"Sweety, kenapa kamu melamun, hm?" tanya Dariel dengan lembut, melihat putrinya yang tampak melamun saat mereka tengah makan malam bersama. Makanan di piring Claire masih utuh dan sudah mulai dingin.
Claire terkejut dari lamunannya dan memaksakan senyum. "Oh, tidak ada, Ayah. Aku hanya lelah," jawabnya sambil mencoba menyuapkan makanan ke mulutnya. Tapi, rasa makanannya seolah tidak ada di lidahnya. Pikirannya terus berputar memikirkan pernikahan dadakannya dengan pria yang dia tabrak pagi ini.
Lucia, yang duduk di seberang meja, melihat putrinya dengan penuh perhatian. "Sayang, kau terlihat sangat khawatir. Apakah ada sesuatu yang ingin kamu ceritakan kepada kami?"
Claire menggigit bibirnya, merasa beban rahasia ini terlalu berat untuk dipikul sendiri. Tapi menceritakan sekarang bukanlah waktu yang tepat.
"Benar-benar tidak ada apa-apa, Ibu," kata Claire dengan suara pelan. "Aku hanya perlu waktu untuk menyesuaikan diri dengan semua perubahan ini."
Ethan, yang duduk di sebelah Claire, meraih tangan adiknya dengan penuh kasih. "Claire, kita semua di sini untukmu. Apapun yang terjadi, kita bisa menghadapinya bersama."
Claire merasa air matanya hampir tumpah, tetapi dia menahannya. "Terima kasih, Kak. Aku sangat beruntung memiliki kalian semua."
Mereka melanjutkan makan malam dalam keheningan, masing-masing dengan pikirannya sendiri. Setelah makan malam, keluarga besar itu berkumpul di ruang keluarga dengan penuh canda tawa.
Hal itu membuat Claire merasa tertekan untuk menceritakan apa yang dia alami.
Hingga dia menghela nafasnya dan berkata.
“Besok aku akan menikah.”
Tawa di apartemen itu langsung hilang berubah menjadi senyap.
“Kamu bercandakan?” Tanya Ethan pada adiknya karena tiba-tiba mengatakan hal tersebut.
Claire menelan ludah, merasakan beratnya suasana yang tiba-tiba berubah. "Aku tidak bercanda, Kak," katanya dengan suara hampir berbisik. "Aku... aku akan menikah besok."
Dariel, Lucia, dan Ethan saling memandang dengan bingung dan cemas. "Apa maksudmu, Claire?" tanya Dariel dengan nada serius namun lembut. "Mengapa tiba-tiba seperti ini? Siapa pria yang akan kamu nikahi?"
Claire menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. "Ini... ini rumit. Tadi pagi aku mengalami kecelakaan, aku menabrak seseorang dan dia dalam keadaan koma. Keluarganya memaksa aku untuk menikahinya sebagai bentuk tanggung jawabku."
Lucia menutup mulutnya dengan tangan, terkejut. "Oh, Claire, kenapa kamu tidak memberitahu kami sebelumnya?"
"Aku takut membuat kalian khawatir," jawab Claire dengan suara bergetar. "Tuan Edmond, ayah pria itu, sangat marah.Dia ingin aku bertanggung jawab karena membuat putranya koma."
Ethan berdiri dari kursinya, tidak bisa menyembunyikan kemarahannya. "Ini tidak masuk akal! Kau tidak seharusnya dipaksa menikah dalam keadaan seperti ini. Kita harus melawan mereka, mencari jalan lain. Ayah, ayo temui pria itu, aku tak akan membiarkan siapapun menggertak adikku!"
Tuan Kaizer yang mendengar itu mengangguk setuju, “Ayo nak, kita cari pria bajingan yang mengganggu cucuku. Enak saja mereka meminta putri Filbert menikahi pria koma.”
Tuan Albert yang berada di kursi rodanya mengangguk setuju, dia tidak rela buyut kesayangannya harus menderita.
Claire yang melihat kekacauan ini langsung menghela nafasnya dengan berat, “Kak, kakek, kakek buyut, bukankah di keluarga ini aku diajarkan untuk selalu bertanggung jawab dengan apa yang aku lakukan? Dan sekarang aku telah melakukan kesalahan besar, aku harus tanggung jawab.” Ucap Claire yang berusaha tenang dan berpikir dewasa saat ini.
