Menunggu adalah sebuah hal yang sangat melelahkan. Bagaimana tidak, ketika kita menunggu kita pasti di hadpkan pada banyak sekali masalah. Entah itu rasa bosan, atau yang lain.
Pagi ini, Raidi dan keluarganya sedang sibuk gotong royong membersihkan istana kecil mereka. Mereka berbagi tugas agar pekerjaan cepat selesai.
Pak Ridwan dan Dimas bertugas untuk membersihkan pekarangan rumah, sedangkan Raidi dan Isda bertugas membersihkan bagian dalam rumah.
Sedangkan Bu Nana bertugas untuk pergi ke pasar membeli kebutuhan sehari hari.
"Ayah, ibu belum pulang ya?" Tanya Raidi.
"Sebentar lagi, kan pasarnya jauh. Tunggu saja," jawab pak Ridwan sambil terus membersihkan.
"Ia ayah, Rai lanjut dukuh membersihkan ya," jawab Rai lalu kembali melanjutkan tugasnya.
Tidak lama setelah itu, Bu Nana pulang dari pasar dan di sambut senang oleh anak anaknya.
"Yeeeeyyy ibu sudah pulang," sorak Isda gembira. Bagaimana tidak setiap Bu Nana pulang dari pasar, dia selalu membelikan cemilan untuk anak anaknya. Ya walaupun hanya ala kadarnya saja, tapi bisa membuat semua gembira.
Bukan kemewahannya, yang penting niat dan ikhlas, pasti semua akan terasa nikmat.
"Ibu bawah apa?" Tanya Isda ketika Bu Nana sudah duduk.
"Seperti biasa, ada beras, ikan kering, serta lain lain," jawab Bu Nana sambil tersenyum.
"Waaaa terima kasih Bu, aku sayang ibu," ucap Isda sambil mengambil sebuah kerupuk lalu duduk memakannya.
"Ya sudah, bagi bagi sama kakakmu dan yang ini berikan pada ayah," ucap Bu Nana sambil memberika roti untum di kasih ke suami tercinta.
"Ibu mau masak duluh, kalian istirahat duluh ya. Pasti kalian capek sehabis membersihkan," ucap Bu Nana samb berlalu ke dapur.
Raidi dan Isda tidak tinggal diam, mereka berdua mengikuti ibunya untuk membantu memasak. Bagaimanapun, Bu Nana juga capek sehabis berjalan jauh dari pasar membeli kebutuhan untuk semua.
"Ehhh kenapa kalian tidak istirahat, kalian pasti capek setelah membersihkan rumah," kata Bu Nana pada kedua anaknya.
"Kita mau bantu ibu. Kan ibu juga capek pulang dari pasar," jawab Raidi.
"Ya sudah, kalian bersihkan ikan, ibu mau masak nasi duluh," ucap Bu Nana lagi.
"Siap laksanakan komandan," jawab Raidi dan Isda bersamaan.
*****
Setelah makan siang telah siap, keluarga kecil itu pun berkumpul untuk menikmati berkat Tuhan hari ini.
Sungguh bahagianya kehidupan, ketika kita selalu bersama orang orang yang kita kasihi dan sayangi. Tidak ada kehidupan yang lebih indah dari hidup bersama mereka yang terkasih.
Ketika kita selalu berada di dekat mereka, dunia ini serasa nyaman sekali. Tapi, ketika kita sudah berada jauh dari mereka dan memulai hidup mandiri, dunia serasa kejam sekali.
Begitulah hidup, tidak ada yang abadi. Semua bisa berubah dan bisa menghilang.
****
Setelah makan siang, keluarga kecil bahagia itu pun beristirahat di teras sambil menikmati damainya suasana pedesaan. Bercengkrama bersama, berbagi cerita dan canda bersama. Sungguh, sebuah kehidupan yang sangat di dampakan semua orang. Hidup dengan damai dan tenang bersama orang orang yang kita sayangi, berbagi suka duka bersama dalam rumitnya sebuah hidup.
Di saat mereka sedang asyik bercerita, tiba tiba ada sebuah mobil yang parkir di halaman mereka. Mereka semua saling berpandangan dan terlihat jelas raut keheranan di wajah mereka.
