"Apa yang kurang dariku, Arin? Bukankah kau melihat semua yang ada padaku tidak ada pada yang lain?" Sorot mata yang tajam sedang menghadang tatapan gadis cantik yang tengah gemetar menghadapinya.
"Anda memang memiliki segalanya, tapi aku tidak tertarik sama sekali!" Keberanian macam apa itu? Bisa-bisanya Arin mengatakan langsung pada pria yang hanya memiliki kesabaran setipis tisu."Menikah denganku atau kuserahkan pada mereka!"Arin semakin takut. Dia melihat banyak pria di arena club seperti zombie yang kehausan darah. Manik mata Arin hanya menatap nanar pada sosok pria yang tengah mengancam dirinya."Apa maumu, Tuan Levis Mouse?!" tegas Arin semakin berani. Jika memilih diam dan membiarkan pria itu menginjak-injak harga dirinya tentu bukan namanya Arin."Aku tidak akan mengulang perkataan ku lagi setelah ini. Aku ingin kau jadi milikku sampai aku nantinya tidak memerlukan dirimu lagi. Kau hanya perlu berbalas budi padaku!"Deg!Jantung Arin mendadak berhenti. Dia merasakan napasnya seakan berhenti saat itu juga. Keberanian yang terkumpul tadi mendadak hilang. Apa yang terjadi sebenarnya?Arindinita adalah kepanjangan dari namanya. Gadis cantik berusia 20 tahun yang sedang menjalani kuliah di Universitas ternama di kotanya. Malam ini dia berada di suatu Club ternama. Awalnya dia tidak ingin pergi ke tempat itu, namun temannya memaksanya untuk pergi. Hingga dia bertemu seorang pria mafia yang dia sendiri tidak tahu asal-usulnya.Pria itu terus memaksanya seakan dia sangat mengenal Arin. Arin terus memberontak dengan sekuat tenaganya sembari memohon agar pria itu melepasnya, namun pria itu tidak mendengarnya sama sekali."Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran Anda saat ini, Tuan. Aku adalah wanita baik-baik dari keluargaku. Mana mungkin aku sangat gampang untuk didapat olehmu."Arin menarik tangannya kuat, meskipun terasa sakit, namun dia tidak ingin lama-lama berada di sana sampai orang lain menilai buruk tentangnya. Disaat Arin hendak melangkahkan kakinya, disaat itu pula pria itu marah dan menghentikan langkahnya."Kau tidak boleh pergi sebelum menyetujuinya, Arin!" seru pria itu. Wajahnya telah berhasil menggambarkan suasana hatinya yang sedang murka. Kemudian dia mendekati Arin yang tengah mematung dan menyentuh bibirnya."Kau tidak boleh pergi dari tempat ini, Arin. Hanya aku... Hanya aku yang boleh meninggalkan tempat ini jika urusannya sudah selesai," bisik pria itu sembari mengelus wajah Arin hingga sampai ke dagu dan mencengkeramnya sangat kuat. Arin sampai terkejut dibuatnya."Wajah ini sama sekali tidak berarti dibandingkan dengan apa yang sudah kuberikan pada ayahmu itu," terangnya."Apa maksudnya? Apa yang sudah diberikan pria ini pada ayahku? Tidak mungkin! Tidak mungkin ayahku kenal dia dan sampai berurusan dengannya," batin Arin. Air mata yang berusaha dia tahan untuk tidak menangis kini keluar dengan sendirinya.Cengkraman pria itu sangat kuat. Arin bisa merasakan bagaimana tangan itu tengah melukainya. Mungkin saja berdarah karena rasanya perih. Tatapannya sangat membunuh. Arin sampai harus menunduk agar menghindar darinya."Jangan pernah menolak sekali-kali perintahku atau aku akan mencabik-cabik tubuhmu ini, sampai kau tahu akhirnya bahwa orang yang telah kau hadapi saat ini adalah orang yang tak bisa ditolak ataupun ditentang!" tegas dari pria itu sambil tersenyum miring."Siapakah Anda sampai berani menyentuhku?" Arin beranikan diri untuk menatapnya. Hembusan napas kasar dan bibirnya yang bergetar sudah jelas sekali bahwa dirinya memang ketakutan. Namun, dia seolah-olah masih kuat agar mampu menghadapi pria kejam itu."Aku?" Pria itu malah