Talia dan Lyra menoleh serempak.Keduanya terkejut menemukan Dastan berdiri di ambang pintu ruang tamu. tubuh tegapnya dibalut jas yang belum sempat ditanggalkan. Dasi masih terikat sempurna, namun aura dinginnya jelas terasa, meski senyum tipis menggantung di bibir.âDastan,â gumam Talia, berdiri anggun. "Jika kau bilang ingin datang, kami mungkin bisa menyambutmu dengan lebih layak," ucap Dastan melangkah masuk. Kalimatnya seperti sebuah penghormatan, tapi Talia tahu itu adalah sindiran untuknya. âMaaf sudah datang tanpa kabar lebih dulu. Aku datang hanya untuk melihat putriku.âDastan mendekat perlahan, menatap Talia tanpa benar-benar tersenyum. Matanya hanya sekali melirik Lyra, memastikan gadis itu baik-baik saja, sebelum kembali menatap tajam ke arah wanita yang dulu ikut menjual Lyra secara diam-diam melalui perjodohan.âTidak ada yang salah dengan kunjungan, tentu saja,â jawabnya tenang. Menyembunyikan kenyataan dia membatalkan rapat begitu Charlie melaporkan kunjungan Talia
Alba langsung membungkuk sedikit ke arah Dastan yang muncul tiba-tiba.âMohon maaf, Tuan. Aku akan segera mendampingi Nona Lyra ke ruang ganti. Pakaian pagi sudah disiapkan di kamar. Kami... tidak menyangka nona akan keluar seperti ini.âDastan mengalihkan pandangan pada Lyra, sesaat sebelum kembali menatap Alba. Satu alisnya terangkat, suaranya tenang tapi tegas.âTidak perlu.âAlba menegang. âTuan?ââDia bebas mengenakan apapun yang dia mau,â ucap Dastan. âJangan terlalu kaku.âLyra nyaris membuka mulut untuk membantah, tapi saat melihat tatapan Dastan yang biasa dingin kini justru terasa melindungi, dia hanya bisa menundukâmalu dan... entah kenapa, hatinya berdegup sedikit lebih cepat.Alba masih berdiri kaku, bingung.Dastan menambahkan, âKamu tidak perlu minta maaf karena calon istriku merasa nyaman di rumah ini. Justru itu yang kuharapkan.âAlba cepat-cepat menunduk dalam. âTentu, Tuan. Mohon maaf atas kelancanganku.âDastan berlalu lebih dulu ke ruang makan, disusul Lyra yang
Ekspresi Lyra langsung berubah. Tangannya tanpa sadar bergerak, ingin menyentuh cincin itu, tapi urung. Dia bahkan tak sadar Dastan sedang berbicara padanya.âLyra?â Dastan memanggil. Ia mengikuti arah pandang Lyra dan menemukan fokusnya pada satu cincin di baki.Dastan memberi isyarat pada pelayan, âBawakan cincin itu ke sini.âLyra tersentak kaget, buru-buru menoleh. âTidak, tidak perlu, aku cumaââTapi pelayan sudah mendekat, mengangkat baki kecil itu dan menyodorkannya. âSilakan, Nona. Anda boleh mencoba semua perhiasan di toko ini jika berkenan.âLyra menelan ludah, tampak canggung. Namun Dastan sudah mengambil cincin itu dan meraih tangan Lyra.âAnggap saja ini latihan,â katanya pelan, lalu menyematkan cincin di jari manis Lyra dengan hati-hati.Cincin itu pas, dan entah kenapa terasa lebih personal.Lyra menatapnya, campur aduk. Ada perasaan haru yang mendadak menyeruak membuat matanya berembun. âTapi... cincin yang kita pilih tadi sudah sangat bagus," ucapnya berusaha melepask
