Keesokan harinya, Arin bangun saat mendengar bunyi jam beker. Tangannya meraihnya di atas nakas dan segera mematikannya. Dia melihat sudah pukul tujuh. Matanya yang masih mengantuk mau tidak mau harus membuka matanya, "ssshhh, aww," dia mendesis kesakitan saat bagian kepalanya masih terasa sakit, dia melihat tempat itu sangat berbeda dari kamarnya. Dimanakah dia? Arin mengelilingi setiap sudut kamar, ingin melihat kamar siapakah yang sangat indah itu yang tersusun rapi. Jauh dari kata berantakan yang sering dia lakukan di kamarnya sendiri.
Dia berjalan menelusuri bingkai yang ada pada nakas di sebelah kiri ranjang. Dari jaraknya yang beberapa meter sedang mengerutkan kening seakan-akan dia pernah melihatnya. Karena rasa penasaran yang tinggi dia pun mendekatinya. Dan betapa terkejutnya dia saat mengetahui siapa orang di balik foto tersebut."Dia? Apa ini adalah kamarnya?" batin Arin saat tercengang melihatnya.Bagaimana mungkin dia bisa berada di tempat pria itu, sedangkan dia baru saja kemarin jatuh ke dalam perangkap Kinan. Apakah dia benar-benar berhasil keluar dari cengkraman mantan kekasihnya dan kini berada di kamar yang merupakan sosok laki-laki yang dibencinya? Tidak! Kenapa bisa dia berada disitu. Seharusnya dia pergi jauh sampai orang-orang yang mengenalnya tidak menemukannya lagi. Oh Tuhan! Apa maksud dari semua ini? Penderitaannya akan semakin panjang bila terus berurusan dengan pria kejam seperti Levis Mouse.Untuk menyakinkan dirinya, dia mencari keberadaan foto yang ada di ruangan itu. Dia berharap ini bukan kamar dari pria itu. Kalau benar ini adalah kamarnya, fotonya pasti bukan cuma satu doang, tapi banyak. Dia berbalik arah dan memperhatikan ke seluruh ruangan yang ada, dan betul saja banyak sekali bingkai foto yang berjejeran di rak buku majalah. Tidak hanya disitu ternyata, di dingding kamarnya juga ada. Arin menjadi sangat yakin bahwa itu memang rumah dari pria yang ingin dihindarinya karena kejadian yang telah menimpanya kemarin."Jangan pernah menyentuh apapun yang ada di dalam kamar ini!!!" hardik Levis saat memasuki kamar. Dia sangat tidak suka bila seseorang yang bukan bagian dari anggota keluarganya menyentuh barang berharganya.Arin terperanjat kaget. Dia melihat ke sumber suara, matanya membola saat menatapnya. Sungguh pria itu nyata, ternyata bukan mimpi. Dia bergeser dari tempat itu tanpa melihat apa yang ada di belakangnya, karena rasa takutnya pada pria itu seraya ingin menghindarinya. Dia terus bergeser hingga akhirnya menjatuhkan vas bunga kesayangan Levis.Prangg!Arin telah berani membangkitkan singa yang tidur itu jadi meraung-raung. Amarahnya yang melunjak tak bisa dia tahan, sampai akhirnya dia mendekat dan mencekiknya. Arin meneguk ludah terakhir kalinya saat-saat dia mulai kehilangan stok oksigen. Dia memberontak memukuli tangan Levis tapi sepertinya tidak berguna. Tangan kekar itu begitu kuat, sehingga perlawanan yang dilakukan gadis itu padanya terus berlanjut.Buggg!Levis mendorong sangat kuat tubuh Arin ke ranjang, tubuh gadis yang malang itu sampai merasa patah tulang. Rambutnya yang lurus kaku dijambak lagi dan membuatnya berdiri. Dari sela-sela telinga pria itu tengah berbisik."Aku bisa membunuhmu saat ini juga bila aku mau. Tapi, kau belum bisa mati secepat ini, karena kau harus menjadi budakku. Hanya seorang budak!"'HANYA SEORANG