Pertemuan itu benar-benar berakhir mengerikan bagi Lavendra. Karena, pada akhirnya dirinya harus pulang mengikuti Daza yang ada di depannya. Rasa takutnya seolah membuatnya makin lama makin tidak terkendali. Daza pasti tambah membencinya kalau seperti ini terus.
Saat terus mengikuti langkah Daza, mendadak saja pria tersebut berhenti dan membuat Lavendra tidak sengaja menabraknya, BRUKHHH, untung saja tidak sampai terjatuh. Daza menoleh ke arahnya dengan wajah yang sudah merah memarah.Makin ciut tentunya Lavendra diberikan tatapn begitu. Bukan pilihannya untuk mengadu, namun, ini karena secara tidak sengaja Diana sempat memergokinya, makanya semuanya jadi sangat runyam begini. Apa yang harus dirinya lakukan supaya suaminya ini tidak marah seperti ini?“Dasar murahan! Bisa-bisanya kamu mengadu dan membuatku jadi begini!” ucapnya dengan penuh kemarahan. Daza kembali melihat kedepan, dan berjalan meninggalkannya, “Pulang sendiri! Tidak sudi aku pulang denganmu!” kesalnya.“Kalau kamu pulang sendiri, rumah itu akan kujual!”Daza dan Lavendra menoleh ke belakang, mereka menemukan bahwa di sana berdiri sang kakek denga tongkatnya, didampingi oleh papa mertua yang juga menatap tajam ke arah Daza. Mereka membela Lavendra dan membuat Daza terpojok.Berdesis kesal langsung setelah mendengar ucapan dari kakeknya tersebut. Mau tidak mau, akhirnya Daza pulang mengajak Lavendra yang duduk di sebelahnya. Suasana benar-benar tidak enak. Padahal baru saja Lavendra membuat suasana sangat nyaman dan membuat Daza mau sedikit membuka mata akan keberadaannya.Ternyata keberadaan wanita bernama Lora itu benar-benar membuat semuanya seperti roda yang dijungkirbalikkan berkali-kali. Dan tampaknya, perjuangan Lavendra akan makin sulit karena harus membasmi wanita itu sebelum bisa membuat Daza mau membuka hati padanya.Saat sampai di rumah, Daza sudah buru-buru masuk ke dalam meninggalkannya di belakang. Lavendra tidak mencoba untuk mengekor kepadanya. Karena ia sudah tahu, pemandangan pertama yang akan ia lihat hanya akan membuatnya makin sakit hati.Dan benar saja. Ketika pintu terbuka, ia melihat wanita tersebut sudah memeluk erat Daza, dan juga mereka sedang melakukan adegan panas di depan pintu masuk. Rasa sakit hatinya sampai bisa terasa berbunyi kalau melihat adegan ini. Daza benar-benar menganggapnya tidak ada.Buru-buru Lavendra melewati mereka, dan menuju kamar gudang yang memang dari awal sudah ia tinggali, namun, langkahnya terhenti karena ia merasa bahwa ia lah yang dipanggil.“Mau kemana? Kamu tidak mau siapkan makan malam untuk kami?” tanya Lora.Lavendra sudah menghentikan langkah kakinya. Debaran jantungnya membuat ia kehilangan banyak tenaga karena merasa lemas akan adegan tadi. Ia mencoba mengatur napas untuk menghadapi wanita itu. Berbalik badan Lavendra melihat mereka, berusaha setenang mungkin, ia memberikan jawaban yang diinginkan.“Maaf sebelumnya, aku sudah makan di rumah utama Daza, jadi, aku pikir Daza juga pasti tidak lapar,” sahutnya.Kaget Lora mendengar apa jawaban tersebut. Pandangannya berkali-kali melihat ke arah Lavendra, dan Daza secara bergantian. Lalu Lora datang mendekatinya dan memegang pakaian yang bukan miliknya tersebut.“Kamu datang ke sana? Ini pakaian siapa hah?! Mana mungkin kamu punya uang sampai bisa membeli pakaian ini?!” pekiknya.Merasa sedikit tercekik dengan perilaku dari Lora yang kasar tersebut, ia memegang tangan Lora dan memaksakannya untuk melepas tanganny dari pakaiannya. Memang ini bukan miliknya, tapi kalau rusak, ya dirinya yang harus bertanggungjawab.