Ethan langsung memegang lengan adiknya dengan kuat, “Apa kau gila?! Mereka hanya memanfaatkanmu!”
Dariel menghela nafasnya, “Kita bertemu dulu dengan ayah dari pria itu. Kita tak bisa lepas tangan begitu saja.”
“Dariel, apa kau benar-benar setuju jika putrimu menikah dengan pria koma?!” Tuan Kaizer tampak tak terima dengan hal itu.
Dariel menenangkan ayah mertuanya, “Ayah, bukan begitu tapi setidaknya kita membahas ini secara kekeluargaan jika mereka menginginkan uang maka aku akan berikan berapapun yang mereka minta.”
Claire merasa bersalah membuat keluarganya menjadi seperti ini.
“Kakek!” Tiba-tiba teriakan ibunya membuat semua orang terkejut. Mereka langsung melihat ke arah tuan Albert yang tampak sesak nafas dan memegang dada kirinya seperti serangan jantung.
"Kakek!" teriak Lucia panik, segera berlari ke sisi ayahnya.
Dariel dan Ethan langsung bereaksi. "Cepat, panggil ambulans!" perintah Dariel dengan tegas, sementara Ethan mengambil ponselnya dan segera menghubungi layanan darurat.
Claire yang adalah seorang dokter bedah, langsung masuk ke mode profesional. "Bantu aku menurunkannya dari kursi roda ke lantai," ucap Claire dengan tenang namun tegas. Dia memeriksa denyut nadi dan napas kakek buyutnya.
"Dia mengalami serangan jantung. Kita harus melakukan CPR," Lucia dalam sekali lihat bisa melihat jika kakek terkena serangan jantung.
Dia dan Claire segera mengambil tindakan, dengan Lucia yang naik ke atas tubuh tuan Abert dan melakukan CPR agar jantung tuan Albert tak berhenti berdetak.
Sementara Lucia melakukan kompresi dada, Claire terus memeriksa tanda-tanda vital Tuan Albert. "Teruskan, Ibu, ritmenya sudah benar," kata Claire, mencoba tetap tenang dan profesional meski hatinya dipenuhi kekhawatiran.
Setelah beberapa menit yang terasa seperti selamanya, suara sirene ambulans terdengar semakin dekat. Paramedis segera masuk ke apartemen dan mengambil alih tindakan resusitasi dari Lucia.
"Dia mengalami serangan jantung sekitar lima menit yang lalu," jelas Claire kepada paramedis. "Kami telah melakukan CPR."
Paramedis segera memasang monitor jantung dan memberikan defibrillator jika diperlukan. Mereka dengan cepat menempatkan Tuan Albert di atas tandu dan membawanya ke ambulans.
"Aku akan ikut dengan ambulans," kata Claire tegas. "Aku harus memastikan kakek buyut mendapatkan perawatan terbaik."
Dariel mengangguk. "Kami akan segera menyusul."
Di dalam ambulans, Claire terus memantau kondisi Tuan Albert sambil berkomunikasi dengan paramedis. Sesampainya di rumah sakit, tim medis segera membawa Tuan Albert ke ruang gawat darurat.
Claire memberikan informasi lengkap mengenai kondisi kakek buyutnya kepada dokter yang bertugas. "Dia mengalami serangan jantung sekitar sepuluh menit yang lalu. Kami melakukan CPR sampai paramedis tiba," jelasnya.
Dokter mengangguk. "Terima kasih, Dokter Claire. Kami akan melakukan yang terbaik untuknya."
Claire berdiri di luar ruang gawat darurat, merasa campur aduk antara kekhawatiran dan rasa bersalah. Beberapa menit kemudian, Dariel, Lucia, Ethan, dan Tuan Kaizer tiba di rumah sakit.
"Bagaimana kondisinya?" tanya Dariel dengan cemas.
"Mereka sedang menanganinya sekarang. Kita hanya bisa berdoa dan berharap yang terbaik," jawab Claire dengan suara pelan.
