"Kau sudah mencarinya ke seluruh kota ini?" tanya Levis.
Pria itu sangat marah saat mendengar nama Arin menghilang. Baru saja dia kepikiran untuk memberinya pelajaran dan sekarang semua yang sudah dia rencanakan gagal sepenuhnya. Dia menatap sekretaris pribadinya itu dengan tatapan sengit. Mana mungkin dia akan membiarkan gadis itu pergi tanpa izinnya. Maka, kemanapun gadis itu pergi, dia akan tetap bisa menemukannya. Inilah janji nyata seorang Levis Mouse yang tak terkalahkan."Saya sudah berusaha mencari, Tuan. Namun, keberadaan Nona Arin memang tidak bisa dilacak. Kemungkinan seseorang telah merencanakan ini semua dengan baik, Tuan.""Sialan!"Levis Mouse tidak akan menyangka bahwa gadis itu benar-benar membuat kesalahan yan akan memberinya pelajaran hidup. Entah apa yang sudah dipikirkannya sampai berani melakukan itu. Dan inilah yang ingin dilakukan olehnya, membuat gadis itu sampai sengsara dan tidak ada harapan baginya untuk hidup."Kalian harus mencarinya! Kalau sampai hari ini tidak ketemu juga, maka jangan salahkan aku kalau kalian yang akan kuhabisi," ancam Levis Mouse tanpa ampun. Dia mengeratkan genggaman tangannya dan mengembuskan napas kasar."Baik, Tuan. Kami akan berusaha semaksimal mungkin. Kalau kami sampai tidak menemukan Nona Arin sampai batas hari ini, maka kami akan menerima hukuman yang akan kami terima," janji sekretaris pribadinya itu yang bernama Rehan.Dia adalah sekretaris pribadinya yang juga sudah dianggap seperti saudara kandung. Namun, ini bukan masalah tentang dianggap atau tidak, ini masalah serius yang harus dilakukan dengan baik dan profesional.Rehan keluar dari ruangan Levis. Dia menuju salah satu tempat yang biasanya mereka lakukan untuk berkumpul. Janji yang telah dia ucapkan pada tuannya tidak boleh gagal lagi. Apalagi, ini menyangkut martabat dirinya. Dari dulu dia tak pernah melakukan kesalahan jika sedang bekerja. Semua dia dapat taklukkan sekuat apapun musuh dan sesulit apa yang akan dia tempuh."Kalian semua, aku perintahkan kalian untuk segera mencari Nona Arin! Kalau kalian tidak dapat juga sampai batas hari ini, jangan sampai pulang! Lebih baik kalian tidak pulang daripada menyerahkan diri kepada Tuan Levis!!!" Rehan memberi peringatan pada semua yang berkumpul di sana. "Kalian tahu kan kalau kalian sampai gagal kali ini?" tanyanya berusaha mengingatkan lagi tujuan mereka ada disitu."Kami tahu, Tuan Rehan. Kami tidak akan mengecewakan Anda. Kami akan mencari keberadaan Nona Arin sampai ke ujung dunia sekalipun, kami akan menemukannya."Rehan hanya tersenyum tipis. "Bagus. Kalian jangan sampai mengecewakan saya. Saya sangat percaya pada kemampuan kalian semua, mana mungkin kalian akan mengecewakan saya secara kalian adalah anak buah pilihan saya," puji Rehan yang membuat mereka semakin percaya diri."Baik, Tuan. Sudah saatnya kami pergi mencari ke seluruh kota Kane. Jika kami belum menemukannya juga, maka kami akan menyerahkan diri hidup-hidup untuk dipersembahkan kepada Tuan Levis Mouse," janji mereka. Kemudian mereka pergi meninggalkan Rehan sendiri.Rehan kemudian menghubungi temannya yang lain yang berada di Club. Siapa tahu mereka menemukan jejak di sana. Karena sudah pasti cara ini ada jalannya."Halo, Tuan...."Seseorang di balik telepon langsung mengangkat panggilannya. Tanpa basa-basi, Rehan langsung memberitahukan apa yang dia inginkan."Aku ingin kalian mencari tahu atas nama Arindinita," beritahu Rehan."Mengapa dengan nama Nona Arindinita, Tuan? Apa yang ingin kami lakukan dengan Nona itu?"Rehan menjawab langsung to the point. "Nona Arindinita tiba-tiba menghilang dan kami