“Ini milik Diana, memangnya kenapa?!” kesalnya.PLAKHHH. Belum apa-apa, Lora langsung menampar wajahnya. Dirinya merasa makin gemetar mendapatkan perlakuan seperti itu. Saat melihat ke arah Daza, ia melihat pria itu tampak cuek dan membiarkan saja Lora yang barusan menamparnya itu.Ia tak paham. Apa lagi salahnya sampai akhirnya orang ini memilih menamparnya? Apa dia benar-benar berpikir bahwa ia adalah orang yang pantas untuk bisa melakukan hal tersebut?“Dasar rendahan!! Kamu tidak pantas masuk ke sana, karena kamu hanya wanita kampung yang tidak tahu apa-apa! Bahkan levelmu sendiri tidak setara denganku yang seharusnya bisa masuk ke sana dengan mudah!” kesalnya sambil menatap dengan benci kepadanya.Begitu, kah? Lavendra menyentuh ujung bibirnya yang terasa perih. Darah segra mengalir, dan itu terlihat sangat jelas. Rasa takut dan elelah menjadi satu di dalam dirinya. Belum lebih dari seminggu ia menghadapi kekacauan ini, tapi batinnya seperti sudah menghabiskan banyak tenaga untuk bisa mengupayakan pendekatan kepada Daza.PLAKHHH. Sekali lagi, Lora menamparnya di sisi yang berbeda, membuat hati Lavendra merasa remuk. Apalagi, ditambah Daza yang memang sebagai saksi mata memilih untuk diam dan membiarkan begitu saja semua ini terjadi. Ia benar-benar dijadikan keset di sini.“Dengar ya! Jangan pernah sekali pun kamu berani muncul di depan ruangan Daza lagi! Aku tidak akan segan membuatmu kehilangan muka di depan banyak orang!” tegasnya, sambil mengancam perihal yang tadi.Dua sejoli itu langsung meninggalkan Lavendra, naik menuju kamar atas milik Daza. Lavendra hanya bisa menatap dengan penuh kesedihan semata. Bisa menerka apa yang pasti mereka lakukan di sana, membuat Lavendra jadi makin kesal sendiri.Ia marah di dalam kamarnya dan ingin sekali berteriak. Tapi ia tahan sendiri. Ia merasa perlu merenungi pilihannya untuk bisa merebut hati Daza tersebut.‘Padahal, aku istrinya. Kalau dia memang tidak mau, seharusnya jangan datang sambil tersenyum dulu,’ Ia menyesalkan apa yang sudah lewat.Malam itu menjadi malam yang benar-benar sakit baginya. Entah sengaja atau tidak, tetapi, mereka berdua seolah sengaja membuat keributan di atas sana supaya Lavendra bisa mendengarnya. Ia sampai harus membekap kedua telinganya dengan bantal supaya suara itu minim masuknya.Tetapi percuma, rasanya Lavendra sendiri bisa membayangkan, apa yang dua orang itu perbuat. Mambayangkan siapa yang lebih sakit atas hubungan ini, pastinya orang tua Lavendra lah yang paling menderita. Mereka menyerahkannya dengan harapan bisa hidup bahagia, malah jadi seperti ini.‘Tidak! Aku tidak boleh menyerah! Setidaknya aku akan terus mencoba sampai batas kemampuanku!’Segera dirinya menyemangati dirinya sendiri. Ia meyakini bahwa semua bisa dibalikkan, begitu pun dengan perasaan Daza. Kalau Lavendra bisa berusaha lebih keras, ia pasti bisa membuat Daza melihatnya dan tahu akan keberadaannya. Meski mustahil sekali pun. Lavendra akan tetap mencoba.Ia tidak akan menyerah begitu saja. Selama hatinya masih tergerak untuk merubah Daza, ia akan mencoba, meski harus berhadapan dengan wanita bernama Lora yang tidak ada etika.Karena hari ini adalah hari libur, Lavendra mencoba untuk produktif, meski sebenarnya ia tahu akan sedikit sulit mendekati Daza karena pastinya hari ini Lora juga akan berada di rumah yang sama, Lavendra mencoba untuk abai. Ia membersihkan seluruh rumah menggunakan kedua tangannya, dan tidak membiarkan sedikit noda pun tertinggal.Ia juga sedikit memasak untuk dirinya sendiri. Lavendra hanya membuatkan roti panggang untuk dua orang yang pasti akan bangun siang dan hanya akan membuatnya seperti orang bodoh. Pekerjaan rumah yang paling Lavendra sukai, ialah merapikan pakaian.Meski hanya pakaiannya, saja, ia merasa sudah cukup senang. Karena ia bisa sambil mendengarkan lagu melakukannya. Hari menjelang siang dan Daza akhirnya bangun, setelah terdengar pintunya tersebut terbuka. Lavendra yang melihat ke arah tangga, melihat Daza turun dari sana.“Hei, sarapan hari ini apa?” tanya Daza yang masih mengantuk.“Roti panggang coklat,” jawab Lavendra.Daza yang baru saja turun tersebut, berhen