Ketegangan mulai menguar disana, Claire yang paling takut disini. Dia takut kakeknya tak bisa di selamatkan.
Hingga seorang dokter keluar, “Kondisinya semakin memburuk, sepertinya harus ada tindakan operasi karena ternyata ada pembuluh darah yang pecah yang membuat kondisinya semakin darurat.”
"Kondisinya semakin memburuk, sepertinya harus ada tindakan operasi karena ternyata ada pembuluh darah yang pecah yang membuat kondisinya semakin darurat," kata dokter dengan tegas.
Claire merasa dadanya semakin sesak. "Apakah saya bisa membantu dalam operasi?" tanyanya dengan suara penuh harap.
Dokter mengangguk. "Tentu, Dr. Claire. Kehadiran Anda akan sangat membantu, terutama karena Anda yang paling mengenal kondisi kakek buyut Anda."
"Baik, mari kita segera mulai." Ucap Claire dengan serius.
"Pisau bedah," titah Claire sambil mengulurkan tangannya. Perawat segera menyerahkan instrumen itu kepadanya.Dengan pakaian serba tertutup dan tangan yang mantap, Claire memulai operasi pada kakek buyutnya. Tekanan sangat besar, tapi dia tahu bahwa setiap tindakan harus dilakukan dengan hati-hati dan presisi. Dia mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum membuat sayatan pertama"Berikan aku suction," pintanya lagi, perawat dengan sigap memberikannya alat tersebut.Claire bekerja dengan teliti, membuka jalan menuju area pendarahan yang perlu diperbaiki. Suasana di ruang operasi sangat tenang, hanya terdengar suara instruksi Claire dan respons cepat dari tim medisnya. Waktu terasa melambat saat Claire melakukan setiap langkah dengan hati-hati, memastikan tidak ada kesalahan yang terjadi."Clamp," ucapnya, dan instrumen berikutnya diserahkan kepadanya.Dia berhasil menemukan sumber pendarahan—sebuah pembuluh darah yang pecah. Dengan tangan yang stabil, Claire memperb
Semua orang membeku, menahan nafasnya saat mendengar apa yang diucapkan Claire disana.“Apa kamu gila?!” Ethan yang paling terlihat murka disana.Lucia hanya menghela nafasnya sedangkan Dariel menatap putrinya dengan pandangan yang serius.Tuan Kaizer langsung turun tangan, dia mengejar tuan Edmond dan memberinya pelajaran karena membuat keluarganya menjadi seperti ini.Dia berlari dan saat melihat punggung tuan Edmond, tanpa aba-aba dia langsung membalikkan tubuh pria itu dan membogemnya di lorong rumah sakit tersebut.“Bajingan, kau membuat cucu kesayanganku sengsara?!!”Edmond terhuyung ke belakang, terkejut oleh serangan tiba-tiba dari Tuan Kaizer. Dia mengusap pipinya yang memerah dan berdiri dengan tatapan marah. "Apa yang kau lakukan, orang tua?! Kau gila?!"Tuan Kaizer, dengan wajah merah padam dan napas berat, mendekati Edmond dengan tatapan penuh amarah. "Kau tak punya hak untuk memaksa cucuku menikah! Kau hanya memanfaatkan situasi ini untuk keuntunganmu sendiri!"Beberapa
Claire tiba di mansion mewah yang sangat luas, ini lebih luas dari mansion keluarganya namun sepertinya sama luasnya dengan mansion kakek buyutnya yang ada di Itali.Semua interior di dekorasi berwarna hitam dan putih, yang membuat tampak suram namun masih menunjukkan nilai kemewahan yang luar biasa.“Masuk.” instruksi tuan Edmond membuat Claire tersadar dari lamunannya dan mengikuti pria paruh baya itu.Dia kemudian diantar pelayan menuju ke kamar yang akan dia gunakan untuk beristirahat.“Ini adalah kamar anda, nyonya muda.” Ucap pelayan itu dengan sopan.Claire langsung melihat kesekeliling tempat itu. Dibanding dengan kamar, ini seperti gudang yang tak terpakai, bahkan parahnya tempat ini belum dib
“Jadi… Tolong cepatlah sadar.”Kalimat Claire terakhir seolah seperti mantra. Saat gadis itu selesai memberikan suntikan obat untuk mempercepat proses pemulihan, tanpa dia sadari mata pria itu mulai bergerak.Dan saat Claire pergi ke kamarnya, Leonidas yang sendirian disana mulai menggerakkan jari tangannya. Mulutnya mulai sedikit terbuka dan kemudian matanya yang terpejam mulai terlihat tanda kesadaran.Mata biru cerah dengan setitik hitam di dalamnya, tampak terlihat seperti jurang tiada ujung. Mata dingin itu mulai memancarkan cahayanya, perlahan dia melihat ke kanan dan ke kiri seperti sedang mencari sesuatu.Suara pintu terbuka, menampilkan sosok pria dengan pakaian profesional membawa beberapa dokumen penting untuk di taruh di meja kerja tuannya yang berada di kamar.
