Share

Kena Mental!

Author: Gyuu_Rrn
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Apa kamu tak bercanda, Lidya?"

Reza--Kakak kandung Lidya tertawa terbahak-bahak, ketika adiknya itu menceritakan soal pesan yang dia dapatkan dari Irna.

Malahan saking gelinya, Reza yang terkenal lebih kejam dan menyeramkan di bandingkan Jonathan, seketika kehilangan pamor tersebut di hadapan Lidya.

Pria berkulit sawo matang, berambut hitam legam, serta berhidung mancung dan memiliki rahang kokoh tersebut, sesekali mengumpat pada Iqbal yang tak ada di hadapannya.

"Ah, s*al! Kalau saja ada Iqbal di sini, mungkin aku sudah menyuapi mulut besarnya itu dengan kolor polkadot milik Pak Abas."

Sontak, Lidya yang tengah menyeruput segelas teh hangat, langsung terbatuk-batuk kala mendengar penuturan Reza yang bisa di bilang cukup aneh.

Disimpannya kembali gelas tersebut di atas meja dengan kasar, lalu Lidya menyoroti Reza tajam.

"Apa maksudmu. Ke-kenapa kamu tahu Pak Abas memiliki kolor polkadot?"

Jauh dari lubuk hatinya, Lidya sedikit curiga, kalau Reza tak sepenuhnya lurus. Mengingat siapa Pak Abas tersebut.

Reza yang paham akan kekhawatiran Lidya, ikut membeliakkan mata seraya menggeleng cepat.

"Astaga, bukan seperti itu, Lidya. Hanya saja, ketika aku melintas di hadapan beberapa orang karyawan, mereka sering membahas hal tersebut."

"Jadi, kamu menguping?"

Untuk yang kedua kalinya, Reza menepis pertanyaan Lidya. Malahan saking frustasinya, dia sampai memijat pelipisan yang terasa berdenyut.

"Tidak seperti itu, Lidya. Sudahlah, itu tak penting." Reza menghela napas panjang, dia menyesal karena telah membawa nama Pak Abas dalam obrolannya kali ini, sehingga menimbulkan sebuah fitnah.

"Ngomong-ngomong, apabila istri Iqbal datang kemari, apa yang kamu lakukan?"

"Aku tidak akan melakukan apapun!" sahut Lidya seraya menyandarkan tubuhnya pada punggung kursi.

"Tetapi, aku akan tetap membiarkannya datang ke sini saja sampai lelah, meminta hak yang tak pernah ada tersebut. Lagipula, apa urusannya denganku?"

Reza mengangguk paham. Semua yang di katakan Lidya ada benarnya juga, dirinya sudah tak ada urusan lagi dengan Iqbal dan keluarga.

Ya, nyaris tak ada urusan. Karena memang, ada satu hal lain yang harus Lidya urus.

"Lalu, bagaimana dengan surat cerai yang akan kamu ajukan pada Iqbal?"

Lidya yang sempat memejamkan mata rapat-rapat, lantas membukanya kembali, menoleh dan menatap Reza lekat.

"Kamu tak usah khawatir, Bang. Aku sudah mengurus hal tersebut, sebentar lagi akan beres!"

"Baguslah, adikku ini memang pintar! Ngomong-ngomong, apa kontribusi terbesar Iqbal di perusahaan ini?"

Dengan setelah tertawa, Reza kembali melontarkan pertanyaan menggelitik pada Lidya.

Pria pemilik bibir tebal sedikit menghitam itu, akibat sering mengonsumsi rokok. Terlihat mengatup rapat, berusaha menahan gelak tawa yang mungkin akan meledak kapan saja. 

Namun, hal itu berbanding terbalik dengan Lidya. Wanita dengan riasan tipis dan rambut tergerai tersebut, sudah tak bisa menahan tawanya lagi. 

"Ah, s*al*n! Hampir saja aku mengumpat pada Irna karena saking b*d*hnya dan Iqbal yang terlalu banyak tingkah."

"Lidya-Lidya, kenapa suamimu sangat kocak? Dia pasti pernah menipu beberapa orang di waktu yang bersamaan, hanya saja Irna saja yang sedang terkena apes," cemooh Reza seraya sesekali mengusap ujung matanya.

"Pantas saja, tiap kali aku berpapasan dengan Iqbal di luar. Dia selalu berpakaian rapih, bersih dan wangi. Tak sepertiku yang berpenampilan apa adanya."

