin MengikatHujan turun dengan derasnya di luar istana, menciptakan irama yang menggema di seluruh lorong-lorong batu. Angin malam bertiup kencang, menggoyangkan tirai kamar Liora yang kecil dan sunyi. Namun, di dalam dirinya, badai yang jauh lebih besar tengah berkecamuk.Sejak kepulangan Elgard, istana menjadi semakin gelap. Para pelayan tampak lebih hati-hati dalam bergerak, para prajurit lebih waspada, dan para bangsawan saling bertukar tatapan penuh makna. Pangeran Elgard tidak hanya kembali dari medan perang, tetapi ia juga kembali dengan aura yang lebih dingin dan lebih kejam dari sebelumnya.Namun yang paling mengusik pikiran Liora adalah perintah yang di terimanya malam ini.Ia akan diperkenalkan secara resmi sebagai selir Pangeran Elgard dalam sebuah perjamuan kerajaan.Sebuah status yang tidak pernah ia inginkan.---Liora duduk di sudut kamarnya, menatap api lilin yang mulai meredup. Pikirannya dipenuhi dengan berbagai pertanyaan."Untuk apa semua i
BAB 5 – Jeratan Tak TerelakkanLiora berdiri di tengah aula perjamuan, telapak tangannya masih berada dalam genggaman Elgard. Udara di ruangan itu terasa berat, penuh dengan tatapan para bangsawan yang mengamati mereka dengan berbagai ekspresi—penasaran, iri, dan bahkan ada yang menunjukkan tanda-tanda ketidaksenangan.Ia dapat merasakan jantungnya berdegup lebih cepat, tetapi wajahnya tetap tanpa ekspresi."Aku bukan pion mereka."Jika mereka ingin mempermainkannya dalam politik istana, maka ia harus memastikan dirinya bukan sekadar alat yang bisa digunakan dan dibuang.Elgard menatapnya dengan intens, seolah menantikan reaksi darinya. Namun, Liora tidak memberikan apa pun. Ia membiarkan keheningan di antara mereka menggantung, menolak untuk memberikan kepuasan pada pangeran kejam itu.Namun, keheningan mereka akhirnya terputus ketika seorang bangsawan tua dengan janggut panjang dan mantel biru keemasan melangkah mendekat."Yang Mulia Pangeran Elgard," katanya dengan nada penuh sopan
BAB 6 – Perangkap dalam BayanganMalam terasa lebih panjang dari biasanya. Liora duduk di ranjangnya, pikirannya dipenuhi kata-kata Elgard."Kesempatan untuk membalas dendam dengan cara yang tidak akan membuatmu mati sia-sia."Apakah ia benar-benar harus percaya pada pria itu?Tiba-tiba, suara langkah kaki di lorong membuatnya tersadar. Langkah yang berat dan teratur, seolah milik seseorang yang tak terburu-buru, tetapi juga tak ingin terlihat mencurigakan.Liora meraih belati kecil yang ia sembunyikan di bawah bantal—satu-satunya alat perlindungan yang ia miliki. Napasnya tertahan ketika pintu kayu itu terbuka perlahan.Seorang pelayan pria masuk, membawa nampan dengan sebuah teko dan cangkir porselen."Yang Mulia Pangeran Elgard mengirimkan teh untuk Anda," katanya dengan suara datar.Liora tetap diam, matanya mengawasi setiap gerak-geriknya.Pelayan itu berjalan ke meja kecil di dekat tempat tidurnya, menuangkan teh ke dalam cangkir, lalu menunduk hormat. "Silakan diminum sebelum t
