Lavendra gemetar menghadapi sang suami yang ada di depannya tersebut. Seluruh akal sehatnya terasa mati dan juga tidak bisa ia kendalikan lagi. Belum hilang sakit hati dengan perkataan Daza yang merendahkan orang tuanya, ia malah mendapati dua orang tersebut sedang melakukan hal yang tidak pantas sama sekali di depan matanya.“Aku-“Lavendra langsung menepis tangan Daza yang hendak memegangnya. Ia masih belum bisa menerima sepenuhnya apa yang dilakukan oleh orang yang ada di depannya tersebut. Semuanya masih terlalu baru untuk bisa ia lupakan begitu saja.“Sebaiknya, kalau kamu mau melakukan sesuatu dengan Lora, jangan pernah melakukan di ruang tamu,” ucap Lavendra.“Kenapa?” Daza tak menangkap maksudnya.Diangkatnya kepalanya untuk melihat ke arah sang suami. Matanya sudah perih menahan air mata dan juga kesedihan mendalam yang sangat ia pendam tersebut.“Ada CCTV di seluruh sudut yang dipasang oleh kakek dan papa,” jawabnya.“APA?!” Daza memegang kedua lengan Lavendra dengan sangat
Papa dan kakek seolah saling mengirimkan kode soal bagaimana mereka harus memberikan jawaban kepada Lavendra. Sangat mencurigakan dan membuat dirinya tersebut sedikit tidak nyaman. Jelas sekali ada yang berusaha mereka sembunyikan dari Lavendra.Lavendra hanya bisa memegangi kedua tangannya sendiri di bawah meja. Ia merasakan bahwa suasananya jadi tidak nyaman, dan makin lama membuat dirinya ingin segera pergi saja dari sana. Kemudian, papa melihat ke arahnya, dia tampak mulai akan memberikan jawabannya.“Nak, apa kamu pernah menanyakan ke ayahmu, kenapa kami bisa dekat?” tanya papa kepadanya.Lavendra menggelengkan kepala. Yang ia tahu hanya lah bahwa papa adalah teman dekat ayah semasa kuliah dulu. Lavendra tidak ada niatan untuk menanyakan lebih lanjut soal hubungan mereka yang seperti apa. Makanya Lavendra tidak tahu banyak.“Dulu, kalau bukan karena ayahmu, papa pasti sudah bangkrut,” ujarnya.Sedikit kaget Lavendra mendengarnya. Bahkan kedua alisnya mengkerut setelah mendengar a
Lavendra merasa sedikit kecewa dengan bagaimana Daza yang bahkan tida mengabarinya kalau tidak mau datang. Sebegitu tidak maunya dia menemui Lavendra, sampai dia melakukan hal ini kepadanya. Benar-benar menyebalkan. Namun, apa yang bisa dilakukan olehnya hanya duduk merenunginya saja.Baru saja Lavendra bangun dari duduknya, hendak memilih pergi meninggalkan kursinya tersebut, ia dibuat kaget oleh seseorang yang mendadak berdiri di belakangnya. Tepat saat Lavendra baru saja memutar badan, ia langsung bertemu dengan seseorang yang sama sekali tidak ia duga sedikit pun.“Kenapa kamu di sini?” tanya Lora, dengan ketus sambil menyilangkan tangannya.Lavendra langsung menghela napas saat melihat seseorang yang di belakangnya. Wanita ini benar-benar tidak punya hatu nurani sekali bertanya kepada dirinya ini.“Huhhh, bukan urusanmu,” jawab Lavendra dengan tenang.Menyeringai Lora mendengar jawabannya, dia bahkan melirik ke meja Lavendra yang memang kosong dan hanya diisi oleh dirinya ini. “D
Lavendra hanya bisa tepok jidat mendengar apa yang dikatakan oleh Daza barusan. Benar-benar tidak masuk akal sekali. Dirinya lalu mengambil bungkus mi yang ada di dekat sana, lalu membaliknya. Justru ia malah makin dibuat terheran ketika melihat apa yang ada di belakang sana.“Petunjuknya bahkan sudah jelas kalau ini direbus,” ucap Lavendra sambil menunjukkannya di depan Daza.Daza yang tersontak kaget mendekat melihat ke arah bungkus mi tersebut. Ia gelagapan karena tertangkap bodoh dan juga tidak mengetahui hal sesepele tersebut. Sementara Lavendra hanya bisa menghela napas kecil saat benar-benar tahu mengenai hal tersebut.Rasanya sudah tidak masuk akan membiarkan Daza memasak. Akhirnya Lavendra membuka rak yang ada di atas kompar dan mengeluarkan pasta yang ada di sana. Lalu ia pergi ke kulkas dan juga mengambil bahan untuk membuat sausnya. Tangannya cukup cekatan karena sudah terbiasa untuk masak.Sementara itu, Daza terus melihat bagaimana dirinya bekerja dengan wajah yang sanga