"Ahh... Sayang, lebih cepat...."Lyra baru saja memasuki kantor tunangannya untuk memberi kejutan ulang tahun, tetapi dirinya justru dikejutkan oleh suara desahan seorang wanita dari dalam ruangan.âMmhâĶ kamu nikmat sekaliâĶ.âKening Lyra berkerut rapat. Jantungnya berdegup kencang.Dia ingin mengelak dan menganggap dirinya salah dengar. Akan tetapi, suara itu terlalu jelas. Terlalu nyata.Dengan napas tertahan, Lyra melangkah mendekati pintu yang sedikit terbuka.Di saat yang bersamaan, suara tawa menggoda terdengar.âMenghabiskan waktu denganku di hari ulang tahunmu, apa kamu tidak takut Lyra akan marah?ââHanya seorang wanita dari keluarga pebisnis yang sudah bangkrut, untuk apa aku takut padanya?âMata Lyra membesar. Tidak salah lagi, itu suara Darrenâtunangannya!Tangannya yang memegang kotak kue jadi gemetar, Lyra pun memberanikan diri untuk mengintip ke dalam.Seketika, dunia Lyra seakan runtuh.Di atas sofa besar dengan suasana berantakan, tubuh Darren yang setengah telanjang t
Panas.Suhu yang tidak nyaman itu membuat kelopak mata Lyra bergerak gelisah sebelum akhirnya terbuka. Lyra melirik ke sumber cahaya.Ternyata, cahaya matahari pagi telah menyelinap masuk melalui celah tirai tebal, menyinari langit-langit yang âĶ asing.âDi mana ini?â batin Lyra, menyadari bahwa dia tidak terbangun di kamarnya.Namun, sebelum bisa mendapatkan jawaban, dia menyadari sesuatu yang jauh lebih mengkhawatirkanâtak ada sehelai benang pun menutupi tubuhnya.Ke mana pakaiannya?!Jantung Lyra berdebar kencang seiring berjuta pertanyaan yang muncul di dalam benaknya.Di waktu yang sama, mata Lyra bergerak ke samping. Dan di sana, seorang pria bertelanjang dada tertidur lelap.Seketika, ingatan mengenai apa yang terjadi tadi malam mengalir ke dalam benak. Usai sang pria tampan misterius menerima tawaran Lyra untuk tidur bersama, pria itu membawanya ke sebuah kamar hotel.Kemudian, tangan besar itu meremas pinggang Lyra dan menekan tubuhnya ke ranjang. Bibir dengan rasa anggur
Malam itu, mobil keluarga Sasmita berhenti di depan kediaman megah keluarga Adiwangsa. Pelataran telah dipenuhi deretan mobil mewah, masing-masing milik keluarga terpandang di kota Torin. Lampu-lampu kristal di fasad rumah besar itu berpendar indah, mencerminkan kemewahan yang tak tertandingi.Dari kursi penumpang, Lyra menatap gedung itu dengan dada sesak.Keluarga Adiwangsa paling berkuasa atas kota ini. Dan malam ini, dia harus melangkah masuk, berpura-pura menjadi bagian dari mereka.Pintu mobil terbuka, dan sang ibu, Talia, turun lebih dulu. Senyumnya lebar, penuh kebanggaan. âJangan lupa membawa kadonya turun, Lyra. Jangan membuatku malu.âDatang ke rumah keluarga Adiwangsa dan bersikap seolah semuanya baik-baik saja?Berpura-pura bahwa dia tidak tahu bagaimana Darren mengkhianatinya?Kebenciannya hampir tumpah, tetapi seketika Lyra teringat ultimatum ibunya.âKau harus mengikuti semua perintah Darren, apa pun itu! Kalau kau membuatnya tidak senang, kau tahu akibatnya!âLyra men
Lyra berdiri kaku di antara para tamu pesta. Di saat tamu lain tersenyum sumringah menyambut kedatangan salah satu bintang dari acara malam hari ini, wajahnya justru kehilangan segala warnaâpucat.Kenapa bisa seperti ini?Bagaimana bisa pria yang tadi malam menyentuh setiap inci tubuhnya, yang membisikkan kata-kata nakal di telinganya, yang mencumbu dan memilikinya dalam kegelapanâĶâĶternyata adalah Dastan Adiwangsa?!Paman Darren. Pewaris utama keluarga Adiwangsa. Pria paling berbahaya di negeri ini!?Lyra merasakan kepalanya berdenyut hebat. Seluruh tubuhnya bergetar tanpa bisa ia kendalikan. Rasanya ingin lari. Ingin menghilang.Tidak. Ini tidak nyata. Harusnya ini hanya mimpi buruk.Tapi pria itu ada di sana. Nyata.Semakin ia menatap Dastan, semakin ingatan semalam kembali menghantam kepalanya dengan keras.Tangan kekar yang membawanya ke dalam kamar hotel.Bibir penuh yang mencumbunya di bawah remang lampu.Suara rendah yang mengklaimnya tanpa ragu.â"Kalau begituâĶ mulai sekarang
