Agatha duduk di kursi belakang sebuah mobil bersama kedua orang tuanya. Mereka tertawa dan bercanda, suasana penuh kebahagiaan. Agatha kecil menggenggam tangan saudara kembarnya, Rocky, yang duduk di sebelahnya. Namun, tiba-tiba suasana berubah mencekam. Hujan deras membuat jalanan licin, dan mobil mereka tergelincir di tikungan tajam.Agatha kecil menjerit saat mobil mereka kehilangan kendali dan meluncur menuju tepi jurang. Ia merasakan guncangan hebat saat mobil terjun ke dalam kegelapan. Bunyi benturan keras dan suara pecahan kaca memenuhi telinganya. Wajah Rocky juga terlihat pucat dan ketakutan, dan kemudian, segalanya menjadi gelap.Ketika Agatha sadar kembali, ia berada di rumah sakit dengan luka-luka di sekujur tubuhnya. Namun, ingatannya kabur dan tidak jelas. Dokter mengatakan bahwa dia mengalami amnesia akibat trauma kecelakaan tersebut. Dia tidak mengingat siapa dirinya, keluarganya, atau kejadian yang menimpanya.Di rumah sakit, Bu Shinta dan Pak Jinwoo, pasangan yang
Setelah diskusi panjang di kantor polisi, Bintang mengajak Agatha pulang. Meski suasana hati keduanya masih dipenuhi oleh banyak ketegangan dan masalah yang belum terselesaikan, malam itu mereka berdua merasakan ada momen tenang yang langka.Ketika mereka tiba di rumah, Bintang mengajak Agatha masuk. "Mungkin kita perlu waktu sejenak untuk beristirahat," katanya dengan lembut.Agatha mengangguk setuju. Mereka berjalan menuju ruang tamu, di mana Bintang mempersiapkan secangkir teh hangat untuk mereka berdua. Setelah menyerahkan secangkir teh kepada Agatha, Bintang duduk di sampingnya di sofa."Aku tahu ini semua sangat berat untukmu, Agatha," kata Bintang, menatap matanya dengan penuh perhatian. "Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku benar-benar peduli padamu."Agatha mengambil napas dalam-dalam, merasakan hangatnya teh yang dipegangnya. "Mas, malam ini, aku hanya ingin menikmati momen ini bersamamu tanpa memikirkan masalah lain."Bintang tersenyum lembut. "Aku mengerti, Agatha. Mari
Keheningan menyelimuti ruangan, dan tatapan terkejut dari Bu Liana dan Pak Jerry membuat suasana semakin tegang. Agatha bisa merasakan detak jantungnya semakin cepat, menunggu reaksi dari orang tua Niko yang akan menentukan langkah berikutnya.Bu Liana akhirnya memecah keheningan. "Niko, apa maksudmu dengan 'beri restu untuk kalian berdua'?" Matanya beralih dari Niko ke Agatha, penuh dengan pertanyaan yang belum terjawab.Pak Jerry berdiri dengan tangan disilangkan di dada, wajahnya menunjukkan ketidaksenangan. "Niko, kami tahu Agatha masih istri Bintang. Dan ingat, Aera, adalah adikmu, dia juga istri Bintang. Ini hubungan terlarang!"Niko menggenggam tangan Agatha lebih erat, mencari kekuatan dalam genggamannya. "Ma, Pa, Agatha dan aku... kami sudah lama tinggal bersama. Aku mencintainya, dan kami ingin melanjutkan dengan restu kalian. Aku tahu situasinya rumit, tapi kami butuh dukungan kalian."Bu Liana menatap Agatha, matanya menyelidik. "Agatha, kau tahu bahwa ini tidak bisa d
Di rumah Bintang, suasana tampak tenang dan damai. Bintang dan Aera telah mulai menjalani kehidupan mereka setelah rentetan peristiwa yang mengguncang. Hari itu, Bu Liana tiba-tiba berkunjung, membawa hadiah untuk Airin. Kehadirannya disambut hangat oleh keluarga tersebut."Terima kasih telah datang, Bu," kata Bintang sambil mengambil hadiah dari tangannya. "Airin pasti akan sangat senang dengan ini."Bu Liana tersenyum, tapi ada kilatan tajam di matanya. "Tentu saja, Airin adalah cucu kesayangan saya."Setelah beberapa saat berbincang, suasana mulai tenang. Namun, Bu Liana tampak punya agenda lain. Dia memicu ketegangan dengan kata-katanya yang berikutnya."Saya pikir Agatha sudah kembali setelah masalah ibunya selesai," kata Bu Liana dengan nada menyindir.Bintang terdiam, sedikit kaget dengan pernyataan tersebut. Aera yang kebetulan ada di sana, merasakan sesuatu yang tidak beres. "Dari mana ibu tahu Agatha tidak ada di rumah?" tanyanya dengan nada terkejut.Bu Liana tersenyu
