Ketika senja mulai mendominasi, sepasang insan sedang dalam gunda gulana. Yang satu sibuk memikirkan cara bagaimana menyampaikan sesuatu hal yang ia rasakan, sedangkan yang satu sibuk memikirkan bagaimana untuk mengatakan salam perpisahan.
Di pinggir sungai, di gadis tomboy sedang duduk sambil merenung di sebuah batu besar sambil menjentikkan jarinya di air.
Dari arah belakang, Rino mulai menghampiri Raidi. Dia berjalan dengan sangat hati-hati, agar Raidi tidak mengetahui kehadirannya.
"Oiiii, ngelamun ajah. Nanti kesambet hantu air baru tau rasa," ucap Rino mengagetkan Raidi.
"Astaga Rino, kamu membuatku kaget saja. Kalau aku jangrungan bagaimana? Kamu mau tanggung jawab?" Ucap sambil kesal.
"Ya maaf, lagian kamu sih begong ajah. Di pinggir sungai pula, kalau kesambet bagaimana?" ucap Rino membelah diri.
"Hmmm, ya ini adalah tempat favorit aku. Setiap ada masalah yang membuatku mau menyerah, putus asa, pasti aku ke sini. Kalau di sini, rasanya nyaman banget. Di sini, aku bisa berpikir dengan jernih dan mampu untuk melupakan setiap masalah yang ada," jawab Raidi panjang lebar sambil menarik nafas dalam-dalam.
"Hmmm, kamu memang gadis yang kuat. Aku harap kamu tetap sekuat ini dalam menghadapi setiap masalah yang ada, apa pun itu. Kamu harus tetap semangat," ucap Rino membelai kepala Raidi sambil tersenyum manis.
"Terima kasih ya, kamu sudaj menasehati aku. Padahal kan kita baru kenal, tapi kamu mau berteman denganku," jawab Raidi sambil tersenyum manis menatap muka Rino.
"Sebuah perkenalan yang singkat ataupun lama, tidak bisa menjadi tolak ukur dalam sebuah hubungan pertemanan. Bukan berarti, perkenalan kita yang baru ini tidak bisa membawa dampak positif dan bermanfaat kan? Aku hanya ingin tetap menjadi teman dekat di hidupmu," ucap Rino sambil memejamkan mata menerawang jauh ke masa depan Dimana dirinya bisa dekat dengan Raidi bukan hanya sebatas teman.
"Ia, aku senang bisa memiliki teman yang bisa berbagi sebuah keluh kesah, masalah dan bisa memberikan sebuah solusi dan nasihat. Terima kasih untuk hari ini," ucap Raidi dengan tulus sambil menggenggam tangan Rino.
(Rai, seandainya kamu tau perasaan aku sekarang. Aku sudah mulai suka sama kamu makhluk alien ku. Tapi apalah dayaku, besok pagi aku akan kembi ke kota untuk melanjutkan pendidikanku. Aku tidak tau kapan kita bisa bertemu lagi. Tapi, aku berharap suatu saat nanti kita bisa bertemu kembali). Ucap Rino dalam hati.
(Rino, terima kasih telah bersediah menjadi temanku. Aku harap kita bisa berteman walau mungkin kamu tidak mau menganggap aku temanmu. Aku sadar, aku hanyalah gadis miskin yang mempunyai mimpi sangat tinggi, yang hanyalah sebatas angan. Terima kasih Rino). Ucap Raidi dalam hati.
"Ngomong-ngomong, kamu ngapain kesini?" Tanya Raidi penasaran.
"Aku kebetulan lewat, sekalian mampir karena melihatmu duduk sendirian. Takut ada yang culik, hehehe," jawab Rino sambil tersenyum.
"Hahahaha, siapa juga yang mau menculik seorang gadis sepertiku. Yang ada, mereka akan rugi. Hahahaha," jawab Raidi sambil tertawa lepas.
"Oh ia Rai, aku kesini untuk pamit sama kamu," ucap Rino sambil menatap Raidi.
"Haaaa maksudnya kamu akan kembali ke kota?" jawab Raidi dengan kaget.
"Kenapa, kamu akan kangen ya?" ucap Rino sambil mencubit pipi Raidi.
'Apaan sih, siapa juga yang bajakan kangen. Aku siapa, untuk bisa kangen sama kamu. Kita bahkan baru bertemu beberapa hari yang lalu, apa hakku untuk kangen," jawab Raidi, tapi tidak bisa menyembunyikan perasaan sedihnya. Baru juga dapat teman yang siap mendengarkan keluh kesahnya, kinibakan pergi. Entah kapan bisa bertemu lagi.