BAB 8 – Jerat di Antara KekuasaanMalam itu, angin dingin berembus melewati jendela kamarnya. Liora duduk di tepi ranjang, matanya menatap kosong ke arah bulan yang menggantung di langit.Pengenalan resminya sebagai selir Pangeran Elgard telah mengguncang istana. Bukan hanya para selir lain yang kini melihatnya sebagai ancaman, tetapi juga para bangsawan yang menyadari bahwa keberadaannya bisa mengubah keseimbangan kekuasaan.Dan kemudian, ada Pangeran Mike.Pria itu telah menawarkan kebebasan, tetapi dengan harga yang terlalu mahal—pengkhianatan terhadap Elgard.Namun, apakah ia benar-benar berpihak pada Elgard?Liora mengepalkan tangannya. Tidak. Ia tidak berada di sisi siapa pun.Ia hanya berada di pihaknya sendiri.---Bayangan di Lorong IstanaLiora bangkit dari tempat tidurnya, mengambil jubah tipis, lalu membuka pintu kamarnya dengan hati-hati.Ia tidak bisa tidur malam ini
Angin malam berembus kencang saat Liora berdiri di balkon kamarnya, memandangi istana yang tampak begitu tenang dari luar. Namun, ia tahu, di dalam tembok megah itu, perang diam-diam sedang berlangsung.Pangeran Elgard dan Pangeran Mike.Dua pria yang sama-sama haus kekuasaan, tetapi dengan cara yang berbeda.Dan sekarang, ia berada di tengah-tengahnya.Ancaman Mike masih terngiang di kepalanya. Jika ia tidak berpihak pada pria itu, ia mungkin tidak akan bertahan lama di istana ini. Tetapi berpihak pada Elgard juga bukan pilihan yang lebih baik.Liora menghela napas panjang.Ia tidak ingin terjebak di antara mereka.Ia harus mencari jalan keluar.---Sebuah Undangan yang BerbahayaPagi itu, seorang pelayan mengetuk pintu kamarnya dengan wajah tegang."Ada pesan untuk Anda, Nona Liora," katanya sambil menyerahkan gulungan kertas kecil yang disegel dengan lilin merah.
Kematian Bangsawan Ravier mengguncang seluruh istana.Semua orang berbicara tentangnya.Namun, tidak ada yang berani mengajukan pertanyaan secara terbuka.Karena mereka tahu—terlalu banyak bicara di tempat ini hanya akan membawa kematian lebih cepat.Liora mengamati para bangsawan yang berbisik di sudut-sudut ruangan saat ia berjalan menyusuri aula. Beberapa dari mereka menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu, sementara yang lain tampak menilai.Ia bisa merasakan sorotan tajam Pangeran Mike dari kejauhan, tetapi ia pura-pura tidak melihatnya.Yang lebih mengejutkan, Pangeran Elgard belum memberikan pernyataan apa pun tentang kematian Ravier.Seolah ia sengaja membiarkan semua orang tenggelam dalam ketakutan mereka sendiri.---Pertemuan yang Tak TerdugaHari itu berlalu dengan ketegangan yang semakin memuncak.Menjelang senja, seorang pelayan datang ke kamarnya, membawa pesan dari
BAB 10 – Di Antara Dinding yang SamaHari pertama Liora tinggal di ruang pribadi Elgard terasa seperti siksaan.Ia masih belum terbiasa dengan keberadaan pria itu yang selalu ada di sekitarnya memandangnya dengan tatapan penuh teka-teki, seolah sedang mengamatinya.Ruangannya lebih luas daripada kamar selir pada umumnya. Dindingnya di hiasi dengan lukisan-lukisan peperangan, dan ada rak buku besar di satu sisi. Tempat tidurnya lebar dan mewah, tetapi Liora lebih memilih tidur di sofa yang terletak di dekat jendela.Tentu saja, Elgard hanya tertawa melihat keengganannya itu."Kenapa? Takut aku akan melakukan sesuatu?" godanya malam itu saat melihat Liora bersiap untuk tidur di sofa.Liora menatapnya dengan tajam. "Aku hanya tidak ingin berbagi tempat tidur denganmu."Elgard hanya mengangkat bahu. "Terserah."Meski begitu, ia tidak pernah benar-benar meninggalkan Liora sendirian.---Pagi ya