BUDAK?!!! Telinganya terus berdenging mendengar pengakuan dari pria itu. Wajahnya kini sudah dibanjiri oleh air mata, tubuhnya yang bergetar kaku di hadapan pria itu, dan bibirnya yang pucat lemas membuatnya tidak tahan untuk berdiri hinggak akhirnya terduduk di lantai bersandar di pinggir ranjang."Apa maksudnya?" Arin menghapus air matanya. Dia memberanikan diri untuk menatap wajah pria itu. Meskipun melihatnya seakan menghantam nyawanya, melawannya berarti akhir dari hidupnya, itu akan pantas dia terima daripada harus menjadi budak dari pria kejam itu. Lebih baik dia tiada daripada berurusan dengannya.Pria itu mendekat dan mencengkeram dagunya. "Apa kau bodoh? Atau kau tuli? Bisa saja aku menjelaskan ulang, tapi itu bukan aku. Aku tidak akan mengulangi kata yang sama," kata Levis, dia melepas cengkeramannya itu dengan kasar hingga kepala Arin terbentur.Tidak ada rasa kasihan yang ada pada pria itu. Dia membiarkan Arin terus merintih kesakitan dan menangis di sepanjang pertemuan mereka. Bahkan, dia juga membiarkan darah yang telah menetes di kening gadis itu sampai ke wajah. Benar-benar berhati batu."Hari ini adalah hari pernikahan kita. Sebentar lagi, mereka akan mendandani mu supaya tidak membuatku malu di depan banyak orang. Kau harus mempersiapkan dirimu untuk itu."Deg!Jantung Arin mendadak kencang. Saat dirinya masih tidak menyangka akan tinggal di rumah pria kejam itu, dan sekarang dirinya lebih-tidak menyangka kalau dia harus menikah dengannya. Ucapan pria itu terpampang jelas dan nyata kali ini. Dia tidak pernah memikirkannya, apalagi saat kemarin malam dia sempat berpikir kalau itu hanyalah lelucon bagi pria itu. Dan sekarang, hal kecil yang dianggapnya lelucon sungguh akan terjadi."Bagaimana bisa Anda melakukannya tanpa persetujuan dariku?" tanya Arin. Dia tak mau pernikahan itu terjadi. Asal-usulnya saja dia sama sekali tidak mengingatnya, dan masih terus mencari tahu soal itu. Menikah hanya memperlambat dirinya untuk mencari keberadaan orang tuanya."Aku tidak butuh persetujuan darimu. Aku akan melakukan segalanya demi melancarkan tujuanku. Dan kau," pria itu menarik tubuh Arin mendekat, tangannya yang kekar memegang pinggangnya dari belakang, "Kau tidak perlu takut. Kau banyak diuntungkan dalam hal ini." Pria itu tiba-tiba memutar sehingga menghadap ranjang dan melepas tubuhnya hingga ambruk dalam posisi telungkup."KAU TIDAK BOLEH MEMAKSAKAN KEHENDAK!!!" pekik Arin saat dia memutar tubuhnya dan melihat pria itu sudah pergi secepat kilat dari kamar.Hanya dua menitan pria itu pergi, kemudian muncul para pelayan-pelayan yang membawa gaun pengantin berwarna putih. Mereka menyuruh Arin untuk segera mandi. Mereka melayaninya bak ratu. Arin sungguh tak terbiasa dengan perlakuan seperti itu. Arin hanya mengikut saja. Dia tak berontak sama sekali.Dia hanya memandang wajahnya di balik cermin. Saat pelayan itu sedang menata rambutnya, tiba-tiba perutnya terasa lapar. Dia meminta tolong pada mereka agar membawakan makanan untuknya. Tanpa pikir panjang, mereka langsung mengambilnya dan seseorang menyuapinya, karena posisi Arin saat ini sudah tidak bisa bersantai."Saya akan bantu menyuapi Nona, karena waktu kita tinggal sebentar lagi. Tuan Muda Levis tidak menyukai keterlambatan," beritahu petugas itu sembari menyuapi Arin dengan lembut. Sesekali dia tersenyum manis pada Arin. Dia