Kesan pertama saat Claire masuk ke dalam ruang kerja itu adalah muak. “Tuan memanggilku?” Ucapnya dengan tenang, tak ada rasa tertekan disana, hanya sikap ramah palsu yang dia tampilkan.Tuan Edmond menatap Claire dengan pandangan rumit, dia tak percaya jika gadis yang terlihat lemah itu berani melawannya.“Aku dengar keluhan dari pelayan, kau bersikap kasar padanya.” Ucap tuan Edmond dengan dingin.Claire tersenyum lembut mendengar itu, “Bersikap kasar?” Tanyanya seolah dia tak tahu apapun.Tuan Edmond menatap tajam, “Jangan berpura-pura, Claire. Di mansion ini akulah yang berkuasa dan kau hanya menantuku! Jangan bersikap kurang ajar pada orang ku!” Nada suara tuan Edmond naik satu oktaf menunjukkan jika dia marah saat ini.Claire tak bergeming, lalu menatap mata tuan Edmond dengan berani.“Jangan lupakan jika putramu ada di tanganku, tuan Edmond. Jika aku mau, aku bahkan bisa membuatnya tak sadarkan diri selamanya.” Ucapnya dengan penuh ancaman.Dia memang ingin bertanggung jawab d
“Dia adalah dokter terbaik di Jerman saat ini untuk ahli bedah, tak hanya itu nyonya muda merupakan orang yang memiliki penghargaan tertinggi seorang dokter di usianya yang baru menginjak dua puluh tahun. Bahkan dia menemukan obat yang bisa menyembuhkan penyakit kronis di usianya yang belia. Nyonya muda juga memiliki aset yang cukup banyak bahkan nilainya hampir sama dengan kekayaan anda sekarang, tuan. Karena kakek buyut dan kakeknya memberikan warisan kepada nyonya muda dibandingkan pada tuan Ethan. Anda benar-benar mendapatkan berlian tanpa sengaja.” Ucap Kendrick menyimpulkan laporan yang telah dia temukan pada Leonidas.Leonidas mendengarkan laporan Kendrick dengan penuh perhatian, matanya menyipit sedikit seolah mempertimbangkan informasi baru ini. “Menarik,” gumamnya. “Jadi, dia bukan hanya sekadar gadis yang ceroboh. Dia memiliki potensi dan kekuatan yang luar biasa.”Kendrick mengangguk. “Benar, tuan. Nyonya Claire adalah seseorang yang sangat berprestasi. Dia bukan hanya ber
Saat kicauan burung mulai terdengar dan cahaya pagi mulai masuk ke celah kamar, Claire yang tertidur di kamar Leonidas tampak terbangun.Dengan menguap dia mulai membuka matanya seperti bayi yang baru bangun, hingga saat matanya mulai terbuka lebar dia baru menyadari jika dia tertidur di kamar ini.Tapi bagaimana bisa dia naik ke ranjang Leonidas dan memeluk pria itu saat ini?!Claire langsung bangkit, karena takut alat penunjang kehidupan pria itu dia sentuh dan membuatnya semakin kritis.Tapi saat nafas dan detak jantung Leonidas normal, dia bernafas lega.“Apakah aku tanpa sadar naik ke ranjang? Claire kau bodoh sekali. Bisa-bisanya kau tertidur disini.” Gumamnya.Claire menggelengkan kepalanya, mencoba menghilangkan rasa malu yang menghampirinya. Dia memastikan semuanya kembali normal, merapikan selimut Leonidas dengan hati-hati sebelum memutuskan untuk pergi membersihkan diri.“Semoga ini tidak terjadi lagi,” gumamnya.Namun, tanpa sepengetahuan Claire, Leonidas telah menyaksikan
