Namun, wajah tersebut hanya bertahan sementara saja. Karena, mendadak ekspresinya berubah dengan segera, setelah melihat keberadaan Lavendra, yang duduk di sebelah Daza sambil makan. Wajahnya langsung masam. Dia mendekat dengan emosi yang sangat terasa jelas.
Ditariknya tangan Lavendra yang sedang memakan ayam tersebut, kemudian sebelah tangannya melayangkan tamparan yang cukup membuat dirinya ini sedikit kaget. PLAKHHH.
“Wanita murahan! Sebaiknya kamu jangan berani datang ke kantor Daza! Kamu seharusnya di rumah saja! Dasar wanita tidak tahu malu!” teriaknya
Kaget dengan tamparan tersebut, Lavendra hanya bisa terdiam. Dia bahkan tidak berani mengangkat kepalanya sendiri karena merasa sangat dan amat kaget sekali di kala tersebut. Lora yang masih belum puas dengan tindakannya tersebut, kemudian melempar semua makanan yang telah Lavendra letakkan di atas meja.
Klontangg. Planggg. Semuanya berserakan di ruangan Daza. Daza yang tadinya kelihatan sedang makan tanpa gangguan, nampak diam. Apa dia baru marah?
“Sayang…, kenapa kamu makan dengan wanita ini?! Kamu kan tahu aku hari ini akan membelikanmu ayam! Tapi kenapa kamu memilih makan ayam dari si wanita murahan ini!” teriak dari Lora sambil memeluk tangan Daza sembari duduk, lalu menunjuk Lavendra dengan nada kesal.
Daza masih terdiam. Lavendra juga tidak mau mengeluarkan suara. Rasanya suaranya tertahan di dalam tenggorokannya, dan itu membuatnya merasa sangat amat tidak nyaman. Rasanya seperti merasakan rasa dingin yang tidak karuan sama sekali.
Daza meletakkan piring yang ia bawa. Napasnya terdengar dihembuskan dengan sangat amat pelan sekali. Ia melirik ke arah Lora, meski wajahnya yang kaku tersebut tampak marah sedikit.
“Lihat,” Lora menunjukkan tas yang dimana di sana bertuliskan logo merk dagangan junkfood yang cukup terkenal di daerah sini, “aku baru saja membelinya. Masih hangat, dan pastinya lebih enak dari makanannya!” tegasnya.
Lora tersenyum lebar kepada Daza. Dia juga langsung menyodorkan makanan tersebut kepada Daza, berhadap dengan besar bahwa pria tersebut akan senang karena sudah dipesankan makanan yang terbilang cukup terkenal. Namun, ternyata kenyataan bisa berbanding terbalik.
Daza langsung menepis ayam tersebut. Brukkkkh. Seluruh ayam yang ada pada tas tersebut kini juga berserakan di lantai. Lora tentu saja kaget melihat sikap dari Daza. Dia langsung mengatakan bagaimana perasaannya tanpa pikir panjang.
“Sayang! Aku membelinya dengan uangku! Kenapa kamu malah membuangnya ke lantai!” geram Lora.
“Lalu? Yang kamu lakukan bukannya sama? Kamu pikir hanya kamu yang tidak senang makanan yang kamu bawa dijatuhkan di lantai dengan sembarangan? Kamu harusnya berpikir, masih bagus Lavendra membawakan makanan, aku jadi bisa makan tepat waktu tanpa menunggumu!” tegas Daza.
Tambah syok Lora mendengar ucapan dari Daza yang cukup panjang tersebut. “Jadi sekarang kamu membelanya?! Kamu menyukainya?!”
Daza tidak menjawab. Yahh, memang apa yang bisa Lavendra harapkan setelah tahu kalau dirinya dinikahi hanya sebagai formalitas? Perasaan Daza tidak ada untuknya sekarang, makanya dia tidak menepis apa yang dikatakan olehnya.
Lora bangun dari duduknya, dia langsung hendak mau pergi. Masih sempat dia berhenti di dekat dari Lavendra. Dengan suara yang sangat kasar, Lora berkata kepadanya, “Jalang murahan! Kalau sudah jadi babu jadi babu saja! Jangan berharap jadi nyonya besar!” ucapnya seraya pergi meninggalkan ruangan.
Suasana terasa sangat canggung sekali. Lavendra yang menghindari tatapan dari Daza, melirik ke segala arah. Ruangan kerja Daza jadi sangat kotor sekali. Perasaan bersalah muncul di benak dari Lavendra. Dengan sigap, Lavendra mengambil tas makanan yang dibawa oleh Lora, dan mengambil semua potongan ayam baik miliknya atau Lora yang sudah kotor.
