Sandy mengusap wajahnya dengan gusar, ia merasa jika istrinya sengaja menghindar. Padahal Sandy ingin membicarakan sesuatu yang penting dengan istrinya. Jika boleh jujur, Sandy sama sekali tidak ingin menikah lagi. Tapi Ayuna memaksa, Renita pun demikian. Bahkan Renita sempat mengancam akan bunuh diri.
"Kenapa semuanya jadi kacau begini sih." Sandy mengacak-acak rambutnya. Ada perasaan menyesal karena sudah menghianati wanita sebaik Ayuna, menodai pernikahannya yang hampir delapan tahun itu.Tiba-tiba saja gawai miliknya berdering, awalnya Sandy abaikan. Tapi benda pipih miliknya itu terus berdering, khawatir ada yang penting. Sandy mengambil gawai miliknya, lalu ia periksa. Sandy menghembuskan napasnya, setelah tahu jika ternyata Renita yang menelpon.[Halo ada apa][ …. ][Kamu muntah-muntah, ya sudah aku ke sana sekarang][ … ][Iya. Ya sudah aku tutup dulu teleponnya]Sandy menghembuskan napasnya setelah sambungan telepon terputus. Padahal malam ini Sandy berencana untuk tidur di rumah Ayuna. Tapi tiba-tiba Renita meminta untuk datang ke rumah, dengan alasan muntah-muntah. Memang kehamilan Renita yang sekarang cukup berbeda dengan yang dulu.Setelah itu Sandy bersiap untuk pergi, ketika hendak keluar dari kamar. Ayuna tiba-tiba masuk seraya memegangi perutnya yang buncit. Melihat itu, Sandy melangkah menghampiri istrinya. Laki-laki itu merasa khawatir akan keadaan Ayuna, bagaimanapun juga, mereka masih suami istri."Kamu kenapa?" tanya Sandy."Nggak apa-apa, mas. Cuma kram saja." Ayuna menjatuhkan bobotnya di tepi ranjang. Kemudian ia melirik suaminya yang ternyata sudah berpakaian rapi."Kalau mau ke rumah Renita tinggal pergi saja, mas. Aku nggak apa-apa kok." Ayuna berujar seraya mengangkat kedua kakinya, lalu meluruskannya."Tapi beneran kamu nggak apa-apa." Sandy nampak khawatir. Biasanya hampir setiap malam Sandy selalu memijit kaki istrinya sebelum tidur. Tapi sepertinya malam ini tidak bisa, Renita memaksa untuk datang."Aku nggak apa-apa, mas. Kamu tidak perlu khawatir," kata Ayuna dengan begitu santai. Seolah hatinya baik-baik saja."Ya sudah, mas pergi sekarang. Besok pagi mas pulang." Sandy mencium kening istrinya. Ayuna hanya diam, setelah itu Sandy melangkah keluar dari kamarnya.Setelah suaminya pergi, Ayuna memilih untuk berbaring dan tidur. Tidak ada kata menyesal baginya, laki-laki tidak setia seperti Sandy, tidak perlu ditangisi. Ayuna yakin, dia akan bahagia bersama putrinya dan calon anak keduanya. Karena laki-laki seperti Sandy tidak pantas untuk dipertahankan.Sementara itu, Sandy kini sudah sampai di rumah Renita. Setibanya di sana, terlihat jika Renita baru saja keluar dari kamar mandi. Melihat suaminya datang, Renita langsung menghampirinya. Bahkan wanita berbadan dua itu langsung bergelayut manja di lengan suaminya."Mas, malam ini tidur di sini kan?" tanya Renita."Iya, tapi besok pagi aku harus pulang ke rumah Ayuna. Dia juga sedang hamil," kata Sandy. Renita nampak kecewa, bahkan wanita itu langsung menghembuskan napasnya dengan kasar. "Ya sudah, sekarang temani aku tidur," ujar Renita yang masih bergelayut manja."Killa sudah tidur?" tanya Sandy."Sudah, tadi nungguin kamu. Tapi nggak datang-datang," jawab Renita. Sementara Sandy hanya mengangguk. Setelah itu keduanya beranjak naik ke atas ranjang dan memutuskan untuk istirahat.***Hari telah berganti, pagi ini Ayuna tengah sibuk menyiapkan sarapan. Meskipun ada pembantu, tapi untuk urusan makanan, Ayuna memasaknya sendiri. Semalam Sandy benar-benar tidak pulang, dan sudah pagi seperti ini belum ada kabarnya. Ayuna tidak sedang berharap, hanya saja ia khawatir kalau nantinya Sabrina menanyakan ayahnya.Selang beberapa menit Sabrina turun, bocah perempuan itu sudah berpenampilan rapi. Melihat putrinya yang sudah duduk di kursi, Ayuna lantas menghampiri. Tak lupa Ayuna menaruh segelas susu yang baru saja ia buat. Ayuna juga menyiapkan bekal untuk putrinya itu."Kamu mau sarapan pakai apa?" tanya Ayuna."Roti saja, bun." Sabrina menunjuk piring yang berisi roti panggang kesukaannya."Ok." Ayuna