Darah Lyra seolah menguap. Napasnya tercekat. Dingin menjalari tengkuknya. Apakah Dastan mengenali dirinya?! Bagaimana ini? Lyra panik. Dia benar-benar harus kabur dari tempat itu sekarang. Dia tidak siap mengungkap semua kebenaran. "Ah, itu mustahil." Talia memotong dengan cepat sebelum Lyra sempat bereaksi. Tertawa kecil, wanita itu menepuk tangan Lyra yang gemetar, lalu menoleh pada Dastan dengan senyum percaya diri."Tuan Dastan. Putriku ini tipe anak rumahan. Dia tidak pernah pergi ke mana pun sejauh ini. Hidupnya hanya berkisar di rumah dan lingkungan terbatas kami. Anda baru pulang dari luar negeri, bagaimana bisa bertemu dengannya?"Lyra menelan ludah, berusaha mengontrol napasnya yang tersendat.Dastan diam beberapa detik. Tatapannya masih melekat pada Lyra, tajam dan menelisik begitu teliti, seakan mempertimbangkan sesuatu. Meski akhirnya, pria itu hanya mengangguk kecil. âBegitu rupanyaâĶ.âLalu, tanpa berkata apa-apa lagi, Dastan memalingkan wajahnya, kembali ke perca
Ekspresi Lyra langsung berubah. Tangannya tanpa sadar bergerak, ingin menyentuh cincin itu, tapi urung. Dia bahkan tak sadar Dastan sedang berbicara padanya.âLyra?â Dastan memanggil. Ia mengikuti arah pandang Lyra dan menemukan fokusnya pada satu cincin di baki.Dastan memberi isyarat pada pelayan, âBawakan cincin itu ke sini.âLyra tersentak kaget, buru-buru menoleh. âTidak, tidak perlu, aku cumaââTapi pelayan sudah mendekat, mengangkat baki kecil itu dan menyodorkannya. âSilakan, Nona. Anda boleh mencoba semua perhiasan di toko ini jika berkenan.âLyra menelan ludah, tampak canggung. Namun Dastan sudah mengambil cincin itu dan meraih tangan Lyra.âAnggap saja ini latihan,â katanya pelan, lalu menyematkan cincin di jari manis Lyra dengan hati-hati.Cincin itu pas, dan entah kenapa terasa lebih personal.Lyra menatapnya, campur aduk. Ada perasaan haru yang mendadak menyeruak membuat matanya berembun. âTapi... cincin yang kita pilih tadi sudah sangat bagus," ucapnya berusaha melepask
Alba langsung membungkuk sedikit ke arah Dastan yang muncul tiba-tiba.âMohon maaf, Tuan. Aku akan segera mendampingi Nona Lyra ke ruang ganti. Pakaian pagi sudah disiapkan di kamar. Kami... tidak menyangka nona akan keluar seperti ini.âDastan mengalihkan pandangan pada Lyra, sesaat sebelum kembali menatap Alba. Satu alisnya terangkat, suaranya tenang tapi tegas.âTidak perlu.âAlba menegang. âTuan?ââDia bebas mengenakan apapun yang dia mau,â ucap Dastan. âJangan terlalu kaku.âLyra nyaris membuka mulut untuk membantah, tapi saat melihat tatapan Dastan yang biasa dingin kini justru terasa melindungi, dia hanya bisa menundukâmalu dan... entah kenapa, hatinya berdegup sedikit lebih cepat.Alba masih berdiri kaku, bingung.Dastan menambahkan, âKamu tidak perlu minta maaf karena calon istriku merasa nyaman di rumah ini. Justru itu yang kuharapkan.âAlba cepat-cepat menunduk dalam. âTentu, Tuan. Mohon maaf atas kelancanganku.âDastan berlalu lebih dulu ke ruang makan, disusul Lyra yang
