Share

Nasib Buruk Menimpa Iqbal

Author: Gyuu_Rrn
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Iqbal sudah resmi menjadi pengangguran, tabungannya mulai menipis, akibat resepsi pernikahan besar-besaran yang diadakan oleh keluarga Irna.

Belum lagi, Ani terus meminta jatah uang pada Iqbal tiap minggunya. Itu karena Ani sudah menjadi janda, suaminya meninggal dua bulan setelah anak sulungnya itu menikah dengan Lidya.

Sementara itu, Iqbal juga memiliki seorang adik perempuan yang masih bersekolah di tingkah akhir, membuat pengeluarannya semakin banyak saja.

"Mas, minta uang dong, aku mau beli rujak!"

Iqbal yang tengah meratapi nasibnya di teras rumah, lantas mendongak, menatap Irna yang tengah menengadahkan tangan.

"Ini masih pagi, Sayang. Masa udah mau rujak aja, sih!" Tanpa sadar, Iqbal mengomel, membuat Irna langsung mengerucutkan bibirnya.

"Mas, ini kemauan calon anak kita, bukan kemauan aku. Masa kamu tolak gitu aja, sih!" 

Irna balik mengomelinya Iqbal, hingga membuat pria yang hanya memakai kaos oblong yang dipadukan dengan celana pendek tersebut bangkit dan bergegas masuk ke rumah.

Sesekali Iqbal mengacak-acak rambutnya, frustasi dengan kehidupannya yang tiba-tiba berubah seratus delapan puluh derajat.

Jas kantoran yang rapih, bersih, serta wangi biasa dia kenakan dulu. Belum lagi, rambut hitamnya pun selalu tertata rapih. Di tambah harum masakan lezat selalu memenuhi rongga hidungnya tiap pagi.

Tak seperti saat ini, bahkan ketika matahari sudah condong ke depan pun, Iqbal belum menyantap apapun, selain kopi hitam yang Bapak mertuanya beli dari warung.

"Memangnya berapa harga rujaknya, Irna?" tanya Iqbal dengan sedikit malas. Suasana hatinya sudah hancur di pagi ini.

"Cuma dua puluh ribu saja, Mas. Memangnya kenapa?"

Iqbal menggeleng, dia bergegas mengambil dompet yang sengaja dia simpan di laci rak baju yang ada di kamar.

Akan tetapi, ketika Iqbal baru saja membuka dompet, seketika saja matanya hampir meloncat dari tempatnya berada.

"Irna, kapan kamu ambil uang dari dompet, Mas?"

"Apa maksudmu, Mas?" Irna yang tak terima dengan tuduhan Iqbal, lantas ikut masuk ke kamar.

"Ya, kamu lihat sendiri, dompet Mas semakin kering saja. Padahal kemarin isinya ada sekitar dua jutaan, tetapi kenapa sekarang tinggal lima ratus ribu saja?!"

Sontak, Irna langsung membeliakkan mata dengan bibir sedikit terbuka.

"Jadi, kamu menuduhku mengambil uang tersebut begitu, Mas?" 

Gegas, Iqbal menggeleng, menepis pertanyaan yang baru saja Irna lontarkan. 

"Ti-tidak, bukan seperti itu, Sayang. Mas, hanya bertanya saja, siapa tahu kamu yang mengambilnya. Jadi, Mas, rasa tak apa."

Iqbal tersenyum getir, kala dia menjelaskan semuanya pada Irna. Sesekali dia pun menggaruk lehernya yang tak gatal seraya membasahi bibirnya yang kering.

Sejujurnya hari Iqbal begitu gundah, karena memang dia tak memiliki cukup uang untuk saat ini. 

"Ah, itu, aku baru ingat," ucap Irna hingga membuat Iqbal membulatkan mata dengan mimik terkejut.

"Ingat apa, Sayang?"

"Ya, kalau tadi Ibuku masuk ke kamar kita dan setelah keluar, wajahnya terlihat berseri-seri."

"Jadi?" Dengan tampang b*d*hnya, Iqbal malah mengajukan pertanyaan yang jawabannya pun sudah dia ketahui.

"Ya, aku rasa Ibu yang mengambilnya, Mas."

Deg!

Dada Iqbal langsung berdenyut saat itu. Bak ada meriam berukuran besar yang menghantam dadanya, meninggalkan lubang besar yang amat sangat menyakitkan.

