Agatha terlelap di kamarnya yang sudah lama tidak ia tempati, dengan pikiran yang penuh oleh rahasia yang baru saja ia temukan. Dalam tidurnya, dia mengalami mimpi yang terasa sangat nyata dan menakutkan.Dalam mimpi itu, Agatha melihat dirinya masih kecil, duduk di kursi belakang sebuah mobil bersama kedua orang tuanya. Mereka tertawa dan bercanda, namun tiba-tiba suasana berubah mencekam. Mobil itu tergelincir di jalan yang licin dan kehilangan kendali. Agatha kecil menjerit saat mobil mereka terjun ke jurang. Bunyi benturan keras dan suara pecahan kaca memenuhi telinganya. Ia melihat wajah orang tuanya yang ketakutan, namun tak bisa berbuat apa-apa untuk melindunginya. Lalu, segalanya menjadi gelap.Agatha terbangun dengan napas terengah-engah, jantungnya berdetak kencang. Keringat dingin mengalir di dahinya saat dia duduk tegak di tempat tidur. "Apa itu tadi? Apakah itu... ingatanku yang hilang?" gumamnya dengan suara gemetar.Mimpi itu terasa begitu nyata, seakan-akan dia ke
Di tengah gejala baby blues yang semakin intens, Agatha mulai menunjukkan tanda-tanda yang lebih mengkhawatirkan. Ia sering memarahi Gio, bayinya yang masih sangat kecil, tanpa alasan yang jelas. Setiap tangisan Gio tampak memicu frustrasi yang besar pada Agatha, membuatnya bereaksi dengan kemarahan yang tidak proporsional.Malam itu, ketika Gio menangis di tempat tidurnya, Agatha yang baru saja tertidur terbangun dengan perasaan yang campur aduk. Ia berjalan ke tempat tidur Gio dengan mata yang merah karena kurang tidur."Kenapa kamu menangis lagi? Apa yang kamu mau?" Agatha berbicara dengan nada suara yang tinggi, meskipun tahu bayinya tidak bisa menjawab.Gio hanya menangis lebih keras, membuat Agatha semakin marah. "Diamlah, Gio! Ibu juga lelah!" Agatha merasa frustasi dan tidak tahu harus berbuat apa.Saat itu, Bintang dan Aera mendengar suara Agatha dari kamar bayi. Bintang memutuskan untuk masuk dan melihat apa yang terjadi. Dia menemukan Agatha yang sedang menangis di sudu
Saat Niko dan Agatha kembali ke rumah, mereka menemukan Bintang duduk di ruang tamu, menunggu dengan wajah yang penuh amarah. Matanya langsung tertuju pada mereka begitu pintu terbuka, ketegangan langsung terasa di udara."Mas Bintang..." Agatha mencoba menyapa, tetapi Bintang langsung memotongnya."Kalian ke mana saja seharian?" Suara Bintang terdengar dingin dan penuh kecurigaan. "Dan kenapa kau tidak memberitahuku, Agatha? Kau bahkan tidak mengangkat teleponku. Apa kau tidak memikirkan Gio di rumah?"Niko melangkah maju, mencoba meredakan situasi. "Bintang, jangan terlalu keras pada Agatha. Dia butuh waktu untuk rileks dan melupakan sedikit bebannya. Aku tidak bermaksud apa-apa."Namun, Bintang tidak terpengaruh. "Aku tahu perasaanmu pada Agatha, Niko. Aku tidak bisa mempercayaimu. Kau seharusnya tahu batasannya."Agatha terkejut mendengar nada keras Bintang. "Mas, tolong jangan salah paham. Niko hanya mencoba membantuku.""Tapi kau pergi seharian tanpa memberitahuku! Bagaima
Bintang memacu mobilnya dengan cepat menuju rumah sakit, hatinya dipenuhi kegelisahan dan ketakutan yang mendalam. Setiap detik terasa seperti selamanya saat dia merenungkan keadaan Airin yang hilang. Saat tiba di rumah sakit, dia segera melompat keluar mobil dan bergegas masuk ke dalam gedung yang ramai itu.Di dalam, suasana tegang terasa begitu kental. Aera masih berada di ruang tunggu, dihadapkan pada kecemasan yang tak terkira. Niko juga sudah tiba di sana, berdiri di samping Aera dalam usahanya membantu penyelidikan."Aera, apa yang terjadi dengan Airin?" tanya Bintang dengan cepat begitu dia melihat Aera."Aku tidak tahu, Mas. Dia hilang begitu saja," jawab Aera dengan suara gemetar, matanya terus memandang ke arah pintu masuk rumah sakit dengan harapan melihat Airin.Bintang duduk di samping Aera, mencoba menenangkan diri dan memberikan dukungan untuknya. "Kita akan mencarinya, Aera."Niko menambahkan, "aku akan segera memeriksa seluruh area rumah sakit dan meminta bantua