tersenyum miring. "Aku adalah Levis Mouse. Seperti katamu tadi. Kau betul menyebut namaku.""Aku sama sekali tidak mengenal Anda. Aku menyebut nama itu, karena Anda memang terkenal di tempat ini," sahut Arin yang kemudian menamparnya.Plaak!"Itu adalah tamparan akibat tangan Anda berani menyentuhku!"Pria itu tidak terima begitu saja saat tangan Arin menamparnya dengan mulus. Dia pun lebih mendekat lagi ke arah Arin hingga menyisakan hanya beberapa senti darinya, kemudian menjambak rambutnya."Kau berani menamparku?" Tangan pria itu meraih sebelah tangan Arin seraya menciumnya nakal kemudian membalikkannya ke belakang hingga punggung Arin bersentuhan dengan tubuh pria itu. "Berani sekali tangan kotor ini menampar pipiku. Kalau aku mau, aku bisa menghabisimu sekarang juga.""Kenapa tidak berani, Tuan? Habisi saja aku. Aku juga tidak sudi bersama pria iblis yang tidak memiliki sisi prikemanusiaan!" tantang Arin."Kau—""Kenapa, Tuan Levis Mouse? Anda merasa benar dengan ucapanku? Kalau Anda memang berperikemanusiaan, tidak mungkin Anda tega melakukannya padaku," ucap Arin sembari tersenyum kecut.Mendengar ucapan Arin bukannya membuat pria itu merasa iba. Malah pria itu semakin memperkuat genggamnya dan memutar tangan Arin dengan tega. Arin merasa kesakitan dengan perbuatan pria tersebut."Kau memberiku nasihat? Kau tidak perlu buru-buru untuk kematianmu. Aku sudah menyusun semuanya dengan baik. Kau hanya tinggal menurut saja dengan apa yang aku mau, lalu kau akan pergi dengan damai nanti," ucap pria itu yang kemudian mendorongnya sampai tubuh Arin mengenai meja dan terbalik begitu saja."Aku tidak ingin sebagai tontonan di sini. Kalau kau ingin tahu banyak tentangku dan tentang ayahmu, kau bisa menikah denganku. Aku jamin kau tak ingin melewatkannya, bukan?""Mengapa harus menikah jalan satu-satunya?""Karena menikah denganku, aku bisa merasakan ayahmu yang telah pergi tidak tenang di alam sana."Arin yang tidak bisa berbuat apa-apa hanya bisa pasrah dan menyerah. Dia ingin tahu banyak tentang ayahnya. Apa yang sudah dikatakan pria itu telah membuatnya begitu penasaran. Dan juga telah terbesit rasa dendam yang dalam terhadapnya.Meskipun ini bukan didasari cinta, melainkan balas budi, Arin tidak akan pernah menganggap kisahnya dengan pria itu sebagian dari kisah hidupnya nanti. Salah satu cara untuk membuat pria itu bertekuk lutut padanya adalah membiarkan dirinya menikah dengan pria itu dan saat-saat itulah dia akan membalas semuanya."Baiklah, aku akan menerimanya. Aku akan menikah dengan Anda," ucap Arindinita kalah telak. Dia tak sanggup mengelak apalagi memberontak. Melihat anak buah dari pria itu sangatlah banyak. Jika dia melawan sekarang, sudah pasti nyawanya terancam.Levis memandanginya. "Cepat sekali kau untuk menyerah, Arindinita... Apakah kau telah menyusun rencana untuk menyingkirkanku dari hidupmu?""Tepat sekali! Tepat sekali dugaanmu, aku memang akan membunuhmu. Mencabik-cabik seluruh kulitmu hingga kau merasakan sakit yang luar biasa dan aku akan pastikan kau lebih baik mati daripada mendapatkan hukuman dariku, Tuan Levis Mouse," batin Arin sambil mengepal tangan kuat.Pria itu mendekat dan ingin menciumnya, namun tiba-tiba seseorang menghentikannya."Tuan," panggil salah satu anak buahnya.Pria itu menyipitkan matanya, dia sangat terganggu dengan munculnya anak buahnya itu."Kau tidak bisa bedakan tempat sekarang?" tegas pria."Gawat, Tuan Muda. Seluruh kota Kane telah dikepung musuh dan telah membuat onar di sana," beritahu anak buahnya itu.Alhasil, pria itu pun memutuskan untuk pergi dan meninggalkan Arin mematung menyaksikan kepergiannya.Arin memperbaiki rambut dan