sangat ramah, Arin menyukainya."Nona adalah pilihan Tuan Muda kami, jadi kami akan memperlakukan Nona dengan sangat baik," lanjut pelayan itu.Arin hanya terdiam mendengarkan. Dia belum terbiasa untuk dekat-dekat dengannya. Saat ini dia masih perlu waspada dari orang-orang suruhan Levis. Dia takut kalau mereka adalah perangkap yang disusun oleh pria yang tidak berperasaan itu untuk membuatnya merasa terbang, lalu kemudian pria itu membuatnya binasa bak hewan yang terbunuh sadis di hutan belantara.Hanya menghabiskan waktu 30 menit saja, semuanya telah siap. Arin terlihat sangat cantik di depan cermin. Lipstik yang merah merona telah mewarnai bibirnya yang pucat dan wajahnya terlihat berbeda dari sebelumnya. Sungguh mereka multitalenta. Mereka bisa merubah wajahnya dalam sekejap saja.Arin menuruni tangga dibantu oleh pelayan tadi. Semua mata tertuju padanya. Bahkan banyak yang memuji kecantikannya. Arin tak menganggap hal itu serius. Dia seharusnya tidak berada di tempat ini dan tidak menikah dengan pria kejam itu. Kedua bola matanya langsung terpasang sinis saat melihat sosok pria yang telah memberinya dunia neraka sedang tersenyum pada tamu undangan yang datang. Dan tiba-tiba pria itu berbalik arah dan menatap Arin sangat lama. Arin langsung mengalihkan pandangannya, dan memilih menunduk saat pria itu sudah didekatnya.Kedua bola mata Arin sangat bermanja saat melihat pernikahannya yang indah dan mewah. Para tamu undangan juga rata-rata dari kalangan menengah atas. Kemilauan dari cahaya berlian yang menjadi hiasan utama yang membuat semua orang terpesona dan iringan musik yang merdu bertema pernikahan serta bunga-bunga yang sangat cantik dengan beragam warna hiasan dingding telah membuat acara pernikahan itu bak pernikahan Cinderella di negeri dongeng. Bagi Arin, semua yang dia lihat sekarang bagaikan mimpi saja. Dia mencubit tangannya kuat berharap dia segera bangun dari mimpinya itu, namun ternyata ini bukan mimpi. Dia merasakan kesakitan ketika mencubit tangannya sendiri."Kamu cantik sekali, Nak. Aku sangat menyukaimu... Tidak salah Levis cucuku tersayang, menikahi gadis cantik sepertimu," puji seorang wanita tua yang sudah berumur banyak. 70 tahunan mungkin sesuai dengan penampilannya."Cucu?" Arin sangat syok mendengarnya."Iya. Dia adalah cucu pertamaku dari keluarga 'Hardi Mouse', yang akan menjadi suamimu kelak," ucap sang nenek yang kemudian diiringi tepuk tangan meriah dari para tamu undangan."Semalam kau darimana?" tanya Arin dengan raut wajah polos yang masih sungkan terhadap suaminya itu. "Apa urusanmu?" tekan Levis Mouse, suami yang baru satu hari saja bersama setelah pernikahan mereka. Arin mengangkat kepalanya, awalnya dia tak berani menatap, namun dirinya tidak lemah. Dia membusungkan dadanya dan mendekat seolah tak merasakan takut. "Aku adalah istrimu, tentu saja aku berlagak seperti istri di matamu. Meski aku tahu status ku di hidupmu tak pernah ada artinya. Namun, gelar yang kudapat saat menjadi istrimu tentu aku tak akan sia-siakan," ucap Arin tersenyum menantang. "Dan kamu pikir dengan dirimu yang bergemilang harta, aku akan diam, begitu maksudmu?" lanjut gadis itu sangat lantang. Levis Mouse sangat marah. Dia kembali mendekati gadis itu dan mencengangkan erat tangannya. Sedangkan Arin hanya membola, menatap lekat wajah suaminya itu. Perasaannya bertambah kalut. "Apa maksud dari ucapanmu itu gadis jalang? Aku bukan saja seorang suami untukmu, tet