Reza melanjutkan kembali ucapannya, dia tersenyum getir kala melihat penampilannya hari ini yang terkesan jauh dari setelan anak orang kaya pemilik perusahaan besar.

Ekor mata Lidya sedikit berputar, mengamati penampilan Reza yang jauh dari kesan mewah. 

Pria itu hanya mengenakan kaos putih polos, celana pendek hitam, serta rambut acak-acakan.

Andai saja satpam dan karyawan lainnya tak tahu, kalau pria yang ada di ada di hadapannya adalah seorang Reza Pratama--anak sulung Jonathan Pratama--penerus perusahaan inti, mungkin Reza sudah di usir saat itu juga, karena memang penampilannya tak mencerminkan orang kaya sama sekali.

***

Drrt ... drrt ....

Lidya berdecak, diliriknya dengan sinis ke arah gawai yang menyala, menampilkan sebuah panggilan masuk dari nomor yang dia tahu milik siapa.

Tak ada niatan sedikitpun bagi Lidya untuk mengangkatnya, bahkan mengobrol dengan Irna. Karena Lidya sudah tahu, apa yang akan Irna katakan.

Tidak lama kemudian, sambungan telepon tersebut mati. Lidya menghela napas panjang dan kembali menikmati kesendirian di ruang kerja. 

Hidupnya hampa, tak ada yang terasa membahagiakan, semuanya tetap sama. Semenjak Lidya menikah dengan Iqbal, memang ada sedikit kebahagiaan dalam dirinya. 

Ting!

Ekor mata Lidya kembali berputar dan kali ini dia mendapati sebuah pesan dari Iqbal. Lidya menarik napas berat, kenapa kedua orang itu terus mengusik hidupnya yang perlahan tentram ini.

[Lidya, aku ingin meminta sesuatu padamu.]

"Kira-kira apa, ya?" Iseng Lidya pun mengetikkan balasan untuk Iqbal. Karena saking penasarannya, bukan ada keinginan untuk membantu.

[Apa?]

Tidak butuh waktu lama, bagi Iqbal untuk membaca pesan dari Lidya. Buktinya centang biru sudah terlihat.

[Tolong jangan katakan hal yang macam-macam pada Irna. Karena memang, dia bersikeras ingin menemuimu!]

Sontak, tubuh Lidya langsung bergetar akibat menahan tawa. Malahan saking lucunya, Lidya sampai menepuk jidatnya sendiri.

[Lantas, apa aku harus menuruti kemauanmu?]

[Tentu saja! Karena kamu istriku, aku harap kamu mau melakukannya demi kebahagiaanku.]

Netra Lidya membulat, mulutnya menganga lebar. Di mana sesekali dia berdecak, merasa konyol dengan permintaan Iqbal.

"Demi kebahagiaan dirinya sendiri. Lantas, bagaimana denganku? Ah, benar-benar pria tak punya otak. Aku menyesal telah menikah denganmu!" 

Lidya berkata dengan nada tinggi, meskipun begitu bukan berarti kalau dirinya merasa sakit akan perbuatan Iqbal. 

Justru Lidya bersyukur, karena sebelum rasa cintanya benar-benar tumbuh. Tuhan, sudah memperlihatkan seperti apa Iqbal sebenarnya, sehingga Lidya merasa jauh lebih lega lagi.

Di tambah lagi, Iqbal belum mengambil sedikit pun harta dari keluarganya. Mengingat dulu Iqbal pernah meminta agar sertifikat rumah dan barang-barang lainnya dialihkan atas namanya.

Namun, untungnya Lidya tak b*d*h. Dia tak pernah melakukan hal tersebut hingga detik ini. Hingga jika suatu saat nanti Iqbal pergi, dia tak akan bisa membawa sepeserpun harta benda milik Lidya dan keluarga.

[Sepatutnya kamu jujur dari awal pada Irna, kalau kamu hanya pria miskin yang menumpang pada keluargaku. Sudah miskin, belagu lagi! Giliran ketahuan belangnya, malah ketar-ketir. Mampus!]

Lidya menyeringai dan tanpa ragu, dia mengetikkan balas tersebut pada Iqbal, kemudian menekan tombol kirim.

"Pasti si Iqbal langsung kena mental!" Lidya membatin.

