Dalam hidup, kita di wajibkan untuk saling menolong. Apabila ada sesama kita yang mengalami kesusahan, selagi kita bisa membantu, marilah kita bantu.
Setelah preman-preman itu pergi, Raidi pun menghampiri si cowok tersebut.
"Kamu tidak apa-apa?" Tanya Raidi.
Yang di tanya malah bengong saja, sangking terpesonanya dia melihat seorang cewek menolongny. Eaaa terpesona, aku terpesona, hehehe seperti judul lagu.
"Heiii, kamu tidak apa-apa?" Tanya Raidi kedua kalinya.
"Ehhh ia, saya tidak apa-apa. Terima kasih telah menolong saya," jawab si cowok.
"Ok, sama-sama," jawab Raidi.
"Oh ia, nama kamu siapa?" Tanya si cowok.
"Namaku Raidi, kamu?" jawab Raidi.
"Ohhh yayaya, nama saya Rino. Saya dari kota dan kebetulan, saya sedang berlibur ke rumah nenek," jawab Rino.
"Ohhh, terus kenapa tadi bisa di kejar-kejar sama preman?" Tanya Raidi.
"Saya juga tidak tau, tiba-tiba saja mereka mengejar aku. Mungkin karena aku ini ganteng, dan mau di jadikan raja mereka kali, hehehe," jawab Rino sambil bercanda.
"Hahahaha pede banget ya," jawab Raidi menimpali.
"Ehhh ngomong-ngomong, rumah nenek kamu dimana?" Tanya Raidi.
"Itu di sebelah batu yang besar," tunjuk Rino.
"Ohhh nenek Siti, eh jadi kamu cucunya nenek Siti ya?" Tanya Raidi.
"Ia, aku cucunya. Kebetulan hari saya libur kampus, jadi saya berkunjung ke rumah nenek," jawab Rino.
"Ya sudah, ayo ke rumah nenek kamu. Kebetulan aku mau ke sana," ucap Raidi sambil menarik tangan Rino pergi.
Rino jadi salah tingkah kan di buatnya. Emang ya sih Raidi, nggak mengerti keadaan banget.
"Huuuffttt sampai juga," ucap Raidi sambil melepaskan tangan Rino.
Rino diam saja tidak berkutik, karena perasaannya tidak karuan.
(Nih cewek kenapa sih pake narik-narik tangan segala. Dia tidak tau apa konsekuensinya, apalagi kita baru kenal tadi, hmmmm betul-betul ya," batin Rino).
Tak di sangkah, mereka berpapasan dengan nenek Siti yang hendak ke kebun memetik sayur untuk lauk nanti malam.
"Eh nenek, mau ke kebun ya? Raidi temani ya," ucap Raidi.
"Eh Rai, ia nenek mau ke kebun. Kamu juga ikut Rino," jawab nenek Siti.
"Haaaa apa? Aku ikut ke kebun, nggak nggak. Aku di rumah saja," jawab Rino hendak masuk. Tapi keburu di tarik tangannya sama Raidi. Alhasil, mereka tatap tatapan cukup lama.
"Apaan sih kamu Raidi, naksir ya sama aku," goda Rino sambil tersenyum menggoda.
"Jangan ngada-ngada ya, ayo ikut," jawab Raidi sambil meninju perut Rino yang membuat Rino kesakitan. Nenek Siti yang melihat kelakuan dua remaja itu hanya geleng-geleng kepala.
"Ayo buruan jalan," ucap Raidi sambil terus menarik tangan Rino.
Sesampainya mereka di kebun, Raidi dan Rino berebutan duduk di pondok sambil minum air.
"Aduh, capek banget. Bagi dong airnya Rino," ucap Raidi sambil mengambil botol minum Rino yang tengah di minumnya.
"Ehhh itu kan sudah aku minum Rai," ucap Rino sambil terkejut, karena Raidi tiba-tiba mengambil botol minumnya.
"Udah nggak apa-apa, aku haus banget soalnya," jawab Raidi sambil meminum air.
(Astaga nih anak, apa dia begitu ke semua cowok? Minum bekas diminum orang.)
Rino semakin merasakan ada yang aneh pada dirinya, semenjak mengenal Raidi beberapa saat yang lalu. Apa mungkin ada sebuah rasa dalam hatinya? Karena orang bilang, cinta tidak memilih kepda siapa ia akan berlabu, kapan dan bagaimana. Tapi cinta akan datang dengan sendirinya dari lubuk hati yang terdalam.
