Di rumah sakit, suasana kamar Agatha yang tenang tiba-tiba diwarnai oleh suara langkah kaki yang familiar. Agatha baru saja sadar dari tidurnya, tubuhnya masih lemah namun matanya perlahan membuka. Di samping tempat tidurnya, Bintang duduk dengan cemas, menggenggam tangan Agatha dengan lembut."Mas Bintang," bisik Agatha, suaranya lemah namun penuh harapan.Bintang mengangguk, tersenyum meski hatinya masih diliputi kekhawatiran. "Aku di sini, Sayang. Kamu sudah sadar, syukurlah."Agatha berusaha tersenyum, meskipun tubuhnya masih terasa lemah. "Bagaimana dengan bayiku?"Bintang menghela napas panjang, menatap Agatha dengan penuh kasih. "Bayimu selamat, Agatha. Dokter bilang kondisinya stabil."Air mata menggenang di mata Agatha, campuran antara kebahagiaan dan ketakutan. "Terima kasih, Mas. Terima kasih telah bersamaku.""Selalu," jawab Bintang dengan tegas, menggenggam tangan Agatha lebih erat. "Aku tidak akan pernah meninggalkanmu."Saat mereka berbicara, pintu kamar terbuka,
Bintang mengkhawatirkan Agatha dan bayinya, namun pikirannya terus-menerus kembali pada Aera. Ketakutan terbesarnya adalah, bahwa tujuan utama Rocky adalah mengambil Aera dari sisinya. Hatinya terasa semakin berat saat memikirkan kemungkinan itu.Sambil mendengarkan penjelasan Niko soal paket dan juga makanan Agatha yang di racuni, Bintang tidak bisa menghilangkan bayangan Aera dari pikirannya. Dia beralih memandang Niko yang masih berada di ruang tamu, memantau situasi."Niko, kamu yakin kita sudah melakukan semua yang bisa kita lakukan untuk melindungi mereka?" tanya Bintang, suaranya dipenuhi kecemasan yang nyata.Niko mengangguk, meski memahami ketakutan Bintang. "Aku yakin, Bintang. Tapi kita harus tetap waspada setiap saat. Rocky bukan orang yang mudah ditebak."Aera yang berada di kamar Agatha, menatap Agatha yang sedang menidurkan Gio. Meskipun hubungan mereka tidak selalu mulus, Aera merasa ada ikatan kuat di antara mereka yang tidak bisa dipisahkan oleh siapa pun, termas
Niko dan Moona terbangun di sofa ruang tamu. Mereka berdua tertidur setelah menghabiskan malam mencoba memikirkan cara terbaik untuk mendukung Agatha. Cahaya matahari pagi yang masuk melalui jendela menyinari wajah mereka, membangunkan mereka perlahan.Moona mengusap matanya dan melihat Niko yang sudah bangun. "Sepertinya kita tertidur di sini," ucapnya sambil tersenyum lemah.Niko mengangguk sambil meregangkan tubuhnya. "Ya, sepertinya begitu. Semalam benar-benar melelahkan."Mereka berdua berdiri dan berjalan menuju dapur untuk membuat secangkir kopi. Saat mereka sedang menyiapkan kopi, Bintang muncul dari arah kamar dengan bayi Gio di gendongannya. Wajahnya tampak lebih tenang dibanding malam sebelumnya."Selamat pagi," sapa Niko dengan nada ceria, meskipun matanya masih sedikit lelah."Selamat pagi," balas Bintang sambil tersenyum tipis. "Terima kasih sudah mengingatkan tentang kondisi Agatha tadi malam. Aku akan lebih berhati-hati ke depannya."Moona mengambil alih bayi Gio
Agatha terlelap di kamarnya yang sudah lama tidak ia tempati, dengan pikiran yang penuh oleh rahasia yang baru saja ia temukan. Dalam tidurnya, dia mengalami mimpi yang terasa sangat nyata dan menakutkan.Dalam mimpi itu, Agatha melihat dirinya masih kecil, duduk di kursi belakang sebuah mobil bersama kedua orang tuanya. Mereka tertawa dan bercanda, namun tiba-tiba suasana berubah mencekam. Mobil itu tergelincir di jalan yang licin dan kehilangan kendali. Agatha kecil menjerit saat mobil mereka terjun ke jurang. Bunyi benturan keras dan suara pecahan kaca memenuhi telinganya. Ia melihat wajah orang tuanya yang ketakutan, namun tak bisa berbuat apa-apa untuk melindunginya. Lalu, segalanya menjadi gelap.Agatha terbangun dengan napas terengah-engah, jantungnya berdetak kencang. Keringat dingin mengalir di dahinya saat dia duduk tegak di tempat tidur. "Apa itu tadi? Apakah itu... ingatanku yang hilang?" gumamnya dengan suara gemetar.Mimpi itu terasa begitu nyata, seakan-akan dia ke