Suasana mansion Hawthorne, seorang menantu dan ayah mertua pertama kali dalam satu meja makan yang sama.Malam ini, Claire diundang oleh pria paruh baya tersebut untuk makan malam perdana.“Bagaimana dengan keadaan putraku?” Tanya tuan Edmond di tengah makan malam mereka.Claire yang santai hanya menjawab seadanya, “Baik-baik saja, sepertinya putramu sedang mimpi wanita cantik disana sehingga lama sadar dari komanya.” Jawab Claire asal.Tuan Edmond menatap Claire tajam, tidak senang dengan jawaban santai itu. "Aku harap kau serius dalam merawatnya, Claire," katanya dengan nada yang lebih serius. "Keluarga ini tidak bisa terus dalam keadaan seperti ini."Claire meletakkan sendoknya dengan perlahan, menghadap langsung pada pria paruh baya di depannya. "Tuan Edmond, saya sangat serius dalam merawat Leonidas. Setiap hari saya memberikan perawatan terbaik yang bisa saya berikan. Tetapi, saya tidak bisa memaksa dia untuk sadar lebih cepat. Itu semua tergantung pada tubuhnya sendiri."Tuan E
Sudah satu minggu dari yang dijanjikan, Leonidas tak ada kabar.Claire merasa hidupnya sangat hampa terlebih saat pria itu mengingkari janjinya.“Apanya yang tiga hari, sampai sekarang dia bahkan tak mengirimiku pesan.” Gumamnya dengan kesal.Di rumah sangat sepi kali ini, kakaknya sudah menikah dan bulan madu di maladewa sedangkan kedua orang tuanya sedang dinas di luar negeri. Dia benar-benar ditinggal sendiri oleh semua orang.Helaan nafas panjang terdengar di kamar wanita itu, jika dulu dia masih mepunyai James yang menemaninya. Tapi semenjak dia menolaknya, ia merasa bersalah dan tak eak jika datang hanya ketika dia kesepian.Tapi melihat postingan James beberapa hari lalu, sepertinya dia sudah melamar seorang gadis lain.“Aku penasaran, siapa yang berhasil menyembuhkan James.” Gumam Claire dengan tersenyum tipis.Dia juga berharap James mendapatkan gadis yang jauh lebih baik darinya.Hingga akhirnya dia tertidur di sofa, televisi yang masih menyala membuat ruangan itu tetap tera
“Huhhh!!! Akhirnya acaranya selesai juga walaupun agakberantakan karena wanita itu.” Kata Claire sambil merebahkan dirinya di kasur besar miliknya.Leonidas tersenyum membantu wanita itu melepaskan high heels miliknya yang masih di pakai, “Mandilah lalu tidur.”“Kau akan menginap kan?” Tanya Claire pada tunangannya itu sambil duduk kembali.Leonidas menggeleng, “Aku akan terbang ke Jerman malam ini, tiga hari kedepan jangan membuat ulah.” Katanya sambil merapikan poni Claire dengan lembut.Claire yang mendengar itu mengernyitkan dahinya, “Kenapa mendadak?”Leonidas menarik napas panjang, memandang Claire dengan mata yang serius namun tetap lembut. “Ada urusan mendesak yang harus aku tangani di sana,” katanya sambil terus merapikan rambut Claire. “Proyek penting perusahaan membutuhkan pengawasan langsung, dan aku tidak bisa mempercayakannya pada orang lain.” Claire melipat tangannya di dada, tampak tidak puas. “Kau selalu seperti ini. Setiap kali aku merasa kita bisa punya waktu lebi
Hari itu, cuaca sangat cerah, seolah alam ikut merayakan kebahagiaan Ethan dan Ashilla. Sepanjang jalan menuju venue pernikahan, karangan bunga dengan berbagai desain menawan menghiasi kiri dan kanan, menampilkan ucapan selamat dari keluarga, teman, hingga kolega mereka.Venue pernikahan, sebuah taman indah dengan nuansa klasik, dipenuhi bunga mawar putih dan merah muda yang melambangkan cinta dan kemurnian. Para tamu berdatangan mengenakan pakaian formal, membawa senyum bahagia untuk