“Ingat ya, kita hanya menikah sampai warisan kakekku jatuh ke tanganku! Setelah itu, kita sudahi pernikahan ini, dan kamu jangan pernah muncul di hadapanku!” tegas Daza, suami Lavendra yang baru saja diresmikan kurang dari 2 jam yang lalu.
Tatapan melekik tajam tersebut benar-benar membuat Lavendra tidak senang. Meski dirinya tahu kalau pernikahan ini adalah permintaan terakhir dari kakek Daza, supaya warisan tersebut bisa diserahkan kepada Daza. Rasanya menyedihkan sekali. Impian untuk menikah dengan bahagia hanya angan-angan saja saat ini.
Dirinya tidak menjawab, dan itu membuat Daza merasa geram. Dia segera menarik dagu Lavendra dan membuatnya menatap mata Daza yang sangat menyeramkan itu.
“Jawab! Dan aku tegaskan padamu, jangan pernah sedikit pun menyentuhku! Karena aku tidak akan sudi sama sekali!” tegasnya.
Langsung dihempaskannya wajah Lavendra tersebut. Termenung dirinya saat tahu bahwa ini semua hanya lah sandiwara belaka. Padahal, keluarga Daza cukup menyukai dirinya, dan juga membuat dirinya yakin bahwa Daza mungkin bisa menerimanya kedepannya.
“Aku anggap iya,” ucap Daza.
Pria tersebut beranjak dari tempatnya, dan menuju ke pintu masuk. Lavendra mendengar ada suara bel rumah yang ditekan dari luar. Dirinya melirik ke arah sana. Siapa yang datang bahkan di saat seharusnya sekarang adalah malam pertama mereka sebagai pengantin?
Begitu pintu dibuka, muncul seorang wanita dengan perawakan cukup seksi dan juga sangat cantik sekali. Dilihat dari penampilan saja, Lavedra sudah kalah jauh sekali. Wanita itu masuk dengan senyum lebar, langsung memeluk dan mengecup pipi Daza.
“Sayang…., apa kabar?” sapanya.
Deg. Apa? Sayang? Lavendra tidak salah dengar? Ia segera menaikkan kepala dan melihat ke arah wanita tersebut. Dua orang tersebut juga melihat ke arahnya. Wanita itu justru kelihatan senang Lavendra melihat mereka. Dia, sekali lagi mengecup wajah sang pria yang kini suaminya.
Gemetar tangan Lavendra saat melihatnya. Ia sama sekali tidak tahu kalau ternyata Daza sudah memiliki pacar. Bahkan keluarga Daza sendiri mengatakan bahwa Daza itu single dari lama, makanya Lavendra mau menerimanya! Bagaimana ini…, dirinya benar-benar gemetar.
Wanita itu mendekat ke arah Lavendra. Dia menatap dirinya dengan sangat angkuh sembari memberikan senyuman kemenangan.
“Dengar ya, jangan kamu anggap dirimu di sini sebagai seorang istri! Kamu dinikahi hanya karena syarat dari kakek Daza. Jangan berani-berani kamu menyetuh, apalagi sampai tidur dengannya. Aku bisa membunuhmu kalau kamu berani melakukannya,” peringat wanita tersebut.
Entah kenapa, rasanya gemetar mendengar ucapan barusan. Lavendra sadar, mereka pasti benar-benar mengincar warisan yang bernilai cukup besar tersebut, sampai-sampai si wanita ini rela Daza menikah dengan dirinya. Harga diri Lavendra hancur.
“Oh, satu lagi, aku Lora. Aku akan menggantikanmu, setelah nantinya warisan itu jatuh di tangan Daza,” sambungnya.
Wanita yang bernama Lora tersebut segera berbalik badan dan menghampiri Daza. Mereka keluar, menghilang dari balik pintu tersebut. Rasanya angan-angan bahwa dirinya akan menjadi satu-satunya wanita yang berharga sudah hilang sekejap mata.
Akal sehat Lavendra tidak bisa menerimanya. Rasanya masih seperti mimpi yang tidak seharusnya datang di hari ini. kenyataan ini menampar akal sehatnya. Runtuh sudah.
Lavendra bersimpuh tak bisa menahan kakinya. Ia menangis tersedu, dadanya terasa sesak dan juga pandangannya terasa hancur. Bahkan. Lavendra berteriak sekencang yang ia bisa di dalam rumah milik Daza ini. Ia benar-benar hancur.
“Kenapa!! Kenapa aku harus mendapatkan semua ini! Aku tidak pernah berbuat salah ya Tuhan!! Cobaan macam apa yang kamu berikan kepadaku yang sudah menurut kepadamu selama ini!” teriak Lavendra.
