Lavendra tidak bisa menyetujui begitu saja apa yang dikatakan oleh sang kakek. Memang apa untungnya dirinya masuk ke sana? Malahan, yang ada Lavendra mungkin akan dibuat makin tidak nyaman dengan perilaku dari Daza yang tidak senang dirinya berada di sekitarnya.
Lavendra dengan segera menggelengkan kepala, tidak bisa menyetujui apa yang dikatakan olehnya, “Maaf kek, tapi, aku tidak mau mengacaukan perusahaan hanya karena itu.”
Kakek seolah tidak menerima penolakan dari Lavendra yang sudah berusaha secara halus berkata kepadanya. Dia malah benar-benar tidak senang kalau apa yang barusan dikatakan olehnya itu terungkap begitu saja. Lavendra makin takut mengangkat kepalanya.
“Ini perintah! Kalau kamu mengacau, tidak apa, kakek tidak akan menyalahkanmu. Kakek yang akan bertanggungjawab atas semua yang terjadi oleh kamu dan padamu nantinya!” tegasnya.
Benar-benar tertekan. Lavendra hanya bisa memegang tangannya sendiri untuk bisa lebih kuat menghadapi ini semua. Mau tidak mau, Lavendra menerima perintah dari kakek meski sebenarnya dirinya ini merasa tidak enak hati harus menerimanya.
Kakek dan papa pulang, setelah mereka berunding tanpa mengajak Lavendra. Mereka dengan kesepakatan berdua saja, memilih memasang cctv di bagian ruang tamu, dapur serta meja makan, dan juga daerah lantai 2 yang memperlihatkan seluruh lantai 1.
Lavendra secara tidak langsung merasa tidak nyaman dengan semua kamera yang terpasang. Langkahnya terasa diawasi dan juga seperti dibuat tidak mampu berkutik kemana pun. Papa memberikan pesan singkat kepadanya, yang membuat Lavendra tidak tahu harus bertindak seperti apa.
“Buat dia jatuh hati padamu, atau buat dia tidak bisa mendapatkan warisan ini. pilihannya ada di tanganmu, Nak,” kalimat tersebut seolah terngiang di kepalanya. Ia tidak tahu kenapa bisa sampai papa mertuanya berkata demikian.
Lavendra membersihkan dirinya dengan segera, dan juga berdanda secantik mungkin. Rasanya, setelah bertemu dengan mertuanya, Lavendra seperti mendapatkan kekuatan untuk melawan Daza. Ada orang yang melindungi dirinya dibalik ini semua, jadi, harusnya Lavendra bisa lebih kuat.
Dari arah bawah, terdengar pintu dibuka. Lavendra keluar dari kamar, dan mendapati sang suami baru saja pulang. Ia hanya datang seorang diri, tanpa adanya wanita kemarin. Dari raut wajahnya, entah kenapa Daza sepertinya sangat senang sekali.
Segeralah Lavendra turun menuju lantai satu untuk menyambut sang suami. Mencoba bertindak seolah tidak ada apa-apa, membuat Lavendra tidak takut sedikit pun. Ekspresi Daza seketika berubah ketika melihat Lavendra turun dari tangga.
“Apa lagi maumu?” tanyanya dengan ketus.
“Tentu saja menyambut suamiku. Kemana kamu semalam? Kenapa baru pulang sekarang?” tanya Lavendra.
Sambil membuang muka merasa kesal mendengar semua pertanyaan tersebut, Daza membalas dengan ketus, “Bukan urusanmu. Lagipula, hubungan kita juga tidak akan bertahan lama,” ucap dari Daza.
Padahal Lavendra sudah mencoba menguatkan diri, hanya saja, ia masih merasa sakit tiap kali Daza berkata dengan makna tersirat bahwa pernikahan ini bukan pernikahan yang dia inginkan. Tapi, Lavendra mencoba untuk tidak menangis langsung. Ia menahan dirinya.
“Tapi, untuk sekarang kita ini suami istri. Apa salahnya aku menyambut suamiku sendiri?” celetuk dari Lavendra.
Tapi, entah kenapa, Daza langsung melayangkan tamparan ke wajah dari Lavendra. PLAKKKH. Dengan sangat keras dan juga terasa kebas. Lavendra kaget menerima tamparan mendadak tersebut. Ia jadi makin merasa takut.
“Tutup mulut sampahmu itu! Berani kamu berkata bahwa aku suamimu, aku tidak akan segan membuat kamu tersiksa di sini!”
Tutup mulut seketika Lavendra pada saat itu. Ia tidak tahu kalau Daza bisa melakukan kekerasan fisik kepadanya juga. Bahkan tidak diduga sama sekali. Rasanya Lavendra mau menghilang saja setelah menerima tamparan barusan di pipinya itu.