“Sudah, biarkan saja, nanti aku minta OB untuk datang membersihkannya,” ucap dari Daza.
“Tidak. Ini makananku yang berserakan di sini, jadi aku yang akan membersihkannya,” balas Lavendra.
Tampak kesal, Daza melangkah dengan cepat dengan suara hentakan kaki yang terdengar sangat jelas, dengan segera langsung menarik tangan Lavendra yang sedang berjongkok memunguti semua makanan yang ada.
“Aku bilang biarkan ya biarkan!” tegasnya.
Saat matanya bertemu dengan mata Daza, Lavendra merasa takut. Dia gemetar sekali kala tersebut. Mau tidak mau, Lavendra memilih untuk menurut dan juga langsung menghindari tatapan mata dari Daza yang bisa terbilang cukup tajam dan pastinya membuat dirinya merasa tidak nyaman.
“Ka- kalau begitu, biarkan aku ambil kotakku dulu,” pinta Lavendra.
Daza melepaskan tangan Lavendra. Segera dirinya bergegas memungut kotak makannya. Tanpa berbicara lebih banyak, Lavendra meninggalkan ruangan Daza, dan kembali ke ruang karyawan yang tentunya menjadi tempat pelariannya. Jantungnya tidak berhenti berdegup kencang setelah melihat mata dari Daza.
‘Benar-benar mempesona.’
Lavendra kembali melakukan pekerjaannya. Sampai jam pulang tiba. Lavendra yang merasa kalau sudah cukup sepi karyawan yang ada, segera menuju ke lift untuk menuju ke lantai satu. Sambil menunggu pintu lift terbuka, dirinya sedikit bersenandung.
Ting. Pintu lift terbuka. Namun, betapa terkejut dirinya, ketika melihat sendiri di depan matanya, orang yang ada di dalam lift adalah Daza. Sial sekali mendadak harinya sekarang ini. Langkahnya bahkan tidak mau masuk ke dalam sana.
“Kenapa diam saja?” tanyanya.
“O- Oh iya,” jawab Lavendra, yang akhirnya dengan segera masuk ke dalam sana.
Daza menekan tombol untuk menuju ke lantai bawah juga. Rasanya benar-benar canggung sekali. Kenapa suasana jadi seperti ini ya?
“Kamu pulang sendiri, kan?” tanya Daza.
“I- iya…, aku pulang naik bus,” jawab Lavendra.
Dianggukkannya kepalanya sendiri, “Bagus. Jangan sampai ada yang tahu kamu istriku di sini. Aku tidak mau kamu mendapatkan perlakuan spesial hanya karena kamu istri ‘formalitas’ku saja,” ungkap dari Daza.
Hati Lavendra yang susah payah ia tenangkan dalam sehari tersebut, kembali terasa sangat sakit dan pastinya terasa sangat terluka. Apakah tidak ada sedikit saja, hati nuraninya untuk mengatakan bahwa dirinya ini adalah istri tanpa embel-embel yang menyakitkan tersebut?
Dirinya hanya bisa mengangguk setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Daza. Pintu Lift terbuka. Mereka berdua keluar dari sana. Daza tampak cukup gagah dan berwibawa, berjalan menuju ke arah basement. Sementara dirinya ini, dengan segera menuju ke halte.
Lavendra tidak tahu jam berapa pastinya bus malam akan tiba. Makanya, saat dia melihat jam kedatangan bus pada saat itu, dirinya segera berlari. Ini daerah yang dirinya tidak tahu, makanya dia merasa sangat dan amat takut. Namun, secepat apa pun dirinya mencoba berlari, ternyata itu tidak membuatnya tepat waktu.
“Huhhh, apa masih ada bus selanjutnya?” ucapnya sendiri setelah putus asa ditinggalkan bus barusan.
Segera dirinya mengambil ponsel dan mencoba melihat ke situs web dimana nama halte ini. Dengan sangat teliti, Lavendra mengamati apakah ada bus selanjutnya. Ah, masih ada 1 jam lagi. Itu masih cukup lama.
Naik taksi pun rasanya mahal sekali. Lavendra hanya memegang uang bekal tanpa memegang kartu kreditnya. Apalagi dia kan baru saja bekerja, uang darimana? Minta ke Daza juga tidak yakin diberikan. Akhirnya dirinya memilih untuk pergi ke dekat dari temat tersebut. Duduk di bawah pohon, sambil menunggu bus selanjutnya.
BYURRRR. Badannya disiram ketika dirinya sedang terlarut dalam diamnya.