***

Related chapters

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Sindiran Ibu-ibu

    "Sayang!" Iqbal terus memanggil Irna, berharap wanita itu membalikkan badan. Karena semenjak mereka merebahkan tubuh di ranjang, Irna langsung mengambil posisi membelakangi suaminya, membuat Iqbal amat sangat kesal di buatnya.Padahal sedari tadi, Iqbal sudah tak bisa menahan diri, ingin segera menuntaskan hasratnya yang terus tertunda sedari kemarin.Akan tetapi, Irna malah mengabaikan Iqbal, tak menjawab panggilan maupun sahutan yang keluar dari mulut suaminya."Sayang, jangan marah!" Iqbal merajuk, berharap Irna bisa luluh kali ini.Namun, Irna malah menepis tangan Iqbal dengan kasar, tanpa menoleh sedikitpun."Aku tahu kamu mau apa, Mas. Tetapi, aku takkan pernah memberikannya sampai perusahaan tempat Lidya bekerja kembali jatuh ke tanganmu!"Bak sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Iqbal begitu terperanjat ketika mendengar penuturan Irna, mulutnya membulat sempurna dengan mata membeliak."A-apa maksudmu, Sayang?" Dengan gelagapan, Iqbal bertanya pada Irna."Aku rasa kamu paham den

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Tak Punya Urat Malu

    Dengan perasaan marah, kesal dan kecewa. Irna masuk kembali ke rumah seraya sesekali menghentakkan kaki ke lantai. Bibirnya mengerucut dan alis saling bertautan.Malahan Irna sampai tak mengindahkan pertanyaannya Ibunya, mengenai sayuran yang hendak dia masak. Wanita berusia dua puluh tahunan yang memakai piyama biru tua itu bergegas pergi ke kamar.Meskipun umur Irna dan Iqbal berjarak hampir sepuluh tahunan. Tetapi, Irna merasa tak masalah, karena memang umur bukanlah segalanya.Bagi Irna, Iqbal mencintainya serta kaya raya saja, sudah cukup menguntungkan dan membahagiakan.Akan tetapi, kali ini Irna tak berpikir seperti itu. Dadanya amat sangat sesak, ketika mendengar cemoohan ibu-ibu tentang dirinya. Sehingga timbul dalam hatinya, penyesalan karena telah menikah dengan Iqbal."Lah, Sayang, sejak kapan kamu berdiri di sana?"Iqbal yang baru saja bangun, lantas mengajukan pertanyaan kepada Irna yang tengah berdiri di bibir pintu seraya menyilangkan tangan di dada."Kamu tak perlu ta

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Surat Gugatan Cerai

    Tok ... tok ...."Masuk!"Lidya yang tengah berada di kamar tidurnya, membereskan beberapa barang-barang miliknya dengan di bantu oleh Mbok Yun--asisten rumah tangganya.Tak lama kemudian pintu kamar Lidya yang terbuat dari ukiran kayu jati terbuka lebar, menimbulkan suara decitan kecil."Ada apa?" tanya Lidya tanpa melihat ke arah orang yang baru saja datang tersebut.Ya, pria berpakaian hitam lengkap dengan sepatu berwarna senada yang amat sangat mengkilap, tengah mematung di bibir pintu seraya menautkan kedua tangannya."Saya di beri tugas oleh Tuan Jonathan, untuk mengirimkan surat gugatan cerai Nyonya kepada Pak Iqbal."Sontak, Lidya langsung menghentikan gerakan tangannya. Dia bangkit dari posisi berjongkok, menghampiri pria yang masih mematung di tempat yang sama."Serahkan pada saya!" sahut Lidya seraya menengadahkan tangan. Mimik wajahnya cukup serius.Pria berpakaian hitam itu tersentak, dia menatap Lidya dengan netra sedikit melebar. "Berikan surat gugatan cerai tersebut p