Apa dirinya jahat selama ini? Apa dirinya kurang berbagi? Apa dirinya kurang berbakti? Lalu kenapa Tuhan seolah tutup mata sehingga memberikannya pernikahan yang jauh dari kata bahagia? Rasanya…, Lavendra seperti menjadi istri simpanan.
Malam tersebut terasa kalbu. Lavendra hanya bisa menangis di atas sofa sambil beberapa kali menyesali keputusannya menerima Daza. Pria yang datang dengan tulus kepada orang tuanya, kini malah menjadi pisau bermata dua bagi dirinya. Dia bukan pelindung, melainkan penghancur.
‘Bagaimana kalau ayah dan ibu tahu anaknya hanya dipermainkan seperti ini? padahal mereka sangat bahagia saat melepaskanku untuk menikah,’ batin dari Lavendra.
Hingga ia tidak sadar, sampai tertidur di atas sofa dengan mata sembab dan juga baju yang belum ia ganti. Ia terlalu sakit hati untuk menggerakkan tubuhnya menuju kamar atau pun untuk sekedar mandi sekali pun. Dunianya sudah tidak sama lagi.
Esok harinya, dengan wajah yang masih sembab, Lavendra mendnegar suara pintu bel rumah yang berbunyi. Segera dirinya bangun dan menuju ke arah pintu. Berkali-kali bel berbunyi, membuat Lavendra terburu-buru dan secara tak sengaja langsung membuka pintu.
Betapa terkejut dirinya, saat di depan matanya, Lavendra melihat papa Daza juga dengan sang kakek Daza! Wajahnya yang masih kucel belum sempat ke kamar mandi ini dilihat oleh mertuanya yang datang mengunjunginya.
“Lavendra…, dimana Daza?” tanya papa.
“Anu.., anu.., itu pa…,” gugup dan juga bingung Lavendra. Ia tidak tahu bagaimana caranya menjawab apa yang ditanyakan oleh sang papa mertua.
Helaan napas masih terdengar sangat ringan sekali dari sang kakek. Dia masuk, lalu mengajak Lavendra sambil memegang pundak Lavendra. Tentu saja dirinya bingung. Mereka menuju ke ruang tamu. Rasanya mau menyiapkan sedikit minuman saja Lavendra tidak bisa sama sekali saat ini.
“Daza pergi bersama wanita lagi?” tanya kakek.
Terkejut dirinya mendengar apa yang dikatakan oleh kakek. Bola matanya sudah bergetar. Pikirannya sudah campur aduk. Jangan-jangan…, mereka juga tahu? Tapi walau mereka tahu, kenapa mereka tetap menikahkan dirinya dengan Daza?
Meski sebenarnya Lavendra bisa saja berbohong demi menjaga martabat suaminya, Lavendra merasa itu tidak perlu sama sekali. Karena tampaknya, mereka sendiri sudah tahu kalau Daza memiliki wanita lain. Jadi, Lavendra menganggukkan kepalanya.
Kekecewaan oleh dua pria paruh baya terlihat jelas di wajahnya. Namun, kakek dibumbui dengan kemarahan yang sangat kuat sekali. Sekarang, dia benar-benar kelihatan seperti orang yang tidak biasa.
“Anak itu…, bisa-bisanya dia setuju menikah dan malah masih berhubungan dengan wanita murahan itu! Andai tahu begini, kakek pasti tidak akan membiarkan kamu menikah dengan Daza!” tegas sang kakek.
Hati Lavendra yang sempat terasa sakit dan hancur mendadak terasa sangat ringan sekali. Ada seseorang yang seolah berada di pihaknya untuk saat ini. penyesalan ini sudah terlalu besar sekali untuk bisa dikembalikan. Suasana jadi hening kembali karena hal itu.
Kakek melihat ke arah Lavendra, tatapannya yang meyakinkan hendak memberitahukan sesuatu kepada dirinya. Lavendra yang setelah mendengar kalimat tersebut merasa kaget, juga sebenarnya tidak tahu apa yang ada dalam pikiran kakek sampai bisa mengatakan hal itu kepada dirinya.
“Lavendra, besok, kamu datang ke perusahaan. Bekerjalah di sana. Kakek ingin lihat, seberapa gigih dia mau warisan itu.”