Di tengah gejala baby blues yang semakin intens, Agatha mulai menunjukkan tanda-tanda yang lebih mengkhawatirkan. Ia sering memarahi Gio, bayinya yang masih sangat kecil, tanpa alasan yang jelas. Setiap tangisan Gio tampak memicu frustrasi yang besar pada Agatha, membuatnya bereaksi dengan kemarahan yang tidak proporsional.Malam itu, ketika Gio menangis di tempat tidurnya, Agatha yang baru saja tertidur terbangun dengan perasaan yang campur aduk. Ia berjalan ke tempat tidur Gio dengan mata yang merah karena kurang tidur."Kenapa kamu menangis lagi? Apa yang kamu mau?" Agatha berbicara dengan nada suara yang tinggi, meskipun tahu bayinya tidak bisa menjawab.Gio hanya menangis lebih keras, membuat Agatha semakin marah. "Diamlah, Gio! Ibu juga lelah!" Agatha merasa frustasi dan tidak tahu harus berbuat apa.Saat itu, Bintang dan Aera mendengar suara Agatha dari kamar bayi. Bintang memutuskan untuk masuk dan melihat apa yang terjadi. Dia menemukan Agatha yang sedang menangis di sudu
Saat Niko dan Agatha kembali ke rumah, mereka menemukan Bintang duduk di ruang tamu, menunggu dengan wajah yang penuh amarah. Matanya langsung tertuju pada mereka begitu pintu terbuka, ketegangan langsung terasa di udara."Mas Bintang..." Agatha mencoba menyapa, tetapi Bintang langsung memotongnya."Kalian ke mana saja seharian?" Suara Bintang terdengar dingin dan penuh kecurigaan. "Dan kenapa kau tidak memberitahuku, Agatha? Kau bahkan tidak mengangkat teleponku. Apa kau tidak memikirkan Gio di rumah?"Niko melangkah maju, mencoba meredakan situasi. "Bintang, jangan terlalu keras pada Agatha. Dia butuh waktu untuk rileks dan melupakan sedikit bebannya. Aku tidak bermaksud apa-apa."Namun, Bintang tidak terpengaruh. "Aku tahu perasaanmu pada Agatha, Niko. Aku tidak bisa mempercayaimu. Kau seharusnya tahu batasannya."Agatha terkejut mendengar nada keras Bintang. "Mas, tolong jangan salah paham. Niko hanya mencoba membantuku.""Tapi kau pergi seharian tanpa memberitahuku! Bagaima
Bintang memacu mobilnya dengan cepat menuju rumah sakit, hatinya dipenuhi kegelisahan dan ketakutan yang mendalam. Setiap detik terasa seperti selamanya saat dia merenungkan keadaan Airin yang hilang. Saat tiba di rumah sakit, dia segera melompat keluar mobil dan bergegas masuk ke dalam gedung yang ramai itu.Di dalam, suasana tegang terasa begitu kental. Aera masih berada di ruang tunggu, dihadapkan pada kecemasan yang tak terkira. Niko juga sudah tiba di sana, berdiri di samping Aera dalam usahanya membantu penyelidikan."Aera, apa yang terjadi dengan Airin?" tanya Bintang dengan cepat begitu dia melihat Aera."Aku tidak tahu, Mas. Dia hilang begitu saja," jawab Aera dengan suara gemetar, matanya terus memandang ke arah pintu masuk rumah sakit dengan harapan melihat Airin.Bintang duduk di samping Aera, mencoba menenangkan diri dan memberikan dukungan untuknya. "Kita akan mencarinya, Aera."Niko menambahkan, "aku akan segera memeriksa seluruh area rumah sakit dan meminta bantua
Agatha tetap menangis dalam pelukan Niko. Setelah beberapa saat, dia mengangkat wajahnya dan menatap Niko dengan mata yang masih penuh air mata."Niko, aku tidak mau kembali ke rumah sekarang. Aku tidak sanggup menghadapi semua ini," kata Agatha dengan suara gemetar.Niko menatap Agatha dengan penuh pengertian dan empati. "Aku mengerti, Agatha. Jika kau butuh tempat untuk tinggal sementara, kau bisa tinggal di tempatku. Aku akan memastikan kau aman dan nyaman."Agatha merasa sedikit lega mendengar tawaran Niko. "Terima kasih, Niko. Aku hanya butuh waktu untuk merenung dan memikirkan semuanya."Niko mengangguk. "Aku akan membantumu sebaik mungkin. Mari kita pergi dari sini."Mereka berdua berjalan menuju mobil Niko yang terparkir di dekat sana. Selama perjalanan menuju apartemen Niko, Agatha berusaha menenangkan pikirannya. Dia tahu bahwa keputusannya ini akan membawa banyak konsekuensi, tetapi dia merasa tidak punya pilihan lain.Setelah mereka tiba di apartemen Niko, Agatha dud