Daza beranjak pergi meninggalkannya. Naik ke lantai 2 menuju ke kamarnya. Sementara itu, Lavendra masih tertunduk merasa takut. Tak disangka bahwa Daza adalah orang dengan sikap sekasar ini. benar-benar tidak ia duga sama sekali.
“KENAPA KAMU MASUK KAMARKU!!” teriak Daza.
Sontak Lavendra langsung membalikkan badan, dan matanya tertuju pada sebuah pintu yang menunjukkan kamar yang sempat ia masuki. Dari dalam sana, terlempar tas, baju, serta seluruh make up miliknya dengan sangat cepat. Terburu-buru Lavendra langsung menuju ke kamar tersebut. Ia merasa makin deg-degan sekali.
Baru saja sampai di lantai 2, ia melihat Daza dengan wajah yang dingin menatap kepada dirinya. Berjalan menuju ke arahnya, Daza bahkan dengan tega menginjak seluruh barang milik Lavendra yang ada di lantai. Berhenti tepat di depan Lavendra, tangannya menarik dagu Lavendra.
“Aku tak bilang kamu boleh masuk ke kamarku. Bahkan berani-beraninya kamu menaruh semuah barangmu? Pindah ke bawah! Di bawah tangga sana ada kamar. Tidur di sana! Siapa kamu berani tidur satu kamar denganku!” perintahnya sambil menepiskan wajah Lavendra.
BrAKHH. Daza membanting dengan keras pintu kamarnya sendiri. Benar-benar pilu sekali nasib Lavendra yang baru saja menikah ini. Lavendra hanya bisa bungkam. Segera ia memungut sedikit demi sedikit barangnya, dan membawanya ke tempat yang dikatakan oleh Daza.
Bukan kamar yang dilihat oleh dirinya ini. Melainkan sebuah gudang kecil yang kebetulan ada kasur di dalamnya. Tidak banyak protes dirinya. Lavendra tetap meletakkan semua barangnya di sana. Ia juga masih sempat membersihkan semuanya supaya dirinya bisa tidur dengan nyaman nantinya.
Hari mulai sore, Lavendra menghentikan aktivitasnya. Ia keluar dari sana, hendak memasak untuk makan malam. Tapi, saat ia keluar, Lavendra sudah mendapati bahwa ada Daza, juga dengan Lora yang sedang duduk merangkul di ruang tamu sambil menonton tv. Membeku mendadak tubuhnya saat melihat pemandangan tersebut.
Dua orang tersebut sedang tertawa kecil sambil menunjuk ke arah layar lebar yang sedang menyala. Namun, Lora yang sempat melirik, menyadari keberadaannya yang muncul. Dengan segera ia mengecup bibir Daza, seolah menunjukkan kepada dirinya bahwa Daza adalah miliknya.
‘Tahan…, tahan Lavendra, bersikaplah sewajarnya,’ batinnya.
Ia pasang senyum dengan lebar, dan berusaha mengabaikan jantungnya yang berdegup kencang, “Aku mau buat makan malam, kalian mau dibuatkan sekalian?” tawar Lavendra.
Mereka berdua menoleh melihat ke arah dari Lavendra dengan wajah yang dingin dan juga sangat kosong sekali. Sesekali mereka berdua bertukar pandang, lalu kembali melihat ke arah Lavendra dengan wajah yang masih tanpa ekspresi.
“Awas kalau tidak enak. Akan kulempar kamu keluar!” gertak dari Daza.
“Hahaha, enak ya, jadi ada babu di rumah ini,” sambung dari Lora.
Lavendra hanya bisa mengelus dada mendengar apa yang dikatakan dua orang tersebut. Sabar.., pernikahan ini bahkan belum lewat seminggu, tidak lucu kalau sampai pernikahan ini berakhir begitu saja. Lavendra mencoba menghargai kakek yang membujuknya dengan sangag baik.
Akhirnya dirinya memasak. Setelah selesai, ia memanggil dua orang itu dan mengajaknya makan. Mereka seolah sengaja duduk lebih jauh di meja makan dari tempat Lavendra duduk. Dimakannya masakan dari Lavendra tersebut.
“Cuih!!” Belum apa-apa, Lora sudah melepehkan makanan tersebut ke lantai, “Gila ya?! Ini mah bukan makanan! Ini sampah!” pekik dari Lora. Dia kemudian menoleh ke arah Daza, “Kamu jan-“
Tampak Daza sudah duluan melahap masakan dari Lavendra. Dua wanita tersebut tampak terdiam. Daza belum memperlihatkan reaksi seperti Lora yang sudah duluan marah-marah seperti tadi.
“Mmmm, enak kok,” ucap Daza.