Lavendra tidak bisa menyetujui begitu saja apa yang dikatakan oleh sang kakek. Memang apa untungnya dirinya masuk ke sana? Malahan, yang ada Lavendra mungkin akan dibuat makin tidak nyaman dengan perilaku dari Daza yang tidak senang dirinya berada di sekitarnya.Lavendra dengan segera menggelengkan kepala, tidak bisa menyetujui apa yang dikatakan olehnya, “Maaf kek, tapi, aku tidak mau mengacaukan perusahaan hanya karena itu.”Kakek seolah tidak menerima penolakan dari Lavendra yang sudah berusaha secara halus berkata kepadanya. Dia malah benar-benar tidak senang kalau apa yang barusan dikatakan olehnya itu terungkap begitu saja. Lavendra makin takut mengangkat kepalanya.“Ini perintah! Kalau kamu mengacau, tidak apa, kakek tidak akan menyalahkanmu. Kakek yang akan bertanggungjawab atas semua yang terjadi oleh kamu dan padamu nantinya!” tegasnya.Benar-benar tertekan. Lavendra hanya bisa memegang tangannya sendiri untuk bisa lebih kuat menghadapi ini semua. Mau tidak mau, Lavendra men
Mendengar ucapan dari Daza, sontak membuat Lora terbakal api cemburu. Ia benar-benar tidak terima bahwa baru saja Daza memuji masakan milik Lavendra dengan suara yang tidak tinggi seperti sebelum-sebelumnya. Lora dengan cepat mencoba menepiskan piring berisi makanan yang ada di depan Daza.GRABBB. Tangan Lora langsung ditahan oleh Daza, sebelum sempat memegang piringnya tersebut. Lavendra tidak tahu harus memberikan respon seperti apa lagi. Jadi dia hanya diam dan menonton, sembari sedikit demi sedikit memakan makanan yang telah ia buat.Lora melihat ke arah dari Daza dengan wajah yang pastinya kaget sekali, “Apa yan-““Berani kamu mengusik makananku, kamu yang aku lempar keluar!” gertak Daza.Lora langsung ciut di kala tersebut. Dia langsung duduk kalem dan tidak berani berbicara apa-apa. Dia benar-benar kalah dan tentunya sudah tidak bisa menang lagi. Lavendra yang tidak tahan melihat kejadian barusan, tanpa sengaja hampir menertawakannya.“Pffftt,” tawanya nyaris keluar.Sadar akan
Namun, wajah tersebut hanya bertahan sementara saja. Karena, mendadak ekspresinya berubah dengan segera, setelah melihat keberadaan Lavendra, yang duduk di sebelah Daza sambil makan. Wajahnya langsung masam. Dia mendekat dengan emosi yang sangat terasa jelas.Ditariknya tangan Lavendra yang sedang memakan ayam tersebut, kemudian sebelah tangannya melayangkan tamparan yang cukup membuat dirinya ini sedikit kaget. PLAKHHH.“Wanita murahan! Sebaiknya kamu jangan berani datang ke kantor Daza! Kamu seharusnya di rumah saja! Dasar wanita tidak tahu malu!” teriaknyaKaget dengan tamparan tersebut, Lavendra hanya bisa terdiam. Dia bahkan tidak berani mengangkat kepalanya sendiri karena merasa sangat dan amat kaget sekali di kala tersebut. Lora yang masih belum puas dengan tindakannya tersebut, kemudian melempar semua makanan yang telah Lavendra letakkan di atas meja.Klontangg. Planggg. Semuanya berserakan di ruangan Daza. Daza yang tadinya kelihatan sedang makan tanpa gangguan, nampak diam.