sedang mencari keberadaannya sekarang. Kalau kalian punya waktu untuk membantu, kami sangat bersyukur.""A-apa maksud perkataan, Tuan. Tentu kami akan membantu dengan tulus, Tuan. Kami akan memberitahukan kepada Tuan kemana gadis itu pergi setelahnya.""Oke. Aku akan tunggu hasil dari kerjamu.""Iya, Tuan... Aku—"Tuuutt."Kemana kau sekarang perginya gadis aneh? Kamu pikir bisa lepas dari cengkramanku?" Tidak bisa! Kau tidak bisa pergi lari dariku, karena seluruh tubuhmu itu sudah menjadi milikku," gumam Levis berkutat sambil menyilangkan tangannya, sedangkan cara duduknya yang menyilangkan kaki sambil menggoyangkannya. Tidak sabar baginya untuk segera menemukan gadis itu."Apa mereka belum juga menemukan gadis itu? Ini sudah pukul berapa dan mereka belum juga menemukannya. Selama itukah mereka bekerja?"Dia terus mengucap seorang diri tanpa adanya lawan bicara. Seperti orang gila dia berbicara di ruang kerjanya itu. Menunggu kabar dari anak buahnya yang sampai saat ini belum juga memberinya kabar. Saat matanya mulai menarik diri untuk tidur, beberapa menit kemudian suara dari ponselnya pun berdering. Matanya secepat kilat terbuka dan meraih ponselnya itu dari meja.Tanpa melihat siapa orang itu, dia langsung mengangkatnya buru-buru. "Halo, apa kalian sudah menemukan gadis itu?" tanyanya langsung.Seseorang yang mendengar dari sana juga kaget saat mendengar ucapan dari sang kekasih. Apa maksudnya? Dia sampai mencubit kulitnya untuk membuktikan apakah dia sedang bermimpi atau tidak."Halo, aku sedang berbicara pada kalian. Mengapa kalian diam saja?!"Sang kekasih yang sebagai pendengar cukup mendengar dengan sangat jelas bahwa sang kekasih memang menyebutnya. Dia tak salah mendengar."Apa maksudnya, Sayang? Gadis siapa yang kau maksud? Aku tidak mengerti."Levis segera melihat layar ponselnya. "Lisa." Dan benar saja, yang menghubunginya adalah kekasihnya itu."Kenapa menghubungiku malam-malam begini?" tanya Levis merasa terganggu."Aku cuma bilang rindu, Sayang. Besok kita ketemuan ya Sayang. Aku sudah lama merindukanmu."Lisa memang sangat merindukan Levis. Dia pergi ke luar negeri untuk menempuh pendidikannya selama 5 tahun. Dia akan pulang setelah wisuda nanti dan akan kembali ke dalam pelukan Levis sama seperti sebelumnya. Saat-saat mereka masih pacaran dulu. Kenangan yang sudah terpatri dalam ingatan menghidupkannya lagi dengan segala harapan untuk bisa bertemu dengan sang kekasih segera."Aku masih ada urusan saat ini," balas Levis yang kemudian menutup telponnya.Sang kekasih hanya bisa mengerutkan kening. Tidak biasanya dia diperlakukan seperti itu. Biasanya dia yang selalu menutup telpon duluan, namun sekarang berbeda. Dia merasa ada yang tidak beres dengan sikap Levis yang berbeda dari biasanya.***Setelah dua jam berlalu, Arin yang tadinya pingsan kini kembali sadar. Matanya yang masih meraba-raba melihat keadaan sekitarnya yang sangat kotor. Dan pandangannya langsung tertuju pada seorang laki-laki yang masih diam di tempatnya."Kenapa kau membawaku ke tempat kumuh ini, Kinan?" tanya Arin setelah siuman. Dia diikat kuat di kursi dan kesusahan untuk menggerakkan tubuhnya. Dia menatap wajah pria itu yang masih terlihat seperti bayang-bayang, karena kesadarannya belum sepenuhnya terkumpul."Aku hanya ingin menjauhkanmu dari pria brengsek itu, Arin. Hanya itu saja," jelas Kinan. Pria itu langsung memeluk Arin. Arin bisa menilai sangat jelas dari lekat wajahnya yang terlihat begitu khawatir dengan keadaannya. Saat pria itu melihat Arin yang akhirnya sadar dari beberapa jam yang lalu, dia pun merasa legah.Arin hanya pasrah dipeluk pria itu. Saat