Niko dan Aera tetap bersembunyi di balik tirai dapur, telinga mereka waspada menguping setiap kata yang diucapkan oleh Rocky dan Bu Shinta. "Apa yang kau inginkan, Rocky?" tanya Bu Shinta dengan suara bergetar, meski berusaha terdengar tegar.Rocky tertawa kecil, tawanya penuh dengan kepahitan. "Kau tahu, Bu Shinta, penjara itu tempat yang bagus untuk memikirkan banyak hal. Dan aku banyak berpikir tentang bagaimana kalian semua menghancurkan hidupku."Bu Shinta menegakkan tubuhnya, berusaha terlihat lebih kuat. "Kau mendapatkan apa yang pantas kau dapatkan, Rocky. Apa yang kau lakukan tidak bisa dimaafkan."Rocky menyipitkan mata. "Oh, begitu? Dan bagaimana dengan putrimu yang sempurna itu? Agatha. Apa dia juga tidak melakukan kesalahan? Apakah dia juga tidak pantas mendapat hukuman?”Niko menatap Aera dengan khawatir, tahu bahwa situasi ini bisa menjadi sangat berbahaya. Mereka harus mendapatkan lebih banyak informasi, tapi juga harus mencari cara untuk keluar dari sini dengan
Di rumah Bintang yang sekarang terasa sepi, Aera dan Moona duduk di ruang tamu. Moona, yang masih merasa lelah dengan perkerjaannya, menghela napas panjang dan melemparkan pandangannya ke arah Aera. Mereka berdua tampak tegang, terbungkus dalam keheningan yang berat.Aera dan Moona tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Meskipun hubungan mereka tidak selalu akur, situasi darurat ini telah memaksa mereka untuk bersatu."Jadi, bagaimana keadaan Agatha sekarang?" tanya Moona, memecah keheningan. Suaranya penuh kekhawatiran.Aera menggelengkan kepala, menatap kosong ke arah lantai. "Aku belum mendengar kabar terbaru. Mas Bintang bilang dia akan memberitahu kita begitu ada perkembangan. Aku sangat khawatir."Moona mendekat dan duduk di sebelah Aera. "Kita harus kuat. Aku tahu situasinya sulit, tapi kita harus tetap tenang untuk membantu Bintang dan Agatha."Aera menatap Moona dengan mata berkaca-kaca. "Aku merasa sangat bersalah. Seandainya aku bisa melakukan sesuatu untuk mencegah
Di rumah sakit, suasana kamar Agatha yang tenang tiba-tiba diwarnai oleh suara langkah kaki yang familiar. Agatha baru saja sadar dari tidurnya, tubuhnya masih lemah namun matanya perlahan membuka. Di samping tempat tidurnya, Bintang duduk dengan cemas, menggenggam tangan Agatha dengan lembut."Mas Bintang," bisik Agatha, suaranya lemah namun penuh harapan.Bintang mengangguk, tersenyum meski hatinya masih diliputi kekhawatiran. "Aku di sini, Sayang. Kamu sudah sadar, syukurlah."Agatha berusaha tersenyum, meskipun tubuhnya masih terasa lemah. "Bagaimana dengan bayiku?"Bintang menghela napas panjang, menatap Agatha dengan penuh kasih. "Bayimu selamat, Agatha. Dokter bilang kondisinya stabil."Air mata menggenang di mata Agatha, campuran antara kebahagiaan dan ketakutan. "Terima kasih, Mas. Terima kasih telah bersamaku.""Selalu," jawab Bintang dengan tegas, menggenggam tangan Agatha lebih erat. "Aku tidak akan pernah meninggalkanmu."Saat mereka berbicara, pintu kamar terbuka,