"Rai, aku senang bisa berkenalan dengan kamu. Walaupun singkat, tapi aku sangat bersyukur. Semoga kita bisa bertemu di lain waktu," ucap Rino sambil membelai lembut kepala Raidi sambil tersenyum.
Ada pepatah mengatakan bahwa di balik pertemuan pasti ada perpisahan. Tapi di balik perpisahan, akan ada pertemuan kembali walau entah kapan waktu itu tiba.
Perpisahan memang menyisahkan sakit di hati, tetapi mengikhlaskan adalah hal terbaik yang bisa kita lakukan. Percayalah, perpisahan bukanlah akhir dari perjumpaan, tapi awal yang baru bagi pertemuan kedua kali.
"Pulang yuk, nanti kamu di cariin nenek kamu lagi," ajak Raidi sambil terus menggandeng tangan Rino.
"Ia,' jawab Rino singkat sambil terus memperhatikan Raidi dari samping yang terus menggenggam tangannya.
(Terima kasih untuk pertemuan singkat ini. Dari pertemuan ini, aku belajar tentang sebuah ketulusan seorang teman. Seorang teman yang tidak pernah memandang status dan perbedaan. Darimu aku belajar banyak hal tentang kehidupan ini, yang tidak mudah menyerah di tengah banyaknya masalah yang menghadang. Aku tau, selama ini aku hanya bisa mengandalkan orang tuaku untuk terus menaikkan pamorku dan terkenal di kalangan cewek-cewek. Dari semua yang aku kenal, hanya kamu yang berbeda. Aku kira, saat kamu bertemu denganku untuk pertama kali waktu itu, kamu akan jatuh cinta kepadaku sama seperti cewek-cewek yang selalu antri hanya untuk berkenalan denganku. Ternyata semua dugaanku salah, dan kamu telah berhasil membuatku jatuh cinta dengan caramu sendiri, sekali lagi terima kasih untuk perkenalan singkat ini. Walau semuanya hanya terasa mimpi, tetapi aku sangat bahagia). Ucap Rino dalam hati sambil terus tersenyum memandang gadis manis di depannya.
"Nah, kita sudah sampai. Kalau begitu, aku pulang duluh. Kalau kamu berangkat besok, kamu hati-hati di jalan ya. Ingat untuk selalu semangat, jangan mudah menyerah untuk menggapai impianmu," ucap Raidi sambil pergi. Namun saat ia melangkah, Rino menghentikan langkahnya.
"Ada apa, apa aku salah ucap?" Tanya Raidi keheranan.
Tanpa Raidi duga, tiba-tiba saja Rino memeluknya dengan erat, yang membuat Raidi kaget bukan main.
"Terima kasih Rai, kamu telah mengajarkan banyak hal tentang sebuah kehidupan yang baru. Aku telah belajar banyak hal darimu. Semoga di lain kesempatan kita bisa bertemu lagi" ucap Rino sambil melepaskan pelukannya.
Raidi hanya mematung saja, tidak menyangkah akan di peluk seperti ini. Dia merasakan ada sesuatu yang aneh pada dirinya. Sesuatu yang membuatnya bahagia bila berada di dekat Rino.
Dengan hati yang masih tidak karuan, Raidi pun melangkah pergi menjauh di iringi tatapan bahagia dari Rino.
(Astaga Rino, apa yang telah kamu lakukan? Kenapa aku bisa melakukan hal tadi. Bagaimana kalau Raidi berpikir yang tidak-tidak tentangku. Aishh semoga saja dia tidak memikirkan sesuatu yang buruk tentang diriku). Ucap Rino sambil memukul-mukul sendiri kepanya.
(Sadar Rai, apa yang kamu pikirkan? Mana mungkin Rino suka sama aku yang notabenenya hanya gadis miskin dan tak punya pendidikan ini. Tinggal di sebuah rumah yang sudah usang karena usia, dan telah lapuk oleh sang waktu. Di bandingkan denganku, aku hanyalah butiran-butiran debu bila di bandingkan dengan gadis-gadis yang ada di kota. Bahkan bermimpi pun aku tidak berani).
Terkadang kita memang harus membuang pikiran-pikiran yang menurut kita mustahil untuk terjadi.
Maaf bila ceritanya terlihat monoton, author sementara belajar juga, hehehe.
Author mohon saran dan kritikannya untuk membangun sebuah cerita yang di inginkan oleh pembaca.