ini dia masih tidak mengerti rencana Kinan sampai harus menahannya. Kalau memang karena rindu, tidak seharusnya pria itu mengikatnya."Kinan, tolong lepasin aku. Aku tidak bisa bernapas," lirih Arin yang merasa tubuhnya terasa sakit akibat tubuhnya yang masih terikat kuat sehingga dia merasakan sesak. Dia juga sangat haus. Ditambah kepalanya masih terasa pening membuatnya harus mendesis disaat dia sedang mengingat kejadian semalam."Kau-kau haus, Sayang? Bentar, sebentar aku pergi ambilkan minum dulu," sahut Kinan tergesa-gesa melangkah keluar untuk mengambilkan air minum."Apa yang dia inginkan dariku?" batin Arin penasaran. Dia tak pernah terpikirkan kalau pria itu akan menangkapnya dan mengurungnya di sana."Dia bilang dia ingin menjauhkanku dari pria brengsek itu? Siapa pria brengsek itu? Apakah pria itu?"Pikirannya penuh dengan beribu pertanyaan yang akan dia lontarkan terhadap Kinan. Sungguh dia tak habis pikir dengan jalan pikiran Kinan saat ini. Yang harus dia lakukan adalah bagaimana caranya dia bisa keluar dari tempat itu secepat-cepatnya sebelum pria itu melakukan rencana buruk padanya."Kinan, kau jangan bertindak gegabah! Aku bukan siapa-siapa mu lagi. Aku mohon, Kinan. Tolong bebaskan aku," rintih Arindinita.Dia belum pernah melihat sosok Kinan sampai segila itu. Apa maunya dia juga tidak tahu. Sekarang dia tidak terpikirkan hal lain, selain dirinya yang ingin keluar dari tempat dimana dia terkurung. Gelap sekali. Bahkan bayangan Kinan seperti bayang-bayang saja. Beruntung Kinan berkulit putih, sehingga dia masih terlihat, meskipun di tengah kegelapan sekalipun."Kinan, aku mohon. Tolong lepaskan aku," pinta Arin sembari menitikkan air mata."TIDAK!" Tolakan Kinan menyatakan semburan api yang menyala-nyala membakar tubuhnya. Barangkali Kinan berpikir bahwa Arin akan menyerah dan kembali lagi padanya."Aku takut pada kegelapan," lirih Arin tengah menengadah. Dia merasa kehausan. Menatap ekor mata yang masih penuh harap untuknya.Arin tahu isi hati dari pria itu. Namun, biar gimanapun caranya Kinan datang untuk meluluhkan hatinya, dia tak akan pernah luluh lagi. Dia sudah menghilangkan rasa cintanya pada Kinan."Apa karena pria itu?"Deg!Jantung Arin mendadak terkejut mendengar penuturan Kinan yang tiba-tiba menyebut seseorang yang tengah memberinya neraka bukan dunia percintaan yang dia inginkan selama ini."Apa maksud dari perkataan mu ini, Kinan? Aku bahkan tidak mengenalnya," sanggah Arin. Dia berkata jujur. Dia bahkan baru bertemu dengannya, jadi mana mungkin dirinya sampai menjalin hubungan dengan pria tersebut."Aku tidak percaya kau tidak mengenalnya! Kau adalah gadis yang terlihat sederhana padahal kau sedang menginginkan seorang pendamping yang kaya raya 'kan?" tekan Kinan."A-aku berkata jujur K—"Kinan langsung menyerangnya. "Bulshit! Buang semua omong kosong mu itu! Bukankah kau dulu meninggalkan ku karena pria yang lebih kaya dariku? Jangan membohongi ku lagi," decit Kinan tanpa memberinya kesempatan untuk membela diri."Terserah apa yang kau bilang, tapi kau tidak punya hak melakukan ini padaku. Kau telah menculik ku, Kinan. Jangan lakukan hal yang akan merugikan mu di masa depan. Tolong, lepaskan aku. Aku janji, aku tidak akan membawa ini ke jalur hukum," bujuk Arin. Namun tidak berhasil."Tidak. Aku tidak akan tertipu lagi," ucap Kinan, sedangkan Arin hanya bisa menatap dengan wajah lesu dan pucat. Matanya kembali menitikkan air mata yang sempat tertahan."Evander!" bentak seorang wanita setengah baya pada seorang putranya yang masih tertidur pulas di ranjang.Anaknya itu langsung terbangun saat mendengar