"Siapa yang datang ya?" Kata pak Ridwan masih dengan ekspresi heran.
"Ibu juga tidak tau. Ibu rasa ada orang yang salah alamat pak," jawab Bu Nana dengan ekspresi yang sama.
Sedangkan ketiga bersaudara itu masih betah dengan ekspresinya yang entah bagaimana cara menjelaskannya. Soalnya lucu sekelai, hehehehe.
Tidak lama kemudian, turunlah seorang pria, kira kira seumuran dengan pak Ridwan, lalu di susul oleh seorang perempuan yang seumuran juga dengan Bu Nana.
Ekspresi pak Ridwan dan Bu Nana tambah jadi ketika yang turun dari mobil adalah kawan lamanya ketika masih mudah duluh.
Tidak lama setelah itu, turunlah juga pemuda tampan yang mempesona. Ekspresi Raidi dua kali lipat kagetnya ketika tahu yang ada di depan matanya adalah orang yang selama ini ia rindukan dan tunggu kehadirannya.
"Rino," teriak Raidi tidak sadar ketika melihat Rino. Rino pun melihat kearah Raidi dan dia pun sama kagetnya ketika ia tahu bahwa dia sudah berada di depan orang yang selalu ia rindukan.
"Rai," ucap Rino ketika melihat Rai.
Pak Ridwan dan Bu Nana turun dari rumahnya untuk menyambut kawan lamanya itu. Maklum, rumah mereka kan rumah panggung, warisan dari kuarganya turun temurun. Walaupun sudah berumur tua, tapi rumah mereka sangat kokoh dan masih nyaman di tempati. Corak rumahnya juga masih kelihatan indah walaupun sudah termakan usia.
"Hahaha rupanya kalian, saya kira siapa yang datang dengan mobil mewahnya. Waaa selamat ya, kalian berdua sudah sukses dan berhasil," ucap pak Ridwan menyambut tamunya itu.
"Ahhhh kamu bisa ajah Wan," jawab pak Hartono
"Selamat bertemu kembali Rini dan Hartono. Sudah lama ya kita tidak berjumpa. Ayo silahkan masuk, masak kita berdiri saja di sini," ucap Bu Nana menimpali.
"Hei selamat bertemu kembali Nana dan Ridwan. Hahahaa jadi kangen jaman duluh," jawab Rini yang di sambut tawa dari suami dan sahabatnya itu. Sedangkan anak anak mereka entah bagaimana ekspresi nya melihat keakraban orang tuanya itu.
Tak lama kemudian, mereka pun masuk, eh bukan masuk ya tapi naik ke rumah. Soalnya kan rumah panggung.
Lalu duduk di teras sambil menikmati pemandangan yang masi asri dan sejuk. Bu Nana pergi ke dapur untuk membuatkan minum bagi tamunya itu.
Dimas dan Isda duduk bersama tamunya itu, sedangkan Raidi dan Rino malah pergi berdua.
Biasalah, temu kangen pada kawan lama, hehehe.
"Oh ia, bagaimana kehidupan kamu sekarang Wan?" Tanya pak Hartono Pada pak Ridwan.
"Ya begitulah, tapi apapun keadaannya kita harus tetap bersyukur. Oh ia, anak kamu mana?" Tanya pak Ridwan kembali.
"Eh ia ya, tadi kan dia ikut tapi entah kemana dia pergi," jawab Bu Rini.
"Oh ia, perkenalkan ini anak saya. Yang pertama namanya Dimas, yang kedua namanya Raidi, dan yang ketiga namanya Isda. Eh Raidi mana?" Ucap pak Ridwan sambil mencari anaknya.
"Entahlah ayah, mungkin pergi kali," jawab Dimas.
"Waaaa anak anakmu sudah pada besar besar ya sekarang. Mereka lanjut sekolah di mana Wan?" Tanya pak Hartono.
"Dimas sekarang tidak lanjut, tidak ada biaya. Sedangkan Raidi baru tamat SMA dan ingin sekali lanjut kuliah, tapi ya begitulah terhalang oleh biaya juga. Sedangkan yang terakhir baru kelas 3 SMP," jawab pak Ridwan dengan sedih.