***
Senja kini kembali dalam keindahannya yang tiada tara. Bertengger di angkasa raya sambil menunjukkan keperkasaannya yang menawan.
Dua remaja sedang berbincang-bincang di bawah indahnya sinar sang senja.
"Ngomong ngomong, kamu sekolah di mana?" Tanya Rino tiba-tiba.
"Hmmm, aku baru lulus SMA," jawab Raidi sambil menundukkan kepalanya sedih.
"Ohhh, lalu kenapa kamu sedih?" Tany Rino merasa heran. Apa aku salah ngomong ya.
"Aku sedih karena keluargaku tidak mampu membiayai kami sampai ke jenjang yang lebih tinggi," jawab Raidi tambah sedih. Rino yang melihat Raidi sedih jadi merasa bersalah. Dianpun menenangkan Raidi sambil menepuk-nepuk pundaknya.
"Tidak apa-apa, hmmm inilah takdir kami. Kita tidak bisa menyalahkan keadaan, yang penting selalu bersyukur, semua akan terasa indah.
Rino yang mendengar kata kata Raidi seakan tertampar. Pasalnya dia selalu mengeluh dam tidak pernah bersyukur atas apa yang dimilikinya. Dia tidak pernah merasa puas atas semua yang di milikinya. Kekayaan orang tuanya, kasih sayang orang tuanya, dia selalu merasa tidak puas.
"Maaf ya Rai, aku tidak bermaksud untuk membuatmu sedih," ucap Rino.
"Ia tidak apa-apa kok," jawab Raidi.
"Memang cita-cita kamu apa?" Tanya Rino tiba-tiba.
"Aku ingin menjadi seorang penulis sukses. Tapi itu hanyalah mimpi bagiku yang tidak memiliki apa-apa," jawab Raidi sambil tersenyum namun sedih.
(Kasihan juga sih cewek ini, aku harus tanya papa. Dia pasti bisa membantu. Aku ingin sekali membantu Raidi. Entah mengapa, aku selalu merasa tenang di dekatnya).
Orang tua Rino adalah pengusaha yang sangat sukses dan pemilik salah satu kampus yang terkenal di kotanya. Di situlah juga Rino kuliah dan menjadi idola di kampusnya.
"Ya sudah, aku pulang duluh ya. Soalnya ini sudah malam. Takut di cariin orang tua," ucap Raidi sambil berdiri.
"Aku antar ya," jawab Rino sambil berdiri juga.
"Nggak usah, aku pulang sendiri ajah. Lagian kamu kan baru di sini nanti kesasar loh. Mau, di sini seram loh," jawab Raidi sambil pergi.
Namun, saat dia melangkah, Rino menghentikannya. Namun sialnya, Raidi hilang keseimbangan, alhasil dia terjatuh dan menindih Rino.
Rino tidak bisa berbuat apa-apa, jantungnya serasa hampir copot.
(Aduh, apa kabar dengan jantungku. Jantungku serasa mau loncat," batin Rino).
"Maaf maaf, aku tidak sengaja. Lagian kamu sih pake narik-narik tangan aku segala. Begini kan jadinya, kamu tidak apa-apa? Aduh tangan kamu terluka lagi," ucap Raidi merasa bersalah.
(Aduh nih anak punya perasaan atau nggak sih? Masa dia nggak ngerasa aneh dengan adegan seperti ini. Apa dia alien kali ya).
"Aku tidak apa-apa kok, aku hanya terluka sedikit saja," jawab Rino.
"Ok lah, aku pulang duluh. Kamu juga pulang sana," ucap Raidi sambil pulang.
Rino hanya melongo melihat kekakuan Raidi. Biasanya, cewek-cewek berlomba-lomba untuk mendekatinya dan mencari perhatiannya. Lah ini malah di cuekin. Dasar makhluk alien, bisa-bisanya dia membuat jantungku hampir copot, lalu pergi begitu saja seakan tidak terjadi apa-apa.
Benar-benar ya tu cewek, nggak ada perasaan banget. Tanggung jawab kek, ini malah pergi ajah kayak aku nggak ada menarik-menariknya saja di mata dia.
Awas saja kalau ketemu besok, akan ku buat kamu jatuh hati padaku. Enak saja cuma kamu yang bisa membuat aku seperti ini, lihat saja besok.