Agatha tetap menangis dalam pelukan Niko. Setelah beberapa saat, dia mengangkat wajahnya dan menatap Niko dengan mata yang masih penuh air mata."Niko, aku tidak mau kembali ke rumah sekarang. Aku tidak sanggup menghadapi semua ini," kata Agatha dengan suara gemetar.Niko menatap Agatha dengan penuh pengertian dan empati. "Aku mengerti, Agatha. Jika kau butuh tempat untuk tinggal sementara, kau bisa tinggal di tempatku. Aku akan memastikan kau aman dan nyaman."Agatha merasa sedikit lega mendengar tawaran Niko. "Terima kasih, Niko. Aku hanya butuh waktu untuk merenung dan memikirkan semuanya."Niko mengangguk. "Aku akan membantumu sebaik mungkin. Mari kita pergi dari sini."Mereka berdua berjalan menuju mobil Niko yang terparkir di dekat sana. Selama perjalanan menuju apartemen Niko, Agatha berusaha menenangkan pikirannya. Dia tahu bahwa keputusannya ini akan membawa banyak konsekuensi, tetapi dia merasa tidak punya pilihan lain.Setelah mereka tiba di apartemen Niko, Agatha dud
Di ruang tamu apartemen Niko, suasana tampak sibuk namun menenangkan. Niko menatap layar laptopnya dengan serius, berkas-berkas penting bertebaran di meja. Pekerjaannya sebagai seorang detektif membuatnya harus melakukan penyelidikan dengan teliti, memastikan setiap detail diperiksa dengan cermat.Agatha, yang sedang mencuci piring di dapur, sesekali melemparkan pandangan kepada Niko yang tampak tenggelam dalam pekerjaannya. Setelah selesai, dia membawakan segelas kopi untuk Niko dan meletakkannya di meja, dekat dengan tumpukan berkas."Terima kasih, Agatha," kata Niko dengan suara pelan namun penuh apresiasi, tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop.Agatha tersenyum lembut. "Kamu sudah bekerja keras hari ini. Jangan lupa istirahat," ucapnya sambil duduk di kursi sebelah Niko.Niko mengangguk, mengambil kopi yang diberikan Agatha. "Aku harus menyelesaikan laporan ini. Setiap petunjuk sangat penting."Agatha mengerti. Dia tahu betapa serius dan berdedikasinya Niko terhada
Aera tiba di kantor polisi dan mendapati bahwa Rocky sedang dalam interogasi. Ketika dia bertanya tentang perkembangan kasus, petugas memberitahu bahwa Rocky tetap tidak mau mengungkapkan lokasi Airin. Niko, yang keluar dari ruang interogasi, mendekati Aera dengan wajah lelah namun penuh tekad. "Aera, Rocky masih belum mau bicara. Dia terus berusaha mengulur waktu."Aera menggenggam tangan Niko dengan erat. "Apa yang bisa kita lakukan? Kita tidak bisa terus menunggu sementara Airin mungkin dalam bahaya."Niko menghela napas panjang. "Kami sudah melakukan segala cara untuk membuatnya bicara, tapi dia tetap bungkam. Kita mungkin harus mencoba pendekatan lain."Aera terlihat putus asa. "Apa yang bisa kita lakukan? Airin perlu ditemukan sekarang."Niko menatap Aera dengan serius. "Aku mengerti. Kita akan mencoba satu hal terakhir sebelum kita menyerah dan menunggu lebih lama lagi."Niko memutuskan untuk membawa Aera ke ruang interogasi untuk mencoba memengaruhi Rocky secara emosion
Di sebuah rumah tua yang tersembunyi jauh dari keramaian kota, suasana terasa mencekam. Jendela-jendela tertutup rapat, hanya ada sedikit cahaya yang masuk melalui celah-celah kecil. Rocky berdiri di dekat jendela, melihat ke luar dengan waspada. Di sudut ruangan, ada sebuah boks bayi berisi Airin yang sedang tertidur. Suara tangisan bayi yang sesekali terdengar menambah ketegangan di dalam ruangan.Rocky menghela napas dalam-dalam, lalu berbisik pada dirinya sendiri, “Ini bukan yang aku inginkan, tapi aku tidak punya pilihan lain.”Dia berjalan mendekati boks bayi, melihat Airin yang kecil dan tak berdosa. Ada keraguan di matanya, tetapi rasa dendam dan kebencian menguasai pikirannya.“Kau adalah kunci dari semua ini. Mereka akan merasakan sakit yang sama seperti yang aku rasakan,” bisik Rocky dengan suara keras.Tiba-tiba, terdengar suara ketukan di pintu. Rocky tersentak, kemudian berjalan pelan menuju pintu, mengintip dari lubang kecil.“Boss, ini aku. Ada kabar dari rumah sa