Sang fajar telah terbit menyingkirkan gelapnya malam. Raidi dan keluarganya tengah berkumpul di ruang tamu untuk merencanakan kegiatan yang akan di lalui hati ini.Mereka memamg keluarga yang sangat harmonis dan saling melengkapi. Keluarga kecil yang selalu bahagia di tengah kehidupan yang kejam. Walau demikian, mereka tetap bahagia dan semangat untuk melanjutkan hidup."Ayah, ibu, kakak, Isda aku mau ke rumah nenek Siti duluh," ucap Raidi pada keluarganya."Ia nak, hati-hati di jalan. Oh ia nak, salam sama nenek Siti, ibu sudah jarang sekali ke rumahnya," jawab Bu Nana."Baik Bu," jawab Raidi sambil pergi yang di ikuti oleh tatapan heran dari keluarganya, pasalnya Raidi akhir-akhir ini sering ke rumah nenek Siti.***"Nenek, aku pamit duluh ya. Nenek jaga diri baik-baik. Rino pasti ke sini lagi untuk menjenguk nenek kalau libur kampus."Ia nak, hati-hati di jalan. Ingat, belajar baik-baik, buat orang tuamu bangga," jawab nenek
Siang ini, Raidi pergi memetik sayur di kebunnya sendirian. Walaupun begitu, dia tetap senang melakukannya, karena dia tahu, hidup memang sangat kejam.Dengan perasaan yang gembira, dia pun mulai memetik sayuran dengan hati hati. Soalnya, kebunnya itu terbilang cukup ektrim untuk di lewati, hehehehe. Ya mau tidak mau harus berhati-hati demi menjaga keselamatan."Huuuffttt capek juga ya memetik sayur, hidup hidup, mengapa engkau serumit ini? Mengapa engkau sekejam ini pada anak yang masih belasan tahun? Tidak tahukah kamu bahwa aku sungguh capek?" Omel Raidi pada kehidupan. Emang kehidupan akan mendengarkan dan meminta maaf? Hahaha ada ada ajah deh kelakuan."Aku pergi memetik buah jambu duluh deh, soalnya aku lapar. Pasti jambu jambu di kebun sudah pada masak, soalnya terakhir kali aku datang, jambunta sudah besar besar," ucap Raidi pada dirinya sendiri.Tanpa pikir panjang, dia pun langsung menuju ke tempat pohon jambu. Dan benar saja dugaannya, ja
Menunggu adalah sebuah hal yang sangat melelahkan. Bagaimana tidak, ketika kita menunggu kita pasti di hadpkan pada banyak sekali masalah. Entah itu rasa bosan, atau yang lain. Pagi ini, Raidi dan keluarganya sedang sibuk gotong royong membersihkan istana kecil mereka. Mereka berbagi tugas agar pekerjaan cepat selesai. Pak Ridwan dan Dimas bertugas untuk membersihkan pekarangan rumah, sedangkan Raidi dan Isda bertugas membersihkan bagian dalam rumah. Sedangkan Bu Nana bertugas untuk pergi ke pasar membeli kebutuhan sehari hari. "Ayah, ibu belum pulang ya?" Tanya Raidi. "Sebentar lagi, kan pasarnya jauh. Tunggu saja," jawab pak Ridwan sambil terus membersihkan. "Ia ayah, Rai lanjut dukuh membersihkan ya," jawab Rai lalu kembali melanjutkan tugasnya. Tidak lama setelah itu, Bu Nana pulang dari pasar dan di sambut senang oleh anak anaknya. "Yeeeeyyy ibu sudah pulang," sorak Isda gembira. Bagaimana tidak setiap
Hari kini menjelang sore, kedua keluarga itu pun asyik bercengkerama mengenang masa mudanya.Kebahagiaan yang terpancar dari wajah mereka adalah kebahagiaan yang tak bisa di jelaskan dan di gambarkan oleh apa pun juga.Sementara itu, Raidi dan Rino masih bercengkerama di pinggir sungai sambil mengingat pertemuan pertama mereka. Sudah 2 hari Rino dan orang tuanya berada di kampung halamannya, kini mereka akan kembali ke kota untuk melanjutkan tugas masing masing.Setelah pamit pada nenek Siti tadi, pak Harnono, Bu Rini dan Rino pergi ke rumah pak Ridwan untuk berpamitan juga."Oh ia Wan, bagaimana dengan tawaran yang kami berikan kemarin? Apakah kamu dan Nana setuju kalau aku dan Rini membawa serta Raidi. Aku janji, aku akan menyekolahkan dia sampai berhasil. Aku juga akan menganggap dia seperti anakku sendiri," ucap pak Hartono."Jujur ya, aku sebenarnya tidak enak sama kamu Har, masak ia aku harus menambah bebanmu dengan mengizin
