“Kita kehilangan dia,” ujar Hakya pelan.Hal yang paling menyedihkan adalah saat mereka harus kehilangan salah satu temannya. Orang yang bernama Iksan tidak bisa diselamatkan, dan dia harus meninggal di tengah hutan belantara itu.Semua anggota bersedih, dan yang masih dalam kondisi sekarat tampak mulai mengalami ketakutan seperti yang dialami oleh Iksan. Dia meninggal dan seluruh tubuhnya menghitam, itu karena dia terkena sihir jahat dari anggota ilmu hitam.“Apa yang akan kita lakukan?” tanya Hofat pelan, karena Iksan memang termasuk kedalam murid yang berada di dalam kelompoknya. Tentunya dia merasakan kehilangan yang sangat mendalam.Mereka semua pastinya tidak menyangka kalau akhirnya mereka akan kehilangan salah satu temannya. “Dengan terpaksa kita akan menguburkan Iksan disini, karena tidak mungkin kita akan membawanya keluar, apalagi untuk sampai ke bukit tunggal itu sangat jauh,” jawab Hakya memutuskan.Karena mau tidak mau mereka harus meninggalkan Iksan di hutan ini, meski
“Kalian sudah siap?” tanya Hakya kepada semua anggotanya.Mereka telah memutuskan kalau pagi ini mereka akan segera meninggalkan hutan rimba itu, dan memulai perjalanan menuju ke daerah tempat tinggal Iksan untuk menyerahkan abu Iksan agar disimpan oleh keluarganya.“Siap, Guru!” jawab mereka serentak.“Siapa yang membawa abu Iksan?” tanya Hakya lagi.“Saya sendiri, Guru,” jawab Hofat yang terlihat memegang sebuah wadah yang berisi abu salah satu anggotanya.“Baiklah, Hofat berada di barisan tengah. Jirat yang memimpin di depan, saya berada paling belakang,” ujar Hakya mengatur formasi mereka dalam perjalanan ini. Mereka berharap dapat menyelesaikan perjalanan ini dengan waktu yang cepat. Karena Hakya juga sudah sangat merindukan Kanaya, entah bagaimana kabarnya kini. Bahkan Hakya tidak bisa melihat Kanaya dalam meditasinya.Mereka berjalan dengan penuh semangat. Hofat membawa abu Iksan dengan sangat berhati-hati, karena memang dia tahu Iksan adalah anak yang baik. Mungkin sudah takdi
Langit biru cerah menyambut mereka, meskipun hari sudah sore. Dan banyak sekali penduduk yang menyambut kedatangan mereka.“Ada apa ini?” tanya Hakya merasa keheranan.“Kami menyambut kedatangan kalian dan kedatangan anak kami Iksan,” jawab salah seorang bapak paruh baya, meskipun raut wajahnya tampak sedih, namun dia tetap menyunggingkan senyuman di bibirnya.Dan akhirnya Hakya tahu kalau itu adalah ayahnya Iksan. Mereka semua sudah mendengar berita yang menyebar dari mulut ke mulut kalau Hakya dan seluruh anggotanya sedang menuju ke desa mereka karena ada salah satu pemuda di desa itu yang ikut tergabung menjadi anggota Hakya dan sekarang meninggal.“Maafkan kami pak, kami tidak bisa menyelamatkan Iksan. Tapi, kami akui dia orang yang kuat dan juga baik. Dia meninggal setelah kita berhasil mengalahkan ilmu hitam. Dan karena jarak yang cukup jauh, kami hanya bisa menyerahkan abunya saja,” ucap Hakya sembari menyerahkan guci yang berisi abu Iksan kepada kedua orang tuanya.Meskipun su
Semakin jauh mereka melangkah, semakin berkurang anggota yang melakukan perjalanan. Hingga akhirnya, hanya Hakya yang tersisa.Berjalan seorang diri melanjutkan perjalanan hingga bukit tunggal. Tidak lupa Hakya membeli beberapa barang yang akan dijadikan hadiah buat Kanaya nanti, agar dia merasa senang."Tidak sabar rasanya untuk bertemu dengan Kanaya," gumam Hakya setelah menyimpan barang-barang pembeliannya ke dalam tas nya.Dia melanjutkan perjalanan sembari mengamati aktifitas masyarakat yang mulai sibuk dengan ladang mereka, karena tanah yang semula kering kerontang sekarang mulai tumbuh subur.Rumput-rumput mulai terlihat hijau, bahkan mata air mulai mengalir lagi walaupun masih terlihat sangat kecil."Dewa, apakah engkau memberikan hadiah kepada manusia?" tanya Hakya lagi.Di dalam hatinya, Hakya berharap kalau semua ini karena Kanaya hamil. Dan itu artinya ramuan yang dia buat berhasil."Aku berharap kalau semua ini karena keberhasilan dari ramuan itu. Semoga Kanaya segera sem