Tidak lama, muncullah Bu Nana dari dapur sambil membawa cemilan.
"Silahkan dinikmati," ucap Bu Nana mempersilahkan.
"Terima kasih ya Nana," jawab pak Hartono dan Bu Rini bersamaan, di sambut senyuman hangat dari kedua kawan lamanya itu.
***
Sementara di pinggir sungai, sepasang kawan lama hanya diam tak bersuara. Entah mengapa mereka memilih diam, padahal sudah lama mereka saling merindukan.
"Kenapa kamu datang?" Tanya Raidi tiba tiba.
"Haaaa begitu cara kamu menyambut teman lama? Bukannya di peluk atau apa kek, kok malah bertanya seperti itu. Emanga kamu tidak rindu apa? Aku kangen banget sama kamu tau nggak," jawab Rino lesuh.
"Ya emang ada yang salah gitu dengan pertanyaan aku?" Ucap Raidi tanpa merasa bersalah.
"Oh jadi kamu nggak suka ya aku kembali? Ya sudah, aku akan pulang," jawab Rino kesal dengan ucapan Raidi. Tidak tahu apa, orang sudah kangen kangennya malah di sambut dengan kata kata seperti itu. Siapa yang tidak marah coba.
"Ehhh bukan itu maksud aku," ucap Raidi merasa bersalah.
"Terus apa?" Jawab Rino sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Raidi. Raidi yang mendapat perlakuan seperti itu sangat kaget dan jantungnya hampir melompat dari tempatnya.
"Aku juga rindu," jawab Raidi dengan suara yang sangat kecil, tapi masih bisa di dengar oleh Rino.
"Tadi kamu ngomong apa? Aku nggak dengar," jawab Rino sambil senyum senyum.
"Aku juga merindukanmu," ucap Raidi sekali lagi dengan muka yang kini bagaikan kepiting rebus. Rino pun mengangkat wajah Raidi untuk melihat kembali wajah yang selama ini ia rindukan. Alhasil mereka saling berpandangan. Tiba tiba, Rino mencium pipi Raidi dan langsung memeluknya dengan erat saking kangennya.
"I Miss you bidadari ku," bisik Rino di telinga Raidi yang membuatnya senyum senyum sendiri.
"I Miss you too," jawab Raidi.
Mereka pun melepaskan pelukannya dan memutuskan untuk pulang ke rumah Raidi.
"Kita pulang yuk, nanti di cari lagi," ucap Raidi.
"Ok tuan Putri ku," jawab Rino sambil menggandeng tangan Raidi lalu pulang.
Bertemu dengan teman lama meruoakan suatu hal yang sangat membahagiakan. Apalagi orang yang kita tunggu dengan segenap hati. Bertemua adalah sebuah hal yang sangat membahagiakan.
Hari kini menjelang sore, kedua keluarga itu pun asyik bercengkerama mengenang masa mudanya.Kebahagiaan yang terpancar dari wajah mereka adalah kebahagiaan yang tak bisa di jelaskan dan di gambarkan oleh apa pun juga.Sementara itu, Raidi dan Rino masih bercengkerama di pinggir sungai sambil mengingat pertemuan pertama mereka. Sudah 2 hari Rino dan orang tuanya berada di kampung halamannya, kini mereka akan kembali ke kota untuk melanjutkan tugas masing masing.Setelah pamit pada nenek Siti tadi, pak Harnono, Bu Rini dan Rino pergi ke rumah pak Ridwan untuk berpamitan juga."Oh ia Wan, bagaimana dengan tawaran yang kami berikan kemarin? Apakah kamu dan Nana setuju kalau aku dan Rini membawa serta Raidi. Aku janji, aku akan menyekolahkan dia sampai berhasil. Aku juga akan menganggap dia seperti anakku sendiri," ucap pak Hartono."Jujur ya, aku sebenarnya tidak enak sama kamu Har, masak ia aku harus menambah bebanmu dengan mengizin