Iqbal tertegun di tempat, mulutnya terbuka. Terlihat jelas, jika pria berambut layaknya sangkar burung itu, begitu syok ketika mendengar penuturan istrinya. 

"Mas, kamu baik-baik saja, 'kan?"

Dengan sengaja, Irna menggerakan satu tangannya di depan wajah Iqbal, mengetes apa suaminya itu baik-baik saja atau tidak.

Namun, seketika saja helaan napas panjang keluar dari mulut Irna, kala melihat Iqbal mengerjapkan mata seraya menoleh ke arahnya.

"Aku baik-baik saja!" ketus Iqbal dengan dada kembang-kempis.

Irna yang tak terima dengan sikap suaminya, malah balik bersikap ketus. 

"Lah, kok malah gitu, sih, sama aku?!"

Iqbal yang masih dirundung amarah, langsung menghempaskan tubuhnya sendiri ke sisi ranjang, kemudian meremas rambutnya kasar.

Kentara sekali, jika Iqbal tengah sangat frustasi kali ini. Wajahnya murung, penampilannya pun ikut acak-acakan, tak seperti seorang yang pernah bekerja di kantor besar.

"Kenapa kamu gak cegah Ibu saja, Irna. Apa kamu tak tahu bagaimana susahnya mencari uang?"

Irna memutar matanya ke atas, bibirnya mengatup rapat dengan kedua tangan yang sudah menyilang di dada.

"Lah, tentu saja aku tak tahu, 'kan aku tidak pernah bekerja dan satu hal lagi, kenapa kamu tak minta uang pada istri tuamu itu, Mas?"

"Maksudmu apa, Irna?" Iqbal bertanya dengan kening mengkerut, pandangan menyorot langsung pada Irna yang tengah mematung seraya menyandarkan tubuhnya pada tembok.

"Mas, kamu 'kan selalu bilang padaku, kalau kamu punya andil besar dalam perusahaan tersebut. Jadi, kenapa kamu tak ambil hakmu saja?"

Sontak, Iqbal langsung menelan ludah, ketika mendengar pertanyaan Irna. Malahan dia sampai memalingkan wajah seraya terpejam dengan waktu yang cukup lama, karena takut ketahuan bohong oleh Irna.

Andai saja Irna tahu, kalau Iqbal tak memiliki peran apapun dalam perusahaan milik Jonathan, serta kualitas kerjanya yang buruk, pasti Irna akan berpikiran yang lain-lain.

"La-lalu?" Iqbal terbata-bata, wajahnya pucat pasi dengan bibir yang sudah pias.

Dalam hati, Iqbal terus berdoa, agar Irna tak sadar dengan raut wajahnya yang sudah berubah drastis.

"Ya, kalau saja istri tuamu tak mau memberikan haknya padamu. Maka aku akan datang ke kantornya dan melakukan demo!" 

Mata Irna amat sangat berbinar, wajahnya terlihat penuh harap. Berbanding terbalik dengan Iqbal yang justru terperanjat, mulut menganga dan keringat dingin membasahi tubuh.

"Ma-maksudnya, kamu mau datang ke kantor Lidya dan melakukan protes di sana?"

Dengan polosnya Irna mengangguk, hingga membuat Iqbal menghela napas berat, kemudian meneguk ludah susah payah.

Kepalanya sudah tak mampu memikirkan apapun lagi, Iqbal sudah amat syok dengan apa yang Irna rencanakan dan bila hal itu terjadi, Iqbal yakin jika Lidya pun tak akan tinggal diam.

Wanita yang masih berstatus sebagai istrinya itu, pasti akan membongkar semua boroknya di hadapan Irna dan mungkin di hadapan orang-orang yang akan Irna ajak nantinya.

"Sayang ...." Iqbal bangkit dari posisi duduk, dia menghampiri Irna dan mendekap tubuh wanita muda itu dengan erat. 

"Kamu jangan melakukan hal tersebut, ya?!" pinta Iqbal tepat di samping telinga Irna.

Irna yang amat sangat tak paham dengan isi kepala suaminya, lantas menjauh dan menatap Iqbal tajam.

"Lah, apa maksudmu, Mas? Pokoknya aku tak akan tinggal diam dan jika perlu, aku akan tetap pergi ke sana! Lagipula, Lidya sudah tahu dan dia malah menantangku balik," hardik Irna dengan penuh penegasan.

