Niko dan Bintang sampai di rumah. Ketika mobil berhenti di depan rumah, Agatha yang sejak tadi menunggu dengan cemas segera keluar. Matanya terbelalak saat melihat Bintang dalam keadaan mabuk, dibantu keluar dari mobil oleh Niko."Mas Bintang, kamu baik-baik saja?" Agatha bergegas menghampiri, wajahnya dipenuhi kekhawatiran.Bintang mencoba tersenyum meski sedikit pias. "Aku baik-baik saja, Agatha," katanya dengan suara serak. "Maafkan aku."Niko menatap Agatha dengan penuh pengertian. "Aku akan membantunya masuk," katanya, mengangguk pada Agatha.Agatha mengangguk, merasa lega dengan bantuan Niko. Mereka bersama-sama membantu Bintang masuk ke dalam rumah, membawanya ke ruang tamu. Bintang duduk dengan lemah di sofa, masih mencoba untuk tetap sadar sepenuhnya."Kenapa kamu minum sampai seperti ini?" tanya Agatha, suaranya penuh keprihatinan.Bintang menatap Agatha, mata mereka bertemu. "Aku... aku hanya butuh waktu untuk berpikir," katanya pelan. "Semua ini t
Cahaya matahari yang terang menembus jendela besar di ruang tunggu kantor polisi. Agatha melangkah masuk dengan kotak makanan di tangannya. Udara dalam ruangan itu terasa tegang, suasana yang biasa ditemui di tempat seperti ini. Namun, hari ini ada sesuatu yang berbeda.Agatha datang ke kantor polisi untuk menemui Rocky. Dia membawakan makanan, berharap bisa berbicara dengan saudara kembarnya yang kini berada di balik jeruji besi. Saat memasuki ruang kunjungan, Rocky melihatnya dan tersenyum lemah."Hey, Aggie. Kamu datang," sapa Rocky dengan suara serak. Aggie adalah panggilan kecilnya untuk Agatha.Agatha menahan air mata yang hampir tumpah. "Tentu saja, Raki. Aku pikir, kau mungkin bosan dengan makanan di sini." Agatha duduk di depan Rocky, meletakkan makanan yang dibawanya.Rocky mengangguk. "Terima kasih. Lebih dari itu, aku senang kau datang.""Bagaimana keadaanmu?" tanya Agatha sambil membuka kotak makanan dan mengeluarkan isinya."Seperti yang kamu li
Niko dan Agatha terpaku, merasa ngeri ketika melihat siapa yang keluar dari bayangan. Pak Johan, ayah Bintang, berdiri di hadapan mereka dengan wajah tanpa ekspresi."Pak Johan? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Niko, sambil menggenggam tangan Agatha dengan erat. Pak Johan melangkah lebih dekat, suaranya tenang tapi penuh kekuatan. "Kalian seharusnya tidak ikut campur dalam urusan ini."Agatha menatap Pak Johan dengan tatapan tidak percaya. "Kau... Kau yang membantu Pak Jinwoo?"Pak Johan mengangguk perlahan. "Aku melakukan apa yang perlu dilakukan untuk melindungi orang-orang yang aku cintai. Termasuk menjaga rahasia ini tetap tersembunyi."Agatha merasakan gelombang emosi yang bercampur aduk di dalam dirinya. "Tapi, Pa, kenapa? Kita seharusnya bekerja sama, bukan berseberangan."Pak Johan menghela napas dalam. "Aku tidak punya pilihan lain, Agatha. Pak Jinwoo telah memberiku kehidupan yang lebih baik, dan aku harus membalasnya. Kalian tidak mengerti bet
Bintang melangkah perlahan melewati lorong-lorong kampus yang sunyi. Hari ini telah menjadi salah satu dari banyak hari yang melelahkan baginya. Sebagai dosen muda, tanggung jawabnya tidak hanya terbatas pada mengajar, tetapi juga pada riset, tugas administratif, dan berbagai seminar yang harus dihadiri.Langkahnya terasa berat, seakan-akan beban pekerjaannya mengikuti setiap jejaknya. Namun, di balik segala kepenatan itu, ada satu hal yang selalu membuatnya bersemangat pulang: Gio, putra kecilnya yang baru berusia enam bulan. Senyum Gio dan gurgutan kecilnya mampu menyegarkan hatinya dari segala kelelahan dan stres.Tetapi malam ini terasa berbeda. Begitu Bintang memasuki rumah dia segera disambut oleh tangisan histeris Gio. Hatinya berdesir. "Apa yang terjadi?" gumamnya sambil melepas sepatu dan tas kuliah yang berat itu.Bintang bergegas menuju ruang tamu, di mana pengasuh mereka,tampak terlihat kewalahan. Dia duduk lemah di sofa, dengan