Di sebuah desa terpencil, hiduplah sebuah keluarga yang hidupnya sangat pas-pasan. Pekerjaan mereka sehari-hari hanyalah bertani. Setiap hari, mereka selalu pergi ke kebun, untuk merawat tanaman mereka. Oh ia, sepasang suami istri itu mempunyai 3 orang anak yang pertama bernama Dimas, umurnya kini 21 tahun. Anak yang kedua bernama Raidi, dia berumur 17 tahun, dan baru tamat SMA. Lalu yang ketiga bernama Raya, dia berumur 13 tahun, dan sekarang sudah duduk di bangku kelas 2 SMP.Mereka bertiga sangat menyayangi kedua orang tuanya. Bisa di bilang, kehidupan mereka sangat bahagia meskipun keadaan ekonominya sangat memprihatinkan.Suatu hari, Raidi bertanya kepada kedua orang tuanya tentang kelanjutan pendidikannya, namun orang tuanya hanya menghela napas dikarenakan mereka tidak mampu membiayai Raidi.“Ayah, ibu, apakah Rai bisa melanjutkan kuliah?” tanya Raidi.“Nak, bukannya ayah tidak mau jikalau Rai melanjutkan kuliah, tap
Dalam hidup, kita di wajibkan untuk saling menolong. Apabila ada sesama kita yang mengalami kesusahan, selagi kita bisa membantu, marilah kita bantu.Setelah preman-preman itu pergi, Raidi pun menghampiri si cowok tersebut."Kamu tidak apa-apa?" Tanya Raidi.Yang di tanya malah bengong saja, sangking terpesonanya dia melihat seorang cewek menolongny. Eaaa terpesona, aku terpesona, hehehe seperti judul lagu."Heiii, kamu tidak apa-apa?" Tanya Raidi kedua kalinya."Ehhh ia, saya tidak apa-apa. Terima kasih telah menolong saya," jawab si cowok."Ok, sama-sama," jawab Raidi."Oh ia, nama kamu siapa?" Tanya si cowok."Namaku Raidi, kamu?" jawab Raidi."Ohhh yayaya, nama saya Rino. Saya dari kota dan kebetulan, saya sedang berlibur ke rumah nenek," jawab Rino."Ohhh, terus kenapa tadi bisa di kejar-kejar sama preman?" Tanya Raidi."Saya juga tidak tau, tiba-tiba saja mereka mengejar aku. Mungkin karena aku ini
"Nenek tau rumah Raidi di mana?" Tanya Rino pada nenek Siti."Itu yang dekat pohon bambu, kamu tinggal lurus saja. Kalau sudah nampak pohon bambu, terus ada rumah di situ, ya itulah rumah Raidi," jawab nenek Siti dari dapur."Hehehe liat saja besok, kamu akan terkejut dengan kejutan yang akan aku berikan," kata Rino pada dirinya sendiri sambil tersenyum licik.Sepanjang malam, Rino selalu memikirkan Raidi. Entah mengapa, Raidi sangat menarik perhatiannya.***Pagi pun menjelang, mentari kini menampakkan dirinya dengan bangga di atas cakrawala yang menawan.Rino kini bersiap siap untuk pergi ke rumah Raidi. Padahal, ini masih pagi, apa kata keluarga kecil itu nanti kedatangan tamu tak di kenal, kecuali Raidi. Dia kan sudah mengenalnya.Perubahan sikap Rino saat berada di kampung neneknya adalah rajin bangun pagi-pagi, yang biasanya susah di bangunkan.***"Selamat pagi semua," sapa Raidi dengan cerianya kepada keluarga ke
Ketika senja mulai mendominasi, sepasang insan sedang dalam gunda gulana. Yang satu sibuk memikirkan cara bagaimana menyampaikan sesuatu hal yang ia rasakan, sedangkan yang satu sibuk memikirkan bagaimana untuk mengatakan salam perpisahan.Di pinggir sungai, di gadis tomboy sedang duduk sambil merenung di sebuah batu besar sambil menjentikkan jarinya di air.Dari arah belakang, Rino mulai menghampiri Raidi. Dia berjalan dengan sangat hati-hati, agar Raidi tidak mengetahui kehadirannya."Oiiii, ngelamun ajah. Nanti kesambet hantu air baru tau rasa," ucap Rino mengagetkan Raidi."Astaga Rino, kamu membuatku kaget saja. Kalau aku jangrungan bagaimana? Kamu mau tanggung jawab?" Ucap sambil kesal."Ya maaf, lagian kamu sih begong ajah. Di pinggir sungai pula, kalau kesambet bagaimana?" ucap Rino membelah diri."Hmmm, ya ini adalah tempat favorit aku. Setiap ada masalah yang membuatku mau menyerah, putus asa, pasti aku ke sini. Kalau d
