Saat Niko dan Agatha kembali ke rumah, mereka menemukan Bintang duduk di ruang tamu, menunggu dengan wajah yang penuh amarah. Matanya langsung tertuju pada mereka begitu pintu terbuka, ketegangan langsung terasa di udara."Mas Bintang..." Agatha mencoba menyapa, tetapi Bintang langsung memotongnya."Kalian ke mana saja seharian?" Suara Bintang terdengar dingin dan penuh kecurigaan. "Dan kenapa kau tidak memberitahuku, Agatha? Kau bahkan tidak mengangkat teleponku. Apa kau tidak memikirkan Gio di rumah?"Niko melangkah maju, mencoba meredakan situasi. "Bintang, jangan terlalu keras pada Agatha. Dia butuh waktu untuk rileks dan melupakan sedikit bebannya. Aku tidak bermaksud apa-apa."Namun, Bintang tidak terpengaruh. "Aku tahu perasaanmu pada Agatha, Niko. Aku tidak bisa mempercayaimu. Kau seharusnya tahu batasannya."Agatha terkejut mendengar nada keras Bintang. "Mas, tolong jangan salah paham. Niko hanya mencoba membantuku.""Tapi kau pergi seharian tanpa memberitahuku! Bagaima
Bintang memacu mobilnya dengan cepat menuju rumah sakit, hatinya dipenuhi kegelisahan dan ketakutan yang mendalam. Setiap detik terasa seperti selamanya saat dia merenungkan keadaan Airin yang hilang. Saat tiba di rumah sakit, dia segera melompat keluar mobil dan bergegas masuk ke dalam gedung yang ramai itu.Di dalam, suasana tegang terasa begitu kental. Aera masih berada di ruang tunggu, dihadapkan pada kecemasan yang tak terkira. Niko juga sudah tiba di sana, berdiri di samping Aera dalam usahanya membantu penyelidikan."Aera, apa yang terjadi dengan Airin?" tanya Bintang dengan cepat begitu dia melihat Aera."Aku tidak tahu, Mas. Dia hilang begitu saja," jawab Aera dengan suara gemetar, matanya terus memandang ke arah pintu masuk rumah sakit dengan harapan melihat Airin.Bintang duduk di samping Aera, mencoba menenangkan diri dan memberikan dukungan untuknya. "Kita akan mencarinya, Aera."Niko menambahkan, "aku akan segera memeriksa seluruh area rumah sakit dan meminta bantua
Agatha tetap menangis dalam pelukan Niko. Setelah beberapa saat, dia mengangkat wajahnya dan menatap Niko dengan mata yang masih penuh air mata."Niko, aku tidak mau kembali ke rumah sekarang. Aku tidak sanggup menghadapi semua ini," kata Agatha dengan suara gemetar.Niko menatap Agatha dengan penuh pengertian dan empati. "Aku mengerti, Agatha. Jika kau butuh tempat untuk tinggal sementara, kau bisa tinggal di tempatku. Aku akan memastikan kau aman dan nyaman."Agatha merasa sedikit lega mendengar tawaran Niko. "Terima kasih, Niko. Aku hanya butuh waktu untuk merenung dan memikirkan semuanya."Niko mengangguk. "Aku akan membantumu sebaik mungkin. Mari kita pergi dari sini."Mereka berdua berjalan menuju mobil Niko yang terparkir di dekat sana. Selama perjalanan menuju apartemen Niko, Agatha berusaha menenangkan pikirannya. Dia tahu bahwa keputusannya ini akan membawa banyak konsekuensi, tetapi dia merasa tidak punya pilihan lain.Setelah mereka tiba di apartemen Niko, Agatha dud