Mendengar ucapan dari Daza, sontak membuat Lora terbakal api cemburu. Ia benar-benar tidak terima bahwa baru saja Daza memuji masakan milik Lavendra dengan suara yang tidak tinggi seperti sebelum-sebelumnya. Lora dengan cepat mencoba menepiskan piring berisi makanan yang ada di depan Daza.GRABBB. Tangan Lora langsung ditahan oleh Daza, sebelum sempat memegang piringnya tersebut. Lavendra tidak tahu harus memberikan respon seperti apa lagi. Jadi dia hanya diam dan menonton, sembari sedikit demi sedikit memakan makanan yang telah ia buat.Lora melihat ke arah dari Daza dengan wajah yang pastinya kaget sekali, “Apa yan-““Berani kamu mengusik makananku, kamu yang aku lempar keluar!” gertak Daza.Lora langsung ciut di kala tersebut. Dia langsung duduk kalem dan tidak berani berbicara apa-apa. Dia benar-benar kalah dan tentunya sudah tidak bisa menang lagi. Lavendra yang tidak tahan melihat kejadian barusan, tanpa sengaja hampir menertawakannya.“Pffftt,” tawanya nyaris keluar.Sadar akan
Namun, wajah tersebut hanya bertahan sementara saja. Karena, mendadak ekspresinya berubah dengan segera, setelah melihat keberadaan Lavendra, yang duduk di sebelah Daza sambil makan. Wajahnya langsung masam. Dia mendekat dengan emosi yang sangat terasa jelas.Ditariknya tangan Lavendra yang sedang memakan ayam tersebut, kemudian sebelah tangannya melayangkan tamparan yang cukup membuat dirinya ini sedikit kaget. PLAKHHH.“Wanita murahan! Sebaiknya kamu jangan berani datang ke kantor Daza! Kamu seharusnya di rumah saja! Dasar wanita tidak tahu malu!” teriaknyaKaget dengan tamparan tersebut, Lavendra hanya bisa terdiam. Dia bahkan tidak berani mengangkat kepalanya sendiri karena merasa sangat dan amat kaget sekali di kala tersebut. Lora yang masih belum puas dengan tindakannya tersebut, kemudian melempar semua makanan yang telah Lavendra letakkan di atas meja.Klontangg. Planggg. Semuanya berserakan di ruangan Daza. Daza yang tadinya kelihatan sedang makan tanpa gangguan, nampak diam.
Lavedra langsung bangun dari duduknya. Tentu saja dia kaget. Wajahnya langsung menoleh ke arah darimana air tersebut datang. Tidak lain dan tidak bukan, adalah Lora sendiri. Wanita itu masih membekali dirinya dengan amarah yang sangat besar.“Apa?! Berani kamu menatapku sekarang hah?!” pekiknya dengan sangat kasar.Lavendra hanya bisa menggigit ujung bibirnya sendiri. Serak rasa tenggorokannya seketika. Wanita ini tidak ada habisnya sama sekali. Kalau masih ada Daza, Lavendra masih bisa menahan diri, tapi, sekarang tidak sama sekali. Rasanya benar-benar sesak sekali.“Kamu hanya istri formalitas saja! Sebaiknya kamu sadar diri! Jangan datang ke sini dan jangan dekat-dekat dengan Daza lagi! Atau kamu terima akibatnya? Aku bisa membuatmu malu sekali,” ancam dari Lora.Dengan mengepalkan tangan mencoba menahan emosinya tersebut, Lavendra menelan amarahnya bulat-bulat. Dia mencoba untuk tidak meledak sekarang ini“Lalu kamu apa? Memangnya kamu tidak malu masih menjadi pacar dari suami ora
Meski mereka mengatakan itu pada Lavendra, rasa bersalah dalam dirinya seolah tumbuh dan membuatnya merasa tidak enak. Ketika Daza sampai nantinya, tatapan tajam dan benci past akan langsung mengarah kepadanya, dan juga menunjukkan seberapa tidak senang dia. Lavendra duduk di meja makan dengan pakaian milik iparnya. Ia termenung dan terus menunduk. Memikirkan bagaimana amarah dari Daza yang akan meluap setelah pertemuan ini, akan membuat Lavendra makin sulit memikat suaminya tersebut. “Kenapa mendadak memintaku datang sih, kali-“ Daza yang terdengar baru masuk dan sudah marah-marah, ditambah dengan hentakan kakinya, membuat Lavendra berdegup kencang sampai mau copot rasanya dari tempatnya. Dan ketika sudah sampai di meja makan, Daza yang mendapati ada dirinya di sana langsung berhenti bicara. Diliriknya sedikit sang suami yang ada di depannya, benar saja. Wajah ketus serta tidak senang benar-benar mengarah kepada dirinya seorang. Makin tidak berani Lavendra menaikkan kepala untuk