juga penampilannya yang telah hancur. Dia melihat sekelilingnya, matanya tengah mencari keberadaan sahabatnya itu. Tak lama kemudian seseorang yang ditunggu-tunggu pun datang dan menghampirinya. Dia sangat terkejut saat melihat sahabatnya dengan kondisi yang kacau."Kau tidak apa-apa, Rin? Siapa yang telah berbuat hal ini padamu?" tanya sahabatnya yang bernama Lala itu. Wajahnya memperlihatkan bagaimana perasaannya saat ini. Ya khawatir. Dia sangat khawatir dengan keadaan sahabatnya yang hancur.Dia mengelap keringat yang bercucuran di wajah Arin dengan tisu. Kemudian dia mengambil segelas air putih yang terletak di meja dan memberinya pada Arin. Arin pun meminumnya. Dia pastinya sangat haus. Sejak tadi pria yang telah memperlakukan dirinya sangat kasar tidak membiarkannya bebas melawan, apalagi sampai memberinya minum. Mustahil!"Kenapa kau tidak panggil aku tadi, Rin? Aku bisa datang membantumu cepat," ucap Lala sambil merapikan rambut sahabatnya itu."Ak
"Kau sudah mencarinya ke seluruh kota ini?" tanya Levis.Pria itu sangat marah saat mendengar nama Arin menghilang. Baru saja dia kepikiran untuk memberinya pelajaran dan sekarang semua yang sudah dia rencanakan gagal sepenuhnya. Dia menatap sekretaris pribadinya itu dengan tatapan sengit. Mana mungkin dia akan membiarkan gadis itu pergi tanpa izinnya. Maka, kemanapun gadis itu pergi, dia akan tetap bisa menemukannya. Inilah janji nyata seorang Levis Mouse yang tak terkalahkan."Saya sudah berusaha mencari, Tuan. Namun, keberadaan Nona Arin memang tidak bisa dilacak. Kemungkinan seseorang telah merencanakan ini semua dengan baik, Tuan.""Sialan!"Levis Mouse tidak akan menyangka bahwa gadis itu benar-benar membuat kesalahan yan akan memberinya pelajaran hidup. Entah apa yang sudah dipikirkannya sampai berani melakukan itu. Dan inilah yang ingin dilakukan olehnya, membuat gadis itu sampai sengsara dan tidak ada harapan baginya untuk hidup."Kalian harus mencarinya! Kalau sampai hari in
"Evander!" bentak seorang wanita setengah baya pada seorang putranya yang masih tertidur pulas di ranjang.Anaknya itu langsung terbangun saat mendengar suara ibunya yang keras. Matanya yang masih dalam keadaan mengantuk berusaha membuka mata lebar-lebar untuk menatap ibunya."Ada apa, Mom? Malam-malam begini membangunkan, Evan," rengek anak manjanya itu."Kau tidak boleh terus-terusan begini, Evan! Kau tidak lihat sekarang apa yang sudah direncanakan Levis, anak gundik itu?"Evander ingin mendengar, namun matanya terus ditarik untuk tidur. Dia tidak menghiraukan ucapan ibunya yang sedang marah. Wanita itu tidak tinggal diam saat melihat putranya sendiri tidak mendengarkannya. Dia merasa kesal dan menjewer kupingnya."Arggh, sakit Mom..." Evan meringis kesakitan. Kupingnya terasa panas. Sudah pasti memerah akibat jeweran ibunya yang terlalu kuat."Makanya dengarkan ibu!" tegasnya.Evan yang tak punya pilihan lain, terpaksa melebarkan matanya dan mendengarkan ibunya berbicara."Iya, ad
Keesokan harinya, Arin bangun saat mendengar bunyi jam beker. Tangannya meraihnya di atas nakas dan segera mematikannya. Dia melihat sudah pukul tujuh. Matanya yang masih mengantuk mau tidak mau harus membuka matanya, "ssshhh, aww," dia mendesis kesakitan saat bagian kepalanya masih terasa sakit, dia melihat tempat itu sangat berbeda dari kamarnya. Dimanakah dia? Arin mengelilingi setiap sudut kamar, ingin melihat kamar siapakah yang sangat indah itu yang tersusun rapi. Jauh dari kata berantakan yang sering dia lakukan di kamarnya sendiri.Dia berjalan menelusuri bingkai yang ada pada nakas di sebelah kiri ranjang. Dari jaraknya yang beberapa meter sedang mengerutkan kening seakan-akan dia pernah melihatnya. Karena rasa penasaran yang tinggi dia pun mendekatinya. Dan betapa terkejutnya dia saat mengetahui siapa orang di balik foto tersebut."Dia? Apa ini adalah kamarnya?" batin Arin saat tercengang melihatnya.Bagaimana mungkin dia bisa berada di tempat pria itu, sedangkan dia baru sa