Di ruang tamu apartemen Niko, suasana tampak sibuk namun menenangkan. Niko menatap layar laptopnya dengan serius, berkas-berkas penting bertebaran di meja. Pekerjaannya sebagai seorang detektif membuatnya harus melakukan penyelidikan dengan teliti, memastikan setiap detail diperiksa dengan cermat.Agatha, yang sedang mencuci piring di dapur, sesekali melemparkan pandangan kepada Niko yang tampak tenggelam dalam pekerjaannya. Setelah selesai, dia membawakan segelas kopi untuk Niko dan meletakkannya di meja, dekat dengan tumpukan berkas."Terima kasih, Agatha," kata Niko dengan suara pelan namun penuh apresiasi, tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop.Agatha tersenyum lembut. "Kamu sudah bekerja keras hari ini. Jangan lupa istirahat," ucapnya sambil duduk di kursi sebelah Niko.Niko mengangguk, mengambil kopi yang diberikan Agatha. "Aku harus menyelesaikan laporan ini. Setiap petunjuk sangat penting."Agatha mengerti. Dia tahu betapa serius dan berdedikasinya Niko terhada
Aera tiba di kantor polisi dan mendapati bahwa Rocky sedang dalam interogasi. Ketika dia bertanya tentang perkembangan kasus, petugas memberitahu bahwa Rocky tetap tidak mau mengungkapkan lokasi Airin. Niko, yang keluar dari ruang interogasi, mendekati Aera dengan wajah lelah namun penuh tekad. "Aera, Rocky masih belum mau bicara. Dia terus berusaha mengulur waktu."Aera menggenggam tangan Niko dengan erat. "Apa yang bisa kita lakukan? Kita tidak bisa terus menunggu sementara Airin mungkin dalam bahaya."Niko menghela napas panjang. "Kami sudah melakukan segala cara untuk membuatnya bicara, tapi dia tetap bungkam. Kita mungkin harus mencoba pendekatan lain."Aera terlihat putus asa. "Apa yang bisa kita lakukan? Airin perlu ditemukan sekarang."Niko menatap Aera dengan serius. "Aku mengerti. Kita akan mencoba satu hal terakhir sebelum kita menyerah dan menunggu lebih lama lagi."Niko memutuskan untuk membawa Aera ke ruang interogasi untuk mencoba memengaruhi Rocky secara emosion
Di sebuah rumah tua yang tersembunyi jauh dari keramaian kota, suasana terasa mencekam. Jendela-jendela tertutup rapat, hanya ada sedikit cahaya yang masuk melalui celah-celah kecil. Rocky berdiri di dekat jendela, melihat ke luar dengan waspada. Di sudut ruangan, ada sebuah boks bayi berisi Airin yang sedang tertidur. Suara tangisan bayi yang sesekali terdengar menambah ketegangan di dalam ruangan.Rocky menghela napas dalam-dalam, lalu berbisik pada dirinya sendiri, “Ini bukan yang aku inginkan, tapi aku tidak punya pilihan lain.”Dia berjalan mendekati boks bayi, melihat Airin yang kecil dan tak berdosa. Ada keraguan di matanya, tetapi rasa dendam dan kebencian menguasai pikirannya.“Kau adalah kunci dari semua ini. Mereka akan merasakan sakit yang sama seperti yang aku rasakan,” bisik Rocky dengan suara keras.Tiba-tiba, terdengar suara ketukan di pintu. Rocky tersentak, kemudian berjalan pelan menuju pintu, mengintip dari lubang kecil.“Boss, ini aku. Ada kabar dari rumah sa
Agatha duduk di kursi belakang sebuah mobil bersama kedua orang tuanya. Mereka tertawa dan bercanda, suasana penuh kebahagiaan. Agatha kecil menggenggam tangan saudara kembarnya, Rocky, yang duduk di sebelahnya. Namun, tiba-tiba suasana berubah mencekam. Hujan deras membuat jalanan licin, dan mobil mereka tergelincir di tikungan tajam.Agatha kecil menjerit saat mobil mereka kehilangan kendali dan meluncur menuju tepi jurang. Ia merasakan guncangan hebat saat mobil terjun ke dalam kegelapan. Bunyi benturan keras dan suara pecahan kaca memenuhi telinganya. Wajah Rocky juga terlihat pucat dan ketakutan, dan kemudian, segalanya menjadi gelap.Ketika Agatha sadar kembali, ia berada di rumah sakit dengan luka-luka di sekujur tubuhnya. Namun, ingatannya kabur dan tidak jelas. Dokter mengatakan bahwa dia mengalami amnesia akibat trauma kecelakaan tersebut. Dia tidak mengingat siapa dirinya, keluarganya, atau kejadian yang menimpanya.Di rumah sakit, Bu Shinta dan Pak Jinwoo, pasangan yang