Sontak, Iqbal langsung memalingkan wajah seraya bergumam, "Ah, mampus!"

***

Related chapters

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Kena Mental!

    "Apa kamu tak bercanda, Lidya?"Reza--Kakak kandung Lidya tertawa terbahak-bahak, ketika adiknya itu menceritakan soal pesan yang dia dapatkan dari Irna.Malahan saking gelinya, Reza yang terkenal lebih kejam dan menyeramkan di bandingkan Jonathan, seketika kehilangan pamor tersebut di hadapan Lidya.Pria berkulit sawo matang, berambut hitam legam, serta berhidung mancung dan memiliki rahang kokoh tersebut, sesekali mengumpat pada Iqbal yang tak ada di hadapannya."Ah, s*al! Kalau saja ada Iqbal di sini, mungkin aku sudah menyuapi mulut besarnya itu dengan kolor polkadot milik Pak Abas."Sontak, Lidya yang tengah menyeruput segelas teh hangat, langsung terbatuk-batuk kala mendengar penuturan Reza yang bisa di bilang cukup aneh.Disimpannya kembali gelas tersebut di atas meja dengan kasar, lalu Lidya menyoroti Reza tajam."Apa maksudmu. Ke-kenapa kamu tahu Pak Abas memiliki kolor polkadot?"Jauh dari lubuk hatinya, Lidya sedikit curiga, kalau Reza tak sepenuhnya lurus. Mengingat siapa

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Sindiran Ibu-ibu

    "Sayang!" Iqbal terus memanggil Irna, berharap wanita itu membalikkan badan. Karena semenjak mereka merebahkan tubuh di ranjang, Irna langsung mengambil posisi membelakangi suaminya, membuat Iqbal amat sangat kesal di buatnya.Padahal sedari tadi, Iqbal sudah tak bisa menahan diri, ingin segera menuntaskan hasratnya yang terus tertunda sedari kemarin.Akan tetapi, Irna malah mengabaikan Iqbal, tak menjawab panggilan maupun sahutan yang keluar dari mulut suaminya."Sayang, jangan marah!" Iqbal merajuk, berharap Irna bisa luluh kali ini.Namun, Irna malah menepis tangan Iqbal dengan kasar, tanpa menoleh sedikitpun."Aku tahu kamu mau apa, Mas. Tetapi, aku takkan pernah memberikannya sampai perusahaan tempat Lidya bekerja kembali jatuh ke tanganmu!"Bak sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Iqbal begitu terperanjat ketika mendengar penuturan Irna, mulutnya membulat sempurna dengan mata membeliak."A-apa maksudmu, Sayang?" Dengan gelagapan, Iqbal bertanya pada Irna."Aku rasa kamu paham den

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Tak Punya Urat Malu

    Dengan perasaan marah, kesal dan kecewa. Irna masuk kembali ke rumah seraya sesekali menghentakkan kaki ke lantai. Bibirnya mengerucut dan alis saling bertautan.Malahan Irna sampai tak mengindahkan pertanyaannya Ibunya, mengenai sayuran yang hendak dia masak. Wanita berusia dua puluh tahunan yang memakai piyama biru tua itu bergegas pergi ke kamar.Meskipun umur Irna dan Iqbal berjarak hampir sepuluh tahunan. Tetapi, Irna merasa tak masalah, karena memang umur bukanlah segalanya.Bagi Irna, Iqbal mencintainya serta kaya raya saja, sudah cukup menguntungkan dan membahagiakan.Akan tetapi, kali ini Irna tak berpikir seperti itu. Dadanya amat sangat sesak, ketika mendengar cemoohan ibu-ibu tentang dirinya. Sehingga timbul dalam hatinya, penyesalan karena telah menikah dengan Iqbal."Lah, Sayang, sejak kapan kamu berdiri di sana?"Iqbal yang baru saja bangun, lantas mengajukan pertanyaan kepada Irna yang tengah berdiri di bibir pintu seraya menyilangkan tangan di dada."Kamu tak perlu ta