Bintang mengkhawatirkan Agatha dan bayinya, namun pikirannya terus-menerus kembali pada Aera. Ketakutan terbesarnya adalah, bahwa tujuan utama Rocky adalah mengambil Aera dari sisinya. Hatinya terasa semakin berat saat memikirkan kemungkinan itu.Sambil mendengarkan penjelasan Niko soal paket dan juga makanan Agatha yang di racuni, Bintang tidak bisa menghilangkan bayangan Aera dari pikirannya. Dia beralih memandang Niko yang masih berada di ruang tamu, memantau situasi."Niko, kamu yakin kita sudah melakukan semua yang bisa kita lakukan untuk melindungi mereka?" tanya Bintang, suaranya dipenuhi kecemasan yang nyata.Niko mengangguk, meski memahami ketakutan Bintang. "Aku yakin, Bintang. Tapi kita harus tetap waspada setiap saat. Rocky bukan orang yang mudah ditebak."Aera yang berada di kamar Agatha, menatap Agatha yang sedang menidurkan Gio. Meskipun hubungan mereka tidak selalu mulus, Aera merasa ada ikatan kuat di antara mereka yang tidak bisa dipisahkan oleh siapa pun, termas
Niko dan Moona terbangun di sofa ruang tamu. Mereka berdua tertidur setelah menghabiskan malam mencoba memikirkan cara terbaik untuk mendukung Agatha. Cahaya matahari pagi yang masuk melalui jendela menyinari wajah mereka, membangunkan mereka perlahan.Moona mengusap matanya dan melihat Niko yang sudah bangun. "Sepertinya kita tertidur di sini," ucapnya sambil tersenyum lemah.Niko mengangguk sambil meregangkan tubuhnya. "Ya, sepertinya begitu. Semalam benar-benar melelahkan."Mereka berdua berdiri dan berjalan menuju dapur untuk membuat secangkir kopi. Saat mereka sedang menyiapkan kopi, Bintang muncul dari arah kamar dengan bayi Gio di gendongannya. Wajahnya tampak lebih tenang dibanding malam sebelumnya."Selamat pagi," sapa Niko dengan nada ceria, meskipun matanya masih sedikit lelah."Selamat pagi," balas Bintang sambil tersenyum tipis. "Terima kasih sudah mengingatkan tentang kondisi Agatha tadi malam. Aku akan lebih berhati-hati ke depannya."Moona mengambil alih bayi Gio
Agatha terlelap di kamarnya yang sudah lama tidak ia tempati, dengan pikiran yang penuh oleh rahasia yang baru saja ia temukan. Dalam tidurnya, dia mengalami mimpi yang terasa sangat nyata dan menakutkan.Dalam mimpi itu, Agatha melihat dirinya masih kecil, duduk di kursi belakang sebuah mobil bersama kedua orang tuanya. Mereka tertawa dan bercanda, namun tiba-tiba suasana berubah mencekam. Mobil itu tergelincir di jalan yang licin dan kehilangan kendali. Agatha kecil menjerit saat mobil mereka terjun ke jurang. Bunyi benturan keras dan suara pecahan kaca memenuhi telinganya. Ia melihat wajah orang tuanya yang ketakutan, namun tak bisa berbuat apa-apa untuk melindunginya. Lalu, segalanya menjadi gelap.Agatha terbangun dengan napas terengah-engah, jantungnya berdetak kencang. Keringat dingin mengalir di dahinya saat dia duduk tegak di tempat tidur. "Apa itu tadi? Apakah itu... ingatanku yang hilang?" gumamnya dengan suara gemetar.Mimpi itu terasa begitu nyata, seakan-akan dia ke
Di tengah gejala baby blues yang semakin intens, Agatha mulai menunjukkan tanda-tanda yang lebih mengkhawatirkan. Ia sering memarahi Gio, bayinya yang masih sangat kecil, tanpa alasan yang jelas. Setiap tangisan Gio tampak memicu frustrasi yang besar pada Agatha, membuatnya bereaksi dengan kemarahan yang tidak proporsional.Malam itu, ketika Gio menangis di tempat tidurnya, Agatha yang baru saja tertidur terbangun dengan perasaan yang campur aduk. Ia berjalan ke tempat tidur Gio dengan mata yang merah karena kurang tidur."Kenapa kamu menangis lagi? Apa yang kamu mau?" Agatha berbicara dengan nada suara yang tinggi, meskipun tahu bayinya tidak bisa menjawab.Gio hanya menangis lebih keras, membuat Agatha semakin marah. "Diamlah, Gio! Ibu juga lelah!" Agatha merasa frustasi dan tidak tahu harus berbuat apa.Saat itu, Bintang dan Aera mendengar suara Agatha dari kamar bayi. Bintang memutuskan untuk masuk dan melihat apa yang terjadi. Dia menemukan Agatha yang sedang menangis di sudu
