Share

BAB 4

"Pisau bedah," titah Claire sambil mengulurkan tangannya. Perawat segera menyerahkan instrumen itu kepadanya.

Dengan pakaian serba tertutup dan tangan yang mantap, Claire memulai operasi pada kakek buyutnya. Tekanan sangat besar, tapi dia tahu bahwa setiap tindakan harus dilakukan dengan hati-hati dan presisi. Dia mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum membuat sayatan pertama

"Berikan aku suction," pintanya lagi, perawat dengan sigap memberikannya alat tersebut.

Claire bekerja dengan teliti, membuka jalan menuju area pendarahan yang perlu diperbaiki. Suasana di ruang operasi sangat tenang, hanya terdengar suara instruksi Claire dan respons cepat dari tim medisnya. Waktu terasa melambat saat Claire melakukan setiap langkah dengan hati-hati, memastikan tidak ada kesalahan yang terjadi.

"Clamp," ucapnya, dan instrumen berikutnya diserahkan kepadanya.

Dia berhasil menemukan sumber pendarahan—sebuah pembuluh darah yang pecah. Dengan tangan yang stabil, Claire memperbaiki pembuluh darah tersebut, berfokus penuh pada tugasnya.

"Baik, pendarahan sudah berhenti," katanya dengan nada yang lebih tenang. "Sekarang kita tutup dan pastikan semuanya dalam kondisi stabil."

“Dokter, kondisi pasien menurun.” Ucap seorang perawat yang membuat seisi ruangan operasi menjadi sangat tegang.

Claire merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. "Apa yang terjadi?" tanyanya dengan nada mendesak.

"Tekanan darahnya turun drastis dan denyut nadinya melemah," jawab perawat dengan cemas.

Claire segera memeriksa monitor dan menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres. "Buka kembali luka operasi. Kita harus menemukan penyebabnya sekarang juga."

Dengan cepat, tim medis bekerja sama untuk membuka kembali luka operasi. Claire memeriksa setiap langkah yang telah dia lakukan sebelumnya, mencari tanda-tanda pendarahan atau masalah lainnya yang mungkin terlewat.

"Suction!" titahnya lagi, mencoba mencari sumber masalah.

Ketika Claire memeriksa lebih dalam, dia menemukan sebuah pembuluh darah kecil yang masih bocor. "Di sini, ini penyebabnya. Kita harus menghentikan pendarahan ini segera," ujarnya dengan nada tegas.

Dengan tangan yang stabil, Claire berhasil menutup pembuluh darah yang bocor tersebut. Dia merasa lega ketika melihat pendarahan berhenti dan tekanan darah Tuan Albert mulai stabil kembali.

"Tekanan darahnya kembali naik, dokter," kata perawat dengan nada lega.

Claire mengangguk. "Baik, sekarang kita tutup kembali dan pastikan semuanya dalam kondisi baik."

Setelah beberapa saat lagi bekerja dengan hati-hati, Claire akhirnya menyelesaikan operasi tersebut. "Operasi selesai. Kondisi pasien stabil," katanya sambil menatap timnya dengan senyum tipis.

Tim medis yang lainnya menarik napas lega, merasakan ketegangan di ruangan tersebut mereda. Claire melepas sarung tangannya dan menghela napas panjang, merasa lega dan puas.

Dia keluar dari ruang operasi dan segera disambut oleh keluarganya yang penuh harap. "Bagaimana kondisinya?" tanya Dariel dengan cemas.

Claire tersenyum lelah namun penuh rasa lega. "Operasi berjalan lancar. Ada komplikasi kecil, tapi semuanya sudah diatasi. Kakek buyut dalam kondisi stabil sekarang."

Lucia memeluk putrinya dengan erat, air mata kebahagiaan mengalir di pipinya. "Terima kasih, sayang. Kau luar biasa."

Dariel, Ethan, dan Tuan Kaizer juga memeluk Claire, merasa bangga dan lega. "Kau benar-benar hebat, Claire. Terima kasih," kata Dariel dengan suara penuh rasa bangga.