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Menyebarkan Gosip

    Beberapa kali Lidya menghela napas berat, ketika dia harus pulang dengan tangan kosong. Karena Iqbal dan Irna tak ada di rumah.Dari yang Lidya dengan dari Lilis, katanya Iqbal tengah mengajak Irna pergi ke toko emas, ingin membelikan kalung serta cincin untuk istrinya.Akan tetapi, Lidya hanya tersenyum tipis. Dia tidak percaya begitu saja pada ucapan Lilis. Lagipula Iqbal punya uang dari mana?Pelihara babi ngepet? Ya, itu baru sedikit masuk akal. Mengingat Iqbal hanyalah seorang pengacara alias pengangguran banyak acara.Pria kere seperti Iqbal, tak mungkin bisa membelikan Irna emas atau barang berharga lainnya, mengingat bagaimana kondisi Iqbal saat ini."Nyonya!"Sontak, Lidya menoleh, menatap Andri yang tengah menyorotinya intens. Pria itu tengah bersandar pada tembok.Sadar jika Lidya balik menatapnya, Andri justru memalingkan wajah, merasa salah tingkah bila di tatap balik oleh bosnya yang sangat cantik.Dag-dig-dug ser!"Ada apa?" Lidya menautkan kedua alisnya, kebingungan de

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Sampai Pada Tangan yg Tepat

    [Irna, cepat pulang! Lidya, datang kemari, bahkan dia sampai memfitnah Iqbal. Pokoknya kamu harus cepat pulang dan minta semua hak suamimu!]Sontak, Irna yang tengah berjalan-jalan di pinggir sawah bersama Iqbal, langsung tercengang. Mulutnya menganga lebar, matanya membeliak serta tubuh yang tiba-tiba bergetar hebat, menahan amarah.Tanpa memberitahu Iqbal terlebih dahulu, Irna bergegas mengetikkan pesan balasan untuk Lilis.[Yang benar, Bu? Baiklah, aku akan pulang sekarang dan mempermalukan Lidya di hadapan semua tetangga. Pokoknya Ibu harus mengumpulkan semua tetangga, agar mereka tahu siapa diriku yang sebenarnya!]Masih dengan dada kembang-kempis, Irna mengepalkan tangan kuat-kuat. Kali ini dia lebih bersemangat dan berapi-api."Sayang, ada apa?"Iqbal yang sadar dengan perubahan raut wajah istrinya, gegas melontarkan sebuah pertanyaan."Tidak ada, Mas. Aku hanya lelah, jadi ayo pulang!""Ayo, sayang!"Iqbal yang juga sudah kelelahan dan kepanasan, gegas mengiyakan ajakan istri

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Perceraian Sudah Didepan Mata

    Akhir-akhir ini Iqbal banyak melamun. Kalau tidak di belakang rumah, memandangi kebun warga, maka dia akan duduk seharian di teras. Irna yang menyadari perubahan sikap Iqbal, bukannya berusaha membujuk atau melakukan yang terbaik agar suaminya berubah, dia justru malah bersikap sebaliknya."Mas, kamu tuh gak ada usaha sama sekali, bukannya cari kerja malah duduk terus di teras!" omel Irna pada suaminya.Iqbal menghela napas panjang, kemudian bangkit dari teras, mengenakan sandal jepit milik mertuanya yang hampir putus."Iya, besok aku cari kerja!" balas Iqbal tak bersemangat."Boro-boro cari kerja, kepalaku saja hampir meledak saat ini, gara-gara perceraianku dan Lidya sudah di depan mata." Iqbal membatin. Dia terus melangkah keluar pekarangan rumah tanpa menghiraukan teriakan Irna."Pokoknya kamu harus cari uang banyak! Aku tak mau, acara syukuran anak kita diadakan kecil-kecilan! Bisa malu aku sama mantan-mantan kekasihku yang terkenal kaya raya." Dengan sengaja, Irna bergumam dia

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Pernikahan

    MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA***"Li-Lidya, apa yang kamu lakukan di sini?"Wanita berkulit putih, berkebaya merah cerah, dipadukan dengan make up yang terkesan begitu berani tersebut. Berjalan menuju acara hajatan, di mana seorang pria berjas hitam tengah duduk di sebuah kursi pelaminan."Selamat atas pernikahan keduamu itu, Mas!" ucap Lidya dengan senyum merekah di bibir.Tak ada mimik wajah sedih, kecewa ataupun sebagainya. Lidya justru terlihat amat sangat bahagia, netranya berbinar-binar.Melihat hal tersebut, Iqbal--pria yang tengah berdiri mematung dengan mata membulat dan mulut menganga tersebut, langsung di rundung rasa penasaran yang amat sangat dalam.Di satu sisi, Iqbal amat sangat senang, karena sepertinya Lidya merestui pernikahan diam-diamnya itu. Tetapi, di sisi lain Iqbal juga merasa heran, kenapa Lidya bisa menerima semuanya dengan semudah ini.Karena pengeras suara sedang menyala, maka tidak ada satupun tamu yang curiga ataupun penasaran d

