Cukup lama keduanya sama-sama diam, jika boleh jujur. Ayuna tidak ingin suaminya menikah lagi, tapi perbuatannya itu harus dipertanggung jawabkan. Sedangkan Sandy sendiri menyesal karena sudah menodai pernikahannya dengan Ayuna. Wanita yang telah mengangkat derajatnya. Andai bukan karena Ayuna, mungkin saat ini Sandy masih terpuruk."Ayuna, tolong jangan paksa mas untuk menikah dengan Renita. Mas memang salah karena sudah menghianati kamu, mas khilaf." Sandy menggenggam erat tangan istrinya. Sedangkan Ayuna masih diam."Ayuna, kamu sedang hamil. Kamu tidak boleh berpikir yang macam-macam," ucap Sandy. Mendengar itu Ayuna lamtas tersenyum. "Aku tidak akan pernah berpikir macam-macam kalau saja kamu tidak berulah, mas." Ayuna bangkit dan meninggalkan suaminya yang masih diam.Ayuna melangkah keluar dari kamarnya, wanita itu memilih untuk melihat putrinya, apakah sudah siap untuk berangkat ke sekolah atau belum. Setibanya di kamar Sabrina, terlihat jika bocah perempuan itu tengah memaka
Sandy mengusap wajahnya dengan gusar, ia merasa jika istrinya sengaja menghindar. Padahal Sandy ingin membicarakan sesuatu yang penting dengan istrinya. Jika boleh jujur, Sandy sama sekali tidak ingin menikah lagi. Tapi Ayuna memaksa, Renita pun demikian. Bahkan Renita sempat mengancam akan bunuh diri."Kenapa semuanya jadi kacau begini sih." Sandy mengacak-acak rambutnya. Ada perasaan menyesal karena sudah menghianati wanita sebaik Ayuna, menodai pernikahannya yang hampir delapan tahun itu.Tiba-tiba saja gawai miliknya berdering, awalnya Sandy abaikan. Tapi benda pipih miliknya itu terus berdering, khawatir ada yang penting. Sandy mengambil gawai miliknya, lalu ia periksa. Sandy menghembuskan napasnya, setelah tahu jika ternyata Renita yang menelpon.[Halo ada apa][ …. ][Kamu muntah-muntah, ya sudah aku ke sana sekarang][ … ][Iya. Ya sudah aku tutup dulu teleponnya]Sandy menghembuskan napasnya setelah sambungan telepon terputus. Padahal malam ini Sandy berencana untuk tidur di
Sandy masih tidak percaya dengan apa yang dilihat, bagaimana mungkin video itu bisa tersebar. Rasanya cukup mustahil, karena hanya dirinya dan Renita yang tahu. Dan untuk pernikahannya yang kemarin, sengaja Sandy rahasiakan. Hanya tetangga dekat dan pihak keluarga yang tahu."Dimas, kamu tahu siapa yang sudah menyebar video ini?" tanya Sandy. Laki-laki itu lantas masuk ke dalam lift, tentunya dengan diikuti oleh Dimas."Aku tidak tahu." Dimas menggeleng. Selang beberapa menit pintu lift terbuka, kedua lelaki itu segera keluar.Sandy melangkah masuk ke dalam ruangan dengan diikuti oleh Dimas. Setibanya di sana, Sandy melepas jasnya dan menggantungnya. Setelah itu Sandy menjatuhkan bobotnya di kursi kebenarannya. Sementara Dimas sendiri duduk di kursi yang ada di depan meja kerja sepupunya itu."Tolong kamu cari akun yang sudah menyebarkan video ini. Aku tidak ingin karierku hancur gara-gara video ini," ujar Sandy dengan wajah yang sudah memerah karena menahan amarah."Kamu tidak perlu
Sandy masih diam, ia tidak menyangka jika Ayuna mengetahui rahasia yang ia simpan. Sandy memang sengaja membuat buku tabungan atas nama Renita. Rencananya buku tabungan itu akan Sandy gunakan untuk biaya lahiran Renita nantinya. Sandy membuatnya setelah tahu Renita hamil."Sekarang kamu lancang ya, sudah berani mengambil sesuatu yang bukan hak kamu." Sandy merebut buku tabungan tersebut. Mendengar ucapan suaminya, Ayuna hanya menggelengkan kepalanya.Ayuna juga masih tidak menyangka jika selama ini suaminya sudah membohonginya. Jika saja Ayuna tidak menemukan buku tabungan itu, mungkin ia tidak akan pernah tahu betapa busuk kelakuan suaminya. Dan mungkin buku tabungan itu akan semakin gendut karena setiap bulannya pasti akan diisi oleh Sandy."Aku tidak mengambilnya, mas. Kamu saja yang terlalu ceroboh, menyimpan barang rahasia tidak ditempat yang aman. Dan satu lagi, seekor bangkai baunya akan tercium, meskipun sudah ditutup serapat mungkin," ungkap Ayuna. Matanya menatap sosok laki-