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Surat Gugatan Cerai

    Tok ... tok ...."Masuk!"Lidya yang tengah berada di kamar tidurnya, membereskan beberapa barang-barang miliknya dengan di bantu oleh Mbok Yun--asisten rumah tangganya.Tak lama kemudian pintu kamar Lidya yang terbuat dari ukiran kayu jati terbuka lebar, menimbulkan suara decitan kecil."Ada apa?" tanya Lidya tanpa melihat ke arah orang yang baru saja datang tersebut.Ya, pria berpakaian hitam lengkap dengan sepatu berwarna senada yang amat sangat mengkilap, tengah mematung di bibir pintu seraya menautkan kedua tangannya."Saya di beri tugas oleh Tuan Jonathan, untuk mengirimkan surat gugatan cerai Nyonya kepada Pak Iqbal."Sontak, Lidya langsung menghentikan gerakan tangannya. Dia bangkit dari posisi berjongkok, menghampiri pria yang masih mematung di tempat yang sama."Serahkan pada saya!" sahut Lidya seraya menengadahkan tangan. Mimik wajahnya cukup serius.Pria berpakaian hitam itu tersentak, dia menatap Lidya dengan netra sedikit melebar. "Berikan surat gugatan cerai tersebut p

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Menyebarkan Gosip

    Beberapa kali Lidya menghela napas berat, ketika dia harus pulang dengan tangan kosong. Karena Iqbal dan Irna tak ada di rumah.Dari yang Lidya dengan dari Lilis, katanya Iqbal tengah mengajak Irna pergi ke toko emas, ingin membelikan kalung serta cincin untuk istrinya.Akan tetapi, Lidya hanya tersenyum tipis. Dia tidak percaya begitu saja pada ucapan Lilis. Lagipula Iqbal punya uang dari mana?Pelihara babi ngepet? Ya, itu baru sedikit masuk akal. Mengingat Iqbal hanyalah seorang pengacara alias pengangguran banyak acara.Pria kere seperti Iqbal, tak mungkin bisa membelikan Irna emas atau barang berharga lainnya, mengingat bagaimana kondisi Iqbal saat ini."Nyonya!"Sontak, Lidya menoleh, menatap Andri yang tengah menyorotinya intens. Pria itu tengah bersandar pada tembok.Sadar jika Lidya balik menatapnya, Andri justru memalingkan wajah, merasa salah tingkah bila di tatap balik oleh bosnya yang sangat cantik.Dag-dig-dug ser!"Ada apa?" Lidya menautkan kedua alisnya, kebingungan de

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Sampai Pada Tangan yg Tepat

    [Irna, cepat pulang! Lidya, datang kemari, bahkan dia sampai memfitnah Iqbal. Pokoknya kamu harus cepat pulang dan minta semua hak suamimu!]Sontak, Irna yang tengah berjalan-jalan di pinggir sawah bersama Iqbal, langsung tercengang. Mulutnya menganga lebar, matanya membeliak serta tubuh yang tiba-tiba bergetar hebat, menahan amarah.Tanpa memberitahu Iqbal terlebih dahulu, Irna bergegas mengetikkan pesan balasan untuk Lilis.[Yang benar, Bu? Baiklah, aku akan pulang sekarang dan mempermalukan Lidya di hadapan semua tetangga. Pokoknya Ibu harus mengumpulkan semua tetangga, agar mereka tahu siapa diriku yang sebenarnya!]Masih dengan dada kembang-kempis, Irna mengepalkan tangan kuat-kuat. Kali ini dia lebih bersemangat dan berapi-api."Sayang, ada apa?"Iqbal yang sadar dengan perubahan raut wajah istrinya, gegas melontarkan sebuah pertanyaan."Tidak ada, Mas. Aku hanya lelah, jadi ayo pulang!""Ayo, sayang!"Iqbal yang juga sudah kelelahan dan kepanasan, gegas mengiyakan ajakan istri

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Perceraian Sudah Didepan Mata

    Akhir-akhir ini Iqbal banyak melamun. Kalau tidak di belakang rumah, memandangi kebun warga, maka dia akan duduk seharian di teras. Irna yang menyadari perubahan sikap Iqbal, bukannya berusaha membujuk atau melakukan yang terbaik agar suaminya berubah, dia justru malah bersikap sebaliknya."Mas, kamu tuh gak ada usaha sama sekali, bukannya cari kerja malah duduk terus di teras!" omel Irna pada suaminya.Iqbal menghela napas panjang, kemudian bangkit dari teras, mengenakan sandal jepit milik mertuanya yang hampir putus."Iya, besok aku cari kerja!" balas Iqbal tak bersemangat."Boro-boro cari kerja, kepalaku saja hampir meledak saat ini, gara-gara perceraianku dan Lidya sudah di depan mata." Iqbal membatin. Dia terus melangkah keluar pekarangan rumah tanpa menghiraukan teriakan Irna."Pokoknya kamu harus cari uang banyak! Aku tak mau, acara syukuran anak kita diadakan kecil-kecilan! Bisa malu aku sama mantan-mantan kekasihku yang terkenal kaya raya." Dengan sengaja, Irna bergumam dia