Setelah diskusi panjang di kantor polisi, Bintang mengajak Agatha pulang. Meski suasana hati keduanya masih dipenuhi oleh banyak ketegangan dan masalah yang belum terselesaikan, malam itu mereka berdua merasakan ada momen tenang yang langka.Ketika mereka tiba di rumah, Bintang mengajak Agatha masuk. "Mungkin kita perlu waktu sejenak untuk beristirahat," katanya dengan lembut.Agatha mengangguk setuju. Mereka berjalan menuju ruang tamu, di mana Bintang mempersiapkan secangkir teh hangat untuk mereka berdua. Setelah menyerahkan secangkir teh kepada Agatha, Bintang duduk di sampingnya di sofa."Aku tahu ini semua sangat berat untukmu, Agatha," kata Bintang, menatap matanya dengan penuh perhatian. "Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku benar-benar peduli padamu."Agatha mengambil napas dalam-dalam, merasakan hangatnya teh yang dipegangnya. "Mas, malam ini, aku hanya ingin menikmati momen ini bersamamu tanpa memikirkan masalah lain."Bintang tersenyum lembut. "Aku mengerti, Agatha. Mari
"Mas, kamu serius?" tanya Aera gemetar.Sejenak, waktu terasa berhenti. Suara detak jarum jam di ruangan terasa semakin jelas di telinganya, seolah menegaskan betapa tidak terhindarkannya kenyataan yang ada di hadapannya."Aku tidak bisa terus seperti ini, Aera," kata Bintang dengan suara pelan tapi tegas. Matanya berkaca-kaca, namun ia tetap tegar. "Maafkan aku, tapi ini satu-satunya jalan. Semua yang terjadi di antara kita... sudah terlalu jauh. Aku harus melakukan ini demi Agatha dan diriku sendiri."Aera meremas surat itu di tangannya, suaranya tercekat di tenggorokan. "Mas, aku... aku tahu aku telah membuat kesalahan besar. Tapi, tolong... tolong jangan lakukan ini. Jangan tinggalkan aku," suaranya bergetar, penuh dengan rasa putus asa.Bintang menunduk, menghela napas panjang. "Aera, aku sudah memikirkan ini lama. Aku tidak mengambil keputusan ini dengan mudah. Tapi aku tidak bisa terus hidup dalam kebohongan dan luka. Aku butuh waktu untuk menyembuhkan diriku sendiri... dan aku
Aera tak mampu berkata-kata, dadanya terasa sesak melihat putrinya berdiri di depan pintu. Semua rencana, kebohongan, dan manipulasi yang ia lakukan selama ini tiba-tiba terasa sia-sia saat ia menatap wajah lugu Airin. Mata anak kecil itu mencari-cari jawaban di wajah ibunya, tak paham dengan kekacauan yang sedang terjadi.“Aera, kau harus memutuskan sekarang,” suara Niko terdengar lebih lembut, tapi tetap penuh penekanan. “Apakah kau akan terus menyangkal dan membiarkan anakmu terjebak dalam kekacauan ini, ataukah kau akan mengakui semuanya dan memberi dia kesempatan untuk hidup tanpa beban dosa-dosamu?”Aera menundukkan kepala, rasa bersalah dan penyesalan mulai menguasainya. Airin adalah segalanya bagi Aera. Selama ini, dia berusaha keras untuk membenarkan tindakannya demi kelangsungan hidup mereka berdua. Namun, melihat putrinya di sini, di tempat di mana Aera seharusnya melindungi dan bukan sebaliknya, membuat dinding pertahanannya perlahan runtuh.Airin melangkah maju, mendekati