"Semalam kau darimana?" tanya Arin dengan raut wajah polos yang masih sungkan terhadap suaminya itu. "Apa urusanmu?" tekan Levis Mouse, suami yang baru satu hari saja bersama setelah pernikahan mereka. Arin mengangkat kepalanya, awalnya dia tak berani menatap, namun dirinya tidak lemah. Dia membusungkan dadanya dan mendekat seolah tak merasakan takut. "Aku adalah istrimu, tentu saja aku berlagak seperti istri di matamu. Meski aku tahu status ku di hidupmu tak pernah ada artinya. Namun, gelar yang kudapat saat menjadi istrimu tentu aku tak akan sia-siakan," ucap Arin tersenyum menantang. "Dan kamu pikir dengan dirimu yang bergemilang harta, aku akan diam, begitu maksudmu?" lanjut gadis itu sangat lantang. Levis Mouse sangat marah. Dia kembali mendekati gadis itu dan mencengangkan erat tangannya. Sedangkan Arin hanya membola, menatap lekat wajah suaminya itu. Perasaannya bertambah kalut. "Apa maksud dari ucapanmu itu gadis jalang? Aku bukan saja seorang suami untukmu, tet
"Semalam kau darimana?" tanya Arin dengan raut wajah polos yang masih sungkan terhadap suaminya itu. "Apa urusanmu?" tekan Levis Mouse, suami yang baru satu hari saja bersama setelah pernikahan mereka. Arin mengangkat kepalanya, awalnya dia tak berani menatap, namun dirinya tidak lemah. Dia membusungkan dadanya dan mendekat seolah tak merasakan takut. "Aku adalah istrimu, tentu saja aku berlagak seperti istri di matamu. Meski aku tahu status ku di hidupmu tak pernah ada artinya. Namun, gelar yang kudapat saat menjadi istrimu tentu aku tak akan sia-siakan," ucap Arin tersenyum menantang. "Dan kamu pikir dengan dirimu yang bergemilang harta, aku akan diam, begitu maksudmu?" lanjut gadis itu sangat lantang. Levis Mouse sangat marah. Dia kembali mendekati gadis itu dan mencengangkan erat tangannya. Sedangkan Arin hanya membola, menatap lekat wajah suaminya itu. Perasaannya bertambah kalut. "Apa maksud dari ucapanmu itu gadis jalang? Aku bukan saja seorang suami untukmu, tet
Keesokan harinya, Arin bangun saat mendengar bunyi jam beker. Tangannya meraihnya di atas nakas dan segera mematikannya. Dia melihat sudah pukul tujuh. Matanya yang masih mengantuk mau tidak mau harus membuka matanya, "ssshhh, aww," dia mendesis kesakitan saat bagian kepalanya masih terasa sakit, dia melihat tempat itu sangat berbeda dari kamarnya. Dimanakah dia? Arin mengelilingi setiap sudut kamar, ingin melihat kamar siapakah yang sangat indah itu yang tersusun rapi. Jauh dari kata berantakan yang sering dia lakukan di kamarnya sendiri.Dia berjalan menelusuri bingkai yang ada pada nakas di sebelah kiri ranjang. Dari jaraknya yang beberapa meter sedang mengerutkan kening seakan-akan dia pernah melihatnya. Karena rasa penasaran yang tinggi dia pun mendekatinya. Dan betapa terkejutnya dia saat mengetahui siapa orang di balik foto tersebut."Dia? Apa ini adalah kamarnya?" batin Arin saat tercengang melihatnya.Bagaimana mungkin dia bisa berada di tempat pria itu, sedangkan dia baru sa