Lavedra langsung bangun dari duduknya. Tentu saja dia kaget. Wajahnya langsung menoleh ke arah darimana air tersebut datang. Tidak lain dan tidak bukan, adalah Lora sendiri. Wanita itu masih membekali dirinya dengan amarah yang sangat besar.“Apa?! Berani kamu menatapku sekarang hah?!” pekiknya dengan sangat kasar.Lavendra hanya bisa menggigit ujung bibirnya sendiri. Serak rasa tenggorokannya seketika. Wanita ini tidak ada habisnya sama sekali. Kalau masih ada Daza, Lavendra masih bisa menahan diri, tapi, sekarang tidak sama sekali. Rasanya benar-benar sesak sekali.“Kamu hanya istri formalitas saja! Sebaiknya kamu sadar diri! Jangan datang ke sini dan jangan dekat-dekat dengan Daza lagi! Atau kamu terima akibatnya? Aku bisa membuatmu malu sekali,” ancam dari Lora.Dengan mengepalkan tangan mencoba menahan emosinya tersebut, Lavendra menelan amarahnya bulat-bulat. Dia mencoba untuk tidak meledak sekarang ini“Lalu kamu apa? Memangnya kamu tidak malu masih menjadi pacar dari suami ora
Meski mereka mengatakan itu pada Lavendra, rasa bersalah dalam dirinya seolah tumbuh dan membuatnya merasa tidak enak. Ketika Daza sampai nantinya, tatapan tajam dan benci past akan langsung mengarah kepadanya, dan juga menunjukkan seberapa tidak senang dia. Lavendra duduk di meja makan dengan pakaian milik iparnya. Ia termenung dan terus menunduk. Memikirkan bagaimana amarah dari Daza yang akan meluap setelah pertemuan ini, akan membuat Lavendra makin sulit memikat suaminya tersebut. “Kenapa mendadak memintaku datang sih, kali-“ Daza yang terdengar baru masuk dan sudah marah-marah, ditambah dengan hentakan kakinya, membuat Lavendra berdegup kencang sampai mau copot rasanya dari tempatnya. Dan ketika sudah sampai di meja makan, Daza yang mendapati ada dirinya di sana langsung berhenti bicara. Diliriknya sedikit sang suami yang ada di depannya, benar saja. Wajah ketus serta tidak senang benar-benar mengarah kepada dirinya seorang. Makin tidak berani Lavendra menaikkan kepala untuk
Pertemuan itu benar-benar berakhir mengerikan bagi Lavendra. Karena, pada akhirnya dirinya harus pulang mengikuti Daza yang ada di depannya. Rasa takutnya seolah membuatnya makin lama makin tidak terkendali. Daza pasti tambah membencinya kalau seperti ini terus. Saat terus mengikuti langkah Daza, mendadak saja pria tersebut berhenti dan membuat Lavendra tidak sengaja menabraknya, BRUKHHH, untung saja tidak sampai terjatuh. Daza menoleh ke arahnya dengan wajah yang sudah merah memarah. Makin ciut tentunya Lavendra diberikan tatapn begitu. Bukan pilihannya untuk mengadu, namun, ini karena secara tidak sengaja Diana sempat memergokinya, makanya semuanya jadi sangat runyam begini. Apa yang harus dirinya lakukan supaya suaminya ini tidak marah seperti ini? “Dasar murahan! Bisa-bisanya kamu mengadu dan membuatku jadi begini!” ucapnya dengan penuh kemarahan. Daza kembali melihat kedepan, dan berjalan meninggalkannya, “Pulang sendiri! Tidak sudi aku pulang denganmu!” kesalnya. “Kalau kamu
Karena hari ini adalah hari libur, Lavendra mencoba untuk produktif, meski sebenarnya ia tahu akan sedikit sulit mendekati Daza karena pastinya hari ini Lora juga akan berada di rumah yang sama, Lavendra mencoba untuk abai. Ia membersihkan seluruh rumah menggunakan kedua tangannya, dan tidak membiarkan sedikit noda pun tertinggal.Ia juga sedikit memasak untuk dirinya sendiri. Lavendra hanya membuatkan roti panggang untuk dua orang yang pasti akan bangun siang dan hanya akan membuatnya seperti orang bodoh. Pekerjaan rumah yang paling Lavendra sukai, ialah merapikan pakaian.Meski hanya pakaiannya, saja, ia merasa sudah cukup senang. Karena ia bisa sambil mendengarkan lagu melakukannya. Hari menjelang siang dan Daza akhirnya bangun, setelah terdengar pintunya tersebut terbuka. Lavendra yang melihat ke arah tangga, melihat Daza turun dari sana.“Hei, sarapan hari ini apa?” tanya Daza yang masih mengantuk.“Roti panggang coklat,” jawab Lavendra.Daza yang baru saja turun tersebut, berhen
Lora yang biasanya marah dan juga bisa meledak serta melakukan apa pun kepada dirinya ini, mendadak ciut. Bola matanya gemetar saat melihat wajahnya yang benar-benar marah. Lora sampai mundur ketika melihat bahwa Lavendra melangkahkan kaki ke depan mendekatinya.Daza yang baru pertama kali melihat Lavendra meledak tersebut juga sontak terdiam. Dia mulai bangun dari duduknya dan mencoba untuk menjauhkan Lora dari pandangan Lavendra. Daza memasang badan untuk melindungi wanita yang dia sayangi tersebut.“Hentikan. Kamu tidak sopan sekali!” tegas Daza.Seperti baru saja kerasukan, Lavendra seolah tutup telinga mendengar apa yang dikatakan oleh Daza tersebut. Kalau ia bisa meraih Lora sekarang, ia akan meraih dan mencabiknya. Bagaimana ia tidak marah, nyaris setengah rambut panjang yang ia rawat sepenuh hati tersebut hilang mendadak di tangan wanita gila itu.Entah tenaga darimana yang ia dapatkan tersebut, Lavendra mendorong Daza hingga ia terjatuh, bahkan menabrak meja yang ada di sebel