Di sebuah desa terpencil, hiduplah sebuah keluarga yang hidupnya sangat pas-pasan. Pekerjaan mereka sehari-hari hanyalah bertani. Setiap hari, mereka selalu pergi ke kebun, untuk merawat tanaman mereka. Oh ia, sepasang suami istri itu mempunyai 3 orang anak yang pertama bernama Dimas, umurnya kini 21 tahun. Anak yang kedua bernama Raidi, dia berumur 17 tahun, dan baru tamat SMA. Lalu yang ketiga bernama Raya, dia berumur 13 tahun, dan sekarang sudah duduk di bangku kelas 2 SMP.Mereka bertiga sangat menyayangi kedua orang tuanya. Bisa di bilang, kehidupan mereka sangat bahagia meskipun keadaan ekonominya sangat memprihatinkan.Suatu hari, Raidi bertanya kepada kedua orang tuanya tentang kelanjutan pendidikannya, namun orang tuanya hanya menghela napas dikarenakan mereka tidak mampu membiayai Raidi.“Ayah, ibu, apakah Rai bisa melanjutkan kuliah?” tanya Raidi.“Nak, bukannya ayah tidak mau jikalau Rai melanjutkan kuliah, tap
Dalam hidup, kita di wajibkan untuk saling menolong. Apabila ada sesama kita yang mengalami kesusahan, selagi kita bisa membantu, marilah kita bantu.Setelah preman-preman itu pergi, Raidi pun menghampiri si cowok tersebut."Kamu tidak apa-apa?" Tanya Raidi.Yang di tanya malah bengong saja, sangking terpesonanya dia melihat seorang cewek menolongny. Eaaa terpesona, aku terpesona, hehehe seperti judul lagu."Heiii, kamu tidak apa-apa?" Tanya Raidi kedua kalinya."Ehhh ia, saya tidak apa-apa. Terima kasih telah menolong saya," jawab si cowok."Ok, sama-sama," jawab Raidi."Oh ia, nama kamu siapa?" Tanya si cowok."Namaku Raidi, kamu?" jawab Raidi."Ohhh yayaya, nama saya Rino. Saya dari kota dan kebetulan, saya sedang berlibur ke rumah nenek," jawab Rino."Ohhh, terus kenapa tadi bisa di kejar-kejar sama preman?" Tanya Raidi."Saya juga tidak tau, tiba-tiba saja mereka mengejar aku. Mungkin karena aku ini
"Nenek tau rumah Raidi di mana?" Tanya Rino pada nenek Siti."Itu yang dekat pohon bambu, kamu tinggal lurus saja. Kalau sudah nampak pohon bambu, terus ada rumah di situ, ya itulah rumah Raidi," jawab nenek Siti dari dapur."Hehehe liat saja besok, kamu akan terkejut dengan kejutan yang akan aku berikan," kata Rino pada dirinya sendiri sambil tersenyum licik.Sepanjang malam, Rino selalu memikirkan Raidi. Entah mengapa, Raidi sangat menarik perhatiannya.***Pagi pun menjelang, mentari kini menampakkan dirinya dengan bangga di atas cakrawala yang menawan.Rino kini bersiap siap untuk pergi ke rumah Raidi. Padahal, ini masih pagi, apa kata keluarga kecil itu nanti kedatangan tamu tak di kenal, kecuali Raidi. Dia kan sudah mengenalnya.Perubahan sikap Rino saat berada di kampung neneknya adalah rajin bangun pagi-pagi, yang biasanya susah di bangunkan.***"Selamat pagi semua," sapa Raidi dengan cerianya kepada keluarga ke