menyaksikan momen bersejarah dalam hidup kedua mempelai.Ashilla, mengenakan gaun pengantin putih panjang dengan detail renda yang elegan, berjalan anggun di altar ditemani oleh ayahnya. Di ujung sana, Ethan berdiri gagah dengan setelan jas hitam yang sempurna, matanya berbinar penuh cinta saat melihat Ashilla mendekat.Musik lembut mengalun, menambah suasana haru dan romantis. Saat Ashilla tiba di depan altar, Ethan mengulurkan tangannya, menyambutnya dengan senyum hangat. “Kau tampak luar biasa hari in
“Ashillaa!” Suara Lucia, ibu Ethan yang terdengar dari dalam membuat Ashilla yang akan masuk ke dalam mansion tersenyum.Pelukan hangat Lucia langsung menyambutnya, seolah wanita itu telah menunggunya lama.“Ibu khawatir kau tak akan kembali karena kebodohan Ethan.” Ucap Lucia dengan tulus.Ashilla terkekeh, “Maaf aku membuat khawatir ibu dan ayah mertua.” Kata Ashilla sambil mencium kedua pipi ibu mertuanya dengan lembut.Lucia tersenyum lembut, matanya berkaca-kaca karena lega melihat Ashilla kembali. “Kau seperti putriku sendiri, Ashilla. Aku tak ingin kehilanganmu. Ethan itu memang keras kepala, tapi aku tahu dia mencintaimu lebih dari apa pun.”Ashilla mengangguk pelan, senyumnya menenangkan. “Aku tahu, Bu. Meskipun aku marah padanya, aku tak bisa benar-benar meninggalkannya. Dia membuatku kesal, tapi dia juga membuatku merasa dicintai.”“Dia memang seperti itu, selalu membuat kekacauan sebelum akhirnya memperbaikinya,” ujar Lucia sambil menggelengkan kepala. “Tapi aku tahu, den
Bruk!Disya terkejut mendengar James yang baru pulang dan langsung ambruk di sofa. “Kak? Kau tak apa-apa kan?” Tanya Disya yang menghampiri James dengan hati-hati.Tapi tak ada sahutan dari pria itu, hingga Disya mencium bau alkohol yang sangat kuat dari James.“Kak? Aku akan ambilkan air hangat untuk– Ahh” Disya terkejut saat tiba-tiba James menarik Disya dan menindih tubuhnya.“Claire–” Gumam James yang sepertinya sangat mabuk hingga melihat Disya dengan wanita yang dia cintai itu.Disya membelalak kaget, jantungnya berdegup kencang saat menyadari apa yang terjadi. "Kak! Lepaskan aku!" serunya dengan panik, mencoba mendorong tubuh James yang berat akibat pengaruh alkohol.Namun, James sepertinya tidak sepenuhnya sadar. Dengan mata yang setengah terbuka dan penuh kebingungan, dia bergumam lagi, "Claire... jangan tinggalkan aku..."Disya, yang merasa semakin panik, berusaha mengumpulkan tenaganya untuk mendorong James. "Kak, sadar! Aku ini Disya!" katanya dengan suara tegas, mencoba m
“Kau membawaku kemana?”Claire bertanya dengan wajah penuh senyuman saat Leonidas menutup matanya dan membimbingnya berjalan ke suatu tempat.“Kau akan suka.” Bisik Leonidas dengan lembut.Mereka saat ini sedang berada di sebuah pantai yang Leonidas siapkan khusus dinner hari ini.Namun, ini bukanlah dinner biasa karena Leonidas menyiapkan sesuatu yang akan menjadi lembaran baru bagi mereka berdua.Begitu berada di titik yang Leonidas tentukan, tangannya yang menutupi mata indah Claire perlahan lepas.Saat tangan Leonidas perlahan menjauh dari mata Claire, pemandangan indah langsung menyapa matanya. Sebuah meja makan elegan berdiri di atas pasir putih, diterangi lampu-lampu kecil yang menggantung di sekitar, menciptakan suasana romantis di bawah langit malam yang dipenuhi bintang. Ombak pantai bergulung lembut di kejauhan, memberikan melodi alam yang menenangkan.Claire terdiam sejenak, matanya membelalak kagum. "Leonidas... Ini indah sekali," ucapnya dengan suara hampir berbisik, hat