Sang fajar telah terbit menyingkirkan gelapnya malam. Raidi dan keluarganya tengah berkumpul di ruang tamu untuk merencanakan kegiatan yang akan di lalui hati ini.Mereka memamg keluarga yang sangat harmonis dan saling melengkapi. Keluarga kecil yang selalu bahagia di tengah kehidupan yang kejam. Walau demikian, mereka tetap bahagia dan semangat untuk melanjutkan hidup."Ayah, ibu, kakak, Isda aku mau ke rumah nenek Siti duluh," ucap Raidi pada keluarganya."Ia nak, hati-hati di jalan. Oh ia nak, salam sama nenek Siti, ibu sudah jarang sekali ke rumahnya," jawab Bu Nana."Baik Bu," jawab Raidi sambil pergi yang di ikuti oleh tatapan heran dari keluarganya, pasalnya Raidi akhir-akhir ini sering ke rumah nenek Siti.***"Nenek, aku pamit duluh ya. Nenek jaga diri baik-baik. Rino pasti ke sini lagi untuk menjenguk nenek kalau libur kampus."Ia nak, hati-hati di jalan. Ingat, belajar baik-baik, buat orang tuamu bangga," jawab nenek
Siang ini, Raidi pergi memetik sayur di kebunnya sendirian. Walaupun begitu, dia tetap senang melakukannya, karena dia tahu, hidup memang sangat kejam.Dengan perasaan yang gembira, dia pun mulai memetik sayuran dengan hati hati. Soalnya, kebunnya itu terbilang cukup ektrim untuk di lewati, hehehehe. Ya mau tidak mau harus berhati-hati demi menjaga keselamatan."Huuuffttt capek juga ya memetik sayur, hidup hidup, mengapa engkau serumit ini? Mengapa engkau sekejam ini pada anak yang masih belasan tahun? Tidak tahukah kamu bahwa aku sungguh capek?" Omel Raidi pada kehidupan. Emang kehidupan akan mendengarkan dan meminta maaf? Hahaha ada ada ajah deh kelakuan."Aku pergi memetik buah jambu duluh deh, soalnya aku lapar. Pasti jambu jambu di kebun sudah pada masak, soalnya terakhir kali aku datang, jambunta sudah besar besar," ucap Raidi pada dirinya sendiri.Tanpa pikir panjang, dia pun langsung menuju ke tempat pohon jambu. Dan benar saja dugaannya, ja
Hari kini menjelang sore, kedua keluarga itu pun asyik bercengkerama mengenang masa mudanya.Kebahagiaan yang terpancar dari wajah mereka adalah kebahagiaan yang tak bisa di jelaskan dan di gambarkan oleh apa pun juga.Sementara itu, Raidi dan Rino masih bercengkerama di pinggir sungai sambil mengingat pertemuan pertama mereka. Sudah 2 hari Rino dan orang tuanya berada di kampung halamannya, kini mereka akan kembali ke kota untuk melanjutkan tugas masing masing.Setelah pamit pada nenek Siti tadi, pak Harnono, Bu Rini dan Rino pergi ke rumah pak Ridwan untuk berpamitan juga."Oh ia Wan, bagaimana dengan tawaran yang kami berikan kemarin? Apakah kamu dan Nana setuju kalau aku dan Rini membawa serta Raidi. Aku janji, aku akan menyekolahkan dia sampai berhasil. Aku juga akan menganggap dia seperti anakku sendiri," ucap pak Hartono."Jujur ya, aku sebenarnya tidak enak sama kamu Har, masak ia aku harus menambah bebanmu dengan mengizin