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Kacau Balau

    Acara hajatan yang seharusnya begitu meriah, mewah dan juga mengesankan bagi kedua belah keluarga. Justru harus berakhir dengan begitu mengerikan.Satu-persatu tamu beranjak pergi, meninggalkan tempat hajatan yang di laksanakan di lapangan yang cukup luas. Gunjingan serta cemoohan tak henti-hentinya keluar dari mulut mereka.Lilis menginginkan, agar para tamu undangan memuji dirinya, karena hajatan yang mewah. Sebab, dari jauh-jauh hari, keluarga Irna sudah menggembor-gemborkan soal Irna yang akan menikah dengan pria kaya raya.Akan tetapi, harapan hanya tinggal harapan. Lilis--Ibu kandung Irna tersungkur ke lantai, air matanya luruh begitu saja, ketika membayangkan pujian yang akan dia dapatkan dari warga, sirna seketika."Bu," lirih Irna seraya menghampiri Ibunya yang tengah terisak."Kenapa hal ini bisa terjadi?" hardik Lilis di sela-sela isak tangis. "Semuanya telah sirna. Apa kata orang nanti, aku benar-benar malu!"Lilis menangis meraung-raung, membayangkan cibiran yang akan war

Latest chapter

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Perceraian Sudah Didepan Mata

    Akhir-akhir ini Iqbal banyak melamun. Kalau tidak di belakang rumah, memandangi kebun warga, maka dia akan duduk seharian di teras. Irna yang menyadari perubahan sikap Iqbal, bukannya berusaha membujuk atau melakukan yang terbaik agar suaminya berubah, dia justru malah bersikap sebaliknya."Mas, kamu tuh gak ada usaha sama sekali, bukannya cari kerja malah duduk terus di teras!" omel Irna pada suaminya.Iqbal menghela napas panjang, kemudian bangkit dari teras, mengenakan sandal jepit milik mertuanya yang hampir putus."Iya, besok aku cari kerja!" balas Iqbal tak bersemangat."Boro-boro cari kerja, kepalaku saja hampir meledak saat ini, gara-gara perceraianku dan Lidya sudah di depan mata." Iqbal membatin. Dia terus melangkah keluar pekarangan rumah tanpa menghiraukan teriakan Irna."Pokoknya kamu harus cari uang banyak! Aku tak mau, acara syukuran anak kita diadakan kecil-kecilan! Bisa malu aku sama mantan-mantan kekasihku yang terkenal kaya raya." Dengan sengaja, Irna bergumam dia

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Sampai Pada Tangan yg Tepat

    [Irna, cepat pulang! Lidya, datang kemari, bahkan dia sampai memfitnah Iqbal. Pokoknya kamu harus cepat pulang dan minta semua hak suamimu!]Sontak, Irna yang tengah berjalan-jalan di pinggir sawah bersama Iqbal, langsung tercengang. Mulutnya menganga lebar, matanya membeliak serta tubuh yang tiba-tiba bergetar hebat, menahan amarah.Tanpa memberitahu Iqbal terlebih dahulu, Irna bergegas mengetikkan pesan balasan untuk Lilis.[Yang benar, Bu? Baiklah, aku akan pulang sekarang dan mempermalukan Lidya di hadapan semua tetangga. Pokoknya Ibu harus mengumpulkan semua tetangga, agar mereka tahu siapa diriku yang sebenarnya!]Masih dengan dada kembang-kempis, Irna mengepalkan tangan kuat-kuat. Kali ini dia lebih bersemangat dan berapi-api."Sayang, ada apa?"Iqbal yang sadar dengan perubahan raut wajah istrinya, gegas melontarkan sebuah pertanyaan."Tidak ada, Mas. Aku hanya lelah, jadi ayo pulang!""Ayo, sayang!"Iqbal yang juga sudah kelelahan dan kepanasan, gegas mengiyakan ajakan istri