“Suara apa itu?” tanya Hakya melihat ke belakang, dan tidak melihat apapun. Sehingga membuat Hakya kembali melanjutkan perjalanannya menuju ke puncak bukit tunggal.Hakya sudah tidak sabar untuk berjumpa dengan istrinya itu, karena sudah begitu lama dia tinggalkan. Sepanjang perjalanan tanah semua basah, sepertinya memang cukup sering turun hujan disana. Dan itu semakin membuat Hakya penasaran.Bau rumput basah dan tanaman-tanaman yang lainnya menemani perjalanan Hakya menuju ke atas bukit. Sementara itu di kaki bukit, ada sekitar sepuluh orang sedang berusaha untuk memasuki area bukit tunggal, namun mereka sepertinya terus terpental dari memang bukit itu di jaga dan di proteksi dengan ketat.Mereka itu adalah Putra Mahkota, dari kerajaan Ilmu Hitam yang bernama Zarkya beserta dengan beberapa pengawalnya. Mereka baru saja pulang dari melaksanakan tugas yang diberikan oleh Ratu. Dan saat akan kembali ke istana, semuanya sudah berubah. Istana mereka sudah berubah, dan saat mereka menc
Zarkya dan pengawalnya akhirnya tinggal di pemukiman yang dekat dengan bukit tunggal. Mereka akan menunggu Hakya yang akan turun dari bukit. Dan saat ini Zarkya merasa menyesal tidak membunuh Hakya sebelum Hakya tiba di bukit itu.“Dia telah membunuh semua orang dari kelompok ilmu hitam, bahkan istana dan pertambangan milik ilmu hitam semuanya lenyap. Kemana aku harus kembali? Dan apakah aku akan diam saja?” tanya Zarkya yang semakin kesal saat dia mengingat semua hilang tanpa sisa.Zarkya tidak tahu dimana keberadaan ibunya, apa memang mati seperti yang dikatakan oleh warga atau ibunya bisa menyelamatkan diri.“Aku penasaran dia sebenarnya sesakti apa sampai-sampai semua kalah. Kalau dilihat dari postur tubuhnya dia bukanlah apa-apa,” ujar Zarkya lagi sembari duduk di dalam gubuk tempat tinggal mereka.“Menurut cerita yang saya dapatkan, saat mereka menyerang pertambangan, ada beberapa orang yang berhasil selamat, Yang Mulia. Namun, tidak ada seorangpun yang tahu dimana keberadaan or
Hakya memanggil Kanaya dengan pelan, dia tidak ingin mengejutkan sang istri yang sedang asyik bermain dengan beberapa ekor kupu-kupu itu.Kanaya melihat ke arah Hakya, seketika sebuah cahaya terang terpancar di wajah Kanaya.Hakya semakin heran dengan pandangan di depan matanya, bahkan berkali-kali dia mengucek matanya untuk memastikan kalau apa yang dia lihat ini adalah nyata."Apakah ini semua nyata? Kenapa berubah dalam sekejap. Aku meninggalkan bukit ini hanya sekitar tiga bulan, tapi rasanya sungguh berbeda. Kanaya yang bersinar saking cantiknya," gumam Hakya yang masih berdiri mematung di tempatnya."Hakya!" panggil Kanaya tidak percaya kalau suaminya itu sudah kembali.Hakya segera mendekat ke arah Kanaya dan memeluknya erat. Bahkan wangi tubuh Kanaya sungguh membuatnya tidak ingin melepaskan pelukan tersebut."Kamu cantik sekali dan wangi," puji Hakya yang kemudian mengecup lembut kening Kanaya.Kanaya hanya tersenyum dan mengajak Hakya untuk kembali di dalam rumah mereka."Te
"Jadi, aku tidak bisa berbohong kalau ada maunya?" tanya Hakya lagi dengan menahan senyumannya."Muka kamu sudah kelihatan kalau ada maunya," jawab Kanaya.Hakya hanya tertawa mendengar apa yang disampaikan oleh Kanaya. Karena sebenarnya Hakya bukan kesana tujuannya, dia ingin memancing agar Kanaya sendiri yang cerita bagaimana dengan ramuannya. Karena Hakya takut kalau dia bertanya, maka Kanaya akan merasa terbebani, seolah-olah Hakya memaksa dia untuk segera hamil. Padahal Hakya hanya ingin tahu mengapa Dewa memberikannya hadiah san juga Dewa memberikan hujan dan kesuburan pada tanah, apakah hukuman untuknya sudah berakhir?"Sudah siap," ujar Kanaya berteriak kegirangan saat makanan mereka sudah siap.Hakya hanya menuruti saja dengan apa yang diajak oleh Kanaya. Mereka menikmati makan malam yang begitu hangat. Dengan embusan angin malam, wangi dari bunga-bunga yang mekar itu semakin menggoda. "Bunga-bunganya wangi sekali. Sejak kecil disini, tapi kali ini aku merasa kalau bunga in