"Evander!" bentak seorang wanita setengah baya pada seorang putranya yang masih tertidur pulas di ranjang.Anaknya itu langsung terbangun saat mendengar suara ibunya yang keras. Matanya yang masih dalam keadaan mengantuk berusaha membuka mata lebar-lebar untuk menatap ibunya."Ada apa, Mom? Malam-malam begini membangunkan, Evan," rengek anak manjanya itu."Kau tidak boleh terus-terusan begini, Evan! Kau tidak lihat sekarang apa yang sudah direncanakan Levis, anak gundik itu?"Evander ingin mendengar, namun matanya terus ditarik untuk tidur. Dia tidak menghiraukan ucapan ibunya yang sedang marah. Wanita itu tidak tinggal diam saat melihat putranya sendiri tidak mendengarkannya. Dia merasa kesal dan menjewer kupingnya."Arggh, sakit Mom..." Evan meringis kesakitan. Kupingnya terasa panas. Sudah pasti memerah akibat jeweran ibunya yang terlalu kuat."Makanya dengarkan ibu!" tegasnya.Evan yang tak punya pilihan lain, terpaksa melebarkan matanya dan mendengarkan ibunya berbicara."Iya, ad
"Kau sudah mencarinya ke seluruh kota ini?" tanya Levis.Pria itu sangat marah saat mendengar nama Arin menghilang. Baru saja dia kepikiran untuk memberinya pelajaran dan sekarang semua yang sudah dia rencanakan gagal sepenuhnya. Dia menatap sekretaris pribadinya itu dengan tatapan sengit. Mana mungkin dia akan membiarkan gadis itu pergi tanpa izinnya. Maka, kemanapun gadis itu pergi, dia akan tetap bisa menemukannya. Inilah janji nyata seorang Levis Mouse yang tak terkalahkan."Saya sudah berusaha mencari, Tuan. Namun, keberadaan Nona Arin memang tidak bisa dilacak. Kemungkinan seseorang telah merencanakan ini semua dengan baik, Tuan.""Sialan!"Levis Mouse tidak akan menyangka bahwa gadis itu benar-benar membuat kesalahan yan akan memberinya pelajaran hidup. Entah apa yang sudah dipikirkannya sampai berani melakukan itu. Dan inilah yang ingin dilakukan olehnya, membuat gadis itu sampai sengsara dan tidak ada harapan baginya untuk hidup."Kalian harus mencarinya! Kalau sampai hari in
Arin memperbaiki rambut dan juga penampilannya yang telah hancur. Dia melihat sekelilingnya, matanya tengah mencari keberadaan sahabatnya itu. Tak lama kemudian seseorang yang ditunggu-tunggu pun datang dan menghampirinya. Dia sangat terkejut saat melihat sahabatnya dengan kondisi yang kacau."Kau tidak apa-apa, Rin? Siapa yang telah berbuat hal ini padamu?" tanya sahabatnya yang bernama Lala itu. Wajahnya memperlihatkan bagaimana perasaannya saat ini. Ya khawatir. Dia sangat khawatir dengan keadaan sahabatnya yang hancur.Dia mengelap keringat yang bercucuran di wajah Arin dengan tisu. Kemudian dia mengambil segelas air putih yang terletak di meja dan memberinya pada Arin. Arin pun meminumnya. Dia pastinya sangat haus. Sejak tadi pria yang telah memperlakukan dirinya sangat kasar tidak membiarkannya bebas melawan, apalagi sampai memberinya minum. Mustahil!"Kenapa kau tidak panggil aku tadi, Rin? Aku bisa datang membantumu cepat," ucap Lala sambil merapikan rambut sahabatnya itu."Ak
"Apa yang kurang dariku, Arin? Bukankah kau melihat semua yang ada padaku tidak ada pada yang lain?" Sorot mata yang tajam sedang menghadang tatapan gadis cantik yang tengah gemetar menghadapinya."Anda memang memiliki segalanya, tapi aku tidak tertarik sama sekali!" Keberanian macam apa itu? Bisa-bisanya Arin mengatakan langsung pada pria yang hanya memiliki kesabaran setipis tisu."Menikah denganku atau kuserahkan pada mereka!"Arin semakin takut. Dia melihat banyak pria di arena club seperti zombie yang kehausan darah. Manik mata Arin hanya menatap nanar pada sosok pria yang tengah mengancam dirinya."Apa maumu, Tuan Levis Mouse?!" tegas Arin semakin berani. Jika memilih diam dan membiarkan pria itu menginjak-injak harga dirinya tentu bukan namanya Arin."Aku tidak akan mengulang perkataan ku lagi setelah ini. Aku ingin kau jadi milikku sampai aku nantinya tidak memerlukan dirimu lagi. Kau hanya perlu berbalas budi padaku!"Deg!Jantung Arin mendadak berhenti. Dia merasakan napasny