Saat Niko dan Agatha kembali ke rumah, mereka menemukan Bintang duduk di ruang tamu, menunggu dengan wajah yang penuh amarah. Matanya langsung tertuju pada mereka begitu pintu terbuka, ketegangan langsung terasa di udara."Mas Bintang..." Agatha mencoba menyapa, tetapi Bintang langsung memotongnya."Kalian ke mana saja seharian?" Suara Bintang terdengar dingin dan penuh kecurigaan. "Dan kenapa kau tidak memberitahuku, Agatha? Kau bahkan tidak mengangkat teleponku. Apa kau tidak memikirkan Gio di rumah?"Niko melangkah maju, mencoba meredakan situasi. "Bintang, jangan terlalu keras pada Agatha. Dia butuh waktu untuk rileks dan melupakan sedikit bebannya. Aku tidak bermaksud apa-apa."Namun, Bintang tidak terpengaruh. "Aku tahu perasaanmu pada Agatha, Niko. Aku tidak bisa mempercayaimu. Kau seharusnya tahu batasannya."Agatha terkejut mendengar nada keras Bintang. "Mas, tolong jangan salah paham. Niko hanya mencoba membantuku.""Tapi kau pergi seharian tanpa memberitahuku! Bagaima
"Mas, kamu serius?" tanya Aera gemetar.Sejenak, waktu terasa berhenti. Suara detak jarum jam di ruangan terasa semakin jelas di telinganya, seolah menegaskan betapa tidak terhindarkannya kenyataan yang ada di hadapannya."Aku tidak bisa terus seperti ini, Aera," kata Bintang dengan suara pelan tapi tegas. Matanya berkaca-kaca, namun ia tetap tegar. "Maafkan aku, tapi ini satu-satunya jalan. Semua yang terjadi di antara kita... sudah terlalu jauh. Aku harus melakukan ini demi Agatha dan diriku sendiri."Aera meremas surat itu di tangannya, suaranya tercekat di tenggorokan. "Mas, aku... aku tahu aku telah membuat kesalahan besar. Tapi, tolong... tolong jangan lakukan ini. Jangan tinggalkan aku," suaranya bergetar, penuh dengan rasa putus asa.Bintang menunduk, menghela napas panjang. "Aera, aku sudah memikirkan ini lama. Aku tidak mengambil keputusan ini dengan mudah. Tapi aku tidak bisa terus hidup dalam kebohongan dan luka. Aku butuh waktu untuk menyembuhkan diriku sendiri... dan aku
Aera tak mampu berkata-kata, dadanya terasa sesak melihat putrinya berdiri di depan pintu. Semua rencana, kebohongan, dan manipulasi yang ia lakukan selama ini tiba-tiba terasa sia-sia saat ia menatap wajah lugu Airin. Mata anak kecil itu mencari-cari jawaban di wajah ibunya, tak paham dengan kekacauan yang sedang terjadi.“Aera, kau harus memutuskan sekarang,” suara Niko terdengar lebih lembut, tapi tetap penuh penekanan. “Apakah kau akan terus menyangkal dan membiarkan anakmu terjebak dalam kekacauan ini, ataukah kau akan mengakui semuanya dan memberi dia kesempatan untuk hidup tanpa beban dosa-dosamu?”Aera menundukkan kepala, rasa bersalah dan penyesalan mulai menguasainya. Airin adalah segalanya bagi Aera. Selama ini, dia berusaha keras untuk membenarkan tindakannya demi kelangsungan hidup mereka berdua. Namun, melihat putrinya di sini, di tempat di mana Aera seharusnya melindungi dan bukan sebaliknya, membuat dinding pertahanannya perlahan runtuh.Airin melangkah maju, mendekati
