Mendengar ucapan dari Daza, sontak membuat Lora terbakal api cemburu. Ia benar-benar tidak terima bahwa baru saja Daza memuji masakan milik Lavendra dengan suara yang tidak tinggi seperti sebelum-sebelumnya. Lora dengan cepat mencoba menepiskan piring berisi makanan yang ada di depan Daza.
GRABBB. Tangan Lora langsung ditahan oleh Daza, sebelum sempat memegang piringnya tersebut. Lavendra tidak tahu harus memberikan respon seperti apa lagi. Jadi dia hanya diam dan menonton, sembari sedikit demi sedikit memakan makanan yang telah ia buat.
Lora melihat ke arah dari Daza dengan wajah yang pastinya kaget sekali, “Apa yan-“
“Berani kamu mengusik makananku, kamu yang aku lempar keluar!” gertak Daza.
Lora langsung ciut di kala tersebut. Dia langsung duduk kalem dan tidak berani berbicara apa-apa. Dia benar-benar kalah dan tentunya sudah tidak bisa menang lagi. Lavendra yang tidak tahan melihat kejadian barusan, tanpa sengaja hampir menertawakannya.
“Pffftt,” tawanya nyaris keluar.
Sadar akan dirinya yang hendak tertawa, Lora langsung melihat ke arahnya dengan wajah yang cukup sinis dan juga pandangan yang tentu saja tidak senang. Tangannya yang tengah memegang garpu tersebut dikepalkan dengan sangat kuat sekali.
Karena makin kesal, Lora memilih meninggalkan meja makan. Bukan, bukan ke salah satu ruangan lagi perginya wanita tersebut, melainkan keluar dari dalam rumah sana. Dia pasti sangat tidak terima akan ucapan Daza yang bisa terbilang cukup kasar.
Sangat disayangkan. Tapi Lavendra berusaha abai. Dirinya melihat ke arah sang suami, dia sedang makan dengan tenang. Sepertinya tidak ada yang salah dengan masakannya. Lalu kenapa orang itu malah mengatakan makanan Lavendra seperti sampah?
“Lain kali, buatkan aku sarapan,” celetuk dari Daza.
“Ha? Apa?” bingung Lavendra.
Daza yang sudah selesai makan, melihat ke arah dari Lavendra. Amarahnya yang dari kemarin mendadak saja terlihat redup. Dan sekarag dia bisa berbicara dengan halus kepada dirinya ini.
“Buatkan aku sarapan atau makan malam untuk lain waktu. Ternyata masakanmu tidak buruk juga,” sahut Daza.
Ishh, katakan saja kalau makanan Lavendra itu rasanya enak, apa susahnya? Apa dia terlalu gengsi untuk mengatakan hal tersebut kepada dirinya ini, ha?
Tidak dijawab dengan suara oleh Lavendra, namun ia menganggukkan kepala. Daza segera pergi meninggalkannya. Sementara Lavendra segera membereskan meja makan dan sisa prabot yang telah dirinya gunakan. Baru dirinya mandi, dan kembali mengurung diri di kamarnya yang kecil.
Saat itu, Lavendra mencoba memikirkan kembali kata-kata dari para mertuanya yang sempat berkunjung. Sepertinya, tidak ada salahnya mencoba membuat Daza jatuh hati kepadanya, kan? Dilihat dari gaya bicaranya tadi, sebenarnya Daza orangnya cukup baik, bahkan dia bisa menghargai. Apa jangan-jangan, Daza seperti itu karena wanita itu, ya?
Sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya. Segera Lavendra melihatnya. Nomor tidak dikenal. Namun, isi pesannya sudah langsung menjelaskan siapa pengirim dari pesan tersebut.
(Besok langsung saja datang ke perusahaan StarryB. Tunjukkan foto ini pada orang yang di depan nantinya.) Bunyi pesan tersebut, dibarengi dengan adanya sebuah foto dari kartu nama beserta tanda tangan dan juga pesannya.
Huhh, sepertinya dirinya benar-benar harus bekerja esok. Tapi, mau bagaimana pun, Lavendra sudah memutuskan. Ia akan mencoba membuat Daza jatuh hati kepadanya! Dia sudah terlanjur menikah dengan Daza, jadi, setidaknya Lavendra ingin membuat Daza menjadi orang yang lebih baik.
***
Huhhh, Lavendra sudah berdiri di depan perusahaan tersebut. Dia membawa sebuah kotak kecil, beserta dengan perlengkapan kantor yang dirinya miliki. Untung saja dirinya dulu pernah bekerja begini, kalau tidak, mungkin dirinya akan percuma masuk ke sana.
Dia menunjukkan foto tersebut, dan langsung di arahkan ke ruang kerjanya tersebut. Ia diberitahukan dimana tempat duduknya, dan juga sudah diberitahukan apa saja nantinya pekerjaan yang pantas dia lakukan di sana.