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Menyebarkan Gosip

    Beberapa kali Lidya menghela napas berat, ketika dia harus pulang dengan tangan kosong. Karena Iqbal dan Irna tak ada di rumah.Dari yang Lidya dengan dari Lilis, katanya Iqbal tengah mengajak Irna pergi ke toko emas, ingin membelikan kalung serta cincin untuk istrinya.Akan tetapi, Lidya hanya tersenyum tipis. Dia tidak percaya begitu saja pada ucapan Lilis. Lagipula Iqbal punya uang dari mana?Pelihara babi ngepet? Ya, itu baru sedikit masuk akal. Mengingat Iqbal hanyalah seorang pengacara alias pengangguran banyak acara.Pria kere seperti Iqbal, tak mungkin bisa membelikan Irna emas atau barang berharga lainnya, mengingat bagaimana kondisi Iqbal saat ini."Nyonya!"Sontak, Lidya menoleh, menatap Andri yang tengah menyorotinya intens. Pria itu tengah bersandar pada tembok.Sadar jika Lidya balik menatapnya, Andri justru memalingkan wajah, merasa salah tingkah bila di tatap balik oleh bosnya yang sangat cantik.Dag-dig-dug ser!"Ada apa?" Lidya menautkan kedua alisnya, kebingungan de

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Surat Gugatan Cerai

    Tok ... tok ...."Masuk!"Lidya yang tengah berada di kamar tidurnya, membereskan beberapa barang-barang miliknya dengan di bantu oleh Mbok Yun--asisten rumah tangganya.Tak lama kemudian pintu kamar Lidya yang terbuat dari ukiran kayu jati terbuka lebar, menimbulkan suara decitan kecil."Ada apa?" tanya Lidya tanpa melihat ke arah orang yang baru saja datang tersebut.Ya, pria berpakaian hitam lengkap dengan sepatu berwarna senada yang amat sangat mengkilap, tengah mematung di bibir pintu seraya menautkan kedua tangannya."Saya di beri tugas oleh Tuan Jonathan, untuk mengirimkan surat gugatan cerai Nyonya kepada Pak Iqbal."Sontak, Lidya langsung menghentikan gerakan tangannya. Dia bangkit dari posisi berjongkok, menghampiri pria yang masih mematung di tempat yang sama."Serahkan pada saya!" sahut Lidya seraya menengadahkan tangan. Mimik wajahnya cukup serius.Pria berpakaian hitam itu tersentak, dia menatap Lidya dengan netra sedikit melebar. "Berikan surat gugatan cerai tersebut p

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Tak Punya Urat Malu

    Dengan perasaan marah, kesal dan kecewa. Irna masuk kembali ke rumah seraya sesekali menghentakkan kaki ke lantai. Bibirnya mengerucut dan alis saling bertautan.Malahan Irna sampai tak mengindahkan pertanyaannya Ibunya, mengenai sayuran yang hendak dia masak. Wanita berusia dua puluh tahunan yang memakai piyama biru tua itu bergegas pergi ke kamar.Meskipun umur Irna dan Iqbal berjarak hampir sepuluh tahunan. Tetapi, Irna merasa tak masalah, karena memang umur bukanlah segalanya.Bagi Irna, Iqbal mencintainya serta kaya raya saja, sudah cukup menguntungkan dan membahagiakan.Akan tetapi, kali ini Irna tak berpikir seperti itu. Dadanya amat sangat sesak, ketika mendengar cemoohan ibu-ibu tentang dirinya. Sehingga timbul dalam hatinya, penyesalan karena telah menikah dengan Iqbal."Lah, Sayang, sejak kapan kamu berdiri di sana?"Iqbal yang baru saja bangun, lantas mengajukan pertanyaan kepada Irna yang tengah berdiri di bibir pintu seraya menyilangkan tangan di dada."Kamu tak perlu ta

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Sindiran Ibu-ibu

    "Sayang!" Iqbal terus memanggil Irna, berharap wanita itu membalikkan badan. Karena semenjak mereka merebahkan tubuh di ranjang, Irna langsung mengambil posisi membelakangi suaminya, membuat Iqbal amat sangat kesal di buatnya.Padahal sedari tadi, Iqbal sudah tak bisa menahan diri, ingin segera menuntaskan hasratnya yang terus tertunda sedari kemarin.Akan tetapi, Irna malah mengabaikan Iqbal, tak menjawab panggilan maupun sahutan yang keluar dari mulut suaminya."Sayang, jangan marah!" Iqbal merajuk, berharap Irna bisa luluh kali ini.Namun, Irna malah menepis tangan Iqbal dengan kasar, tanpa menoleh sedikitpun."Aku tahu kamu mau apa, Mas. Tetapi, aku takkan pernah memberikannya sampai perusahaan tempat Lidya bekerja kembali jatuh ke tanganmu!"Bak sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Iqbal begitu terperanjat ketika mendengar penuturan Irna, mulutnya membulat sempurna dengan mata membeliak."A-apa maksudmu, Sayang?" Dengan gelagapan, Iqbal bertanya pada Irna."Aku rasa kamu paham den

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Kena Mental!