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Pernikahan

    MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA***"Li-Lidya, apa yang kamu lakukan di sini?"Wanita berkulit putih, berkebaya merah cerah, dipadukan dengan make up yang terkesan begitu berani tersebut. Berjalan menuju acara hajatan, di mana seorang pria berjas hitam tengah duduk di sebuah kursi pelaminan."Selamat atas pernikahan keduamu itu, Mas!" ucap Lidya dengan senyum merekah di bibir.Tak ada mimik wajah sedih, kecewa ataupun sebagainya. Lidya justru terlihat amat sangat bahagia, netranya berbinar-binar.Melihat hal tersebut, Iqbal--pria yang tengah berdiri mematung dengan mata membulat dan mulut menganga tersebut, langsung di rundung rasa penasaran yang amat sangat dalam.Di satu sisi, Iqbal amat sangat senang, karena sepertinya Lidya merestui pernikahan diam-diamnya itu. Tetapi, di sisi lain Iqbal juga merasa heran, kenapa Lidya bisa menerima semuanya dengan semudah ini.Karena pengeras suara sedang menyala, maka tidak ada satupun tamu yang curiga ataupun penasaran d

Latest chapter

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Perceraian Sudah Didepan Mata

    Akhir-akhir ini Iqbal banyak melamun. Kalau tidak di belakang rumah, memandangi kebun warga, maka dia akan duduk seharian di teras. Irna yang menyadari perubahan sikap Iqbal, bukannya berusaha membujuk atau melakukan yang terbaik agar suaminya berubah, dia justru malah bersikap sebaliknya."Mas, kamu tuh gak ada usaha sama sekali, bukannya cari kerja malah duduk terus di teras!" omel Irna pada suaminya.Iqbal menghela napas panjang, kemudian bangkit dari teras, mengenakan sandal jepit milik mertuanya yang hampir putus."Iya, besok aku cari kerja!" balas Iqbal tak bersemangat."Boro-boro cari kerja, kepalaku saja hampir meledak saat ini, gara-gara perceraianku dan Lidya sudah di depan mata." Iqbal membatin. Dia terus melangkah keluar pekarangan rumah tanpa menghiraukan teriakan Irna."Pokoknya kamu harus cari uang banyak! Aku tak mau, acara syukuran anak kita diadakan kecil-kecilan! Bisa malu aku sama mantan-mantan kekasihku yang terkenal kaya raya." Dengan sengaja, Irna bergumam dia

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Sampai Pada Tangan yg Tepat

    [Irna, cepat pulang! Lidya, datang kemari, bahkan dia sampai memfitnah Iqbal. Pokoknya kamu harus cepat pulang dan minta semua hak suamimu!]Sontak, Irna yang tengah berjalan-jalan di pinggir sawah bersama Iqbal, langsung tercengang. Mulutnya menganga lebar, matanya membeliak serta tubuh yang tiba-tiba bergetar hebat, menahan amarah.Tanpa memberitahu Iqbal terlebih dahulu, Irna bergegas mengetikkan pesan balasan untuk Lilis.[Yang benar, Bu? Baiklah, aku akan pulang sekarang dan mempermalukan Lidya di hadapan semua tetangga. Pokoknya Ibu harus mengumpulkan semua tetangga, agar mereka tahu siapa diriku yang sebenarnya!]Masih dengan dada kembang-kempis, Irna mengepalkan tangan kuat-kuat. Kali ini dia lebih bersemangat dan berapi-api."Sayang, ada apa?"Iqbal yang sadar dengan perubahan raut wajah istrinya, gegas melontarkan sebuah pertanyaan."Tidak ada, Mas. Aku hanya lelah, jadi ayo pulang!""Ayo, sayang!"Iqbal yang juga sudah kelelahan dan kepanasan, gegas mengiyakan ajakan istri