“Halo…, kamu karyawan baru, ya?” sapa orang yang ada di sampingnya.
Diberikannya senyum yang tulus dan juga dirinya memberikan tatapan yang ramah kepada orang tersebut. “Halo juga. Iya, namaku Lavendra,” jawab dirinya.
“Aku Rosa. Kalau butuh apa-apa, nanti beritahu aku, ya?” ucapnya.
Lavendra menganggukkan kepala. Dan benar saja, dirinya beum apa-apa sudah mendapatkan pekerjaan yang bukan terbilang normal lagi untuk karyawan baru. Tapi, untungnya dirinya bisa mengerjakan.
Pintu lift terbuka, Lavendra yang tidak menoleh ke sana, tidak tahu siapa yang barusan datang. Nyatanya, ternyata yang datang adalah Daza. Dirinya yang tidak sadar, tak tahu kalau ternyata Daza kaget melihat dirinya tengah duduk di dalam kumpulan karyawan yang bekerja.
Namun, anehnya dirinya tidak dipanggil sama sekali. Lavendra baru tahu ketika Rosa memanggilnya.
“Hei, gila, belum apa-apa, sepertinya bos sudah menandaimu,” ucap dari Rosa.
Lavendra menoleh melihat ke arah dari Rosa, “Oh, begitu ya? Bagus lah, mungkin kinerjaku di hari pertama bagus, kan?” jawabnya sambil cengengesan.
Tapi, entah kenapa setelah itu malah Lavendra dipanggil oleh manajer. Katanya dipanggil bos? Wah, ada masalah apa sampai dirinya dipanggil. Tapi, berhubung jam makan siang sudah datang, Lavendra sekalian menggandeng tas makannya tersebut sambil berjalan menuju ke ruangan bos.
Tidak ada rasa takut sama sekali, karena Lavendra tidak merasa melakukan kesalahan, dan juga tidak ada hal berat yang dirinya lakukan. Jadi, untuk apa merasa takut, kan? Lavendra justru merasa sangat dan amat berani untuk saat ini. dia masuk ke ruangan dari bosnya.
Baru saja masuk, Lavendra melihat Daza duduk di sana. Ternyata bos yang tadi berkunjung adalah Daza. Tidak mengapa, lagipula dirinya tidak mengacau, jadi tidak ada masalah seharusnya, kan? Lavendra mendekat sambil membawa kotak bekal yang sudah dirinya buat.
“Hai, aku bawa bekal, mau minta?” Lavendra secara tidak langsung menawarkan makanan dengan tidak sopan.
Daza meliriknya dengan tatapan yang sangat tajam sekali. Dia melihat Lavendra seolah dirinya ini adalah ulat yang tidak layak ada di sana pastinya. Dirinya ini tidak bergeming sama sekali. Memang apa salah dirinya kan?
“Ka-“
“Ssshhhtt. Sudah jam makan siang, sebaiknya kita makan. Mau?” ajak dari Lavendra yang menyela. Ia segera menuju ke kursi sofa yang ada di ruangan Daza. Dikeluarkannya semua makanan yang ia bawa ke atas meja, “har ini aku membuat ayam pop saos bbq,” ujar dari Lavendra.
Tampak penasaran, Daza datang mendekat meski wajahnya masih masam dan sangat tidak senang sama sekali. Namun, ketika dia melihat makanan yang dibawa oleh Lavendra, wajahnya berbeda daripada sebelumnya. Karena merasa penasaran, akhirnya Daza ikut duduk.
Meski tahu bahwa suaminya ini masih tidak senang dengan keberadaannya, Lavendra langsung menyiapkan piring kecil yang ia bawa. Diberikannya setiap potong ayam pop kepada Daza. Awalnya memang tatapan sang suami seperti ogah-ogahan memakan makanan Lavendra. Namun, karena baunya yang cukup kuat dan pastinya sangat enak, Daza mulai mencoba.
Di suapan pertama saja sudah kelihatan jelas, kalau dia langsung terbelalak merasakan bagaimana makanan yang dimasak oleh Lavendra. Bahkan, tanpa pikir panjang sekali pun, Daza mengambil nasi yang sudah dirinya bawa. Lavendra merasa senang, dia pun ikut makan.
Tetapi, di tengah ke tentraman dimana mereka sedang makan tersebut, mendadak saja hawa di sekitar mereka terasa tidak nyaman. Dan, beberapa saat kemudian, pintu terbuka, dan datangnya seseorang dengan wajah sumringah.
“Sayang…., aku belikan ayam untukmu…,” seru dari wanita bernama Lora, dengan wajah bahagia.