Talia dan Lyra menoleh serempak.Keduanya terkejut menemukan Dastan berdiri di ambang pintu ruang tamu. tubuh tegapnya dibalut jas yang belum sempat ditanggalkan. Dasi masih terikat sempurna, namun aura dinginnya jelas terasa, meski senyum tipis menggantung di bibir.âDastan,â gumam Talia, berdiri anggun. "Jika kau bilang ingin datang, kami mungkin bisa menyambutmu dengan lebih layak," ucap Dastan melangkah masuk. Kalimatnya seperti sebuah penghormatan, tapi Talia tahu itu adalah sindiran untuknya. âMaaf sudah datang tanpa kabar lebih dulu. Aku datang hanya untuk melihat putriku.âDastan mendekat perlahan, menatap Talia tanpa benar-benar tersenyum. Matanya hanya sekali melirik Lyra, memastikan gadis itu baik-baik saja, sebelum kembali menatap tajam ke arah wanita yang dulu ikut menjual Lyra secara diam-diam melalui perjodohan.âTidak ada yang salah dengan kunjungan, tentu saja,â jawabnya tenang. Menyembunyikan kenyataan dia membatalkan rapat begitu Charlie melaporkan kunjungan Talia
Saat pintu rumah terbuka, aroma wangi mawar bercampur kayu manis langsung menyergap Lyra. Itu wangi khas ibunya. Langkah Lyra melambat. Ia masih memeluk kotak mochi berwarna pastel yang tadi membuatnya tersenyum sepanjang perjalanan. Tapi kini senyum itu pudar, terganti kegelisahan yang perlahan mencengkeram dadanya.Di ruang tamu, seorang perempuan duduk dengan posisi sempurna. Rambut disanggul rapi, gaun hijau emerald nan elegan membalut tubuhnya, perhiasan mewah menghiasi pergelangan tangan dan telinganya. Beberapa pelayan berdiri berjejer di sisi ruangan, tampak sopan dan waspada, menanti perintah.Talia Sasmita.Sosok yang membuat seluruh ruangan menegang hanya dengan keberadaannya, menoleh ke arah kedatangan Lyra. âOh, akhirnya kau pulang juga.â Suara itu ringan, seolah benar-benar merindukan. Talia langsung berdiri, gerakannya anggun dan cepat. Ia menyambut langkah Lyra dengan senyum yang terlalu manis untuk disebut tulus.Refleks, Lyra mundur setengah langkah. Bukan karena b
âKau tidak terlihat buruk. Pakaian ini cocok untukmu,â jelas Dastan melihat ekspresi kebingungan Lyra. "OoohâĶ iya, Kau juga terlihat 'kawaii'," jawab Lyra spontan. Dastan menahan senyum.Lyra lalu pura-pura merapikan obi. Wajahnya sudah merona sempurna karena malu. âIni... seperti sesi kedua foto prewedding. Tapi versi drama Jepang abad pertengahan,â lirihnya berusaha menetralisir perasaan gugup.Dastan terkekeh pelan. Dia pun tak menyangka Lyra mau-mau saja mengikuti semua proses itu. Melihat mereka telah siap, seorang pelayan wanita mendekat sambil tersenyum. âJika Anda berkenan, kami bisa mengabadikan momen Anda berdua. Ini tradisi kami bagi tamu yang mengenakan pakaian tradisional.âLyra membuka mulut, ingin menolak, tapi Dastan sudah menjawab, âIde bagus.âPelayan itu pun mengambil posisi dan mengarahkan mereka untuk berdiri berdampingan. Awalnya, jarak di antara mereka cukup aman. Dastan berdiri tegap menaruh tangan di belakang, Lyra pun setengah berdiri kaku.âSedikit lebih d
âDarren, kau âĶ membentakku?âDarren merasa serba salah, tapi dia tidak punya pilihan. Menyakiti hati Livia untuk sesaat lebih baik dibandingkan harus melawan pamannya yang berdiri di belakang Lyra.âAyo kita keluar sebelum kau mempermalukan diri lebih jauh lagi.ââTapiââKesal, Darren pun berseru, âKalau kau tidak mau pergi, maka aku akan pergi sendiri!â Dia pun berbalik dan meninggalkan tempat itu, tidak sedikit pun melihat ke belakang untuk mengecek Livia.Melihat Darren pergi, Livia jadi serba salah. Akhirnya, dia melemparkan tatapan marah ke arah Lyra dan berkata, âKau âĶ jangan harap aku akan melupakan ini!â ancamnya lalu pergi mengejar Darren.Mendengar kalimat terakhir Livia, ekspresi Dastan menjadi sangat gelapâsiap membunuh. âHaruskah aku menyingkirkan wanita tidak tahu malu itu selamanya?âPertanyaan itu membuat Lyra kaget dan mengalihkan pandangan menatap Dastan.Melihat pria itu marah untuknya, Lyra tanpa sadar sedikit tersenyum. âTidak perlu meladeni orang tidak penting.â