Daza yang sadar bahwa apa yang dilakukannya membuat Lavendra sedikit berharap, perlahan mengangkat tangannya yang tengah mengelus tersebut, dan melihat ke sekitar dengan pandangan yang sedikit ke arah lain. Lavendra juga sama halnya membuang muka.Rasanya masih tak percaya bahwa Daza akhirnya menyentuh dirinya, meski tahu mungkin saja ia tidak sengaja atau secara tidak sadar melakukannya. Tetapi, hati Lavendra berbunga-bunga merasakannya. Sepertinya Daza mulai tahu mengenai keberadaannya, kan?Mereka berdua sarapan bersama, ia juga memberikan kotak bekal kepada Daza sebagai bentuk sayangnya. “Buatku juga?” tanya Daza.Lavendra menganggukkan kepala.Dengan wajah riang dan juga senyuman yang tipis, Daza berkata, “Terima kasih,” singkatnya.Entah mengapa, Lavendra langsung memalingkan wajah saat melihat bagaimana Daza tersenyum kepadanya. Ia merasa kaget sekali sampai tidak bisa berkat-kata setelah melihat bagaimana Daza yang memberikan reaksi tidak ia duga sama sekali. Jarang sekali Daz
Tidak masuk akal bahwa Daza bisa berubah hanya dalam semalam saja. Pasti ada sesuatu yang membuatnya sampai akhirnya demikian. Lavendra curiga ada motif dari apa yang dilakukan oleh Daza kepadanya hari ini. Lavendra benar-benar tidak bisa percaya sepenuhnya.Ia sampai merinding melihat Daza yang tidak berhenti tersenyum dan mencuri pandang kepadanya tersebut. Lavendra berusaha mencerna semua yang terjadi. Berusaha berpikiran positif pun tidak ada gunanya sama sekali. Makin dipikir semua malah makin tidak masuk akal bagi Lavendra. Jadi ia tidak bisa percaya sepenuhnya. Apa yang harus ia katakan untuk bisa membuat semua ini jadi sedikit lebih logis?Saat di rumah pun Daza tidak berubah sama sekali. Kalau pun dia ingin membangun imejnya yang sangat rupawan dan baik hati, harusnya itu hanya akan terjadi kalau mereka sedang di luar rumah. Tapi ini tidak. Mereka sedang berada di dalam rumah, dan rasanya sudah tidak wajar kalau Daza masih bersikap seperti ini.“Katakan padaku, apa yang membu
Semua menoleh ke sumber suara, dia adalah pengawas ruangan ini yang mendisiplinkan semua pekerja yang sekiranya mungkin berkelakuan tidak baik. Lavendra berharap dengan adanya pengawas yang datang, maka suasana yang buruk ini akan segera berakhir.Namun, harapan hanya jadi harapan semata. Setelah melirik sejenak, pengawas hanya meminta mereka untuk tidak ribut karena suaranya sudah sampai di lantai yang lainnya. Itu membuat Lavendra jadi makin syok. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa diskriminasi benar-benar ia rasakan.“Ikut kami!” ucap salah satu wanita.Lavendra hanya memandangnya dahulu. Matanya melirik dari atas sampai ke bawah melihatnya, tidak langsung merespon iya atau pun tidak pada apa yang telah dikatakan. Tidak terima karena Lavendra berusaha mengabaikannya tersebut tentu saja memancing emosi.Rambut Lavendra ditarik olehnya sambil berjalan keluar ruangan. Lavendra merintih kesakitan karena rambutnya yang sudah pendek tersebut. Dirinya diseret oleh 3 orang tadi menuju k
Lavendra yang mendengarnya makin gemetar. Ia masih belum membuka pintu. Rasa takutnya jadi kian membesar saat mendengar apa yang barusan mereka katakan di dalam sana. Benar-benar para manusia gila sekali. Lavendra kembali mendengarkan, apa lagi sekiranya yang mereka bicarakan.“Yah, salah siapa dia mencoba mendekatimu terang-terangan! Sekarang biar dia terima akibat dari apa yang telah dia lakukan!” tegas Lora.“Haha, iya sayang. Sekarang kita harus bisa membuatnya menuruti kita, kan?” tanya Daza.“Yap. Aku akan carikan pria yang mau menidurinya, agar dia bisa kita sudutkan sampai warisan jatuh ke tanganmu sayang…,” balas Lora.***Sebelum hari itu, Lora dan Daza berada di rumah Daza. Setelah tahu bahwa ada CCTV yang terpasang, mereka bedua berada di dalam kamar karena merasa sangat diawasi saat berada di luar sana. Ia masih merasa tidak percaya sebelumnya dengan apa yang dikatakan oleh Lavendra. Tapi, tidak ada salahnya kalau ia sedikit jaga-jaga.Sementara itu, Lora yang sudah mende