Setelah Bintang pergi ke kamarnya, Aera dan Agatha duduk dalam keheningan di ruang tamu. Keduanya masih merasa tegang, tetapi perasaan mereka perlahan mulai mereda.Agatha memulai percakapan. "Aera, aku tahu ini sulit untuk kita. Tapi demi bayi yang kita kandung, kita harus berusaha lebih keras untuk rukun."Aera menatap Agatha dengan tatapan yang lebih lembut dari biasanya. "Aku tahu, Agatha. Aku hanya... merasa cemburu. Kau datang ke dalam hidup kami dan segalanya berubah begitu cepat.""Aku tidak pernah bermaksud merebut Bintang darimu," kata Agatha pelan. "Aku mencintainya, sama seperti kamu. Aku hanya ingin kita bisa hidup bersama tanpa konflik."Aera menghela napas panjang. "Aku mengerti. Tapi sulit bagiku menerima kenyataan ini. Apalagi dengan kehamilanku yang... penuh dengan masalah."Agatha mengangguk. "Kita berdua sedang hamil dan itu sudah cukup berat. Kita harus saling mendukung."Aera tersenyum kecil. "Kau benar. Apa yang harus kita lakukan?""Bagaimana kalau kita
Beberapa bulan kemudian, suasana di kampus Agatha sangat meriah. Hari itu adalah hari kelulusan Agatha, dan aula kampus penuh dengan para wisudawan yang mengenakan toga, serta keluarga dan teman-teman yang datang untuk merayakan momen istimewa ini.Agatha duduk di barisan depan bersama teman-temannya, senyum kebanggaan terpancar di wajahnya. Dia merasakan kebahagiaan yang luar biasa setelah semua perjuangan dan tantangan yang dihadapinya selama ini. Di tengah-tengah keramaian, dia sesekali melirik ke arah tempat duduk penonton, mencari sosok Bintang, Aera, dan keluarganya.Di antara para penonton, Bintang duduk dengan penuh kebanggaan, sementara Aera duduk di sebelahnya dengan senyum hangat. Mereka berdua saling berbisik, membahas betapa hebatnya pencapaian Agatha. Di sebelah mereka, Niko juga hadir, memberikan dukungan penuh untuk Agatha.Saat nama Agatha dipanggil, seluruh aula dipenuhi dengan tepuk tangan yang meriah. Agatha bangkit dari tempat duduknya, berjalan menuju panggung
Niko dan Aera tetap bersembunyi di balik tirai dapur, telinga mereka waspada menguping setiap kata yang diucapkan oleh Rocky dan Bu Shinta. "Apa yang kau inginkan, Rocky?" tanya Bu Shinta dengan suara bergetar, meski berusaha terdengar tegar.Rocky tertawa kecil, tawanya penuh dengan kepahitan. "Kau tahu, Bu Shinta, penjara itu tempat yang bagus untuk memikirkan banyak hal. Dan aku banyak berpikir tentang bagaimana kalian semua menghancurkan hidupku."Bu Shinta menegakkan tubuhnya, berusaha terlihat lebih kuat. "Kau mendapatkan apa yang pantas kau dapatkan, Rocky. Apa yang kau lakukan tidak bisa dimaafkan."Rocky menyipitkan mata. "Oh, begitu? Dan bagaimana dengan putrimu yang sempurna itu? Agatha. Apa dia juga tidak melakukan kesalahan? Apakah dia juga tidak pantas mendapat hukuman?”Niko menatap Aera dengan khawatir, tahu bahwa situasi ini bisa menjadi sangat berbahaya. Mereka harus mendapatkan lebih banyak informasi, tapi juga harus mencari cara untuk keluar dari sini dengan
Di rumah Bintang yang sekarang terasa sepi, Aera dan Moona duduk di ruang tamu. Moona, yang masih merasa lelah dengan perkerjaannya, menghela napas panjang dan melemparkan pandangannya ke arah Aera. Mereka berdua tampak tegang, terbungkus dalam keheningan yang berat.Aera dan Moona tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Meskipun hubungan mereka tidak selalu akur, situasi darurat ini telah memaksa mereka untuk bersatu."Jadi, bagaimana keadaan Agatha sekarang?" tanya Moona, memecah keheningan. Suaranya penuh kekhawatiran.Aera menggelengkan kepala, menatap kosong ke arah lantai. "Aku belum mendengar kabar terbaru. Mas Bintang bilang dia akan memberitahu kita begitu ada perkembangan. Aku sangat khawatir."Moona mendekat dan duduk di sebelah Aera. "Kita harus kuat. Aku tahu situasinya sulit, tapi kita harus tetap tenang untuk membantu Bintang dan Agatha."Aera menatap Moona dengan mata berkaca-kaca. "Aku merasa sangat bersalah. Seandainya aku bisa melakukan sesuatu untuk mencegah
