Lavendra kembali menutup pemberian orang tuanya. Rasanya sedikit lega mendapatkan kabar dari orang tuanya meski sudah jauh. Tenang sekali. Sekarang, di depannya juga ada teman dekatnya, Riko, yang sudah lama sekali tidak bertemu.“Ngomong-ngomong, kenapa sendirian di sini? Kamu kan sudah menikah,” singgung dari Riko.Mendengarnya langsung membuat suasana hati Lavendra kembali memburuk. Padahal baru saja ia merasa senang melihat pemberian berharga tersebut. Tetapi, menyinggung soal itu lagi, membuat Lavendra merasa benar-benar buruk. Ia sedikit galau.Riko meletakkan sebelah tangan di atas meja dengan posisi badan sedikit ke depan, dia seolah menerka dan juga sudah sadar mengenai apa yang terjadi pada Lavendra ini.“Apa suamimu tidak seperti yang kamu pikirkan?” ucapnya sambil terkekeh.Lavendra mengangkat kepala dan melihat Riko yang ada di depannya. Pria ini benar-benar memiliki insting yang kuat dan sangat tepat sekali. Ia bahkan bisa membuat dirinya merasa merinding karena cara men
Dia menggernyitkan dahi sambil sedikit menganga mendengar apa yang dikatakan oleh orang yang ada di depannya ini. benar-benar tidak tahu diri. Rasanya Lavendra bisa sampai tepok jidat mendengar ucapan dari Daza barusan. Daza yang melihat tas yang dibawa oleh Lavendra tersebut, segera merebutnya dengan kasar dan membuat Lavendra terkaget dan rasa tidak percaya setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Daza tadi. “Apa yang kamu lakukan!” balas Lavendra memekik, sambil berusaha merebut kembali tas tersebut. Namun, Daza seolah mencoba menjauhkan benda tersebut dengan tidak membiarkan Lavendra berhasil mengambilnya kembali. Sebenarnya Lavendra merasa sangat kesal sekali. Tapi ia tahan mengingat bahwa orang yang ada di depannya ini adalah suaminya sekarang. Kesal Lavendra, setiap kali ia mencoba merebutnya, Daza pasti akan menjauhkannya. Ia sampai kehilangan imej yang berusaha ia bangun dengan sangat sopan dan juga ramah. “Kembalikan padaku!” pekiknya. “Kenapa? Apa karena ‘PRIA’ itu y
Lavendra tidak memikirkan lagi soal suaminya yang mungkin saja kelaparan atau semacamnya. Dia masih tidak bisa melupakan bagaimana Daza dengan mudahnya meremehkan barang-barang yang ia bawa kemarin. Luka hatinya terus terasa sampai saat ini.Tetapi, masih syukur Lavendra memilih tidak menceritakannya pada siapa-siapa soal bagaimana Daza yang tidak punya hati itu berbicara. Jadi, seharusnya Daza masih merasa tenang, kan?Ketika di kantor pun, Lavendra memilih untuk tidak melakukan pekerjaan yang berkaitan atau terhubung langsung dengan Daza. Guna mengurangi sedikit rasa sakit hatinya, dia berharap bahwa semoga rasa tidak nyaman ini segera mereda.‘Apa aku keterlaluan?’ batinnya yang sedikit bimbang.Ia berada di taman dekat perusahaannya. Pergi ketika jam istirahat membuatnya merasa lega. Dengan membawa kotak bekalnya, Lavendra duduk di sana tanpa merasakan beban yang sama lagi. Setidaknya Lavendra sekarang mencoba meredakan emosinya sendiri.“Kamu tak membawa makanan untukku juga?” ta
Lavendra gemetar menghadapi sang suami yang ada di depannya tersebut. Seluruh akal sehatnya terasa mati dan juga tidak bisa ia kendalikan lagi. Belum hilang sakit hati dengan perkataan Daza yang merendahkan orang tuanya, ia malah mendapati dua orang tersebut sedang melakukan hal yang tidak pantas sama sekali di depan matanya.“Aku-“Lavendra langsung menepis tangan Daza yang hendak memegangnya. Ia masih belum bisa menerima sepenuhnya apa yang dilakukan oleh orang yang ada di depannya tersebut. Semuanya masih terlalu baru untuk bisa ia lupakan begitu saja.“Sebaiknya, kalau kamu mau melakukan sesuatu dengan Lora, jangan pernah melakukan di ruang tamu,” ucap Lavendra.“Kenapa?” Daza tak menangkap maksudnya.Diangkatnya kepalanya untuk melihat ke arah sang suami. Matanya sudah perih menahan air mata dan juga kesedihan mendalam yang sangat ia pendam tersebut.“Ada CCTV di seluruh sudut yang dipasang oleh kakek dan papa,” jawabnya.“APA?!” Daza memegang kedua lengan Lavendra dengan sangat