suara ibunya yang keras. Matanya yang masih dalam keadaan mengantuk berusaha membuka mata lebar-lebar untuk menatap ibunya."Ada apa, Mom? Malam-malam begini membangunkan, Evan," rengek anak manjanya itu."Kau tidak boleh terus-terusan begini, Evan! Kau tidak lihat sekarang apa yang sudah direncanakan Levis, anak gundik itu?"Evander ingin mendengar, namun matanya terus ditarik untuk tidur. Dia tidak menghiraukan ucapan ibunya yang sedang marah. Wanita itu tidak tinggal diam saat melihat putranya sendiri tidak mendengarkannya. Dia merasa kesal dan menjewer kupingnya."Arggh, sakit Mom..." Evan meringis kesakitan. Kupingnya terasa panas. Sudah pasti memerah akibat jeweran ibunya yang terlalu kuat."Makanya dengarkan ibu!" tegasnya.Evan yang tak punya pilihan lain, terpaksa melebarkan matanya dan mendengarkan ibunya berbicara."Iya, ad
Keesokan harinya, Arin bangun saat mendengar bunyi jam beker. Tangannya meraihnya di atas nakas dan segera mematikannya. Dia melihat sudah pukul tujuh. Matanya yang masih mengantuk mau tidak mau harus membuka matanya, "ssshhh, aww," dia mendesis kesakitan saat bagian kepalanya masih terasa sakit, dia melihat tempat itu sangat berbeda dari kamarnya. Dimanakah dia? Arin mengelilingi setiap sudut kamar, ingin melihat kamar siapakah yang sangat indah itu yang tersusun rapi. Jauh dari kata berantakan yang sering dia lakukan di kamarnya sendiri.Dia berjalan menelusuri bingkai yang ada pada nakas di sebelah kiri ranjang. Dari jaraknya yang beberapa meter sedang mengerutkan kening seakan-akan dia pernah melihatnya. Karena rasa penasaran yang tinggi dia pun mendekatinya. Dan betapa terkejutnya dia saat mengetahui siapa orang di balik foto tersebut."Dia? Apa ini adalah kamarnya?" batin Arin saat tercengang melihatnya.Bagaimana mungkin dia bisa berada di tempat pria itu, sedangkan dia baru sa
"Semalam kau darimana?" tanya Arin dengan raut wajah polos yang masih sungkan terhadap suaminya itu. "Apa urusanmu?" tekan Levis Mouse, suami yang baru satu hari saja bersama setelah pernikahan mereka. Arin mengangkat kepalanya, awalnya dia tak berani menatap, namun dirinya tidak lemah. Dia membusungkan dadanya dan mendekat seolah tak merasakan takut. "Aku adalah istrimu, tentu saja aku berlagak seperti istri di matamu. Meski aku tahu status ku di hidupmu tak pernah ada artinya. Namun, gelar yang kudapat saat menjadi istrimu tentu aku tak akan sia-siakan," ucap Arin tersenyum menantang. "Dan kamu pikir dengan dirimu yang bergemilang harta, aku akan diam, begitu maksudmu?" lanjut gadis itu sangat lantang. Levis Mouse sangat marah. Dia kembali mendekati gadis itu dan mencengangkan erat tangannya. Sedangkan Arin hanya membola, menatap lekat wajah suaminya itu. Perasaannya bertambah kalut. "Apa maksud dari ucapanmu itu gadis jalang? Aku bukan saja seorang suami untukmu, tet
"Apa yang kurang dariku, Arin? Bukankah kau melihat semua yang ada padaku tidak ada pada yang lain?" Sorot mata yang tajam sedang menghadang tatapan gadis cantik yang tengah gemetar menghadapinya."Anda memang memiliki segalanya, tapi aku tidak tertarik sama sekali!" Keberanian macam apa itu? Bisa-bisanya Arin mengatakan langsung pada pria yang hanya memiliki kesabaran setipis tisu."Menikah denganku atau kuserahkan pada mereka!"Arin semakin takut. Dia melihat banyak pria di arena club seperti zombie yang kehausan darah. Manik mata Arin hanya menatap nanar pada sosok pria yang tengah mengancam dirinya."Apa maumu, Tuan Levis Mouse?!" tegas Arin semakin berani. Jika memilih diam dan membiarkan pria itu menginjak-injak harga dirinya tentu bukan namanya Arin."Aku tidak akan mengulang perkataan ku lagi setelah ini. Aku ingin kau jadi milikku sampai aku nantinya tidak memerlukan dirimu lagi. Kau hanya perlu berbalas budi padaku!"Deg!Jantung Arin mendadak berhenti. Dia merasakan napasny