mengambil satu potong roti panggang tersebut, lalu ia taruh di atas piring yang ada di hadapan putrinya."Bun, hari sabtu besok ada acara pembagian raport di sekolah Sabrina," kata Sabrina sembari menikmati roti panggang tersebut."Ya sudah, nanti bunda usahakan untuk datang," sahut Ayuna seraya mengambil sepotong roti tawar, lalu ia olesi dengan selai. Ya, Ayuna lebih suka roti dengan selai."Kalau bisa papa juga datang ya, bun. Soalnya sekalian pengumuman lomba yang minggu kemarin," pinta Sabrina. Bocah perempuan itu sangat berharap ayahnya juga ikut datang."Iya, nanti bunda sampaikan sama papa. Sekarang habiskan dulu sarapannya, setelah ini bunda antar ke sekolah," ujar Ayuna. Sabrina hanya mengangguk, lalu segera menghabiskan sarapannya.Selesai sarapan, Sabrina segera bersiap untuk berangkat ke sekolah. Begitu juga dengan Ayuna, wanita itu juga bersiap untuk mengantarkan putrinya. Mulai sekarang Ayuna benar-benar harus belajar mandiri. Ayuna yakin, jika dirinya mampu untuk melewati semuanya, juga mampu untuk membesarkan anak-anaknya kelak.Sementara itu, saat ini Sandy juga sudah dalam perjalanan menuju ke sekolah Killa, setelah itu baru akan ke kantor. Awalnya Sandy akan pulang, tapi Killa melarang, tidak ingin membuat putrinya kecewa. Sandy memutuskan untuk pulang ke rumah Ayuna setelah dari kantor nanti. Sandy yakin, kalau Ayuna pasti bisa mengerti dan memakluminya.Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 menit, mereka sampai di tempat tujuan. Sandy menghentikan mobilnya di depan gerbang sekolah milik Killa. Andai saja kedua putrinya sekolah di satu sekolah yang sama. Mungkin Sandy bisa mengantarkan mereka bersama."Sekolah yang rajin ya." Sandy mengusap kepala putrinya."Iya, pa. Jangan lupa, sabtu besok datang ke sekolah Killa, pa." Killa kembali mengingatkan. Saat sarapan tadi, Killa memberitahu jika sabtu besok adalah pembagian raport di sekolahnya. Killa meminta agar ayahnya juga datang."Iya, sayang. Nanti papa datang kok," ujar Sandy. Setelah putrinya bergabung dengan teman-temannya. Ia segera melajukan mobilnya, kini tujuannya adalah kantor.Setelah menempuh perjalanan sekitar 40 menit, Sandy tiba di tempat tujuan. Usai memarkirkan mobilnya, Sandy segera turun, lalu melangkah masuk ke dalam gedung. Saat Sandy melangkah menuju lift, ia melihat beberapa karyawannya yang tengah sibuk dengan handphone masing-masing. Entah apa yang sedang mereka lihat.Ketika hendak masuk ke dalam lift, tiba-tiba Dimas menghampirinya. Dimas merupakan sepupu Sandy yang bekerja di perusahaan tersebut. Sandy mengerutkan keningnya ketika melihat wajah Dimas yang nampak tegang itu. "Ada apa?" tanya Sandy, laki-laki itu cukup penasaran dengan apa yang ingin Dimas sampaikan padanya."Coba lihat ini." Dimas menyodorkan handphone miliknya dan memperlihatkan sebuah video.Sedetik kemudian mata Sandy melotot setelah melihat video tersebut. Video yang kini viral di media sosial, video dirinya ketika ijab kabul kemarin. Dan ternyata bukan hanya video itu, tapi ada yang lain, yaitu ketika Sandy berada di villa liburan kemarin.Sandy masih tidak percaya dengan apa yang dilihat, bagaimana mungkin video itu bisa tersebar. Rasanya cukup mustahil, karena hanya dirinya dan Renita yang tahu. Dan untuk pernikahannya yang kemarin, sengaja Sandy rahasiakan. Hanya tetangga dekat dan pihak keluarga yang tahu."Dimas, kamu tahu siapa yang sudah menyebar video ini?" tanya Sandy. Laki-laki itu lantas masuk ke dalam lift, tentunya dengan diikuti oleh Dimas."Aku tidak tahu." Dimas menggeleng. Selang beberapa menit pintu lift terbuka, kedua lelaki itu segera keluar.Sandy melangkah masuk ke dalam ruangan dengan diikuti oleh Dimas. Setibanya di sana, Sandy melepas jasnya dan menggantungnya. Setelah itu Sandy menjatuhkan bobotnya di kursi kebenarannya. Sementara Dimas sendiri duduk di kursi yang ada di depan meja kerja sepupunya itu."Tolong kamu cari akun yang sudah menyebarkan video ini. Aku tidak ingin karierku hancur gara-gara video ini," ujar Sandy dengan wajah yang sudah memerah karena menahan amarah."Kamu tidak perlu