Saat Aera menyusun barang-barangnya dengan panik, pikirannya melayang pada setiap langkah yang telah dia ambil selama ini. Dia teringat akan semua rencana jahatnya, dan bagaimana dia telah dengan licik mengatur semua orang untuk kepentingannya sendiri. Terlalu banyak yang dipertaruhkan dan terlalu banyak yang bisa hilang.Namun, pelariannya tidak semudah yang dia bayangkan. Saat dia keluar dari apartemennya, dia melihat beberapa mobil polisi berpatroli di sekitar area tersebut, tanda bahwa pihak berwenang mulai melakukan pencarian intensif. Dengan cepat, dia merubah arah dan menyusuri gang-gang sempit, mencoba menghindari perhatian. Di tengah kekacauan, Bintang dan Agatha, yang baru saja selesai menonton siaran pers, merasa terombang-ambing oleh berita tersebut. Keduanya duduk dalam keheningan, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Agatha, suaranya penuh kebingungan dan kekhawatiran.“Yang penting sekarang adalah memastikan bahwa
Setelah penangkapan Pak Jinwoo, sesi interogasi diatur untuk mendapatkan pengakuan resmi darinya. Niko dan tim penyidik melakukan interogasi yang intensif untuk mengungkap seluruh keterlibatan Pak Jinwoo dalam berbagai kejahatan. Dalam keadaan tertekan dan merasa tidak ada lagi jalan keluar, Pak Jinwoo akhirnya mengakui semua kesalahannya.Dalam sebuah konferensi pers yang disiarkan secara langsung, Pak Jinwoo memberikan pengakuannya di depan publik. Dengan ekspresi penuh penyesalan, dia mengungkapkan rincian dari semua rencananya.“Saya mengakui semua kesalahan saya,” kata Pak Jinwoo dengan suara gemetar. “Aera adalah otak di balik semua ini. Dia tidak bisa menerima kenyataan bahwa Bintang bersama Agatha dan berusaha menghancurkan kehidupan mereka.”Pak Jinwoo melanjutkan, “Saya juga yang menjebak Pak Johan, ayah Bintang. Semua tuduhan penggelapan yang dikenakan padanya adalah rencana saya untuk menutupi jejak-jejak saya dan mengalihkan perhatian dari aktivitas ilegal saya.”Pengakua
Di sebuah sudut kota yang sepi, mobil yang mencurigakan di rekaman CCTV ditemukan oleh tim investigasi. Detektif Arif berhasil melacak nomor plat mobil tersebut dan menemukan bahwa itu adalah kendaraan yang pernah dipakai oleh seseorang dengan hubungan langsung dengan Bu Shinta. Arif dan Niko segera menindaklanjuti petunjuk ini dengan memeriksa alamat yang terdaftar. Ketika mereka sampai di rumah kecil di pinggiran kota yang dikelilingi taman, mereka melihat tanda-tanda kehidupan. Tanpa membuang waktu, mereka memasuki rumah tersebut dengan hati-hati."Ini rumah yang sama," kata Niko, memeriksa sekeliling dengan seksama. "Kita harus sangat hati-hati."Di dalam rumah, Gio terlihat bermain dengan mainan di ruang tamu. Bu Shinta, meski terlihat cemas, mencoba tetap tenang di samping cucunya. Ketika mendengar suara pintu terbuka, wajah Bu Shinta memucat dan dia tahu bahwa waktu untuk melarikan diri semakin singkat."Jangan takut, Gio," kata Bu Shinta dengan lembut, sambil mengajak Gio ber
Saat sore hari yang tenang, Gio dan Airin bermain di halaman depan rumah Agatha. Tawa mereka menggema di udara, sementara sinar matahari sore memberikan cahaya hangat. Agatha berada di dapur, dengan hati-hati menyiapkan susu untuk anak-anaknya. Sesekali, ia melirik keluar jendela, memastikan mereka masih bermain dengan aman.Di halaman, pengasuh yang biasanya mengawasi Gio dan Airin pergi ke kamar mandi sebentar. Agatha merasa tenang karena yakin bahwa anak-anaknya berada di tempat yang aman. Namun, ketika ia keluar dari dapur dengan dua botol susu hangat di tangannya, ia merasakan ada yang tidak beres.Agatha melihat Airin berdiri sendirian di dekat gerbang dengan wajah bingung. Hatinya berdegup kencang saat ia bergegas mendekati putrinya. "Airin, ada apa? Di mana Gio?"Airin menatap Agatha dengan mata penuh kebingungan dan sedikit ketakutan. "Gio dibawa pergi seseorang, Tante."Jantung Agatha seakan berhenti mendengar jawaban itu. Cangkir susu di tangannya hampir terjatuh. "Apa maks