Saat Aera menyusun barang-barangnya dengan panik, pikirannya melayang pada setiap langkah yang telah dia ambil selama ini. Dia teringat akan semua rencana jahatnya, dan bagaimana dia telah dengan licik mengatur semua orang untuk kepentingannya sendiri. Terlalu banyak yang dipertaruhkan dan terlalu banyak yang bisa hilang.Namun, pelariannya tidak semudah yang dia bayangkan. Saat dia keluar dari apartemennya, dia melihat beberapa mobil polisi berpatroli di sekitar area tersebut, tanda bahwa pihak berwenang mulai melakukan pencarian intensif. Dengan cepat, dia merubah arah dan menyusuri gang-gang sempit, mencoba menghindari perhatian. Di tengah kekacauan, Bintang dan Agatha, yang baru saja selesai menonton siaran pers, merasa terombang-ambing oleh berita tersebut. Keduanya duduk dalam keheningan, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Agatha, suaranya penuh kebingungan dan kekhawatiran.“Yang penting sekarang adalah memastikan bahwa
Setelah penangkapan Pak Jinwoo, sesi interogasi diatur untuk mendapatkan pengakuan resmi darinya. Niko dan tim penyidik melakukan interogasi yang intensif untuk mengungkap seluruh keterlibatan Pak Jinwoo dalam berbagai kejahatan. Dalam keadaan tertekan dan merasa tidak ada lagi jalan keluar, Pak Jinwoo akhirnya mengakui semua kesalahannya.Dalam sebuah konferensi pers yang disiarkan secara langsung, Pak Jinwoo memberikan pengakuannya di depan publik. Dengan ekspresi penuh penyesalan, dia mengungkapkan rincian dari semua rencananya.“Saya mengakui semua kesalahan saya,” kata Pak Jinwoo dengan suara gemetar. “Aera adalah otak di balik semua ini. Dia tidak bisa menerima kenyataan bahwa Bintang bersama Agatha dan berusaha menghancurkan kehidupan mereka.”Pak Jinwoo melanjutkan, “Saya juga yang menjebak Pak Johan, ayah Bintang. Semua tuduhan penggelapan yang dikenakan padanya adalah rencana saya untuk menutupi jejak-jejak saya dan mengalihkan perhatian dari aktivitas ilegal saya.”Pengakua
Di sebuah sudut kota yang sepi, mobil yang mencurigakan di rekaman CCTV ditemukan oleh tim investigasi. Detektif Arif berhasil melacak nomor plat mobil tersebut dan menemukan bahwa itu adalah kendaraan yang pernah dipakai oleh seseorang dengan hubungan langsung dengan Bu Shinta. Arif dan Niko segera menindaklanjuti petunjuk ini dengan memeriksa alamat yang terdaftar. Ketika mereka sampai di rumah kecil di pinggiran kota yang dikelilingi taman, mereka melihat tanda-tanda kehidupan. Tanpa membuang waktu, mereka memasuki rumah tersebut dengan hati-hati."Ini rumah yang sama," kata Niko, memeriksa sekeliling dengan seksama. "Kita harus sangat hati-hati."Di dalam rumah, Gio terlihat bermain dengan mainan di ruang tamu. Bu Shinta, meski terlihat cemas, mencoba tetap tenang di samping cucunya. Ketika mendengar suara pintu terbuka, wajah Bu Shinta memucat dan dia tahu bahwa waktu untuk melarikan diri semakin singkat."Jangan takut, Gio," kata Bu Shinta dengan lembut, sambil mengajak Gio ber
Saat sore hari yang tenang, Gio dan Airin bermain di halaman depan rumah Agatha. Tawa mereka menggema di udara, sementara sinar matahari sore memberikan cahaya hangat. Agatha berada di dapur, dengan hati-hati menyiapkan susu untuk anak-anaknya. Sesekali, ia melirik keluar jendela, memastikan mereka masih bermain dengan aman.Di halaman, pengasuh yang biasanya mengawasi Gio dan Airin pergi ke kamar mandi sebentar. Agatha merasa tenang karena yakin bahwa anak-anaknya berada di tempat yang aman. Namun, ketika ia keluar dari dapur dengan dua botol susu hangat di tangannya, ia merasakan ada yang tidak beres.Agatha melihat Airin berdiri sendirian di dekat gerbang dengan wajah bingung. Hatinya berdegup kencang saat ia bergegas mendekati putrinya. "Airin, ada apa? Di mana Gio?"Airin menatap Agatha dengan mata penuh kebingungan dan sedikit ketakutan. "Gio dibawa pergi seseorang, Tante."Jantung Agatha seakan berhenti mendengar jawaban itu. Cangkir susu di tangannya hampir terjatuh. "Apa maks