    "Apa kamu tak bercanda, Lidya?"Reza--Kakak kandung Lidya tertawa terbahak-bahak, ketika adiknya itu menceritakan soal pesan yang dia dapatkan dari Irna.Malahan saking gelinya, Reza yang terkenal lebih kejam dan menyeramkan di bandingkan Jonathan, seketika kehilangan pamor tersebut di hadapan Lidya.Pria berkulit sawo matang, berambut hitam legam, serta berhidung mancung dan memiliki rahang kokoh tersebut, sesekali mengumpat pada Iqbal yang tak ada di hadapannya."Ah, s*al! Kalau saja ada Iqbal di sini, mungkin aku sudah menyuapi mulut besarnya itu dengan kolor polkadot milik Pak Abas."Sontak, Lidya yang tengah menyeruput segelas teh hangat, langsung terbatuk-batuk kala mendengar penuturan Reza yang bisa di bilang cukup aneh.Disimpannya kembali gelas tersebut di atas meja dengan kasar, lalu Lidya menyoroti Reza tajam."Apa maksudmu. Ke-kenapa kamu tahu Pak Abas memiliki kolor polkadot?"Jauh dari lubuk hatinya, Lidya sedikit curiga, kalau Reza tak sepenuhnya lurus. Mengingat siapa

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Nasib Buruk Menimpa Iqbal

    Iqbal sudah resmi menjadi pengangguran, tabungannya mulai menipis, akibat resepsi pernikahan besar-besaran yang diadakan oleh keluarga Irna.Belum lagi, Ani terus meminta jatah uang pada Iqbal tiap minggunya. Itu karena Ani sudah menjadi janda, suaminya meninggal dua bulan setelah anak sulungnya itu menikah dengan Lidya.Sementara itu, Iqbal juga memiliki seorang adik perempuan yang masih bersekolah di tingkah akhir, membuat pengeluarannya semakin banyak saja."Mas, minta uang dong, aku mau beli rujak!"Iqbal yang tengah meratapi nasibnya di teras rumah, lantas mendongak, menatap Irna yang tengah menengadahkan tangan."Ini masih pagi, Sayang. Masa udah mau rujak aja, sih!" Tanpa sadar, Iqbal mengomel, membuat Irna langsung mengerucutkan bibirnya."Mas, ini kemauan calon anak kita, bukan kemauan aku. Masa kamu tolak gitu aja, sih!" Irna balik mengomelinya Iqbal, hingga membuat pria yang hanya memakai kaos oblong yang dipadukan dengan celana pendek tersebut bangkit dan bergegas masuk k

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Mengancam Irna

    Sementara itu, di tempat lain, Lidya tengah mematung di kamar, mengamati seisi ruangan yang penuh dengan barang-barang antik dan mahal.Sedari dulu, Lidya suka mengoleksi barang-barang tersebut, karena melihat Ibunya. Ya, mendiang Nyonya Jonathan adalah seorang wanita penyuka barang antik dan mahal. Hingga, tak disangka hobinya itu justru menurun pada Lidya--anak bungsunya."Sayang!"Sontak, Lidya berbalik badan, menatap Jonathan Pratama--Papa kandungnya yang sengaja berkunjung ke rumah."Iya, Pa. Kenapa?"Jonathan tersenyum kecut, netranya sempat menatap Lidya dengan lekat. Sebelum akhirnya, ikut menelisik seisi kamar."Apa yang sedang kamu lakukan, Nak?"Lidya memutuskan kontak mata dengan Jonathan, dia kembali mengamati sekeliling.Detik berikutnya, Lidya berjalan menuju sebuah pigura berukuran besar yang terpasang di dinding. Tanpa ragu, dia langsung mencopotnya dan meletakkannya di bawah."Aku mau membersihkan kamar ini. Maksudku melepas dan membuang yang seharusnya.""Apa Iqbal

DMCA.com Protection Status