Papa dan kakek seolah saling mengirimkan kode soal bagaimana mereka harus memberikan jawaban kepada Lavendra. Sangat mencurigakan dan membuat dirinya tersebut sedikit tidak nyaman. Jelas sekali ada yang berusaha mereka sembunyikan dari Lavendra.Lavendra hanya bisa memegangi kedua tangannya sendiri di bawah meja. Ia merasakan bahwa suasananya jadi tidak nyaman, dan makin lama membuat dirinya ingin segera pergi saja dari sana. Kemudian, papa melihat ke arahnya, dia tampak mulai akan memberikan jawabannya.“Nak, apa kamu pernah menanyakan ke ayahmu, kenapa kami bisa dekat?” tanya papa kepadanya.Lavendra menggelengkan kepala. Yang ia tahu hanya lah bahwa papa adalah teman dekat ayah semasa kuliah dulu. Lavendra tidak ada niatan untuk menanyakan lebih lanjut soal hubungan mereka yang seperti apa. Makanya Lavendra tidak tahu banyak.“Dulu, kalau bukan karena ayahmu, papa pasti sudah bangkrut,” ujarnya.Sedikit kaget Lavendra mendengarnya. Bahkan kedua alisnya mengkerut setelah mendengar a
Lavendra merasa sedikit kecewa dengan bagaimana Daza yang bahkan tida mengabarinya kalau tidak mau datang. Sebegitu tidak maunya dia menemui Lavendra, sampai dia melakukan hal ini kepadanya. Benar-benar menyebalkan. Namun, apa yang bisa dilakukan olehnya hanya duduk merenunginya saja.Baru saja Lavendra bangun dari duduknya, hendak memilih pergi meninggalkan kursinya tersebut, ia dibuat kaget oleh seseorang yang mendadak berdiri di belakangnya. Tepat saat Lavendra baru saja memutar badan, ia langsung bertemu dengan seseorang yang sama sekali tidak ia duga sedikit pun.“Kenapa kamu di sini?” tanya Lora, dengan ketus sambil menyilangkan tangannya.Lavendra langsung menghela napas saat melihat seseorang yang di belakangnya. Wanita ini benar-benar tidak punya hatu nurani sekali bertanya kepada dirinya ini.“Huhhh, bukan urusanmu,” jawab Lavendra dengan tenang.Menyeringai Lora mendengar jawabannya, dia bahkan melirik ke meja Lavendra yang memang kosong dan hanya diisi oleh dirinya ini. “D
Lavendra hanya bisa tepok jidat mendengar apa yang dikatakan oleh Daza barusan. Benar-benar tidak masuk akal sekali. Dirinya lalu mengambil bungkus mi yang ada di dekat sana, lalu membaliknya. Justru ia malah makin dibuat terheran ketika melihat apa yang ada di belakang sana.“Petunjuknya bahkan sudah jelas kalau ini direbus,” ucap Lavendra sambil menunjukkannya di depan Daza.Daza yang tersontak kaget mendekat melihat ke arah bungkus mi tersebut. Ia gelagapan karena tertangkap bodoh dan juga tidak mengetahui hal sesepele tersebut. Sementara Lavendra hanya bisa menghela napas kecil saat benar-benar tahu mengenai hal tersebut.Rasanya sudah tidak masuk akan membiarkan Daza memasak. Akhirnya Lavendra membuka rak yang ada di atas kompar dan mengeluarkan pasta yang ada di sana. Lalu ia pergi ke kulkas dan juga mengambil bahan untuk membuat sausnya. Tangannya cukup cekatan karena sudah terbiasa untuk masak.Sementara itu, Daza terus melihat bagaimana dirinya bekerja dengan wajah yang sanga
Daza yang sadar bahwa apa yang dilakukannya membuat Lavendra sedikit berharap, perlahan mengangkat tangannya yang tengah mengelus tersebut, dan melihat ke sekitar dengan pandangan yang sedikit ke arah lain. Lavendra juga sama halnya membuang muka.Rasanya masih tak percaya bahwa Daza akhirnya menyentuh dirinya, meski tahu mungkin saja ia tidak sengaja atau secara tidak sadar melakukannya. Tetapi, hati Lavendra berbunga-bunga merasakannya. Sepertinya Daza mulai tahu mengenai keberadaannya, kan?Mereka berdua sarapan bersama, ia juga memberikan kotak bekal kepada Daza sebagai bentuk sayangnya. “Buatku juga?” tanya Daza.Lavendra menganggukkan kepala.Dengan wajah riang dan juga senyuman yang tipis, Daza berkata, “Terima kasih,” singkatnya.Entah mengapa, Lavendra langsung memalingkan wajah saat melihat bagaimana Daza tersenyum kepadanya. Ia merasa kaget sekali sampai tidak bisa berkat-kata setelah melihat bagaimana Daza yang memberikan reaksi tidak ia duga sama sekali. Jarang sekali Daz