"Apa yang kurang dariku, Arin? Bukankah kau melihat semua yang ada padaku tidak ada pada yang lain?" Sorot mata yang tajam sedang menghadang tatapan gadis cantik yang tengah gemetar menghadapinya."Anda memang memiliki segalanya, tapi aku tidak tertarik sama sekali!" Keberanian macam apa itu? Bisa-bisanya Arin mengatakan langsung pada pria yang hanya memiliki kesabaran setipis tisu."Menikah denganku atau kuserahkan pada mereka!"Arin semakin takut. Dia melihat banyak pria di arena club seperti zombie yang kehausan darah. Manik mata Arin hanya menatap nanar pada sosok pria yang tengah mengancam dirinya."Apa maumu, Tuan Levis Mouse?!" tegas Arin semakin berani. Jika memilih diam dan membiarkan pria itu menginjak-injak harga dirinya tentu bukan namanya Arin."Aku tidak akan mengulang perkataan ku lagi setelah ini. Aku ingin kau jadi milikku sampai aku nantinya tidak memerlukan dirimu lagi. Kau hanya perlu berbalas budi padaku!"Deg!Jantung Arin mendadak berhenti. Dia merasakan napasny
Arin memperbaiki rambut dan juga penampilannya yang telah hancur. Dia melihat sekelilingnya, matanya tengah mencari keberadaan sahabatnya itu. Tak lama kemudian seseorang yang ditunggu-tunggu pun datang dan menghampirinya. Dia sangat terkejut saat melihat sahabatnya dengan kondisi yang kacau."Kau tidak apa-apa, Rin? Siapa yang telah berbuat hal ini padamu?" tanya sahabatnya yang bernama Lala itu. Wajahnya memperlihatkan bagaimana perasaannya saat ini. Ya khawatir. Dia sangat khawatir dengan keadaan sahabatnya yang hancur.Dia mengelap keringat yang bercucuran di wajah Arin dengan tisu. Kemudian dia mengambil segelas air putih yang terletak di meja dan memberinya pada Arin. Arin pun meminumnya. Dia pastinya sangat haus. Sejak tadi pria yang telah memperlakukan dirinya sangat kasar tidak membiarkannya bebas melawan, apalagi sampai memberinya minum. Mustahil!"Kenapa kau tidak panggil aku tadi, Rin? Aku bisa datang membantumu cepat," ucap Lala sambil merapikan rambut sahabatnya itu."Ak
"Kau sudah mencarinya ke seluruh kota ini?" tanya Levis.Pria itu sangat marah saat mendengar nama Arin menghilang. Baru saja dia kepikiran untuk memberinya pelajaran dan sekarang semua yang sudah dia rencanakan gagal sepenuhnya. Dia menatap sekretaris pribadinya itu dengan tatapan sengit. Mana mungkin dia akan membiarkan gadis itu pergi tanpa izinnya. Maka, kemanapun gadis itu pergi, dia akan tetap bisa menemukannya. Inilah janji nyata seorang Levis Mouse yang tak terkalahkan."Saya sudah berusaha mencari, Tuan. Namun, keberadaan Nona Arin memang tidak bisa dilacak. Kemungkinan seseorang telah merencanakan ini semua dengan baik, Tuan.""Sialan!"Levis Mouse tidak akan menyangka bahwa gadis itu benar-benar membuat kesalahan yan akan memberinya pelajaran hidup. Entah apa yang sudah dipikirkannya sampai berani melakukan itu. Dan inilah yang ingin dilakukan olehnya, membuat gadis itu sampai sengsara dan tidak ada harapan baginya untuk hidup."Kalian harus mencarinya! Kalau sampai hari in