BAB 11 – Perasaan yang Tak DiinginkanHari-hari berlalu tanpa Liora sadari.Sejak tinggal di ruangan yang sama dengan Elgard, segalanya berubah perlahan.Awalnya, ia mengira pria itu akan terus menyiksanya dengan kata-kata sinis atau mempermainkannya seperti boneka. Tapi kenyataannya, Elgard tidak pernah melakukan hal itu.Ia tetap dingin dan mendominasi, tapi di balik tatapannya, Liora mulai melihat sesuatu yang berbeda sesuatu yang tidak bisa ia pahami.Dan yang lebih berbahaya dari itu… ia mulai terbiasa dengan keberadaannya.---Kedekatan yang Tak TerdugaSuatu pagi, Liora terbangun lebih awal dari biasanya.Saat ia membuka mata, ia menyadari bahwa Elgard masih tertidur di tempat tidurnya.Itu pemandangan yang langka. Biasanya, pria itu bangun sebelum matahari terbit.Untuk sesaat, Liora hanya menatapnya.Elgard terlihat berbeda saat tidur lebih tenang, lebih manusiaw
BAB 16 – Pengkhianatan di Balik BayanganLiora tidak bisa mengabaikan firasat buruk yang menggelayuti hatinya.Sejak pagi, istana terasa lebih mencekam. Bisikan-bisikan di koridor semakin banyak, para pelayan terlihat lebih waspada, dan beberapa prajurit tampak gelisah saat berjaga.Sesuatu sedang terjadi.Dan Liora tahu, cepat atau lambat, badai itu akan menghantamnya.Di ruangannya, Elgard berdiri dengan ekspresi tegang. Di hadapannya, seorang pengawal berlutut, menyampaikan laporan."Pangeran, kita menemukan seseorang yang mencoba menyelinap ke dalam bagian istana yang seharusnya terlarang."Elgard menyipitkan mata. "Siapa?"Pengawal itu ragu sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Seorang selir… dan dia membawa surat dari pihak luar."Jantung Liora mencelos.Selir?Apa mungkin salah satu dari mereka adalah pengkhianat?Elgard mengangguk pelan, lalu melirik Liora. "Aku ingin ka
BAB 15 – Kebenaran yang Menyakitkan Liora tidak bisa tidur malam itu. Bukan karena udara yang dingin atau nyala lilin yang meredup di sudut ruangan. Melainkan karena kata-kata Elgard yang terus terngiang di kepalanya. "Aku tidak ingin membunuhmu." Apa artinya itu? Selama ini, ia selalu berpikir bahwa hubungannya dengan Elgard adalah permainan kekuasaan. Ia hanyalah selir yang tidak diinginkan, boneka yang terperangkap dalam istana kejam ini. Tapi semakin lama ia berada di sisi Elgard, semakin banyak hal yang tidak bisa ia pahami. Perlakuan Elgard padanya terlalu kontradiktif—kadang ia terasa seperti musuh, kadang terasa seperti sesuatu yang lebih dari sekadar penguasa dan selir. Dan itu yang membuat segalanya semakin berbahaya. Liora tidak boleh jatuh ke dalam jebakan ini. Karena pada akhirnya, Elgard tetaplah musuhnya. --- Pagi yang Mencekam Saat fajar menyingsing, ketegangan sudah menggantung di udara. Kabar tentang pergerakan Pangeran Mike semakin santer terdengar.