Di dalam mobil polisi, Bintang duduk di kursi penumpang sebelah Detektif Arif. Mesin mobil meraung hidup, dan detektif itu segera melajukan kendaraan dengan kecepatan tinggi di tengah rintik hujan malam. Kilatan petir sesekali menerangi langit, menciptakan suasana yang semakin mencekam. Lampu jalan yang sesekali melintas di jendela hanya menambah kesan suram perjalanan mereka.Detektif Arif menoleh ke arah Bintang dengan ekspresi serius. "Selain Agatha, ada hal lain yang harus Anda ketahui," katanya dengan suara berat, hampir tenggelam dalam deru mesin mobil dan hujan deras.Bintang merasakan detak jantungnya semakin cepat. "Apa maksud Anda?" tanyanya dengan suara serak, hampir berbisik."Kami juga sedang menyelidiki kasus penggelapan dana dan korupsi yang melibatkan ayah Anda, Pak Johan. Kami butuh kesaksian Anda," lanjut Detektif Arif, matanya tetap fokus pada jalan yang licin di depan.Bintang terkejut mendengar ini. "Apa hubungannya ini dengan Agatha?" tanyanya,
Pagi hari menyapa dengan sinar matahari yang hangat menembus jendela ruang tamu. Aera duduk di sofa dengan secangkir kopi hangat di tangannya. Dia berpura-pura membaca buku, namun pikirannya melayang-layang jauh dari halaman-halaman yang terbuka di depannya. Dengan Agatha dan Niko yang hilang, Aera merasa lebih bebas. Dia menghela napas lega, merasa beban yang selama ini menghantuinya perlahan mulai terangkat. Namun, dia juga tahu bahwa ketidakhadiran mereka hanya sementara jika dia tidak waspada.Aera menutup bukunya dan memandang sekeliling ruang tamu. Rumah yang biasanya dipenuhi dengan kegaduhan kini terasa lebih tenang. Hanya suara burung yang berkicau di luar jendela yang terbuka. Keheningan ini memberinya rasa lega yang tak bisa dia sembunyikan. Senyum tipis muncul di wajahnya setiap kali dia memikirkan betapa lancarnya rencana yang telah dia susun.Dia mengambil ponselnya dan melihat beberapa pesan yang belum terbaca. Salah satunya dari seorang yang juga terlibat dalam rencan
Malam itu, di rumah sederhana Pak Slamet, Agatha duduk termenung di samping jendela, menatap langit malam yang dipenuhi bintang. Suasana tenang di desa itu kontras dengan kekacauan yang masih bergejolak di dalam hatinya. Setiap malam, pikirannya selalu kembali pada Gio, putranya yang masih kecil.Sebuah pesan masuk ke ponselnya, mengalihkan perhatiannya sejenak. Itu dari Moona."Mbak Agatha, Gio hari ini sudah mulai belajar merangkak. Dia tumbuh begitu cepat. Aku tahu kamu pasti sangat merindukannya."Air mata mengalir di pipi Agatha saat membaca pesan itu. Hatinya berdesir dengan campuran kebahagiaan dan kesedihan. Dia begitu merindukan putranya, merindukan setiap momen kecil dalam pertumbuhannya yang tidak bisa dia saksikan.Niko mendekati Agatha dan duduk di sampingnya, merasakan kesedihan yang terpancar dari sahabatnya itu. "Agatha, kamu harus kuat. Kita akan melewati ini. Gio butuh kamu."Agatha mengangguk, meskipun air mata masih membasahi pipinya. "Aku tahu, Niko. Hanya saja, s
Bintang mengikuti Detektif Arif ke ruang interogasi. Mereka duduk berhadapan di meja kayu yang sederhana. Detektif Arif membuka berkas di depannya dan mulai menjelaskan."Kami menemukan beberapa petunjuk baru. Ada yang melihat Aera di sekitar lokasi terakhir di mana Agatha dan Niko terlihat," kata Detektif Arif dengan nada serius.Bintang terkejut mendengar itu. "Apa maksudnya? Apa Aera terlibat dalam semua ini?"Detektif Arif menatap Bintang dengan tegas. "Kami belum bisa memastikan, tapi kami perlu Anda untuk terus waspada. Kami juga akan terus mengawasi Aera. Ini bisa menjadi kunci untuk menemukan Agatha dan Niko."Bintang merasa dunianya berputar. Dia harus menghadapi kenyataan bahwa orang yang selama ini dia percayai mungkin saja terlibat dalam semua kekacauan ini. Namun, dia tahu bahwa dia harus tetap kuat dan fokus untuk menemukan kebenaran demi keselamatan Agatha dan Niko.Di sisi lain, Aera yang baru saja kembali ke rumah, merasa lega bisa lolos dari pen