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Menyebarkan Gosip

    Beberapa kali Lidya menghela napas berat, ketika dia harus pulang dengan tangan kosong. Karena Iqbal dan Irna tak ada di rumah.Dari yang Lidya dengan dari Lilis, katanya Iqbal tengah mengajak Irna pergi ke toko emas, ingin membelikan kalung serta cincin untuk istrinya.Akan tetapi, Lidya hanya tersenyum tipis. Dia tidak percaya begitu saja pada ucapan Lilis. Lagipula Iqbal punya uang dari mana?Pelihara babi ngepet? Ya, itu baru sedikit masuk akal. Mengingat Iqbal hanyalah seorang pengacara alias pengangguran banyak acara.Pria kere seperti Iqbal, tak mungkin bisa membelikan Irna emas atau barang berharga lainnya, mengingat bagaimana kondisi Iqbal saat ini."Nyonya!"Sontak, Lidya menoleh, menatap Andri yang tengah menyorotinya intens. Pria itu tengah bersandar pada tembok.Sadar jika Lidya balik menatapnya, Andri justru memalingkan wajah, merasa salah tingkah bila di tatap balik oleh bosnya yang sangat cantik.Dag-dig-dug ser!"Ada apa?" Lidya menautkan kedua alisnya, kebingungan de

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Surat Gugatan Cerai

    Tok ... tok ...."Masuk!"Lidya yang tengah berada di kamar tidurnya, membereskan beberapa barang-barang miliknya dengan di bantu oleh Mbok Yun--asisten rumah tangganya.Tak lama kemudian pintu kamar Lidya yang terbuat dari ukiran kayu jati terbuka lebar, menimbulkan suara decitan kecil."Ada apa?" tanya Lidya tanpa melihat ke arah orang yang baru saja datang tersebut.Ya, pria berpakaian hitam lengkap dengan sepatu berwarna senada yang amat sangat mengkilap, tengah mematung di bibir pintu seraya menautkan kedua tangannya."Saya di beri tugas oleh Tuan Jonathan, untuk mengirimkan surat gugatan cerai Nyonya kepada Pak Iqbal."Sontak, Lidya langsung menghentikan gerakan tangannya. Dia bangkit dari posisi berjongkok, menghampiri pria yang masih mematung di tempat yang sama."Serahkan pada saya!" sahut Lidya seraya menengadahkan tangan. Mimik wajahnya cukup serius.Pria berpakaian hitam itu tersentak, dia menatap Lidya dengan netra sedikit melebar. "Berikan surat gugatan cerai tersebut p

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Tak Punya Urat Malu

    Dengan perasaan marah, kesal dan kecewa. Irna masuk kembali ke rumah seraya sesekali menghentakkan kaki ke lantai. Bibirnya mengerucut dan alis saling bertautan.Malahan Irna sampai tak mengindahkan pertanyaannya Ibunya, mengenai sayuran yang hendak dia masak. Wanita berusia dua puluh tahunan yang memakai piyama biru tua itu bergegas pergi ke kamar.Meskipun umur Irna dan Iqbal berjarak hampir sepuluh tahunan. Tetapi, Irna merasa tak masalah, karena memang umur bukanlah segalanya.Bagi Irna, Iqbal mencintainya serta kaya raya saja, sudah cukup menguntungkan dan membahagiakan.Akan tetapi, kali ini Irna tak berpikir seperti itu. Dadanya amat sangat sesak, ketika mendengar cemoohan ibu-ibu tentang dirinya. Sehingga timbul dalam hatinya, penyesalan karena telah menikah dengan Iqbal."Lah, Sayang, sejak kapan kamu berdiri di sana?"Iqbal yang baru saja bangun, lantas mengajukan pertanyaan kepada Irna yang tengah berdiri di bibir pintu seraya menyilangkan tangan di dada."Kamu tak perlu ta

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Sindiran Ibu-ibu

    "Sayang!" Iqbal terus memanggil Irna, berharap wanita itu membalikkan badan. Karena semenjak mereka merebahkan tubuh di ranjang, Irna langsung mengambil posisi membelakangi suaminya, membuat Iqbal amat sangat kesal di buatnya.Padahal sedari tadi, Iqbal sudah tak bisa menahan diri, ingin segera menuntaskan hasratnya yang terus tertunda sedari kemarin.Akan tetapi, Irna malah mengabaikan Iqbal, tak menjawab panggilan maupun sahutan yang keluar dari mulut suaminya."Sayang, jangan marah!" Iqbal merajuk, berharap Irna bisa luluh kali ini.Namun, Irna malah menepis tangan Iqbal dengan kasar, tanpa menoleh sedikitpun."Aku tahu kamu mau apa, Mas. Tetapi, aku takkan pernah memberikannya sampai perusahaan tempat Lidya bekerja kembali jatuh ke tanganmu!"Bak sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Iqbal begitu terperanjat ketika mendengar penuturan Irna, mulutnya membulat sempurna dengan mata membeliak."A-apa maksudmu, Sayang?" Dengan gelagapan, Iqbal bertanya pada Irna."Aku rasa kamu paham den

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Kena Mental!