Menunggu adalah sebuah hal yang sangat melelahkan. Bagaimana tidak, ketika kita menunggu kita pasti di hadpkan pada banyak sekali masalah. Entah itu rasa bosan, atau yang lain. Pagi ini, Raidi dan keluarganya sedang sibuk gotong royong membersihkan istana kecil mereka. Mereka berbagi tugas agar pekerjaan cepat selesai. Pak Ridwan dan Dimas bertugas untuk membersihkan pekarangan rumah, sedangkan Raidi dan Isda bertugas membersihkan bagian dalam rumah. Sedangkan Bu Nana bertugas untuk pergi ke pasar membeli kebutuhan sehari hari. "Ayah, ibu belum pulang ya?" Tanya Raidi. "Sebentar lagi, kan pasarnya jauh. Tunggu saja," jawab pak Ridwan sambil terus membersihkan. "Ia ayah, Rai lanjut dukuh membersihkan ya," jawab Rai lalu kembali melanjutkan tugasnya. Tidak lama setelah itu, Bu Nana pulang dari pasar dan di sambut senang oleh anak anaknya. "Yeeeeyyy ibu sudah pulang," sorak Isda gembira. Bagaimana tidak setiap
Siang ini, Raidi pergi memetik sayur di kebunnya sendirian. Walaupun begitu, dia tetap senang melakukannya, karena dia tahu, hidup memang sangat kejam.Dengan perasaan yang gembira, dia pun mulai memetik sayuran dengan hati hati. Soalnya, kebunnya itu terbilang cukup ektrim untuk di lewati, hehehehe. Ya mau tidak mau harus berhati-hati demi menjaga keselamatan."Huuuffttt capek juga ya memetik sayur, hidup hidup, mengapa engkau serumit ini? Mengapa engkau sekejam ini pada anak yang masih belasan tahun? Tidak tahukah kamu bahwa aku sungguh capek?" Omel Raidi pada kehidupan. Emang kehidupan akan mendengarkan dan meminta maaf? Hahaha ada ada ajah deh kelakuan."Aku pergi memetik buah jambu duluh deh, soalnya aku lapar. Pasti jambu jambu di kebun sudah pada masak, soalnya terakhir kali aku datang, jambunta sudah besar besar," ucap Raidi pada dirinya sendiri.Tanpa pikir panjang, dia pun langsung menuju ke tempat pohon jambu. Dan benar saja dugaannya, ja
Sang fajar telah terbit menyingkirkan gelapnya malam. Raidi dan keluarganya tengah berkumpul di ruang tamu untuk merencanakan kegiatan yang akan di lalui hati ini.Mereka memamg keluarga yang sangat harmonis dan saling melengkapi. Keluarga kecil yang selalu bahagia di tengah kehidupan yang kejam. Walau demikian, mereka tetap bahagia dan semangat untuk melanjutkan hidup."Ayah, ibu, kakak, Isda aku mau ke rumah nenek Siti duluh," ucap Raidi pada keluarganya."Ia nak, hati-hati di jalan. Oh ia nak, salam sama nenek Siti, ibu sudah jarang sekali ke rumahnya," jawab Bu Nana."Baik Bu," jawab Raidi sambil pergi yang di ikuti oleh tatapan heran dari keluarganya, pasalnya Raidi akhir-akhir ini sering ke rumah nenek Siti.***"Nenek, aku pamit duluh ya. Nenek jaga diri baik-baik. Rino pasti ke sini lagi untuk menjenguk nenek kalau libur kampus."Ia nak, hati-hati di jalan. Ingat, belajar baik-baik, buat orang tuamu bangga," jawab nenek