Lavedra langsung bangun dari duduknya. Tentu saja dia kaget. Wajahnya langsung menoleh ke arah darimana air tersebut datang. Tidak lain dan tidak bukan, adalah Lora sendiri. Wanita itu masih membekali dirinya dengan amarah yang sangat besar.“Apa?! Berani kamu menatapku sekarang hah?!” pekiknya dengan sangat kasar.Lavendra hanya bisa menggigit ujung bibirnya sendiri. Serak rasa tenggorokannya seketika. Wanita ini tidak ada habisnya sama sekali. Kalau masih ada Daza, Lavendra masih bisa menahan diri, tapi, sekarang tidak sama sekali. Rasanya benar-benar sesak sekali.“Kamu hanya istri formalitas saja! Sebaiknya kamu sadar diri! Jangan datang ke sini dan jangan dekat-dekat dengan Daza lagi! Atau kamu terima akibatnya? Aku bisa membuatmu malu sekali,” ancam dari Lora.Dengan mengepalkan tangan mencoba menahan emosinya tersebut, Lavendra menelan amarahnya bulat-bulat. Dia mencoba untuk tidak meledak sekarang ini“Lalu kamu apa? Memangnya kamu tidak malu masih menjadi pacar dari suami ora
Meski mereka mengatakan itu pada Lavendra, rasa bersalah dalam dirinya seolah tumbuh dan membuatnya merasa tidak enak. Ketika Daza sampai nantinya, tatapan tajam dan benci past akan langsung mengarah kepadanya, dan juga menunjukkan seberapa tidak senang dia. Lavendra duduk di meja makan dengan pakaian milik iparnya. Ia termenung dan terus menunduk. Memikirkan bagaimana amarah dari Daza yang akan meluap setelah pertemuan ini, akan membuat Lavendra makin sulit memikat suaminya tersebut. “Kenapa mendadak memintaku datang sih, kali-“ Daza yang terdengar baru masuk dan sudah marah-marah, ditambah dengan hentakan kakinya, membuat Lavendra berdegup kencang sampai mau copot rasanya dari tempatnya. Dan ketika sudah sampai di meja makan, Daza yang mendapati ada dirinya di sana langsung berhenti bicara. Diliriknya sedikit sang suami yang ada di depannya, benar saja. Wajah ketus serta tidak senang benar-benar mengarah kepada dirinya seorang. Makin tidak berani Lavendra menaikkan kepala untuk
Pertemuan itu benar-benar berakhir mengerikan bagi Lavendra. Karena, pada akhirnya dirinya harus pulang mengikuti Daza yang ada di depannya. Rasa takutnya seolah membuatnya makin lama makin tidak terkendali. Daza pasti tambah membencinya kalau seperti ini terus. Saat terus mengikuti langkah Daza, mendadak saja pria tersebut berhenti dan membuat Lavendra tidak sengaja menabraknya, BRUKHHH, untung saja tidak sampai terjatuh. Daza menoleh ke arahnya dengan wajah yang sudah merah memarah. Makin ciut tentunya Lavendra diberikan tatapn begitu. Bukan pilihannya untuk mengadu, namun, ini karena secara tidak sengaja Diana sempat memergokinya, makanya semuanya jadi sangat runyam begini. Apa yang harus dirinya lakukan supaya suaminya ini tidak marah seperti ini? “Dasar murahan! Bisa-bisanya kamu mengadu dan membuatku jadi begini!” ucapnya dengan penuh kemarahan. Daza kembali melihat kedepan, dan berjalan meninggalkannya, “Pulang sendiri! Tidak sudi aku pulang denganmu!” kesalnya. “Kalau kamu
Karena hari ini adalah hari libur, Lavendra mencoba untuk produktif, meski sebenarnya ia tahu akan sedikit sulit mendekati Daza karena pastinya hari ini Lora juga akan berada di rumah yang sama, Lavendra mencoba untuk abai. Ia membersihkan seluruh rumah menggunakan kedua tangannya, dan tidak membiarkan sedikit noda pun tertinggal.Ia juga sedikit memasak untuk dirinya sendiri. Lavendra hanya membuatkan roti panggang untuk dua orang yang pasti akan bangun siang dan hanya akan membuatnya seperti orang bodoh. Pekerjaan rumah yang paling Lavendra sukai, ialah merapikan pakaian.Meski hanya pakaiannya, saja, ia merasa sudah cukup senang. Karena ia bisa sambil mendengarkan lagu melakukannya. Hari menjelang siang dan Daza akhirnya bangun, setelah terdengar pintunya tersebut terbuka. Lavendra yang melihat ke arah tangga, melihat Daza turun dari sana.“Hei, sarapan hari ini apa?” tanya Daza yang masih mengantuk.“Roti panggang coklat,” jawab Lavendra.Daza yang baru saja turun tersebut, berhen