Sandy masih diam, ia tidak menyangka jika Ayuna mengetahui rahasia yang ia simpan. Sandy memang sengaja membuat buku tabungan atas nama Renita. Rencananya buku tabungan itu akan Sandy gunakan untuk biaya lahiran Renita nantinya. Sandy membuatnya setelah tahu Renita hamil."Sekarang kamu lancang ya, sudah berani mengambil sesuatu yang bukan hak kamu." Sandy merebut buku tabungan tersebut. Mendengar ucapan suaminya, Ayuna hanya menggelengkan kepalanya.Ayuna juga masih tidak menyangka jika selama ini suaminya sudah membohonginya. Jika saja Ayuna tidak menemukan buku tabungan itu, mungkin ia tidak akan pernah tahu betapa busuk kelakuan suaminya. Dan mungkin buku tabungan itu akan semakin gendut karena setiap bulannya pasti akan diisi oleh Sandy."Aku tidak mengambilnya, mas. Kamu saja yang terlalu ceroboh, menyimpan barang rahasia tidak ditempat yang aman. Dan satu lagi, seekor bangkai baunya akan tercium, meskipun sudah ditutup serapat mungkin," ungkap Ayuna. Matanya menatap sosok laki-
Sabrina dan Ayuna sudah sampai di sekolah, meskipun kecewa dengan ayahnya. Tapi bocah perempuan itu memaksakan diri untuk tetap tersenyum. Sabrina tidak ingin ibunya bersedih karena dirinya. Selama ini hanya ibunya yang mau mengerti, ayahnya memang menyayanginya. Tapi tetap ada perbedaan, terlebih sekarang sang ayah telah menikah lagi."Sayang, kamu baik-baik saja kan." Ayuna mengusap kepala putrinya."Sabrina baik-baik saja kok, bun." Sabrina mengangguk dengan tersenyum. Setelah itu mereka kembali fokus dengan acara yang ada.Selama acara berlangsung, Ayuna sama sekali tidak peduli dengan pesan yang dikirim oleh suaminya. Wanita hamil itu memilih fokus dengan acara yang ada, terlebih ketika pengumuman siapa yang menjadi peringkat pertama. Sungguh, Ayuna benar-benar bangga dengan putrinya. Sabrina kembali menjadi juara kelas, bahkan bocah itu menjadi juara lomba Matematika tingkat nasional."Selamat ya, sayang. Bunda benar-benar bangga sama kamu." Ayuna menciumi wajah putrinya dengan
Di lain tempat saat ini Sandy tengah menemani Renita ke dokter kandungan. Entah kenapa jadwalnya harus bersamaan dengan hari ulang tahun Sabrina. Berkali-kali Sandy menghembuskan napasnya, ia kembali mengecewakan putrinya. Sandy khawatir jika nantinya tidak mendapatkan maaf dari Sabrina.Awalnya Sandy sudah meminta Renita untuk menunda besok, tapi wanita itu tetap kekeh untuk pergi ke dokter kandungan hari ini. Jika sudah seperti ini, Sandy tidak bisa berbuat apa-apa kecuali pasrah dan mengalah. Dan akhirnya, Sabrina yang kecewa karena dirinya tidak datang. Padahal kado untuk putrinya sudah Sandy siapkan jauh hari."Sabrina, maafkan papa. Setelah ini papa langsung ke rumah," ujar Sandy. "Mas, kamu lagi mikirin apa sih. Perasaan dari tadi kamu diem terus, kamu nggak seneng ya dengan kondisi calon anak kita." Renita menepuk pundak suaminya, sontak Sandy terkejut. Laki-laki itu menghembuskan napasnya, lalu berusaha untuk tetap bersikap tenang."Aku seneng kok," kata Sandy."Jenis kelami
Sandy menghembuskan napasnya, lalu mengusap wajahnya dengan kasar. Setelah itu ia memutuskan untuk menjatuhkan bobotnya di sofa. Sandy akan menunggu sampai Sabrina pulang. Ia harus bisa mengambil hati putrinya kembali. Dan semoga saja Renita dan Killa tidak berulah. Selang beberapa menit Ayuna datang dengan membawa secangkir kopi. Sandy tersenyum, karena ternyata istrinya masih peduli padanya. Sandy pikir Ayuna akan lupa dengan kewajibannya, tapi ternyata tidak. Justru Renita yang tidak pernah ingat akan kewajibannya sebagai seorang istri. Alasannya, karena hamil."Terima kasih," ucap Sandy, sementara Ayuna hanya mengangguk."Oya, kapan jadwal kamu kontrol ke dokter kandungan lagi?" tanya Sandy. Mendengar itu Ayuna mengangguk, lantas duduk dengan perlahan."Hari senin besok, mas. Memangnya kenapa." Ayuna balik bertanya, mendengar itu Sandy sedikit terkejut. Istrinya yang sekarang sedikit berubah setelah ia menikah lagi."Mas temenin ya, mas juga ingin tahu bagaimana perkembangannya.