Aera menutup pintu rumahnya dengan keras, membiarkan suara gemuruh menggema di seluruh rumah. Dia merasa seolah-olah dunia telah menamparnya keras-keras. Di ruang tamu, dia melempar tasnya ke sofa, lalu duduk dengan mata terpejam, mencoba meredakan badai emosi yang berputar di dalam dirinya.Dalam keheningan yang menyelimuti ruangan, kenangan-kenangan bersama Rocky mulai berkelebat di benaknya. Mereka dulunya adalah sahabat baik. Mereka berbagi segala hal—dari rahasia terdalam hingga mimpi-mimpi terbesar. Namun, segalanya berubah ketika Aera mengenal Bintang di kampusnya. Persahabatan mereka terasa semakin jauh seiring dengan berkembangnya perasaan Aera terhadap Bintang.Aera mengingat saat-saat bahagia di masa lalu ketika mereka pertama kali bertemu. Senyuman hangat Rocky, sentuhan lembutnya, dan canda tawa yang mereka bagi. Semua itu terasa seperti mimpi yang jauh, hilang di balik awan kelabu masalah yang kini mereka hadapi.Dia mengingat saat mereka berjalan di taman, tangan mereka
Gio tahu bahwa ibunya tidak benar-benar fokus saat bermain dengannya. Meskipun dia masih kecil, dia bisa merasakan kesedihan yang terselubung di balik senyum ibunya. Dengan cepat, dia mencari cara untuk membuat Agatha tertawa."Mama, lihat ini!" serunya dengan antusias.Gio berlari ke kamarnya dan kembali dengan memakai topi besar dan kacamata hitam yang terlalu besar untuk wajahnya. Dia mulai berakting seperti detektif, berkeliling ruang main dengan gaya lucu sambil berbicara dengan suara dalam, "Hmm, sepertinya ada kasus besar di sini! Siapa yang mencuri senyuman Mama?"Agatha tidak bisa menahan tawa melihat aksi Gio yang menggemaskan. Gelak tawanya akhirnya pecah, membebaskan sebagian beban di hatinya.Dia meraih Gio dan memeluknya erat. "Kamu memang detektif yang hebat, Gio. Terima kasih sudah membuat Mama tertawa."Gio tersenyum lebar, senang melihat ibunya bahagia. "Apa pun buat Mama. Aku cinta Mama."Agatha mencium pipi Gio dan berkata dengan lembut, "Mama juga cinta kamu, saya
Niko dan Rocky kembali ke Indonesia dengan perasaan kecewa dan tangan kosong. Setelah berminggu-minggu mencari di Amerika, mereka tidak berhasil menemukan jejak Pak Jinwoo. Setibanya di rumah, wajah mereka tampak lelah dan penuh kekhawatiran.Di ruang tamu rumah besar Agatha, Bintang, Agatha, dan Detektif Arif sudah menunggu mereka. Melihat wajah Niko dan Rocky, mereka tahu bahwa misi itu tidak berhasil."Bintang, Agatha, kami sudah mencari di berbagai tempat di Amerika, termasuk Kanada dan Paris. Tapi Pak Jinwoo sepertinya menggunakan identitas palsu dan berhasil mengelabui kami," kata Niko, menundukkan kepalanya.Rocky menghela napas panjang. "Kami tidak menemukan apa-apa, hanya jejak yang hilang."Agatha yang duduk di sebelah Bintang mencoba tetap tenang. "Yang penting kalian sudah berusaha keras. Kita harus mencari cara lain untuk menemukannya."Bintang menggenggam tangan Agatha erat, memberikan kekuatan pada istrinya. "Kita akan terus mencari, tidak akan berhenti sampai kita mene