"Evander!" bentak seorang wanita setengah baya pada seorang putranya yang masih tertidur pulas di ranjang.Anaknya itu langsung terbangun saat mendengar suara ibunya yang keras. Matanya yang masih dalam keadaan mengantuk berusaha membuka mata lebar-lebar untuk menatap ibunya."Ada apa, Mom? Malam-malam begini membangunkan, Evan," rengek anak manjanya itu."Kau tidak boleh terus-terusan begini, Evan! Kau tidak lihat sekarang apa yang sudah direncanakan Levis, anak gundik itu?"Evander ingin mendengar, namun matanya terus ditarik untuk tidur. Dia tidak menghiraukan ucapan ibunya yang sedang marah. Wanita itu tidak tinggal diam saat melihat putranya sendiri tidak mendengarkannya. Dia merasa kesal dan menjewer kupingnya."Arggh, sakit Mom..." Evan meringis kesakitan. Kupingnya terasa panas. Sudah pasti memerah akibat jeweran ibunya yang terlalu kuat."Makanya dengarkan ibu!" tegasnya.Evan yang tak punya pilihan lain, terpaksa melebarkan matanya dan mendengarkan ibunya berbicara."Iya, ad
"Semalam kau darimana?" tanya Arin dengan raut wajah polos yang masih sungkan terhadap suaminya itu. "Apa urusanmu?" tekan Levis Mouse, suami yang baru satu hari saja bersama setelah pernikahan mereka. Arin mengangkat kepalanya, awalnya dia tak berani menatap, namun dirinya tidak lemah. Dia membusungkan dadanya dan mendekat seolah tak merasakan takut. "Aku adalah istrimu, tentu saja aku berlagak seperti istri di matamu. Meski aku tahu status ku di hidupmu tak pernah ada artinya. Namun, gelar yang kudapat saat menjadi istrimu tentu aku tak akan sia-siakan," ucap Arin tersenyum menantang. "Dan kamu pikir dengan dirimu yang bergemilang harta, aku akan diam, begitu maksudmu?" lanjut gadis itu sangat lantang. Levis Mouse sangat marah. Dia kembali mendekati gadis itu dan mencengangkan erat tangannya. Sedangkan Arin hanya membola, menatap lekat wajah suaminya itu. Perasaannya bertambah kalut. "Apa maksud dari ucapanmu itu gadis jalang? Aku bukan saja seorang suami untukmu, tet
Keesokan harinya, Arin bangun saat mendengar bunyi jam beker. Tangannya meraihnya di atas nakas dan segera mematikannya. Dia melihat sudah pukul tujuh. Matanya yang masih mengantuk mau tidak mau harus membuka matanya, "ssshhh, aww," dia mendesis kesakitan saat bagian kepalanya masih terasa sakit, dia melihat tempat itu sangat berbeda dari kamarnya. Dimanakah dia? Arin mengelilingi setiap sudut kamar, ingin melihat kamar siapakah yang sangat indah itu yang tersusun rapi. Jauh dari kata berantakan yang sering dia lakukan di kamarnya sendiri.Dia berjalan menelusuri bingkai yang ada pada nakas di sebelah kiri ranjang. Dari jaraknya yang beberapa meter sedang mengerutkan kening seakan-akan dia pernah melihatnya. Karena rasa penasaran yang tinggi dia pun mendekatinya. Dan betapa terkejutnya dia saat mengetahui siapa orang di balik foto tersebut."Dia? Apa ini adalah kamarnya?" batin Arin saat tercengang melihatnya.Bagaimana mungkin dia bisa berada di tempat pria itu, sedangkan dia baru sa
"Evander!" bentak seorang wanita setengah baya pada seorang putranya yang masih tertidur pulas di ranjang.Anaknya itu langsung terbangun saat mendengar suara ibunya yang keras. Matanya yang masih dalam keadaan mengantuk berusaha membuka mata lebar-lebar untuk menatap ibunya."Ada apa, Mom? Malam-malam begini membangunkan, Evan," rengek anak manjanya itu."Kau tidak boleh terus-terusan begini, Evan! Kau tidak lihat sekarang apa yang sudah direncanakan Levis, anak gundik itu?"Evander ingin mendengar, namun matanya terus ditarik untuk tidur. Dia tidak menghiraukan ucapan ibunya yang sedang marah. Wanita itu tidak tinggal diam saat melihat putranya sendiri tidak mendengarkannya. Dia merasa kesal dan menjewer kupingnya."Arggh, sakit Mom..." Evan meringis kesakitan. Kupingnya terasa panas. Sudah pasti memerah akibat jeweran ibunya yang terlalu kuat."Makanya dengarkan ibu!" tegasnya.Evan yang tak punya pilihan lain, terpaksa melebarkan matanya dan mendengarkan ibunya berbicara."Iya, ad