"Astaga Zanaya! Kamu bisa duduk diam, gak?!" bentak Kanaya kepada Zanaya yang mencecar Kafka dengan pertanyaan, padahal Kafka baru saja sadar."Kenapa? Kamu gak khawatir sama ayah? Kamu mau ayah mati di tangan suami kamu ini?" tanya Zanaya lagi."Za-Naya…," panggil Kafka lemah.Mendengar suara Kafka membuat Farah dan Zanaya hanya terdiam menutup mulutnya. Mereka tidak percaya kalau Kafka bisa berbicara.Selama ini Kafka jangankan memanggil nama anak dan istrinya, mengeluarkan suara sedikit saja tidak bisa."Iya ayah, ayah bisa bicara lagi?" tanya Zanaya kemudian.Kafka mengangguk dan menatap ke arah Kanaya dan Hakya secara beegantian."Terima kasih, Hakya," ujar Kafka dengan suara yang pelan. Karena tubuhnya masih sangat lemah."Iya ayah, ayah jangan banyak gerak dulu," jawab Hakya."Sayang, kamu sudah siap kan sup hangat yang tadi aku minta buatkan? Kalau sudah tolong suapin ayah makan dengan nasi yang lembut ya," ujar Hakya kepada Kanaya.Kanaya menganggukkan kepalanya dan segera men
"Hakya, apa yang terjadi dengannya?" tanya Farah khawatir saat melihat Kafka terkulai lemah tidak berdaya.Hakya yang masih tampak terengah-engah memeriksa semua nadi Kafka. Dia tidak bisa membayangkan kalau Kafka akan meninggal saat semua ikatannya terlepas."Ayah, hanya pingsan. Mungkin karena terlalu lama menahan sakit. Terus saja kompres kepala ayah," ujar Hakya kemudian setelah memastikan nadi Kafka masih berdenyut normal."Apa kamu yakin?" tanya Farah yanh seolah tidak percaya, karena dia melihat Kafka tidak menunjukkan pergerakan sama sekali."Iya bu, ayah terlalu lelah menahan sakitnya. Karena seperti yang Hakya katakan ini, ini terasa sangat sakit dan rasa nyawa sudah di ujung kepala. Tapi, sebentar lagi ayah akan sadar," jawab Hakya yang tampak menyeka keringat yang membanjiri wajahnya.Farah hanya mengangguk, dia memberikan kepercayaan kepada Hakya. Dan berharap kalau Kafka akan segera sadar."Tapi, apakah semua berhasil kamu lepaskan, Hakya?" tanya Farah lagi."Iya bu. Sem
“Ini sangat sakit,” lanjut Hakya.Kafka tampak mengangguk, dan Hakya meminta izin kepada Farah. Karena dia takut kalau nanti akan disangka membunuh Kafka. Karena rasa sakit yang ditimbulkan itu adalah sangat luar biasa seperti nyawa akan terlepas dari tubuh saking sakitnya.“Lakukan, Hakya,” jawab Farah kemudian sambil mengangguk.“Tapi, ini sangat sakit bu. Kalau ibu tidak sanggup melihat ayah kesakitan, ibu bisa tunggu di luar saja,” ujar Hakya kemudian.“Tapi, kamu yakin ini bisa lepas?” tanya Farah penasaran.“Iya. Semua yang dipasang oleh Ratu Ilmu Hitam itu harus perlahan-lahan di lepaskan, dan itu membutuhkan waktu yang lama tergantung cara mengikatnya. Selama proses itu ayah akan merasa sangat kesakitan, bahkan bisa jadi muntah ataupun membuang kotoran tanpa di sengaja saking sakitnya,” jelas Hakya.“Ibu akan disini saja,” jawab Farah.Hakya hanya mengangguk.“Bisa dipastikan Zanaya tidak masuk kesini ya bu, nanti dia salah sangka dan membuat semuanya tidak berhasil,” ujar Hak