Lora yang biasanya marah dan juga bisa meledak serta melakukan apa pun kepada dirinya ini, mendadak ciut. Bola matanya gemetar saat melihat wajahnya yang benar-benar marah. Lora sampai mundur ketika melihat bahwa Lavendra melangkahkan kaki ke depan mendekatinya.Daza yang baru pertama kali melihat Lavendra meledak tersebut juga sontak terdiam. Dia mulai bangun dari duduknya dan mencoba untuk menjauhkan Lora dari pandangan Lavendra. Daza memasang badan untuk melindungi wanita yang dia sayangi tersebut.“Hentikan. Kamu tidak sopan sekali!” tegas Daza.Seperti baru saja kerasukan, Lavendra seolah tutup telinga mendengar apa yang dikatakan oleh Daza tersebut. Kalau ia bisa meraih Lora sekarang, ia akan meraih dan mencabiknya. Bagaimana ia tidak marah, nyaris setengah rambut panjang yang ia rawat sepenuh hati tersebut hilang mendadak di tangan wanita gila itu.Entah tenaga darimana yang ia dapatkan tersebut, Lavendra mendorong Daza hingga ia terjatuh, bahkan menabrak meja yang ada di sebel
Daza akhirnya mau tidak mau harus menurut kepada sang kakek. Tampaknya amarah sang kakek yang sudah mulai tua ini benar-benar tidak terbendung sama sekali. Dan sekarang, tampaknya Daza akan kehilangan banyak hal gara-gara wanita bernama Lavendra itu!“Kamu ke kamar saja,” pinta Daza dengan suara pelan, meminta Lora untuk pergi.“TIDAK! Biarkan wanita itu di sini!” tegas sang kakek melarangnya.Lora yang tadinya hendak beranjak langsung berhenti. Ia hanya bisa menunduk tidak berani menatap wajah mereka yang ada di depannya. Baginya, keluarga Daza adalah keluarga yang sangat menyeramkan. Rasanya seperti mencoba mengadu nasib berhadapan dengan mereka.Mereka berempat berhadapan, tetapi Lora tidak duduk sama sekali. Ia merasa sangat malu dan takut berada di dekat dua orang yang memiliki kuasa yang sangat besar tersebut. Mereka terlalu mneyeramkan kalau dihadapi secara langsung.Akhirnya Daza duduk bersama mereka, dan mencoba tegak melihat sang kakek dan papanya yang memasang wajah muram k
Daza tidak bisa mnegedipkan mata saat melihat Lavendra di depannya. Ia seolah tidak dapat berkedip melihat bagaimana ada seseorang yang biasanya tampak sangat kalem dan polos, sekarang malah kelihatan seperti orang yang berbeda?‘Benar-benar cantik.’Lavendra yang baru saja pulang tersebut merasa bingung. Daza menatapnya seolah ada yang salah pada dirinya tersebut. Apa cara berpakaiannya aneh? Atau dirinya terlihat berbeda dengan rambut barunya? Aihh, harusnya ia menolak saat Diana mengajaknya mencari pakaian baru. Karena ia jadi kelihatan super aneh sekali.“Ke- Kenapa?” tanya Lavendra merasa gugup.Bukan lagi karena penampilannya. Melainkan karena pasti baru saja terjadi sesuatu yang tidak beres, sampai-sampa Lora keluar rumah dengan wajah kesal. Tadi saat bertemu dengan papa dan kakek juga pasti ada sesuatu yang dibicarakan, pasti tidak baik-baik saja saat ini.Daza bangun dari duduknya, lalu mendekat ke arahnya dengan perlahan. Ia berada di depan dari Lavendra, dan terus menerus m