"Nenek tau rumah Raidi di mana?" Tanya Rino pada nenek Siti."Itu yang dekat pohon bambu, kamu tinggal lurus saja. Kalau sudah nampak pohon bambu, terus ada rumah di situ, ya itulah rumah Raidi," jawab nenek Siti dari dapur."Hehehe liat saja besok, kamu akan terkejut dengan kejutan yang akan aku berikan," kata Rino pada dirinya sendiri sambil tersenyum licik.Sepanjang malam, Rino selalu memikirkan Raidi. Entah mengapa, Raidi sangat menarik perhatiannya.***Pagi pun menjelang, mentari kini menampakkan dirinya dengan bangga di atas cakrawala yang menawan.Rino kini bersiap siap untuk pergi ke rumah Raidi. Padahal, ini masih pagi, apa kata keluarga kecil itu nanti kedatangan tamu tak di kenal, kecuali Raidi. Dia kan sudah mengenalnya.Perubahan sikap Rino saat berada di kampung neneknya adalah rajin bangun pagi-pagi, yang biasanya susah di bangunkan.***"Selamat pagi semua," sapa Raidi dengan cerianya kepada keluarga ke
Ketika senja mulai mendominasi, sepasang insan sedang dalam gunda gulana. Yang satu sibuk memikirkan cara bagaimana menyampaikan sesuatu hal yang ia rasakan, sedangkan yang satu sibuk memikirkan bagaimana untuk mengatakan salam perpisahan.Di pinggir sungai, di gadis tomboy sedang duduk sambil merenung di sebuah batu besar sambil menjentikkan jarinya di air.Dari arah belakang, Rino mulai menghampiri Raidi. Dia berjalan dengan sangat hati-hati, agar Raidi tidak mengetahui kehadirannya."Oiiii, ngelamun ajah. Nanti kesambet hantu air baru tau rasa," ucap Rino mengagetkan Raidi."Astaga Rino, kamu membuatku kaget saja. Kalau aku jangrungan bagaimana? Kamu mau tanggung jawab?" Ucap sambil kesal."Ya maaf, lagian kamu sih begong ajah. Di pinggir sungai pula, kalau kesambet bagaimana?" ucap Rino membelah diri."Hmmm, ya ini adalah tempat favorit aku. Setiap ada masalah yang membuatku mau menyerah, putus asa, pasti aku ke sini. Kalau d
Sang fajar telah terbit menyingkirkan gelapnya malam. Raidi dan keluarganya tengah berkumpul di ruang tamu untuk merencanakan kegiatan yang akan di lalui hati ini.Mereka memamg keluarga yang sangat harmonis dan saling melengkapi. Keluarga kecil yang selalu bahagia di tengah kehidupan yang kejam. Walau demikian, mereka tetap bahagia dan semangat untuk melanjutkan hidup."Ayah, ibu, kakak, Isda aku mau ke rumah nenek Siti duluh," ucap Raidi pada keluarganya."Ia nak, hati-hati di jalan. Oh ia nak, salam sama nenek Siti, ibu sudah jarang sekali ke rumahnya," jawab Bu Nana."Baik Bu," jawab Raidi sambil pergi yang di ikuti oleh tatapan heran dari keluarganya, pasalnya Raidi akhir-akhir ini sering ke rumah nenek Siti.***"Nenek, aku pamit duluh ya. Nenek jaga diri baik-baik. Rino pasti ke sini lagi untuk menjenguk nenek kalau libur kampus."Ia nak, hati-hati di jalan. Ingat, belajar baik-baik, buat orang tuamu bangga," jawab nenek
Siang ini, Raidi pergi memetik sayur di kebunnya sendirian. Walaupun begitu, dia tetap senang melakukannya, karena dia tahu, hidup memang sangat kejam.Dengan perasaan yang gembira, dia pun mulai memetik sayuran dengan hati hati. Soalnya, kebunnya itu terbilang cukup ektrim untuk di lewati, hehehehe. Ya mau tidak mau harus berhati-hati demi menjaga keselamatan."Huuuffttt capek juga ya memetik sayur, hidup hidup, mengapa engkau serumit ini? Mengapa engkau sekejam ini pada anak yang masih belasan tahun? Tidak tahukah kamu bahwa aku sungguh capek?" Omel Raidi pada kehidupan. Emang kehidupan akan mendengarkan dan meminta maaf? Hahaha ada ada ajah deh kelakuan."Aku pergi memetik buah jambu duluh deh, soalnya aku lapar. Pasti jambu jambu di kebun sudah pada masak, soalnya terakhir kali aku datang, jambunta sudah besar besar," ucap Raidi pada dirinya sendiri.Tanpa pikir panjang, dia pun langsung menuju ke tempat pohon jambu. Dan benar saja dugaannya, ja