Lyra menoleh, begitu pula dengan semua orang. Tapi kemudian ekspresi Lyra yang sempat berubah cerahâmengira yang datang adalah Dastanâlangsung berubah gelap begitu melihat sosok yang muncul."Darren âĶ," ucap Lyra lirih, sedikit jijik harus mengucapkan nama itu lagi. Dia lalu beralih pada Livia yang masih berada di lantai. "Tanyakan pada simpananmu, dia yang menyerbu masuk dan menamparku tanpa alasan jelas. Sekarang, dia pun merusak gaun yang akan kupakai."Livia cepat-cepat bersuaraâdengan suara setengah bergetar, matanya mulai berair. "DarrenâĶ itu tidak benar, aku hanya... hanya ingin bicara. Dia terus-terusan menghinamu dan tidak terima aku menegurnya, dia malahâĶ" Livia tidak melanjutkan ucapannya dan mulai menangis.Melihat hal itu, Lyra merasa ingin tertawa, tapi hanya senyuman sinis yang terlukis di wajahnya.Ini yang selalu terjadi, Livia berpura-pura lemah dan membuat Lyra menjadi penjahatnya. Dan setelah itu âĶ pastinya semua orang akan menegur Lyra dan memaksanya untuk memint
Lyra mengepalkan tangan. Pipinya perih, tapi hatinya lebih terbakar. âApa maksudmu?âLivia mendengus, seakan mengejek Lyra yang menurutnya pura-pura tidak mengerti.âMasih berpura-pura? Tadi malam kau dan Darren berbicara di telepon, kan? Kau menggodanya di belakang calon suamimu, apa itu tidak menjadikanmu jalang?!âSuasana berubah tegang. Beberapa kru melangkah mundur pelan-pelan. Beberapa lainnya mengintip dari balik pintu, penasaran.Lyra menatap Livia dengan tatapan tajam yang penuh keanggunan dan wibawa, seolah-olah waktu berjalan lebih lambat. âKau berani menyerangku dengan alasan sepicik itu?â suaranya tidak meninggi, tetap tenang dan penuh kendali.âAku jelas-jelas mendengar kalian berbicara di telepon tadi malam. Apa yang kau katakan padanya? Menawarkan perjodohan kembali?âLyra menyeringai tipis, masih dengan ketenangannya yang luar biasa. âSebaiknya kau bertanya langsung pada Darren, Livia. Tanyakan dengan jelas, agar kau tahu siapa yang sebenarnya tak tahu malu.âLivia me
"Paman, aku hanyaâ"Tanpa menunggu Darren menyelesaikan kalimat, Dastan memutus panggilan.Sejenak, ruangan diliputi keheningan. Dastan menatap Lyraâlama. Sorot matanya tajam, tapi sulit ditebak.Tatapan itu membuat jantung Lyra berdebar tak karuan. Ia menunduk perlahan, bingung dengan perasaannya sendiri.Apa pria itu marah? Apa maksud kalimat Dastan tadi? Apa dia benar-benar mengklaim dirinya seolah barang milik pribadi?Seharusnya Lyra marah. Seharusnya ia merasa keberatan. Tapi entah kenapa... yang muncul justru rasa malu yang asing. Hangat di pipi. Ganjil di dada.SepertiâĶ senang karena ada yang membelanya.Meremas ujung roknya, Lyra berseru dalam hati: 'Apa yang kupikirkan? Pria iniâĶ sama bajingannya dengan keponakannya. Bahkan mungkin lebih parah.â Dia terus memperingatkan diri sendiri. âAku harus lebih waspada.âMelihat ketidaknyamanan di wajah Lyra, Dastan mendengus kecil dan menyerahkan kembali ponsel gadis itu.âKalau dia mengganggumu lagi, katakan padaku,â titah pria itu.