BAB 14 – Dinding yang Mulai RetakMalam itu terasa begitu panjang bagi Liora.Elgard belum kembali sejak peristiwa penyusupan di istana, dan meskipun ia mencoba mengabaikan kekhawatirannya, pikirannya terus berputar.Ia tidak seharusnya peduli.Ia tidak seharusnya merasa seperti ini.Namun, setiap suara di luar pintu membuatnya tersentak, berharap melihat sosok Elgard masuk dengan selamat.Ketika akhirnya pintu terbuka dan Elgard melangkah masuk, Liora langsung bangkit dari duduknya.Tapi sebelum kata-kata keluar dari bibirnya, ia melihat noda darah di lengan dan dadanya."Kau terluka?" tanyanya cepat, tanpa berpikir.Elgard mengangkat alis, tampak terkejut dengan reaksinya. "Ini bukan darahku."Liora menelan ludah. "Apa yang terjadi?"Elgard berjalan melewati ruangan dan menjatuhkan diri di kursi, tampak kelelahan. "Penyusupnya tertangkap. Tapi ini bukan hanya percobaan pembunuhan biasa, Liora."Liora mendekat, duduk di hadapannya. "Apa maksudmu?"Elgard menatapnya dengan serius. "Or
BAB 13 – Di Antara Kebencian dan KetertarikanLiora merasa jantungnya belum kembali ke ritme normal sejak pertemuan semalam. Tatapan Elgard, suaranya yang dalam, dan kata-katanya yang menggema di benaknya masih terus menghantuinya."Bahwa kau tidak akan bisa lari dariku."Ia ingin menyangkalnya.Ia ingin percaya bahwa semua ini hanya permainan kekuasaan Elgard—hanya cara lain untuk mengendalikannya.Tapi setiap kali ia mengingat bagaimana Elgard menatapnya malam itu, ada sesuatu yang aneh yang merayapi hatinya. Sesuatu yang membuatnya semakin gelisah.Ia duduk di tepi tempat tidur, memandangi jendela besar yang memperlihatkan langit mendung. Angin bertiup pelan, membawa udara sejuk ke dalam ruangan.Pintu kamar terbuka tanpa peringatan.Elgard masuk dengan santai, seolah-olah ini adalah kamarnya sendiri.Liora mendengus. "Kau tidak bisa mengetuk dulu?"Elgard tersenyum kecil. "Kenapa? Kau sedang melakukan sesuatu yang tidak ingin kulihat?"Liora memutar bola matanya. "Aku ingin sendir
BAB 12 – Jarak yang Semakin MemudarLiora duduk di tepi jendela, menatap hujan yang turun perlahan di luar istana. Udara dingin merambat masuk melalui celah jendela, membuatnya merapatkan selimut di bahunya.Pikirannya masih dipenuhi kata-kata Elgard semalam."Apa kau pernah berpikir bahwa mungkin kita tidak harus menjadi musuh?"Liora menghela napas.Jawabannya jelas. Tidak.Tapi kenapa ia masih memikirkannya?---Percakapan yang MenggangguElgard memasuki ruangan dengan langkah santai. Ia sudah berganti pakaian dengan jubah hitam yang selalu membuat auranya semakin gelap dan menekan.Liora berpura-pura tidak memperhatikannya, tetapi Elgard berhenti tepat di belakangnya."Kenapa kau melamun pagi-pagi begini?" tanyanya.Liora menoleh dengan tatapan tajam. "Sejak kapan kau peduli dengan apa yang kupikirkan?"Elgard menyeringai. "Sejak kau mulai tampak seperti seseorang yang kebingungan."Liora mendengus dan beranjak dari tempat duduknya, hendak pergi, tapi Elgard tiba-tiba menarik perg