Menunggu adalah sebuah hal yang sangat melelahkan. Bagaimana tidak, ketika kita menunggu kita pasti di hadpkan pada banyak sekali masalah. Entah itu rasa bosan, atau yang lain. Pagi ini, Raidi dan keluarganya sedang sibuk gotong royong membersihkan istana kecil mereka. Mereka berbagi tugas agar pekerjaan cepat selesai. Pak Ridwan dan Dimas bertugas untuk membersihkan pekarangan rumah, sedangkan Raidi dan Isda bertugas membersihkan bagian dalam rumah. Sedangkan Bu Nana bertugas untuk pergi ke pasar membeli kebutuhan sehari hari. "Ayah, ibu belum pulang ya?" Tanya Raidi. "Sebentar lagi, kan pasarnya jauh. Tunggu saja," jawab pak Ridwan sambil terus membersihkan. "Ia ayah, Rai lanjut dukuh membersihkan ya," jawab Rai lalu kembali melanjutkan tugasnya. Tidak lama setelah itu, Bu Nana pulang dari pasar dan di sambut senang oleh anak anaknya. "Yeeeeyyy ibu sudah pulang," sorak Isda gembira. Bagaimana tidak setiap
Hari kini menjelang sore, kedua keluarga itu pun asyik bercengkerama mengenang masa mudanya.Kebahagiaan yang terpancar dari wajah mereka adalah kebahagiaan yang tak bisa di jelaskan dan di gambarkan oleh apa pun juga.Sementara itu, Raidi dan Rino masih bercengkerama di pinggir sungai sambil mengingat pertemuan pertama mereka. Sudah 2 hari Rino dan orang tuanya berada di kampung halamannya, kini mereka akan kembali ke kota untuk melanjutkan tugas masing masing.Setelah pamit pada nenek Siti tadi, pak Harnono, Bu Rini dan Rino pergi ke rumah pak Ridwan untuk berpamitan juga."Oh ia Wan, bagaimana dengan tawaran yang kami berikan kemarin? Apakah kamu dan Nana setuju kalau aku dan Rini membawa serta Raidi. Aku janji, aku akan menyekolahkan dia sampai berhasil. Aku juga akan menganggap dia seperti anakku sendiri," ucap pak Hartono."Jujur ya, aku sebenarnya tidak enak sama kamu Har, masak ia aku harus menambah bebanmu dengan mengizin
Di sebuah desa terpencil, hiduplah sebuah keluarga yang hidupnya sangat pas-pasan. Pekerjaan mereka sehari-hari hanyalah bertani. Setiap hari, mereka selalu pergi ke kebun, untuk merawat tanaman mereka. Oh ia, sepasang suami istri itu mempunyai 3 orang anak yang pertama bernama Dimas, umurnya kini 21 tahun. Anak yang kedua bernama Raidi, dia berumur 17 tahun, dan baru tamat SMA. Lalu yang ketiga bernama Raya, dia berumur 13 tahun, dan sekarang sudah duduk di bangku kelas 2 SMP.Mereka bertiga sangat menyayangi kedua orang tuanya. Bisa di bilang, kehidupan mereka sangat bahagia meskipun keadaan ekonominya sangat memprihatinkan.Suatu hari, Raidi bertanya kepada kedua orang tuanya tentang kelanjutan pendidikannya, namun orang tuanya hanya menghela napas dikarenakan mereka tidak mampu membiayai Raidi.“Ayah, ibu, apakah Rai bisa melanjutkan kuliah?” tanya Raidi.“Nak, bukannya ayah tidak mau jikalau Rai melanjutkan kuliah, tap