Di rumah sakit, suasana kamar Agatha yang tenang tiba-tiba diwarnai oleh suara langkah kaki yang familiar. Agatha baru saja sadar dari tidurnya, tubuhnya masih lemah namun matanya perlahan membuka. Di samping tempat tidurnya, Bintang duduk dengan cemas, menggenggam tangan Agatha dengan lembut."Mas Bintang," bisik Agatha, suaranya lemah namun penuh harapan.Bintang mengangguk, tersenyum meski hatinya masih diliputi kekhawatiran. "Aku di sini, Sayang. Kamu sudah sadar, syukurlah."Agatha berusaha tersenyum, meskipun tubuhnya masih terasa lemah. "Bagaimana dengan bayiku?"Bintang menghela napas panjang, menatap Agatha dengan penuh kasih. "Bayimu selamat, Agatha. Dokter bilang kondisinya stabil."Air mata menggenang di mata Agatha, campuran antara kebahagiaan dan ketakutan. "Terima kasih, Mas. Terima kasih telah bersamaku.""Selalu," jawab Bintang dengan tegas, menggenggam tangan Agatha lebih erat. "Aku tidak akan pernah meninggalkanmu."Saat mereka berbicara, pintu kamar terbuka,
Bintang mengkhawatirkan Agatha dan bayinya, namun pikirannya terus-menerus kembali pada Aera. Ketakutan terbesarnya adalah, bahwa tujuan utama Rocky adalah mengambil Aera dari sisinya. Hatinya terasa semakin berat saat memikirkan kemungkinan itu.Sambil mendengarkan penjelasan Niko soal paket dan juga makanan Agatha yang di racuni, Bintang tidak bisa menghilangkan bayangan Aera dari pikirannya. Dia beralih memandang Niko yang masih berada di ruang tamu, memantau situasi."Niko, kamu yakin kita sudah melakukan semua yang bisa kita lakukan untuk melindungi mereka?" tanya Bintang, suaranya dipenuhi kecemasan yang nyata.Niko mengangguk, meski memahami ketakutan Bintang. "Aku yakin, Bintang. Tapi kita harus tetap waspada setiap saat. Rocky bukan orang yang mudah ditebak."Aera yang berada di kamar Agatha, menatap Agatha yang sedang menidurkan Gio. Meskipun hubungan mereka tidak selalu mulus, Aera merasa ada ikatan kuat di antara mereka yang tidak bisa dipisahkan oleh siapa pun, termas
Niko dan Moona terbangun di sofa ruang tamu. Mereka berdua tertidur setelah menghabiskan malam mencoba memikirkan cara terbaik untuk mendukung Agatha. Cahaya matahari pagi yang masuk melalui jendela menyinari wajah mereka, membangunkan mereka perlahan.Moona mengusap matanya dan melihat Niko yang sudah bangun. "Sepertinya kita tertidur di sini," ucapnya sambil tersenyum lemah.Niko mengangguk sambil meregangkan tubuhnya. "Ya, sepertinya begitu. Semalam benar-benar melelahkan."Mereka berdua berdiri dan berjalan menuju dapur untuk membuat secangkir kopi. Saat mereka sedang menyiapkan kopi, Bintang muncul dari arah kamar dengan bayi Gio di gendongannya. Wajahnya tampak lebih tenang dibanding malam sebelumnya."Selamat pagi," sapa Niko dengan nada ceria, meskipun matanya masih sedikit lelah."Selamat pagi," balas Bintang sambil tersenyum tipis. "Terima kasih sudah mengingatkan tentang kondisi Agatha tadi malam. Aku akan lebih berhati-hati ke depannya."Moona mengambil alih bayi Gio
Agatha terlelap di kamarnya yang sudah lama tidak ia tempati, dengan pikiran yang penuh oleh rahasia yang baru saja ia temukan. Dalam tidurnya, dia mengalami mimpi yang terasa sangat nyata dan menakutkan.Dalam mimpi itu, Agatha melihat dirinya masih kecil, duduk di kursi belakang sebuah mobil bersama kedua orang tuanya. Mereka tertawa dan bercanda, namun tiba-tiba suasana berubah mencekam. Mobil itu tergelincir di jalan yang licin dan kehilangan kendali. Agatha kecil menjerit saat mobil mereka terjun ke jurang. Bunyi benturan keras dan suara pecahan kaca memenuhi telinganya. Ia melihat wajah orang tuanya yang ketakutan, namun tak bisa berbuat apa-apa untuk melindunginya. Lalu, segalanya menjadi gelap.Agatha terbangun dengan napas terengah-engah, jantungnya berdetak kencang. Keringat dingin mengalir di dahinya saat dia duduk tegak di tempat tidur. "Apa itu tadi? Apakah itu... ingatanku yang hilang?" gumamnya dengan suara gemetar.Mimpi itu terasa begitu nyata, seakan-akan dia ke