"Kau sudah mencarinya ke seluruh kota ini?" tanya Levis.Pria itu sangat marah saat mendengar nama Arin menghilang. Baru saja dia kepikiran untuk memberinya pelajaran dan sekarang semua yang sudah dia rencanakan gagal sepenuhnya. Dia menatap sekretaris pribadinya itu dengan tatapan sengit. Mana mungkin dia akan membiarkan gadis itu pergi tanpa izinnya. Maka, kemanapun gadis itu pergi, dia akan tetap bisa menemukannya. Inilah janji nyata seorang Levis Mouse yang tak terkalahkan."Saya sudah berusaha mencari, Tuan. Namun, keberadaan Nona Arin memang tidak bisa dilacak. Kemungkinan seseorang telah merencanakan ini semua dengan baik, Tuan.""Sialan!"Levis Mouse tidak akan menyangka bahwa gadis itu benar-benar membuat kesalahan yan akan memberinya pelajaran hidup. Entah apa yang sudah dipikirkannya sampai berani melakukan itu. Dan inilah yang ingin dilakukan olehnya, membuat gadis itu sampai sengsara dan tidak ada harapan baginya untuk hidup."Kalian harus mencarinya! Kalau sampai hari in
Arin memperbaiki rambut dan juga penampilannya yang telah hancur. Dia melihat sekelilingnya, matanya tengah mencari keberadaan sahabatnya itu. Tak lama kemudian seseorang yang ditunggu-tunggu pun datang dan menghampirinya. Dia sangat terkejut saat melihat sahabatnya dengan kondisi yang kacau."Kau tidak apa-apa, Rin? Siapa yang telah berbuat hal ini padamu?" tanya sahabatnya yang bernama Lala itu. Wajahnya memperlihatkan bagaimana perasaannya saat ini. Ya khawatir. Dia sangat khawatir dengan keadaan sahabatnya yang hancur.Dia mengelap keringat yang bercucuran di wajah Arin dengan tisu. Kemudian dia mengambil segelas air putih yang terletak di meja dan memberinya pada Arin. Arin pun meminumnya. Dia pastinya sangat haus. Sejak tadi pria yang telah memperlakukan dirinya sangat kasar tidak membiarkannya bebas melawan, apalagi sampai memberinya minum. Mustahil!"Kenapa kau tidak panggil aku tadi, Rin? Aku bisa datang membantumu cepat," ucap Lala sambil merapikan rambut sahabatnya itu."Ak
"Apa yang kurang dariku, Arin? Bukankah kau melihat semua yang ada padaku tidak ada pada yang lain?" Sorot mata yang tajam sedang menghadang tatapan gadis cantik yang tengah gemetar menghadapinya."Anda memang memiliki segalanya, tapi aku tidak tertarik sama sekali!" Keberanian macam apa itu? Bisa-bisanya Arin mengatakan langsung pada pria yang hanya memiliki kesabaran setipis tisu."Menikah denganku atau kuserahkan pada mereka!"Arin semakin takut. Dia melihat banyak pria di arena club seperti zombie yang kehausan darah. Manik mata Arin hanya menatap nanar pada sosok pria yang tengah mengancam dirinya."Apa maumu, Tuan Levis Mouse?!" tegas Arin semakin berani. Jika memilih diam dan membiarkan pria itu menginjak-injak harga dirinya tentu bukan namanya Arin."Aku tidak akan mengulang perkataan ku lagi setelah ini. Aku ingin kau jadi milikku sampai aku nantinya tidak memerlukan dirimu lagi. Kau hanya perlu berbalas budi padaku!"Deg!Jantung Arin mendadak berhenti. Dia merasakan napasny