Aera menutup pintu rumahnya dengan keras, membiarkan suara gemuruh menggema di seluruh rumah. Dia merasa seolah-olah dunia telah menamparnya keras-keras. Di ruang tamu, dia melempar tasnya ke sofa, lalu duduk dengan mata terpejam, mencoba meredakan badai emosi yang berputar di dalam dirinya.Dalam keheningan yang menyelimuti ruangan, kenangan-kenangan bersama Rocky mulai berkelebat di benaknya. Mereka dulunya adalah sahabat baik. Mereka berbagi segala hal—dari rahasia terdalam hingga mimpi-mimpi terbesar. Namun, segalanya berubah ketika Aera mengenal Bintang di kampusnya. Persahabatan mereka terasa semakin jauh seiring dengan berkembangnya perasaan Aera terhadap Bintang.Aera mengingat saat-saat bahagia di masa lalu ketika mereka pertama kali bertemu. Senyuman hangat Rocky, sentuhan lembutnya, dan canda tawa yang mereka bagi. Semua itu terasa seperti mimpi yang jauh, hilang di balik awan kelabu masalah yang kini mereka hadapi.Dia mengingat saat mereka berjalan di taman, tangan mereka
Gio tahu bahwa ibunya tidak benar-benar fokus saat bermain dengannya. Meskipun dia masih kecil, dia bisa merasakan kesedihan yang terselubung di balik senyum ibunya. Dengan cepat, dia mencari cara untuk membuat Agatha tertawa."Mama, lihat ini!" serunya dengan antusias.Gio berlari ke kamarnya dan kembali dengan memakai topi besar dan kacamata hitam yang terlalu besar untuk wajahnya. Dia mulai berakting seperti detektif, berkeliling ruang main dengan gaya lucu sambil berbicara dengan suara dalam, "Hmm, sepertinya ada kasus besar di sini! Siapa yang mencuri senyuman Mama?"Agatha tidak bisa menahan tawa melihat aksi Gio yang menggemaskan. Gelak tawanya akhirnya pecah, membebaskan sebagian beban di hatinya.Dia meraih Gio dan memeluknya erat. "Kamu memang detektif yang hebat, Gio. Terima kasih sudah membuat Mama tertawa."Gio tersenyum lebar, senang melihat ibunya bahagia. "Apa pun buat Mama. Aku cinta Mama."Agatha mencium pipi Gio dan berkata dengan lembut, "Mama juga cinta kamu, saya
Niko dan Rocky kembali ke Indonesia dengan perasaan kecewa dan tangan kosong. Setelah berminggu-minggu mencari di Amerika, mereka tidak berhasil menemukan jejak Pak Jinwoo. Setibanya di rumah, wajah mereka tampak lelah dan penuh kekhawatiran.Di ruang tamu rumah besar Agatha, Bintang, Agatha, dan Detektif Arif sudah menunggu mereka. Melihat wajah Niko dan Rocky, mereka tahu bahwa misi itu tidak berhasil."Bintang, Agatha, kami sudah mencari di berbagai tempat di Amerika, termasuk Kanada dan Paris. Tapi Pak Jinwoo sepertinya menggunakan identitas palsu dan berhasil mengelabui kami," kata Niko, menundukkan kepalanya.Rocky menghela napas panjang. "Kami tidak menemukan apa-apa, hanya jejak yang hilang."Agatha yang duduk di sebelah Bintang mencoba tetap tenang. "Yang penting kalian sudah berusaha keras. Kita harus mencari cara lain untuk menemukannya."Bintang menggenggam tangan Agatha erat, memberikan kekuatan pada istrinya. "Kita akan terus mencari, tidak akan berhenti sampai kita mene