Namun, wajah tersebut hanya bertahan sementara saja. Karena, mendadak ekspresinya berubah dengan segera, setelah melihat keberadaan Lavendra, yang duduk di sebelah Daza sambil makan. Wajahnya langsung masam. Dia mendekat dengan emosi yang sangat terasa jelas.Ditariknya tangan Lavendra yang sedang memakan ayam tersebut, kemudian sebelah tangannya melayangkan tamparan yang cukup membuat dirinya ini sedikit kaget. PLAKHHH.“Wanita murahan! Sebaiknya kamu jangan berani datang ke kantor Daza! Kamu seharusnya di rumah saja! Dasar wanita tidak tahu malu!” teriaknyaKaget dengan tamparan tersebut, Lavendra hanya bisa terdiam. Dia bahkan tidak berani mengangkat kepalanya sendiri karena merasa sangat dan amat kaget sekali di kala tersebut. Lora yang masih belum puas dengan tindakannya tersebut, kemudian melempar semua makanan yang telah Lavendra letakkan di atas meja.Klontangg. Planggg. Semuanya berserakan di ruangan Daza. Daza yang tadinya kelihatan sedang makan tanpa gangguan, nampak diam.
Lavedra langsung bangun dari duduknya. Tentu saja dia kaget. Wajahnya langsung menoleh ke arah darimana air tersebut datang. Tidak lain dan tidak bukan, adalah Lora sendiri. Wanita itu masih membekali dirinya dengan amarah yang sangat besar.“Apa?! Berani kamu menatapku sekarang hah?!” pekiknya dengan sangat kasar.Lavendra hanya bisa menggigit ujung bibirnya sendiri. Serak rasa tenggorokannya seketika. Wanita ini tidak ada habisnya sama sekali. Kalau masih ada Daza, Lavendra masih bisa menahan diri, tapi, sekarang tidak sama sekali. Rasanya benar-benar sesak sekali.“Kamu hanya istri formalitas saja! Sebaiknya kamu sadar diri! Jangan datang ke sini dan jangan dekat-dekat dengan Daza lagi! Atau kamu terima akibatnya? Aku bisa membuatmu malu sekali,” ancam dari Lora.Dengan mengepalkan tangan mencoba menahan emosinya tersebut, Lavendra menelan amarahnya bulat-bulat. Dia mencoba untuk tidak meledak sekarang ini“Lalu kamu apa? Memangnya kamu tidak malu masih menjadi pacar dari suami ora
Meski mereka mengatakan itu pada Lavendra, rasa bersalah dalam dirinya seolah tumbuh dan membuatnya merasa tidak enak. Ketika Daza sampai nantinya, tatapan tajam dan benci past akan langsung mengarah kepadanya, dan juga menunjukkan seberapa tidak senang dia. Lavendra duduk di meja makan dengan pakaian milik iparnya. Ia termenung dan terus menunduk. Memikirkan bagaimana amarah dari Daza yang akan meluap setelah pertemuan ini, akan membuat Lavendra makin sulit memikat suaminya tersebut. “Kenapa mendadak memintaku datang sih, kali-“ Daza yang terdengar baru masuk dan sudah marah-marah, ditambah dengan hentakan kakinya, membuat Lavendra berdegup kencang sampai mau copot rasanya dari tempatnya. Dan ketika sudah sampai di meja makan, Daza yang mendapati ada dirinya di sana langsung berhenti bicara. Diliriknya sedikit sang suami yang ada di depannya, benar saja. Wajah ketus serta tidak senang benar-benar mengarah kepada dirinya seorang. Makin tidak berani Lavendra menaikkan kepala untuk
Pertemuan itu benar-benar berakhir mengerikan bagi Lavendra. Karena, pada akhirnya dirinya harus pulang mengikuti Daza yang ada di depannya. Rasa takutnya seolah membuatnya makin lama makin tidak terkendali. Daza pasti tambah membencinya kalau seperti ini terus. Saat terus mengikuti langkah Daza, mendadak saja pria tersebut berhenti dan membuat Lavendra tidak sengaja menabraknya, BRUKHHH, untung saja tidak sampai terjatuh. Daza menoleh ke arahnya dengan wajah yang sudah merah memarah. Makin ciut tentunya Lavendra diberikan tatapn begitu. Bukan pilihannya untuk mengadu, namun, ini karena secara tidak sengaja Diana sempat memergokinya, makanya semuanya jadi sangat runyam begini. Apa yang harus dirinya lakukan supaya suaminya ini tidak marah seperti ini? “Dasar murahan! Bisa-bisanya kamu mengadu dan membuatku jadi begini!” ucapnya dengan penuh kemarahan. Daza kembali melihat kedepan, dan berjalan meninggalkannya, “Pulang sendiri! Tidak sudi aku pulang denganmu!” kesalnya. “Kalau kamu