Satu jam telah berlalu, Sandy baru pulang dari klinik. Akibat luka di pelipis Killa, laki-laki itu membawa putrinya ke klinik untuk diobati. Awalnya Sandy ingin mengobatinya sendiri, karena jika dilihat lukanya tidak terlalu parah. Tapi Renita memaksanya untuk dibawa ke klinik.Sandy tidak bisa berbuat apa-apa, terlebih Killa yang terus menangis. Saking paniknya, Sandy sampai lupa dengan Sabrina. Setibanya di rumah, Sandy langsung mencari keberadaan putrinya itu. Tapi belum sempat laki-laki itu menggerakkan kakinya. Ayuna datang dengan tergesa-gesa."Ayuna kamu …. ""Di mana Sabrina, kamu apakan Sabrina." Ayuna langsung menghampiri Renita, bahkan wanita hamil hendak menarik rambut panjang Renita, tapi dengan cepat Sandy menahannya."Ayuna jangan begini, sebenarnya ada apa." Sandy berusaha untuk tetap bersikap tenang."Kamu tanyakan sendiri sama dia, mas. Apa yang sudah dia lakukan pada Sabrina," ujar Ayuna dengan napas yang ngos-ngosan."Sekarang Sabrina ada di mana." Ayuna menatap Re
Untuk sesaat keduanya sama-sama diam, Sandy masih tidak menyangka jika semuanya akan seperti sekarang ini. Yang Sandy inginkan, Ayuna tetap menjadi istrinya, tapi sepertinya itu mustahil. Mengingat jika istri pertamanya itu tetap kekeh untuk bercerai. Sandy tidak bisa membayangkan jika nantinya Ayuna bersanding dengan laki-laki lain.Sandy mengusap wajahnya dengan gusar, laki-laki itu kembali teringat akan ucapan ibunya yang mungkin lebih tepatnya sebagai pesan. Ya, Regina pernah berpesan agar putranya mau melepaskan Ayuna dengan cara baik-baik. Regina sangat menyayangi Ayuna, meski hanya seorang menantu, tetapi sudah seperti putri sendiri. Itu sebabnya ia tidak ingin menantunya itu menderita."Baiklah, jika memang itu sudah menjadi keputusan kamu. Walaupun sesungguhnya mas tidak ingin kita bercerai," kata Sandy. Berharap Ayuna mau mempertimbangkan lagi keputusannya itu."Kalau saja kamu tidak bermain api, mungkin kita masih bisa bersama," ujar Ayuna. Mendengar itu Sandy hanya mengang
Ayuna tersenyum. "Terima kasih atas talaknya, mas. Mudah-mudahan kamu tidak menyesal sudah menyebutkan kalimat keramat itu. Setelah ini aku yang akan mengurus semuanya, kamu tinggal terima beres."Sandy diam, ia pikir Ayuna akan menangis ketika kata talak terucap. Tapi kenyataannya tidak, justru Ayuna terlihat bahagia setelah Sandy menjatuhkan talak. Ada rasa menyesal karena sudah terburu-buru menjatuhkan talak. Rasa cemburu yang membuat Sandy tidak bisa berpikir jernih. Padahal selama ini ia yang sudah berhianat."Kita jadi pulang sekarang?" tanya Hans dengan sangat hati-hati. Khawatir akan memicu pertengkaran, meskipun sejujurnya ia merasa kasihan dengan Ayuna. Tapi Hans tidak ingin ikut campur urusan rumah tangga mereka."Iya, soalnya sebentar lagi Sabrina pulang dari sekolah. Aku harus menjemputnya," sahut Ayuna. Mendengar itu Sandy semakin meradang, ia benar-benar tidak rela jika Ayuna bersanding dengan laki-laki lain."Ayuna, biar mas yang antar kamu pulang." Sandy mencekal perg