BAB 13 – Jarak yang Semakin MemudarLiora duduk di tepi jendela, menatap hujan yang turun perlahan di luar istana. Udara dingin merambat masuk melalui celah jendela, membuatnya merapatkan selimut di bahunya.Pikirannya masih dipenuhi kata-kata Elgard semalam."Apa kau pernah berpikir bahwa mungkin kita tidak harus menjadi musuh?"Liora menghela napas.Jawabannya jelas. Tidak.Tapi kenapa ia masih memikirkannya?---Percakapan yang MenggangguElgard memasuki ruangan dengan langkah santai. Ia sudah berganti pakaian dengan jubah hitam yang selalu membuat auranya semakin gelap dan menekan.Liora berpura-pura tidak memperhatikannya, tetapi Elgard berhenti tepat di belakangnya."Kenapa kau melamun pagi-pagi begini?" tanyanya.Liora menoleh dengan tatapan tajam. "Sejak kapan kau peduli dengan apa yang kupikirkan?"Elgard menyeringai. "Sejak kau mulai tampak seperti seseorang yang kebingungan."Liora mendengus dan beranjak dari tempat duduknya, hendak pergi, tapi Elgard tiba-tiba menarik perg
BAB 11 – Perasaan yang Tak DiinginkanHari-hari berlalu tanpa Liora sadari.Sejak tinggal di ruangan yang sama dengan Elgard, segalanya berubah perlahan.Awalnya, ia mengira pria itu akan terus menyiksanya dengan kata-kata sinis atau mempermainkannya seperti boneka. Tapi kenyataannya, Elgard tidak pernah melakukan hal itu.Ia tetap dingin dan mendominasi, tapi di balik tatapannya, Liora mulai melihat sesuatu yang berbeda sesuatu yang tidak bisa ia pahami.Dan yang lebih berbahaya dari itu… ia mulai terbiasa dengan keberadaannya.---Kedekatan yang Tak TerdugaSuatu pagi, Liora terbangun lebih awal dari biasanya.Saat ia membuka mata, ia menyadari bahwa Elgard masih tertidur di tempat tidurnya.Itu pemandangan yang langka. Biasanya, pria itu bangun sebelum matahari terbit.Untuk sesaat, Liora hanya menatapnya.Elgard terlihat berbeda saat tidur lebih tenang, lebih manusiaw
BAB 10 – Di Antara Dinding yang SamaHari pertama Liora tinggal di ruang pribadi Elgard terasa seperti siksaan.Ia masih belum terbiasa dengan keberadaan pria itu yang selalu ada di sekitarnya memandangnya dengan tatapan penuh teka-teki, seolah sedang mengamatinya.Ruangannya lebih luas daripada kamar selir pada umumnya. Dindingnya di hiasi dengan lukisan-lukisan peperangan, dan ada rak buku besar di satu sisi. Tempat tidurnya lebar dan mewah, tetapi Liora lebih memilih tidur di sofa yang terletak di dekat jendela.Tentu saja, Elgard hanya tertawa melihat keengganannya itu."Kenapa? Takut aku akan melakukan sesuatu?" godanya malam itu saat melihat Liora bersiap untuk tidur di sofa.Liora menatapnya dengan tajam. "Aku hanya tidak ingin berbagi tempat tidur denganmu."Elgard hanya mengangkat bahu. "Terserah."Meski begitu, ia tidak pernah benar-benar meninggalkan Liora sendirian.---Pagi ya
Kematian Bangsawan Ravier mengguncang seluruh istana.Semua orang berbicara tentangnya.Namun, tidak ada yang berani mengajukan pertanyaan secara terbuka.Karena mereka tahu—terlalu banyak bicara di tempat ini hanya akan membawa kematian lebih cepat.Liora mengamati para bangsawan yang berbisik di sudut-sudut ruangan saat ia berjalan menyusuri aula. Beberapa dari mereka menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu, sementara yang lain tampak menilai.Ia bisa merasakan sorotan tajam Pangeran Mike dari kejauhan, tetapi ia pura-pura tidak melihatnya.Yang lebih mengejutkan, Pangeran Elgard belum memberikan pernyataan apa pun tentang kematian Ravier.Seolah ia sengaja membiarkan semua orang tenggelam dalam ketakutan mereka sendiri.---Pertemuan yang Tak TerdugaHari itu berlalu dengan ketegangan yang semakin memuncak.Menjelang senja, seorang pelayan datang ke kamarnya, membawa pesan dari