Lavendra kembali menutup pemberian orang tuanya. Rasanya sedikit lega mendapatkan kabar dari orang tuanya meski sudah jauh. Tenang sekali. Sekarang, di depannya juga ada teman dekatnya, Riko, yang sudah lama sekali tidak bertemu.“Ngomong-ngomong, kenapa sendirian di sini? Kamu kan sudah menikah,” singgung dari Riko.Mendengarnya langsung membuat suasana hati Lavendra kembali memburuk. Padahal baru saja ia merasa senang melihat pemberian berharga tersebut. Tetapi, menyinggung soal itu lagi, membuat Lavendra merasa benar-benar buruk. Ia sedikit galau.Riko meletakkan sebelah tangan di atas meja dengan posisi badan sedikit ke depan, dia seolah menerka dan juga sudah sadar mengenai apa yang terjadi pada Lavendra ini.“Apa suamimu tidak seperti yang kamu pikirkan?” ucapnya sambil terkekeh.Lavendra mengangkat kepala dan melihat Riko yang ada di depannya. Pria ini benar-benar memiliki insting yang kuat dan sangat tepat sekali. Ia bahkan bisa membuat dirinya merasa merinding karena cara men
Dia menggernyitkan dahi sambil sedikit menganga mendengar apa yang dikatakan oleh orang yang ada di depannya ini. benar-benar tidak tahu diri. Rasanya Lavendra bisa sampai tepok jidat mendengar ucapan dari Daza barusan. Daza yang melihat tas yang dibawa oleh Lavendra tersebut, segera merebutnya dengan kasar dan membuat Lavendra terkaget dan rasa tidak percaya setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Daza tadi. “Apa yang kamu lakukan!” balas Lavendra memekik, sambil berusaha merebut kembali tas tersebut. Namun, Daza seolah mencoba menjauhkan benda tersebut dengan tidak membiarkan Lavendra berhasil mengambilnya kembali. Sebenarnya Lavendra merasa sangat kesal sekali. Tapi ia tahan mengingat bahwa orang yang ada di depannya ini adalah suaminya sekarang. Kesal Lavendra, setiap kali ia mencoba merebutnya, Daza pasti akan menjauhkannya. Ia sampai kehilangan imej yang berusaha ia bangun dengan sangat sopan dan juga ramah. “Kembalikan padaku!” pekiknya. “Kenapa? Apa karena ‘PRIA’ itu y
Lavendra tidak memikirkan lagi soal suaminya yang mungkin saja kelaparan atau semacamnya. Dia masih tidak bisa melupakan bagaimana Daza dengan mudahnya meremehkan barang-barang yang ia bawa kemarin. Luka hatinya terus terasa sampai saat ini.Tetapi, masih syukur Lavendra memilih tidak menceritakannya pada siapa-siapa soal bagaimana Daza yang tidak punya hati itu berbicara. Jadi, seharusnya Daza masih merasa tenang, kan?Ketika di kantor pun, Lavendra memilih untuk tidak melakukan pekerjaan yang berkaitan atau terhubung langsung dengan Daza. Guna mengurangi sedikit rasa sakit hatinya, dia berharap bahwa semoga rasa tidak nyaman ini segera mereda.‘Apa aku keterlaluan?’ batinnya yang sedikit bimbang.Ia berada di taman dekat perusahaannya. Pergi ketika jam istirahat membuatnya merasa lega. Dengan membawa kotak bekalnya, Lavendra duduk di sana tanpa merasakan beban yang sama lagi. Setidaknya Lavendra sekarang mencoba meredakan emosinya sendiri.“Kamu tak membawa makanan untukku juga?” ta
Lavendra gemetar menghadapi sang suami yang ada di depannya tersebut. Seluruh akal sehatnya terasa mati dan juga tidak bisa ia kendalikan lagi. Belum hilang sakit hati dengan perkataan Daza yang merendahkan orang tuanya, ia malah mendapati dua orang tersebut sedang melakukan hal yang tidak pantas sama sekali di depan matanya.“Aku-“Lavendra langsung menepis tangan Daza yang hendak memegangnya. Ia masih belum bisa menerima sepenuhnya apa yang dilakukan oleh orang yang ada di depannya tersebut. Semuanya masih terlalu baru untuk bisa ia lupakan begitu saja.“Sebaiknya, kalau kamu mau melakukan sesuatu dengan Lora, jangan pernah melakukan di ruang tamu,” ucap Lavendra.“Kenapa?” Daza tak menangkap maksudnya.Diangkatnya kepalanya untuk melihat ke arah sang suami. Matanya sudah perih menahan air mata dan juga kesedihan mendalam yang sangat ia pendam tersebut.“Ada CCTV di seluruh sudut yang dipasang oleh kakek dan papa,” jawabnya.“APA?!” Daza memegang kedua lengan Lavendra dengan sangat