Hari kini menjelang sore, kedua keluarga itu pun asyik bercengkerama mengenang masa mudanya.Kebahagiaan yang terpancar dari wajah mereka adalah kebahagiaan yang tak bisa di jelaskan dan di gambarkan oleh apa pun juga.Sementara itu, Raidi dan Rino masih bercengkerama di pinggir sungai sambil mengingat pertemuan pertama mereka. Sudah 2 hari Rino dan orang tuanya berada di kampung halamannya, kini mereka akan kembali ke kota untuk melanjutkan tugas masing masing.Setelah pamit pada nenek Siti tadi, pak Harnono, Bu Rini dan Rino pergi ke rumah pak Ridwan untuk berpamitan juga."Oh ia Wan, bagaimana dengan tawaran yang kami berikan kemarin? Apakah kamu dan Nana setuju kalau aku dan Rini membawa serta Raidi. Aku janji, aku akan menyekolahkan dia sampai berhasil. Aku juga akan menganggap dia seperti anakku sendiri," ucap pak Hartono."Jujur ya, aku sebenarnya tidak enak sama kamu Har, masak ia aku harus menambah bebanmu dengan mengizin
Menunggu adalah sebuah hal yang sangat melelahkan. Bagaimana tidak, ketika kita menunggu kita pasti di hadpkan pada banyak sekali masalah. Entah itu rasa bosan, atau yang lain. Pagi ini, Raidi dan keluarganya sedang sibuk gotong royong membersihkan istana kecil mereka. Mereka berbagi tugas agar pekerjaan cepat selesai. Pak Ridwan dan Dimas bertugas untuk membersihkan pekarangan rumah, sedangkan Raidi dan Isda bertugas membersihkan bagian dalam rumah. Sedangkan Bu Nana bertugas untuk pergi ke pasar membeli kebutuhan sehari hari. "Ayah, ibu belum pulang ya?" Tanya Raidi. "Sebentar lagi, kan pasarnya jauh. Tunggu saja," jawab pak Ridwan sambil terus membersihkan. "Ia ayah, Rai lanjut dukuh membersihkan ya," jawab Rai lalu kembali melanjutkan tugasnya. Tidak lama setelah itu, Bu Nana pulang dari pasar dan di sambut senang oleh anak anaknya. "Yeeeeyyy ibu sudah pulang," sorak Isda gembira. Bagaimana tidak setiap
Siang ini, Raidi pergi memetik sayur di kebunnya sendirian. Walaupun begitu, dia tetap senang melakukannya, karena dia tahu, hidup memang sangat kejam.Dengan perasaan yang gembira, dia pun mulai memetik sayuran dengan hati hati. Soalnya, kebunnya itu terbilang cukup ektrim untuk di lewati, hehehehe. Ya mau tidak mau harus berhati-hati demi menjaga keselamatan."Huuuffttt capek juga ya memetik sayur, hidup hidup, mengapa engkau serumit ini? Mengapa engkau sekejam ini pada anak yang masih belasan tahun? Tidak tahukah kamu bahwa aku sungguh capek?" Omel Raidi pada kehidupan. Emang kehidupan akan mendengarkan dan meminta maaf? Hahaha ada ada ajah deh kelakuan."Aku pergi memetik buah jambu duluh deh, soalnya aku lapar. Pasti jambu jambu di kebun sudah pada masak, soalnya terakhir kali aku datang, jambunta sudah besar besar," ucap Raidi pada dirinya sendiri.Tanpa pikir panjang, dia pun langsung menuju ke tempat pohon jambu. Dan benar saja dugaannya, ja
Sang fajar telah terbit menyingkirkan gelapnya malam. Raidi dan keluarganya tengah berkumpul di ruang tamu untuk merencanakan kegiatan yang akan di lalui hati ini.Mereka memamg keluarga yang sangat harmonis dan saling melengkapi. Keluarga kecil yang selalu bahagia di tengah kehidupan yang kejam. Walau demikian, mereka tetap bahagia dan semangat untuk melanjutkan hidup."Ayah, ibu, kakak, Isda aku mau ke rumah nenek Siti duluh," ucap Raidi pada keluarganya."Ia nak, hati-hati di jalan. Oh ia nak, salam sama nenek Siti, ibu sudah jarang sekali ke rumahnya," jawab Bu Nana."Baik Bu," jawab Raidi sambil pergi yang di ikuti oleh tatapan heran dari keluarganya, pasalnya Raidi akhir-akhir ini sering ke rumah nenek Siti.***"Nenek, aku pamit duluh ya. Nenek jaga diri baik-baik. Rino pasti ke sini lagi untuk menjenguk nenek kalau libur kampus."Ia nak, hati-hati di jalan. Ingat, belajar baik-baik, buat orang tuamu bangga," jawab nenek