Niko dan Bintang sampai di rumah. Ketika mobil berhenti di depan rumah, Agatha yang sejak tadi menunggu dengan cemas segera keluar. Matanya terbelalak saat melihat Bintang dalam keadaan mabuk, dibantu keluar dari mobil oleh Niko."Mas Bintang, kamu baik-baik saja?" Agatha bergegas menghampiri, wajahnya dipenuhi kekhawatiran.Bintang mencoba tersenyum meski sedikit pias. "Aku baik-baik saja, Agatha," katanya dengan suara serak. "Maafkan aku."Niko menatap Agatha dengan penuh pengertian. "Aku akan membantunya masuk," katanya, mengangguk pada Agatha.Agatha mengangguk, merasa lega dengan bantuan Niko. Mereka bersama-sama membantu Bintang masuk ke dalam rumah, membawanya ke ruang tamu. Bintang duduk dengan lemah di sofa, masih mencoba untuk tetap sadar sepenuhnya."Kenapa kamu minum sampai seperti ini?" tanya Agatha, suaranya penuh keprihatinan.Bintang menatap Agatha, mata mereka bertemu. "Aku... aku hanya butuh waktu untuk berpikir," katanya pelan. "Semua ini t
Cahaya matahari yang terang menembus jendela besar di ruang tunggu kantor polisi. Agatha melangkah masuk dengan kotak makanan di tangannya. Udara dalam ruangan itu terasa tegang, suasana yang biasa ditemui di tempat seperti ini. Namun, hari ini ada sesuatu yang berbeda.Agatha datang ke kantor polisi untuk menemui Rocky. Dia membawakan makanan, berharap bisa berbicara dengan saudara kembarnya yang kini berada di balik jeruji besi. Saat memasuki ruang kunjungan, Rocky melihatnya dan tersenyum lemah."Hey, Aggie. Kamu datang," sapa Rocky dengan suara serak. Aggie adalah panggilan kecilnya untuk Agatha.Agatha menahan air mata yang hampir tumpah. "Tentu saja, Raki. Aku pikir, kau mungkin bosan dengan makanan di sini." Agatha duduk di depan Rocky, meletakkan makanan yang dibawanya.Rocky mengangguk. "Terima kasih. Lebih dari itu, aku senang kau datang.""Bagaimana keadaanmu?" tanya Agatha sambil membuka kotak makanan dan mengeluarkan isinya."Seperti yang kamu li
Niko dan Agatha terpaku, merasa ngeri ketika melihat siapa yang keluar dari bayangan. Pak Johan, ayah Bintang, berdiri di hadapan mereka dengan wajah tanpa ekspresi."Pak Johan? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Niko, sambil menggenggam tangan Agatha dengan erat. Pak Johan melangkah lebih dekat, suaranya tenang tapi penuh kekuatan. "Kalian seharusnya tidak ikut campur dalam urusan ini."Agatha menatap Pak Johan dengan tatapan tidak percaya. "Kau... Kau yang membantu Pak Jinwoo?"Pak Johan mengangguk perlahan. "Aku melakukan apa yang perlu dilakukan untuk melindungi orang-orang yang aku cintai. Termasuk menjaga rahasia ini tetap tersembunyi."Agatha merasakan gelombang emosi yang bercampur aduk di dalam dirinya. "Tapi, Pa, kenapa? Kita seharusnya bekerja sama, bukan berseberangan."Pak Johan menghela napas dalam. "Aku tidak punya pilihan lain, Agatha. Pak Jinwoo telah memberiku kehidupan yang lebih baik, dan aku harus membalasnya. Kalian tidak mengerti bet
Bintang melangkah perlahan melewati lorong-lorong kampus yang sunyi. Hari ini telah menjadi salah satu dari banyak hari yang melelahkan baginya. Sebagai dosen muda, tanggung jawabnya tidak hanya terbatas pada mengajar, tetapi juga pada riset, tugas administratif, dan berbagai seminar yang harus dihadiri.Langkahnya terasa berat, seakan-akan beban pekerjaannya mengikuti setiap jejaknya. Namun, di balik segala kepenatan itu, ada satu hal yang selalu membuatnya bersemangat pulang: Gio, putra kecilnya yang baru berusia enam bulan. Senyum Gio dan gurgutan kecilnya mampu menyegarkan hatinya dari segala kelelahan dan stres.Tetapi malam ini terasa berbeda. Begitu Bintang memasuki rumah dia segera disambut oleh tangisan histeris Gio. Hatinya berdesir. "Apa yang terjadi?" gumamnya sambil melepas sepatu dan tas kuliah yang berat itu.Bintang bergegas menuju ruang tamu, di mana pengasuh mereka,tampak terlihat kewalahan. Dia duduk lemah di sofa, dengan