Arin memperbaiki rambut dan juga penampilannya yang telah hancur. Dia melihat sekelilingnya, matanya tengah mencari keberadaan sahabatnya itu. Tak lama kemudian seseorang yang ditunggu-tunggu pun datang dan menghampirinya. Dia sangat terkejut saat melihat sahabatnya dengan kondisi yang kacau."Kau tidak apa-apa, Rin? Siapa yang telah berbuat hal ini padamu?" tanya sahabatnya yang bernama Lala itu. Wajahnya memperlihatkan bagaimana perasaannya saat ini. Ya khawatir. Dia sangat khawatir dengan keadaan sahabatnya yang hancur.Dia mengelap keringat yang bercucuran di wajah Arin dengan tisu. Kemudian dia mengambil segelas air putih yang terletak di meja dan memberinya pada Arin. Arin pun meminumnya. Dia pastinya sangat haus. Sejak tadi pria yang telah memperlakukan dirinya sangat kasar tidak membiarkannya bebas melawan, apalagi sampai memberinya minum. Mustahil!"Kenapa kau tidak panggil aku tadi, Rin? Aku bisa datang membantumu cepat," ucap Lala sambil merapikan rambut sahabatnya itu."Ak
"Semalam kau darimana?" tanya Arin dengan raut wajah polos yang masih sungkan terhadap suaminya itu. "Apa urusanmu?" tekan Levis Mouse, suami yang baru satu hari saja bersama setelah pernikahan mereka. Arin mengangkat kepalanya, awalnya dia tak berani menatap, namun dirinya tidak lemah. Dia membusungkan dadanya dan mendekat seolah tak merasakan takut. "Aku adalah istrimu, tentu saja aku berlagak seperti istri di matamu. Meski aku tahu status ku di hidupmu tak pernah ada artinya. Namun, gelar yang kudapat saat menjadi istrimu tentu aku tak akan sia-siakan," ucap Arin tersenyum menantang. "Dan kamu pikir dengan dirimu yang bergemilang harta, aku akan diam, begitu maksudmu?" lanjut gadis itu sangat lantang. Levis Mouse sangat marah. Dia kembali mendekati gadis itu dan mencengangkan erat tangannya. Sedangkan Arin hanya membola, menatap lekat wajah suaminya itu. Perasaannya bertambah kalut. "Apa maksud dari ucapanmu itu gadis jalang? Aku bukan saja seorang suami untukmu, tet
Keesokan harinya, Arin bangun saat mendengar bunyi jam beker. Tangannya meraihnya di atas nakas dan segera mematikannya. Dia melihat sudah pukul tujuh. Matanya yang masih mengantuk mau tidak mau harus membuka matanya, "ssshhh, aww," dia mendesis kesakitan saat bagian kepalanya masih terasa sakit, dia melihat tempat itu sangat berbeda dari kamarnya. Dimanakah dia? Arin mengelilingi setiap sudut kamar, ingin melihat kamar siapakah yang sangat indah itu yang tersusun rapi. Jauh dari kata berantakan yang sering dia lakukan di kamarnya sendiri.Dia berjalan menelusuri bingkai yang ada pada nakas di sebelah kiri ranjang. Dari jaraknya yang beberapa meter sedang mengerutkan kening seakan-akan dia pernah melihatnya. Karena rasa penasaran yang tinggi dia pun mendekatinya. Dan betapa terkejutnya dia saat mengetahui siapa orang di balik foto tersebut."Dia? Apa ini adalah kamarnya?" batin Arin saat tercengang melihatnya.Bagaimana mungkin dia bisa berada di tempat pria itu, sedangkan dia baru sa