Hari kini menjelang sore, kedua keluarga itu pun asyik bercengkerama mengenang masa mudanya.Kebahagiaan yang terpancar dari wajah mereka adalah kebahagiaan yang tak bisa di jelaskan dan di gambarkan oleh apa pun juga.Sementara itu, Raidi dan Rino masih bercengkerama di pinggir sungai sambil mengingat pertemuan pertama mereka. Sudah 2 hari Rino dan orang tuanya berada di kampung halamannya, kini mereka akan kembali ke kota untuk melanjutkan tugas masing masing.Setelah pamit pada nenek Siti tadi, pak Harnono, Bu Rini dan Rino pergi ke rumah pak Ridwan untuk berpamitan juga."Oh ia Wan, bagaimana dengan tawaran yang kami berikan kemarin? Apakah kamu dan Nana setuju kalau aku dan Rini membawa serta Raidi. Aku janji, aku akan menyekolahkan dia sampai berhasil. Aku juga akan menganggap dia seperti anakku sendiri," ucap pak Hartono."Jujur ya, aku sebenarnya tidak enak sama kamu Har, masak ia aku harus menambah bebanmu dengan mengizin
Menunggu adalah sebuah hal yang sangat melelahkan. Bagaimana tidak, ketika kita menunggu kita pasti di hadpkan pada banyak sekali masalah. Entah itu rasa bosan, atau yang lain. Pagi ini, Raidi dan keluarganya sedang sibuk gotong royong membersihkan istana kecil mereka. Mereka berbagi tugas agar pekerjaan cepat selesai. Pak Ridwan dan Dimas bertugas untuk membersihkan pekarangan rumah, sedangkan Raidi dan Isda bertugas membersihkan bagian dalam rumah. Sedangkan Bu Nana bertugas untuk pergi ke pasar membeli kebutuhan sehari hari. "Ayah, ibu belum pulang ya?" Tanya Raidi. "Sebentar lagi, kan pasarnya jauh. Tunggu saja," jawab pak Ridwan sambil terus membersihkan. "Ia ayah, Rai lanjut dukuh membersihkan ya," jawab Rai lalu kembali melanjutkan tugasnya. Tidak lama setelah itu, Bu Nana pulang dari pasar dan di sambut senang oleh anak anaknya. "Yeeeeyyy ibu sudah pulang," sorak Isda gembira. Bagaimana tidak setiap
Siang ini, Raidi pergi memetik sayur di kebunnya sendirian. Walaupun begitu, dia tetap senang melakukannya, karena dia tahu, hidup memang sangat kejam.Dengan perasaan yang gembira, dia pun mulai memetik sayuran dengan hati hati. Soalnya, kebunnya itu terbilang cukup ektrim untuk di lewati, hehehehe. Ya mau tidak mau harus berhati-hati demi menjaga keselamatan."Huuuffttt capek juga ya memetik sayur, hidup hidup, mengapa engkau serumit ini? Mengapa engkau sekejam ini pada anak yang masih belasan tahun? Tidak tahukah kamu bahwa aku sungguh capek?" Omel Raidi pada kehidupan. Emang kehidupan akan mendengarkan dan meminta maaf? Hahaha ada ada ajah deh kelakuan."Aku pergi memetik buah jambu duluh deh, soalnya aku lapar. Pasti jambu jambu di kebun sudah pada masak, soalnya terakhir kali aku datang, jambunta sudah besar besar," ucap Raidi pada dirinya sendiri.Tanpa pikir panjang, dia pun langsung menuju ke tempat pohon jambu. Dan benar saja dugaannya, ja
Sang fajar telah terbit menyingkirkan gelapnya malam. Raidi dan keluarganya tengah berkumpul di ruang tamu untuk merencanakan kegiatan yang akan di lalui hati ini.Mereka memamg keluarga yang sangat harmonis dan saling melengkapi. Keluarga kecil yang selalu bahagia di tengah kehidupan yang kejam. Walau demikian, mereka tetap bahagia dan semangat untuk melanjutkan hidup."Ayah, ibu, kakak, Isda aku mau ke rumah nenek Siti duluh," ucap Raidi pada keluarganya."Ia nak, hati-hati di jalan. Oh ia nak, salam sama nenek Siti, ibu sudah jarang sekali ke rumahnya," jawab Bu Nana."Baik Bu," jawab Raidi sambil pergi yang di ikuti oleh tatapan heran dari keluarganya, pasalnya Raidi akhir-akhir ini sering ke rumah nenek Siti.***"Nenek, aku pamit duluh ya. Nenek jaga diri baik-baik. Rino pasti ke sini lagi untuk menjenguk nenek kalau libur kampus."Ia nak, hati-hati di jalan. Ingat, belajar baik-baik, buat orang tuamu bangga," jawab nenek