Ketika senja mulai mendominasi, sepasang insan sedang dalam gunda gulana. Yang satu sibuk memikirkan cara bagaimana menyampaikan sesuatu hal yang ia rasakan, sedangkan yang satu sibuk memikirkan bagaimana untuk mengatakan salam perpisahan.Di pinggir sungai, di gadis tomboy sedang duduk sambil merenung di sebuah batu besar sambil menjentikkan jarinya di air.Dari arah belakang, Rino mulai menghampiri Raidi. Dia berjalan dengan sangat hati-hati, agar Raidi tidak mengetahui kehadirannya."Oiiii, ngelamun ajah. Nanti kesambet hantu air baru tau rasa," ucap Rino mengagetkan Raidi."Astaga Rino, kamu membuatku kaget saja. Kalau aku jangrungan bagaimana? Kamu mau tanggung jawab?" Ucap sambil kesal."Ya maaf, lagian kamu sih begong ajah. Di pinggir sungai pula, kalau kesambet bagaimana?" ucap Rino membelah diri."Hmmm, ya ini adalah tempat favorit aku. Setiap ada masalah yang membuatku mau menyerah, putus asa, pasti aku ke sini. Kalau d
"Nenek tau rumah Raidi di mana?" Tanya Rino pada nenek Siti."Itu yang dekat pohon bambu, kamu tinggal lurus saja. Kalau sudah nampak pohon bambu, terus ada rumah di situ, ya itulah rumah Raidi," jawab nenek Siti dari dapur."Hehehe liat saja besok, kamu akan terkejut dengan kejutan yang akan aku berikan," kata Rino pada dirinya sendiri sambil tersenyum licik.Sepanjang malam, Rino selalu memikirkan Raidi. Entah mengapa, Raidi sangat menarik perhatiannya.***Pagi pun menjelang, mentari kini menampakkan dirinya dengan bangga di atas cakrawala yang menawan.Rino kini bersiap siap untuk pergi ke rumah Raidi. Padahal, ini masih pagi, apa kata keluarga kecil itu nanti kedatangan tamu tak di kenal, kecuali Raidi. Dia kan sudah mengenalnya.Perubahan sikap Rino saat berada di kampung neneknya adalah rajin bangun pagi-pagi, yang biasanya susah di bangunkan.***"Selamat pagi semua," sapa Raidi dengan cerianya kepada keluarga ke
Dalam hidup, kita di wajibkan untuk saling menolong. Apabila ada sesama kita yang mengalami kesusahan, selagi kita bisa membantu, marilah kita bantu.Setelah preman-preman itu pergi, Raidi pun menghampiri si cowok tersebut."Kamu tidak apa-apa?" Tanya Raidi.Yang di tanya malah bengong saja, sangking terpesonanya dia melihat seorang cewek menolongny. Eaaa terpesona, aku terpesona, hehehe seperti judul lagu."Heiii, kamu tidak apa-apa?" Tanya Raidi kedua kalinya."Ehhh ia, saya tidak apa-apa. Terima kasih telah menolong saya," jawab si cowok."Ok, sama-sama," jawab Raidi."Oh ia, nama kamu siapa?" Tanya si cowok."Namaku Raidi, kamu?" jawab Raidi."Ohhh yayaya, nama saya Rino. Saya dari kota dan kebetulan, saya sedang berlibur ke rumah nenek," jawab Rino."Ohhh, terus kenapa tadi bisa di kejar-kejar sama preman?" Tanya Raidi."Saya juga tidak tau, tiba-tiba saja mereka mengejar aku. Mungkin karena aku ini
Di sebuah desa terpencil, hiduplah sebuah keluarga yang hidupnya sangat pas-pasan. Pekerjaan mereka sehari-hari hanyalah bertani. Setiap hari, mereka selalu pergi ke kebun, untuk merawat tanaman mereka. Oh ia, sepasang suami istri itu mempunyai 3 orang anak yang pertama bernama Dimas, umurnya kini 21 tahun. Anak yang kedua bernama Raidi, dia berumur 17 tahun, dan baru tamat SMA. Lalu yang ketiga bernama Raya, dia berumur 13 tahun, dan sekarang sudah duduk di bangku kelas 2 SMP.Mereka bertiga sangat menyayangi kedua orang tuanya. Bisa di bilang, kehidupan mereka sangat bahagia meskipun keadaan ekonominya sangat memprihatinkan.Suatu hari, Raidi bertanya kepada kedua orang tuanya tentang kelanjutan pendidikannya, namun orang tuanya hanya menghela napas dikarenakan mereka tidak mampu membiayai Raidi.“Ayah, ibu, apakah Rai bisa melanjutkan kuliah?” tanya Raidi.“Nak, bukannya ayah tidak mau jikalau Rai melanjutkan kuliah, tap