Malam itu, mereka tetap berada di rumah sakit untuk memantau kondisi Tuan Albert. Claire, meskipun lelah, merasa puas karena telah berhasil menyelamatkan kakek buyutnya. Namun, dia tahu bahwa masalah pernikahan dadakan dengan pria yang koma masih menunggu untuk dihadapi. Tapi untuk saat ini, dia hanya ingin menikmati momen kebersamaan dengan keluarganya yang penuh cinta.

Ketika tuan Abert di pindahkan dari ruang operasi ke ruang rawat, mereka semua langsung berkumpul disana.

Meskipun mereka tak tahu kapan tuan Abert akan sadar.

“Ayah, lebih baik kau pulang bersama Ethan dan Claire, aku dan Lucia yang akan menunggu kakek.” Ucap Dariel pada ayah mertuanya, tuan Kaizer.

Tuan Kiazer mengangguk, mereka bertiga berdiri dan akan pulang. Tapi sebelum mereka menyentuh knop pintu, seseorang masuk dari sana.

Wajah Claire langsung tegang saat dia melihat tuan Edmond yang datang.

Tuan Edmond memasuki ruangan dengan sikap angkuh, seolah-olah dia mengendalikan situasi. Wajah Claire langsung tegang saat melihatnya, dan dia bisa merasakan ketegangan meningkat di antara keluarganya.

"Selamat malam," sapa Edmond dengan senyum yang tidak tulus. "Saya dengar Anda berada di sini karena masalah keluarga yang serius. Saya harap tidak mengganggu."

Dariel melangkah maju, menatap Edmond dengan tajam. "Apa yang Anda inginkan di sini?" tanyanya dengan nada tegas.

Edmond mengangkat bahu dengan santai. "Saya hanya ingin memastikan kita semua paham tentang tanggung jawab yang harus dipenuhi. Putri Anda telah setuju untuk menikahi putra saya, dan saya ingin memastikan bahwa pernikahan ini akan dilaksanakan secepat mungkin."

Ethan berdiri tegap di samping Claire, tidak bisa menyembunyikan kemarahannya. "Anda benar-benar berpikir kami akan membiarkan Claire menikah dengan seseorang yang koma? Ini tidak masuk akal."

Edmond menghela napas panjang, seolah-olah dia sedang berbicara kepada anak-anak yang tidak paham. "Ini bukan masalah masuk akal atau tidak. Ini adalah masalah tanggung jawab dan kehormatan. Putri Anda membuat putra saya koma, dan ini adalah cara untuk memperbaiki situasi."

Claire menenangkan keadaan, melihat semua orang mulai terpancing emosinya, dia harus turun tangan untuk meredam ini semua. "Tuan Edmond, saya paham bahwa Anda marah dan kecewa. Saya juga sangat menyesal atas apa yang terjadi. Tapi bisakah Anda memberi saya waktu? Kakek saya sedang kritis saat ini."

Edmond menatap Claire dengan tatapan dingin, lalu mengangguk perlahan. "Baiklah, aku akan memberimu waktu. Tapi ingat, waktu tidak berpihak kepadamu. Aku berharap masalah ini segera diselesaikan."

Setelah itu, Edmond berbalik dan meninggalkan ruangan, meninggalkan ketegangan yang masih terasa di udara. Claire menghela napas lega, tetapi dia tahu ini hanya sementara. Dia berbalik ke arah keluarganya yang masih tampak tegang.

"Maafkan aku," kata Claire dengan suara pelan. "Aku tidak ingin kalian semua terlibat dalam masalah ini."

Ethan memeluk adiknya dengan erat, “Ini bukan salahmu, kakak akan berusaha untuk membatalkan pernikahan ini.” Janji Ethan dengan serius.

Claire hanya diam tak membalas pelukan kakaknya itu, lalu melepaskan pelukan kakaknya dengan pelan.

Lalu berbalik menatap seluruh mata keluarganya satu persatu.

“Aku akan menikahinya.” Ucapnya dengan serius.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status