Ketika senja mulai mendominasi, sepasang insan sedang dalam gunda gulana. Yang satu sibuk memikirkan cara bagaimana menyampaikan sesuatu hal yang ia rasakan, sedangkan yang satu sibuk memikirkan bagaimana untuk mengatakan salam perpisahan.Di pinggir sungai, di gadis tomboy sedang duduk sambil merenung di sebuah batu besar sambil menjentikkan jarinya di air.Dari arah belakang, Rino mulai menghampiri Raidi. Dia berjalan dengan sangat hati-hati, agar Raidi tidak mengetahui kehadirannya."Oiiii, ngelamun ajah. Nanti kesambet hantu air baru tau rasa," ucap Rino mengagetkan Raidi."Astaga Rino, kamu membuatku kaget saja. Kalau aku jangrungan bagaimana? Kamu mau tanggung jawab?" Ucap sambil kesal."Ya maaf, lagian kamu sih begong ajah. Di pinggir sungai pula, kalau kesambet bagaimana?" ucap Rino membelah diri."Hmmm, ya ini adalah tempat favorit aku. Setiap ada masalah yang membuatku mau menyerah, putus asa, pasti aku ke sini. Kalau d
"Nenek tau rumah Raidi di mana?" Tanya Rino pada nenek Siti."Itu yang dekat pohon bambu, kamu tinggal lurus saja. Kalau sudah nampak pohon bambu, terus ada rumah di situ, ya itulah rumah Raidi," jawab nenek Siti dari dapur."Hehehe liat saja besok, kamu akan terkejut dengan kejutan yang akan aku berikan," kata Rino pada dirinya sendiri sambil tersenyum licik.Sepanjang malam, Rino selalu memikirkan Raidi. Entah mengapa, Raidi sangat menarik perhatiannya.***Pagi pun menjelang, mentari kini menampakkan dirinya dengan bangga di atas cakrawala yang menawan.Rino kini bersiap siap untuk pergi ke rumah Raidi. Padahal, ini masih pagi, apa kata keluarga kecil itu nanti kedatangan tamu tak di kenal, kecuali Raidi. Dia kan sudah mengenalnya.Perubahan sikap Rino saat berada di kampung neneknya adalah rajin bangun pagi-pagi, yang biasanya susah di bangunkan.***"Selamat pagi semua," sapa Raidi dengan cerianya kepada keluarga ke
Dalam hidup, kita di wajibkan untuk saling menolong. Apabila ada sesama kita yang mengalami kesusahan, selagi kita bisa membantu, marilah kita bantu.Setelah preman-preman itu pergi, Raidi pun menghampiri si cowok tersebut."Kamu tidak apa-apa?" Tanya Raidi.Yang di tanya malah bengong saja, sangking terpesonanya dia melihat seorang cewek menolongny. Eaaa terpesona, aku terpesona, hehehe seperti judul lagu."Heiii, kamu tidak apa-apa?" Tanya Raidi kedua kalinya."Ehhh ia, saya tidak apa-apa. Terima kasih telah menolong saya," jawab si cowok."Ok, sama-sama," jawab Raidi."Oh ia, nama kamu siapa?" Tanya si cowok."Namaku Raidi, kamu?" jawab Raidi."Ohhh yayaya, nama saya Rino. Saya dari kota dan kebetulan, saya sedang berlibur ke rumah nenek," jawab Rino."Ohhh, terus kenapa tadi bisa di kejar-kejar sama preman?" Tanya Raidi."Saya juga tidak tau, tiba-tiba saja mereka mengejar aku. Mungkin karena aku ini
Di sebuah desa terpencil, hiduplah sebuah keluarga yang hidupnya sangat pas-pasan. Pekerjaan mereka sehari-hari hanyalah bertani. Setiap hari, mereka selalu pergi ke kebun, untuk merawat tanaman mereka. Oh ia, sepasang suami istri itu mempunyai 3 orang anak yang pertama bernama Dimas, umurnya kini 21 tahun. Anak yang kedua bernama Raidi, dia berumur 17 tahun, dan baru tamat SMA. Lalu yang ketiga bernama Raya, dia berumur 13 tahun, dan sekarang sudah duduk di bangku kelas 2 SMP.Mereka bertiga sangat menyayangi kedua orang tuanya. Bisa di bilang, kehidupan mereka sangat bahagia meskipun keadaan ekonominya sangat memprihatinkan.Suatu hari, Raidi bertanya kepada kedua orang tuanya tentang kelanjutan pendidikannya, namun orang tuanya hanya menghela napas dikarenakan mereka tidak mampu membiayai Raidi.“Ayah, ibu, apakah Rai bisa melanjutkan kuliah?” tanya Raidi.“Nak, bukannya ayah tidak mau jikalau Rai melanjutkan kuliah, tap