    "Apa kamu tak bercanda, Lidya?"Reza--Kakak kandung Lidya tertawa terbahak-bahak, ketika adiknya itu menceritakan soal pesan yang dia dapatkan dari Irna.Malahan saking gelinya, Reza yang terkenal lebih kejam dan menyeramkan di bandingkan Jonathan, seketika kehilangan pamor tersebut di hadapan Lidya.Pria berkulit sawo matang, berambut hitam legam, serta berhidung mancung dan memiliki rahang kokoh tersebut, sesekali mengumpat pada Iqbal yang tak ada di hadapannya."Ah, s*al! Kalau saja ada Iqbal di sini, mungkin aku sudah menyuapi mulut besarnya itu dengan kolor polkadot milik Pak Abas."Sontak, Lidya yang tengah menyeruput segelas teh hangat, langsung terbatuk-batuk kala mendengar penuturan Reza yang bisa di bilang cukup aneh.Disimpannya kembali gelas tersebut di atas meja dengan kasar, lalu Lidya menyoroti Reza tajam."Apa maksudmu. Ke-kenapa kamu tahu Pak Abas memiliki kolor polkadot?"Jauh dari lubuk hatinya, Lidya sedikit curiga, kalau Reza tak sepenuhnya lurus. Mengingat siapa

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Nasib Buruk Menimpa Iqbal

    Iqbal sudah resmi menjadi pengangguran, tabungannya mulai menipis, akibat resepsi pernikahan besar-besaran yang diadakan oleh keluarga Irna.Belum lagi, Ani terus meminta jatah uang pada Iqbal tiap minggunya. Itu karena Ani sudah menjadi janda, suaminya meninggal dua bulan setelah anak sulungnya itu menikah dengan Lidya.Sementara itu, Iqbal juga memiliki seorang adik perempuan yang masih bersekolah di tingkah akhir, membuat pengeluarannya semakin banyak saja."Mas, minta uang dong, aku mau beli rujak!"Iqbal yang tengah meratapi nasibnya di teras rumah, lantas mendongak, menatap Irna yang tengah menengadahkan tangan."Ini masih pagi, Sayang. Masa udah mau rujak aja, sih!" Tanpa sadar, Iqbal mengomel, membuat Irna langsung mengerucutkan bibirnya."Mas, ini kemauan calon anak kita, bukan kemauan aku. Masa kamu tolak gitu aja, sih!" Irna balik mengomelinya Iqbal, hingga membuat pria yang hanya memakai kaos oblong yang dipadukan dengan celana pendek tersebut bangkit dan bergegas masuk k

  • MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA    Mengancam Irna

    Sementara itu, di tempat lain, Lidya tengah mematung di kamar, mengamati seisi ruangan yang penuh dengan barang-barang antik dan mahal.Sedari dulu, Lidya suka mengoleksi barang-barang tersebut, karena melihat Ibunya. Ya, mendiang Nyonya Jonathan adalah seorang wanita penyuka barang antik dan mahal. Hingga, tak disangka hobinya itu justru menurun pada Lidya--anak bungsunya."Sayang!"Sontak, Lidya berbalik badan, menatap Jonathan Pratama--Papa kandungnya yang sengaja berkunjung ke rumah."Iya, Pa. Kenapa?"Jonathan tersenyum kecut, netranya sempat menatap Lidya dengan lekat. Sebelum akhirnya, ikut menelisik seisi kamar."Apa yang sedang kamu lakukan, Nak?"Lidya memutuskan kontak mata dengan Jonathan, dia kembali mengamati sekeliling.Detik berikutnya, Lidya berjalan menuju sebuah pigura berukuran besar yang terpasang di dinding. Tanpa ragu, dia langsung mencopotnya dan meletakkannya di bawah."Aku mau membersihkan kamar ini. Maksudku melepas dan membuang yang seharusnya.""Apa Iqbal

DMCA.com Protection Status