Pertemuan itu benar-benar berakhir mengerikan bagi Lavendra. Karena, pada akhirnya dirinya harus pulang mengikuti Daza yang ada di depannya. Rasa takutnya seolah membuatnya makin lama makin tidak terkendali. Daza pasti tambah membencinya kalau seperti ini terus. Saat terus mengikuti langkah Daza, mendadak saja pria tersebut berhenti dan membuat Lavendra tidak sengaja menabraknya, BRUKHHH, untung saja tidak sampai terjatuh. Daza menoleh ke arahnya dengan wajah yang sudah merah memarah. Makin ciut tentunya Lavendra diberikan tatapn begitu. Bukan pilihannya untuk mengadu, namun, ini karena secara tidak sengaja Diana sempat memergokinya, makanya semuanya jadi sangat runyam begini. Apa yang harus dirinya lakukan supaya suaminya ini tidak marah seperti ini? “Dasar murahan! Bisa-bisanya kamu mengadu dan membuatku jadi begini!” ucapnya dengan penuh kemarahan. Daza kembali melihat kedepan, dan berjalan meninggalkannya, “Pulang sendiri! Tidak sudi aku pulang denganmu!” kesalnya. “Kalau kamu
Karena hari ini adalah hari libur, Lavendra mencoba untuk produktif, meski sebenarnya ia tahu akan sedikit sulit mendekati Daza karena pastinya hari ini Lora juga akan berada di rumah yang sama, Lavendra mencoba untuk abai. Ia membersihkan seluruh rumah menggunakan kedua tangannya, dan tidak membiarkan sedikit noda pun tertinggal.Ia juga sedikit memasak untuk dirinya sendiri. Lavendra hanya membuatkan roti panggang untuk dua orang yang pasti akan bangun siang dan hanya akan membuatnya seperti orang bodoh. Pekerjaan rumah yang paling Lavendra sukai, ialah merapikan pakaian.Meski hanya pakaiannya, saja, ia merasa sudah cukup senang. Karena ia bisa sambil mendengarkan lagu melakukannya. Hari menjelang siang dan Daza akhirnya bangun, setelah terdengar pintunya tersebut terbuka. Lavendra yang melihat ke arah tangga, melihat Daza turun dari sana.“Hei, sarapan hari ini apa?” tanya Daza yang masih mengantuk.“Roti panggang coklat,” jawab Lavendra.Daza yang baru saja turun tersebut, berhen
Lora yang biasanya marah dan juga bisa meledak serta melakukan apa pun kepada dirinya ini, mendadak ciut. Bola matanya gemetar saat melihat wajahnya yang benar-benar marah. Lora sampai mundur ketika melihat bahwa Lavendra melangkahkan kaki ke depan mendekatinya.Daza yang baru pertama kali melihat Lavendra meledak tersebut juga sontak terdiam. Dia mulai bangun dari duduknya dan mencoba untuk menjauhkan Lora dari pandangan Lavendra. Daza memasang badan untuk melindungi wanita yang dia sayangi tersebut.“Hentikan. Kamu tidak sopan sekali!” tegas Daza.Seperti baru saja kerasukan, Lavendra seolah tutup telinga mendengar apa yang dikatakan oleh Daza tersebut. Kalau ia bisa meraih Lora sekarang, ia akan meraih dan mencabiknya. Bagaimana ia tidak marah, nyaris setengah rambut panjang yang ia rawat sepenuh hati tersebut hilang mendadak di tangan wanita gila itu.Entah tenaga darimana yang ia dapatkan tersebut, Lavendra mendorong Daza hingga ia terjatuh, bahkan menabrak meja yang ada di sebel
Daza akhirnya mau tidak mau harus menurut kepada sang kakek. Tampaknya amarah sang kakek yang sudah mulai tua ini benar-benar tidak terbendung sama sekali. Dan sekarang, tampaknya Daza akan kehilangan banyak hal gara-gara wanita bernama Lavendra itu!“Kamu ke kamar saja,” pinta Daza dengan suara pelan, meminta Lora untuk pergi.“TIDAK! Biarkan wanita itu di sini!” tegas sang kakek melarangnya.Lora yang tadinya hendak beranjak langsung berhenti. Ia hanya bisa menunduk tidak berani menatap wajah mereka yang ada di depannya. Baginya, keluarga Daza adalah keluarga yang sangat menyeramkan. Rasanya seperti mencoba mengadu nasib berhadapan dengan mereka.Mereka berempat berhadapan, tetapi Lora tidak duduk sama sekali. Ia merasa sangat malu dan takut berada di dekat dua orang yang memiliki kuasa yang sangat besar tersebut. Mereka terlalu mneyeramkan kalau dihadapi secara langsung.Akhirnya Daza duduk bersama mereka, dan mencoba tegak melihat sang kakek dan papanya yang memasang wajah muram k