“Aku tidak berselingkuh.” Kata Ethan dengan tegas begitu mereka sampai di tempat dimana Ashilla tinggal selama di Hawai.Ashilla hanya duduk diam, sambil menuangkan anggur ke dalam dua gelas. “Aku tak ingin dengar alasan.” Ucapnya dengan santai.Ethan mendekati Ashilla dengan tatapan serius, “Apa yang kau inginkan? Akan aku lakukan, asal kau tak membatalkan pernikahan kita.”Senyum Ashilla tersungging di wajahnya yang cantik, “Aku hanya ingin kau pergi dan tak menemuiku lagi. Aku sudah hidup nyaman disini, terlebih bertemu dengan banyak pria yang menghiburku.” Ucap Ashilla yang memancing Ethan untuk marah.Tapi Ethan berusaha untuk menekan emosinya, “Aku tahu aku salah, tapi jangan seperti itu, Ashilla.”Ashilla terkekeh, “Kenapa tidak? Itu lebih baik dibandingkan kau memberikan cincin pernikahan kita untuk wanita murahan itu!” Tatapan Ashilla berubah tajam, suaranya mengandung penuh kebencian pada pria itu.Ethan mengepalkan tangannya, menahan rasa bersalah dan kemarahan yang bergejo
Hawai,Tempat yang sangat cocok untuk menyendiri menikmati indahnya pemandangan pantai yang sangat memukau dan memanjakan mata.“Sendirian, nona?” Suara pria yang berada di sebelahnya membuat Ashilla yang duduk di atas pasir dengan kaca mata hitamnya sedikit menoleh.Dia tersenyum, setidaknya selain pemandangan yang indah disini juga banyak pria yang tampan dan eksotis.“Iya.” Jawabnya dengan tenang.“Mau berselancar?” Tanya pria itu, meskipun tak kenal pria itu berbicara dengannya seolah mereka sangat akrab.Dia bukan wanita yang tertarik pada rayuan pria dulunya, tapi sekarang untuk mengobati rasa sakitnya pada pengkhianatan Ethan dia ingin mencoba sesuatu yang tak pernah dia lakukan.“Aku tak pandai berselancar.” Ucapnya dengan lembut.Pria yang memiliki tubuh tinggi dan pahatan perut dan dada yang sempurna itu tampak tersenyum manis, “Mau belajar denganku, nona?”Ashilla mengalihkan pandangannya ke pria itu, memperhatikan senyumnya yang ramah dan sedikit menggoda. Dia memiringkan
“Kakak kenapa terlihat murung? Bukankah harusnya senang bisa melihat wanita yang kakak sukai?” Tanya Disya saat mereka sudah sampai di taman rumah sakit.James yang tadinya melamun langsung menatap kearah Disya.“Eh? Apa yang kau katakan?”“Kakak kenapa tak terlihat senang? Bukankah sudah bertemu kak Claire harusnya senang.”James kemudian menatap ke arah Disya dengan tatapan serius, “Bagaimana kau tahu tentang Claire? Aku tak pernah menceritakan itu padamu.” Disya tersentak sejenak, lalu mencoba tersenyum meskipun terlihat sedikit gugup. "Aku mendengar namanya saat kakak mabuk, waktu itu kakak menyebut-nyebut dia," jawabnya dengan suara pelan, mencoba menghindari tatapan tajam James. "Aku pikir, dia adalah wanita yang penting untuk kakak."James menghela napas panjang, menyandarkan punggungnya ke kursi taman. "Jadi kau tahu, ya..." gumamnya sambil menatap langit. "Claire memang seseorang yang... spesial untukku. Tapi semuanya sudah terlalu rumit sekarang."Disya menundukkan kepala,