"Evander!" bentak seorang wanita setengah baya pada seorang putranya yang masih tertidur pulas di ranjang.Anaknya itu langsung terbangun saat mendengar suara ibunya yang keras. Matanya yang masih dalam keadaan mengantuk berusaha membuka mata lebar-lebar untuk menatap ibunya."Ada apa, Mom? Malam-malam begini membangunkan, Evan," rengek anak manjanya itu."Kau tidak boleh terus-terusan begini, Evan! Kau tidak lihat sekarang apa yang sudah direncanakan Levis, anak gundik itu?"Evander ingin mendengar, namun matanya terus ditarik untuk tidur. Dia tidak menghiraukan ucapan ibunya yang sedang marah. Wanita itu tidak tinggal diam saat melihat putranya sendiri tidak mendengarkannya. Dia merasa kesal dan menjewer kupingnya."Arggh, sakit Mom..." Evan meringis kesakitan. Kupingnya terasa panas. Sudah pasti memerah akibat jeweran ibunya yang terlalu kuat."Makanya dengarkan ibu!" tegasnya.Evan yang tak punya pilihan lain, terpaksa melebarkan matanya dan mendengarkan ibunya berbicara."Iya, ad
"Kau sudah mencarinya ke seluruh kota ini?" tanya Levis.Pria itu sangat marah saat mendengar nama Arin menghilang. Baru saja dia kepikiran untuk memberinya pelajaran dan sekarang semua yang sudah dia rencanakan gagal sepenuhnya. Dia menatap sekretaris pribadinya itu dengan tatapan sengit. Mana mungkin dia akan membiarkan gadis itu pergi tanpa izinnya. Maka, kemanapun gadis itu pergi, dia akan tetap bisa menemukannya. Inilah janji nyata seorang Levis Mouse yang tak terkalahkan."Saya sudah berusaha mencari, Tuan. Namun, keberadaan Nona Arin memang tidak bisa dilacak. Kemungkinan seseorang telah merencanakan ini semua dengan baik, Tuan.""Sialan!"Levis Mouse tidak akan menyangka bahwa gadis itu benar-benar membuat kesalahan yan akan memberinya pelajaran hidup. Entah apa yang sudah dipikirkannya sampai berani melakukan itu. Dan inilah yang ingin dilakukan olehnya, membuat gadis itu sampai sengsara dan tidak ada harapan baginya untuk hidup."Kalian harus mencarinya! Kalau sampai hari in
Arin memperbaiki rambut dan juga penampilannya yang telah hancur. Dia melihat sekelilingnya, matanya tengah mencari keberadaan sahabatnya itu. Tak lama kemudian seseorang yang ditunggu-tunggu pun datang dan menghampirinya. Dia sangat terkejut saat melihat sahabatnya dengan kondisi yang kacau."Kau tidak apa-apa, Rin? Siapa yang telah berbuat hal ini padamu?" tanya sahabatnya yang bernama Lala itu. Wajahnya memperlihatkan bagaimana perasaannya saat ini. Ya khawatir. Dia sangat khawatir dengan keadaan sahabatnya yang hancur.Dia mengelap keringat yang bercucuran di wajah Arin dengan tisu. Kemudian dia mengambil segelas air putih yang terletak di meja dan memberinya pada Arin. Arin pun meminumnya. Dia pastinya sangat haus. Sejak tadi pria yang telah memperlakukan dirinya sangat kasar tidak membiarkannya bebas melawan, apalagi sampai memberinya minum. Mustahil!"Kenapa kau tidak panggil aku tadi, Rin? Aku bisa datang membantumu cepat," ucap Lala sambil merapikan rambut sahabatnya itu."Ak
"Apa yang kurang dariku, Arin? Bukankah kau melihat semua yang ada padaku tidak ada pada yang lain?" Sorot mata yang tajam sedang menghadang tatapan gadis cantik yang tengah gemetar menghadapinya."Anda memang memiliki segalanya, tapi aku tidak tertarik sama sekali!" Keberanian macam apa itu? Bisa-bisanya Arin mengatakan langsung pada pria yang hanya memiliki kesabaran setipis tisu."Menikah denganku atau kuserahkan pada mereka!"Arin semakin takut. Dia melihat banyak pria di arena club seperti zombie yang kehausan darah. Manik mata Arin hanya menatap nanar pada sosok pria yang tengah mengancam dirinya."Apa maumu, Tuan Levis Mouse?!" tegas Arin semakin berani. Jika memilih diam dan membiarkan pria itu menginjak-injak harga dirinya tentu bukan namanya Arin."Aku tidak akan mengulang perkataan ku lagi setelah ini. Aku ingin kau jadi milikku sampai aku nantinya tidak memerlukan dirimu lagi. Kau hanya perlu berbalas budi padaku!"Deg!Jantung Arin mendadak berhenti. Dia merasakan napasny