Lora yang biasanya marah dan juga bisa meledak serta melakukan apa pun kepada dirinya ini, mendadak ciut. Bola matanya gemetar saat melihat wajahnya yang benar-benar marah. Lora sampai mundur ketika melihat bahwa Lavendra melangkahkan kaki ke depan mendekatinya.Daza yang baru pertama kali melihat Lavendra meledak tersebut juga sontak terdiam. Dia mulai bangun dari duduknya dan mencoba untuk menjauhkan Lora dari pandangan Lavendra. Daza memasang badan untuk melindungi wanita yang dia sayangi tersebut.“Hentikan. Kamu tidak sopan sekali!” tegas Daza.Seperti baru saja kerasukan, Lavendra seolah tutup telinga mendengar apa yang dikatakan oleh Daza tersebut. Kalau ia bisa meraih Lora sekarang, ia akan meraih dan mencabiknya. Bagaimana ia tidak marah, nyaris setengah rambut panjang yang ia rawat sepenuh hati tersebut hilang mendadak di tangan wanita gila itu.Entah tenaga darimana yang ia dapatkan tersebut, Lavendra mendorong Daza hingga ia terjatuh, bahkan menabrak meja yang ada di sebel
Daza akhirnya mau tidak mau harus menurut kepada sang kakek. Tampaknya amarah sang kakek yang sudah mulai tua ini benar-benar tidak terbendung sama sekali. Dan sekarang, tampaknya Daza akan kehilangan banyak hal gara-gara wanita bernama Lavendra itu!“Kamu ke kamar saja,” pinta Daza dengan suara pelan, meminta Lora untuk pergi.“TIDAK! Biarkan wanita itu di sini!” tegas sang kakek melarangnya.Lora yang tadinya hendak beranjak langsung berhenti. Ia hanya bisa menunduk tidak berani menatap wajah mereka yang ada di depannya. Baginya, keluarga Daza adalah keluarga yang sangat menyeramkan. Rasanya seperti mencoba mengadu nasib berhadapan dengan mereka.Mereka berempat berhadapan, tetapi Lora tidak duduk sama sekali. Ia merasa sangat malu dan takut berada di dekat dua orang yang memiliki kuasa yang sangat besar tersebut. Mereka terlalu mneyeramkan kalau dihadapi secara langsung.Akhirnya Daza duduk bersama mereka, dan mencoba tegak melihat sang kakek dan papanya yang memasang wajah muram k
Daza tidak bisa mnegedipkan mata saat melihat Lavendra di depannya. Ia seolah tidak dapat berkedip melihat bagaimana ada seseorang yang biasanya tampak sangat kalem dan polos, sekarang malah kelihatan seperti orang yang berbeda?‘Benar-benar cantik.’Lavendra yang baru saja pulang tersebut merasa bingung. Daza menatapnya seolah ada yang salah pada dirinya tersebut. Apa cara berpakaiannya aneh? Atau dirinya terlihat berbeda dengan rambut barunya? Aihh, harusnya ia menolak saat Diana mengajaknya mencari pakaian baru. Karena ia jadi kelihatan super aneh sekali.“Ke- Kenapa?” tanya Lavendra merasa gugup.Bukan lagi karena penampilannya. Melainkan karena pasti baru saja terjadi sesuatu yang tidak beres, sampai-sampa Lora keluar rumah dengan wajah kesal. Tadi saat bertemu dengan papa dan kakek juga pasti ada sesuatu yang dibicarakan, pasti tidak baik-baik saja saat ini.Daza bangun dari duduknya, lalu mendekat ke arahnya dengan perlahan. Ia berada di depan dari Lavendra, dan terus menerus m
Lavendra kembali menutup pemberian orang tuanya. Rasanya sedikit lega mendapatkan kabar dari orang tuanya meski sudah jauh. Tenang sekali. Sekarang, di depannya juga ada teman dekatnya, Riko, yang sudah lama sekali tidak bertemu.“Ngomong-ngomong, kenapa sendirian di sini? Kamu kan sudah menikah,” singgung dari Riko.Mendengarnya langsung membuat suasana hati Lavendra kembali memburuk. Padahal baru saja ia merasa senang melihat pemberian berharga tersebut. Tetapi, menyinggung soal itu lagi, membuat Lavendra merasa benar-benar buruk. Ia sedikit galau.Riko meletakkan sebelah tangan di atas meja dengan posisi badan sedikit ke depan, dia seolah menerka dan juga sudah sadar mengenai apa yang terjadi pada Lavendra ini.“Apa suamimu tidak seperti yang kamu pikirkan?” ucapnya sambil terkekeh.Lavendra mengangkat kepala dan melihat Riko yang ada di depannya. Pria ini benar-benar memiliki insting yang kuat dan sangat tepat sekali. Ia bahkan bisa membuat dirinya merasa merinding karena cara men