Ketika senja mulai mendominasi, sepasang insan sedang dalam gunda gulana. Yang satu sibuk memikirkan cara bagaimana menyampaikan sesuatu hal yang ia rasakan, sedangkan yang satu sibuk memikirkan bagaimana untuk mengatakan salam perpisahan.Di pinggir sungai, di gadis tomboy sedang duduk sambil merenung di sebuah batu besar sambil menjentikkan jarinya di air.Dari arah belakang, Rino mulai menghampiri Raidi. Dia berjalan dengan sangat hati-hati, agar Raidi tidak mengetahui kehadirannya."Oiiii, ngelamun ajah. Nanti kesambet hantu air baru tau rasa," ucap Rino mengagetkan Raidi."Astaga Rino, kamu membuatku kaget saja. Kalau aku jangrungan bagaimana? Kamu mau tanggung jawab?" Ucap sambil kesal."Ya maaf, lagian kamu sih begong ajah. Di pinggir sungai pula, kalau kesambet bagaimana?" ucap Rino membelah diri."Hmmm, ya ini adalah tempat favorit aku. Setiap ada masalah yang membuatku mau menyerah, putus asa, pasti aku ke sini. Kalau d
"Nenek tau rumah Raidi di mana?" Tanya Rino pada nenek Siti."Itu yang dekat pohon bambu, kamu tinggal lurus saja. Kalau sudah nampak pohon bambu, terus ada rumah di situ, ya itulah rumah Raidi," jawab nenek Siti dari dapur."Hehehe liat saja besok, kamu akan terkejut dengan kejutan yang akan aku berikan," kata Rino pada dirinya sendiri sambil tersenyum licik.Sepanjang malam, Rino selalu memikirkan Raidi. Entah mengapa, Raidi sangat menarik perhatiannya.***Pagi pun menjelang, mentari kini menampakkan dirinya dengan bangga di atas cakrawala yang menawan.Rino kini bersiap siap untuk pergi ke rumah Raidi. Padahal, ini masih pagi, apa kata keluarga kecil itu nanti kedatangan tamu tak di kenal, kecuali Raidi. Dia kan sudah mengenalnya.Perubahan sikap Rino saat berada di kampung neneknya adalah rajin bangun pagi-pagi, yang biasanya susah di bangunkan.***"Selamat pagi semua," sapa Raidi dengan cerianya kepada keluarga ke
Dalam hidup, kita di wajibkan untuk saling menolong. Apabila ada sesama kita yang mengalami kesusahan, selagi kita bisa membantu, marilah kita bantu.Setelah preman-preman itu pergi, Raidi pun menghampiri si cowok tersebut."Kamu tidak apa-apa?" Tanya Raidi.Yang di tanya malah bengong saja, sangking terpesonanya dia melihat seorang cewek menolongny. Eaaa terpesona, aku terpesona, hehehe seperti judul lagu."Heiii, kamu tidak apa-apa?" Tanya Raidi kedua kalinya."Ehhh ia, saya tidak apa-apa. Terima kasih telah menolong saya," jawab si cowok."Ok, sama-sama," jawab Raidi."Oh ia, nama kamu siapa?" Tanya si cowok."Namaku Raidi, kamu?" jawab Raidi."Ohhh yayaya, nama saya Rino. Saya dari kota dan kebetulan, saya sedang berlibur ke rumah nenek," jawab Rino."Ohhh, terus kenapa tadi bisa di kejar-kejar sama preman?" Tanya Raidi."Saya juga tidak tau, tiba-tiba saja mereka mengejar aku. Mungkin karena aku ini
Di sebuah desa terpencil, hiduplah sebuah keluarga yang hidupnya sangat pas-pasan. Pekerjaan mereka sehari-hari hanyalah bertani. Setiap hari, mereka selalu pergi ke kebun, untuk merawat tanaman mereka. Oh ia, sepasang suami istri itu mempunyai 3 orang anak yang pertama bernama Dimas, umurnya kini 21 tahun. Anak yang kedua bernama Raidi, dia berumur 17 tahun, dan baru tamat SMA. Lalu yang ketiga bernama Raya, dia berumur 13 tahun, dan sekarang sudah duduk di bangku kelas 2 SMP.Mereka bertiga sangat menyayangi kedua orang tuanya. Bisa di bilang, kehidupan mereka sangat bahagia meskipun keadaan ekonominya sangat memprihatinkan.Suatu hari, Raidi bertanya kepada kedua orang tuanya tentang kelanjutan pendidikannya, namun orang tuanya hanya menghela napas dikarenakan mereka tidak mampu membiayai Raidi.“Ayah, ibu, apakah Rai bisa melanjutkan kuliah?” tanya Raidi.“Nak, bukannya ayah tidak mau jikalau Rai melanjutkan kuliah, tap