Sabrina dan Ayuna sudah sampai di sekolah, meskipun kecewa dengan ayahnya. Tapi bocah perempuan itu memaksakan diri untuk tetap tersenyum. Sabrina tidak ingin ibunya bersedih karena dirinya. Selama ini hanya ibunya yang mau mengerti, ayahnya memang menyayanginya. Tapi tetap ada perbedaan, terlebih sekarang sang ayah telah menikah lagi."Sayang, kamu baik-baik saja kan." Ayuna mengusap kepala putrinya."Sabrina baik-baik saja kok, bun." Sabrina mengangguk dengan tersenyum. Setelah itu mereka kembali fokus dengan acara yang ada.Selama acara berlangsung, Ayuna sama sekali tidak peduli dengan pesan yang dikirim oleh suaminya. Wanita hamil itu memilih fokus dengan acara yang ada, terlebih ketika pengumuman siapa yang menjadi peringkat pertama. Sungguh, Ayuna benar-benar bangga dengan putrinya. Sabrina kembali menjadi juara kelas, bahkan bocah itu menjadi juara lomba Matematika tingkat nasional."Selamat ya, sayang. Bunda benar-benar bangga sama kamu." Ayuna menciumi wajah putrinya dengan
Di lain tempat saat ini Sandy tengah menemani Renita ke dokter kandungan. Entah kenapa jadwalnya harus bersamaan dengan hari ulang tahun Sabrina. Berkali-kali Sandy menghembuskan napasnya, ia kembali mengecewakan putrinya. Sandy khawatir jika nantinya tidak mendapatkan maaf dari Sabrina.Awalnya Sandy sudah meminta Renita untuk menunda besok, tapi wanita itu tetap kekeh untuk pergi ke dokter kandungan hari ini. Jika sudah seperti ini, Sandy tidak bisa berbuat apa-apa kecuali pasrah dan mengalah. Dan akhirnya, Sabrina yang kecewa karena dirinya tidak datang. Padahal kado untuk putrinya sudah Sandy siapkan jauh hari."Sabrina, maafkan papa. Setelah ini papa langsung ke rumah," ujar Sandy. "Mas, kamu lagi mikirin apa sih. Perasaan dari tadi kamu diem terus, kamu nggak seneng ya dengan kondisi calon anak kita." Renita menepuk pundak suaminya, sontak Sandy terkejut. Laki-laki itu menghembuskan napasnya, lalu berusaha untuk tetap bersikap tenang."Aku seneng kok," kata Sandy."Jenis kelami
Sandy menghembuskan napasnya, lalu mengusap wajahnya dengan kasar. Setelah itu ia memutuskan untuk menjatuhkan bobotnya di sofa. Sandy akan menunggu sampai Sabrina pulang. Ia harus bisa mengambil hati putrinya kembali. Dan semoga saja Renita dan Killa tidak berulah. Selang beberapa menit Ayuna datang dengan membawa secangkir kopi. Sandy tersenyum, karena ternyata istrinya masih peduli padanya. Sandy pikir Ayuna akan lupa dengan kewajibannya, tapi ternyata tidak. Justru Renita yang tidak pernah ingat akan kewajibannya sebagai seorang istri. Alasannya, karena hamil."Terima kasih," ucap Sandy, sementara Ayuna hanya mengangguk."Oya, kapan jadwal kamu kontrol ke dokter kandungan lagi?" tanya Sandy. Mendengar itu Ayuna mengangguk, lantas duduk dengan perlahan."Hari senin besok, mas. Memangnya kenapa." Ayuna balik bertanya, mendengar itu Sandy sedikit terkejut. Istrinya yang sekarang sedikit berubah setelah ia menikah lagi."Mas temenin ya, mas juga ingin tahu bagaimana perkembangannya.
Satu jam telah berlalu, Sandy baru pulang dari klinik. Akibat luka di pelipis Killa, laki-laki itu membawa putrinya ke klinik untuk diobati. Awalnya Sandy ingin mengobatinya sendiri, karena jika dilihat lukanya tidak terlalu parah. Tapi Renita memaksanya untuk dibawa ke klinik.Sandy tidak bisa berbuat apa-apa, terlebih Killa yang terus menangis. Saking paniknya, Sandy sampai lupa dengan Sabrina. Setibanya di rumah, Sandy langsung mencari keberadaan putrinya itu. Tapi belum sempat laki-laki itu menggerakkan kakinya. Ayuna datang dengan tergesa-gesa."Ayuna kamu …. ""Di mana Sabrina, kamu apakan Sabrina." Ayuna langsung menghampiri Renita, bahkan wanita hamil hendak menarik rambut panjang Renita, tapi dengan cepat Sandy menahannya."Ayuna jangan begini, sebenarnya ada apa." Sandy berusaha untuk tetap bersikap tenang."Kamu tanyakan sendiri sama dia, mas. Apa yang sudah dia lakukan pada Sabrina," ujar Ayuna dengan napas yang ngos-ngosan."Sekarang Sabrina ada di mana." Ayuna menatap Re