Karena hari ini adalah hari libur, Lavendra mencoba untuk produktif, meski sebenarnya ia tahu akan sedikit sulit mendekati Daza karena pastinya hari ini Lora juga akan berada di rumah yang sama, Lavendra mencoba untuk abai. Ia membersihkan seluruh rumah menggunakan kedua tangannya, dan tidak membiarkan sedikit noda pun tertinggal.Ia juga sedikit memasak untuk dirinya sendiri. Lavendra hanya membuatkan roti panggang untuk dua orang yang pasti akan bangun siang dan hanya akan membuatnya seperti orang bodoh. Pekerjaan rumah yang paling Lavendra sukai, ialah merapikan pakaian.Meski hanya pakaiannya, saja, ia merasa sudah cukup senang. Karena ia bisa sambil mendengarkan lagu melakukannya. Hari menjelang siang dan Daza akhirnya bangun, setelah terdengar pintunya tersebut terbuka. Lavendra yang melihat ke arah tangga, melihat Daza turun dari sana.“Hei, sarapan hari ini apa?” tanya Daza yang masih mengantuk.“Roti panggang coklat,” jawab Lavendra.Daza yang baru saja turun tersebut, berhen
Lora yang biasanya marah dan juga bisa meledak serta melakukan apa pun kepada dirinya ini, mendadak ciut. Bola matanya gemetar saat melihat wajahnya yang benar-benar marah. Lora sampai mundur ketika melihat bahwa Lavendra melangkahkan kaki ke depan mendekatinya.Daza yang baru pertama kali melihat Lavendra meledak tersebut juga sontak terdiam. Dia mulai bangun dari duduknya dan mencoba untuk menjauhkan Lora dari pandangan Lavendra. Daza memasang badan untuk melindungi wanita yang dia sayangi tersebut.“Hentikan. Kamu tidak sopan sekali!” tegas Daza.Seperti baru saja kerasukan, Lavendra seolah tutup telinga mendengar apa yang dikatakan oleh Daza tersebut. Kalau ia bisa meraih Lora sekarang, ia akan meraih dan mencabiknya. Bagaimana ia tidak marah, nyaris setengah rambut panjang yang ia rawat sepenuh hati tersebut hilang mendadak di tangan wanita gila itu.Entah tenaga darimana yang ia dapatkan tersebut, Lavendra mendorong Daza hingga ia terjatuh, bahkan menabrak meja yang ada di sebel
Daza akhirnya mau tidak mau harus menurut kepada sang kakek. Tampaknya amarah sang kakek yang sudah mulai tua ini benar-benar tidak terbendung sama sekali. Dan sekarang, tampaknya Daza akan kehilangan banyak hal gara-gara wanita bernama Lavendra itu!“Kamu ke kamar saja,” pinta Daza dengan suara pelan, meminta Lora untuk pergi.“TIDAK! Biarkan wanita itu di sini!” tegas sang kakek melarangnya.Lora yang tadinya hendak beranjak langsung berhenti. Ia hanya bisa menunduk tidak berani menatap wajah mereka yang ada di depannya. Baginya, keluarga Daza adalah keluarga yang sangat menyeramkan. Rasanya seperti mencoba mengadu nasib berhadapan dengan mereka.Mereka berempat berhadapan, tetapi Lora tidak duduk sama sekali. Ia merasa sangat malu dan takut berada di dekat dua orang yang memiliki kuasa yang sangat besar tersebut. Mereka terlalu mneyeramkan kalau dihadapi secara langsung.Akhirnya Daza duduk bersama mereka, dan mencoba tegak melihat sang kakek dan papanya yang memasang wajah muram k
Daza tidak bisa mnegedipkan mata saat melihat Lavendra di depannya. Ia seolah tidak dapat berkedip melihat bagaimana ada seseorang yang biasanya tampak sangat kalem dan polos, sekarang malah kelihatan seperti orang yang berbeda?‘Benar-benar cantik.’Lavendra yang baru saja pulang tersebut merasa bingung. Daza menatapnya seolah ada yang salah pada dirinya tersebut. Apa cara berpakaiannya aneh? Atau dirinya terlihat berbeda dengan rambut barunya? Aihh, harusnya ia menolak saat Diana mengajaknya mencari pakaian baru. Karena ia jadi kelihatan super aneh sekali.“Ke- Kenapa?” tanya Lavendra merasa gugup.Bukan lagi karena penampilannya. Melainkan karena pasti baru saja terjadi sesuatu yang tidak beres, sampai-sampa Lora keluar rumah dengan wajah kesal. Tadi saat bertemu dengan papa dan kakek juga pasti ada sesuatu yang dibicarakan, pasti tidak baik-baik saja saat ini.Daza bangun dari duduknya, lalu mendekat ke arahnya dengan perlahan. Ia berada di depan dari Lavendra, dan terus menerus m