Hakya dan Kanaya tampak menunduk dan berusaha meraih tangan Farah, dan tidak ada penolakan dari Farah.“Maafkan kami, ibu,” ujar Hakya kemudian diikuti juga oleh Kanaya yang meminta maaf.Sementara itu Hanaya yang berada di dalam gendongan Kanaya hanya terdiam, dia bingung melihat kedua orang tuanya yang tampak sedang serius meminta maaf. “Hanaya, ini nenek. Kamu salim tangannya,” ujar Hakya kepada Hanaya dan meminta Kanaya menurunkan Hanaya dari gendongannya.Farah menatap wajah Hanaya dengan pancaran mata harus, namun dia masih belum menjawab apapun.“Ne-nek,” ujar Hanaya dengan suara yang terbata-bata mengeja dengan benar. Sepertinya dia masih sangat penasaran dengan Farah sehingga dia menarik-narik tangan Farah membuat neneknya itu tersadar.“Cucu nenek…,” ujar Farah kemudian yang langsung memeluk Hanaya dengan erat dan airmata jatuh saat menciumi wajah lembut Hanaya.Hanaya hanya mengangguk dan berusaha melepaskan pelukan Farah, karena memang dia belum mengenal siapa Farah yang
“Hei cantik sini,” panggil ibu-ibu penjual dengan ramah saat melihat Hanaya menunjuk ke lapak jualannya.Hakya dan Kanaya hanya bisa terdiam melihat tempat yang ditujukan oleh Hanaya. Ternyata dia menuju ke penjual roti basah. Mungkin bau roti basah itu memancing Hanaya untuk berjalan menuju ke arah sana.“Hanaya mau roti?” tanya Kanaya lembut.“Iya,” jawab Hanaya sambil menganggukkan kepalanya.Hakya juga ikutan mendekat, dan pandangannya bertemu dengan penjual roti basah itu.“Wah, ini Hakya?” tanya penjual itu kepada Hakya dengan sangat antusias.Hakya menganggukkan kepalanya, dia tidak menyangka kalau ternyata bau roti basah buatan ibu itu yang membuat Hanaya berjalan memasuki pasar itu. “Wah si cantik ini pasti anaknya yang menyukai roti basah?” tanya ibu itu lagi.“Iya bu, kemarin dia senang banget saat makan roti basah yang masih hangat, bahkan ini dia berjalan dengan sendirinya,” jawab Kanaya sambil tersenyum dan memesan beberapa roti itu untuk Hanaya.“Ini kalian mau kemana?
“Kami berangkat, ya,” ujar Hakya kepada beberapa muridnya itu.“Guru, apakah yakin tidak perlu kami kawal? Setidaknya kami bisa membantu membawa barang-barang dan juga bergantian menggendong Hanaya,” tawar Hofat kepada Hakya dan Kanaya yang sudah bersiap untuk turun dengan membawa barang yang cukup banyak dan juga sepertinya dalam perjalanan itu Hanaya juga akan lebih banyak minta gendong.Hakya menggeleng sambil tersenyum, karena dia tidak mau Kafka akan menganggapnya lelaki pengecut, datang ke rumah mertuanya dengan membawa pasukan. Jadi Hakya akan datang hanya bersama Kanaya dan Hanaya saja.“Benaran gapapa kok, kalian tetap saja disini. Rawat ladang kita dengan baik, kalau memang sampai waktunya panen dan kami belum kembali kalian harus memanennya dan menjualnya di pasar,” pesan Hakya kepada semuanya.“Dan ingat kalian berdua adalah ketuanya dan bertanggung jawab dalam segala hal. Jangan sampai ada yang kelaparan,” ujar Hakya kepada Hofat dan Jirat.Keduanya mengangguk, ada rasa b
“Hanaya, kami pulang!”Hakya dan muridnya berteriak memanggil Hanaya saat memasuki bukit tunggal tersebut. Dan tidak berapa lama kemudian terdengar suara sorakan riang dari Hanaya yang kegirangan saat menyambut kedatangan Hakya dan murid-muridnya.“Oleeee!” teriak Hanaya dengan suara cadelnya.Hanaya semakin bahagia menyambut mereka semua yang datang membawa makanan yang begitu banyak. Apalagi saat Hakya membuka bungkusan di tangannya dan aroma roti basah menguar membuat Hanaya tidak tahan untuk segera mencicipinya.“Anaass!”Teriak Hanaya saat tangannya menyentuh roti yang masih panas itu membuat semua orang tergelak dengan tingkah lucunya. Dengan bantuan Hakya yang meniup roti itu akhirnya Hanaya bisa menikmati roti tersebut dengan mulut yang penuh.Sementara itu murid-murid Hakya yang lainnya membuka hadiah yang lainnya sepertinya mereka sangat penasaran dengan hadiah yang diberikan itu.“Woww!”Ucap mereka kekaguman saat membuka semua barang-barang itu. Banyak bahan makanan, pakai
“Siap!” jawab para murid Hakya yang sudah siap dengan pedang masing-masing.“Karena kalian sudah lelah, jadi saya serahkan mereka kepada kalian. Bunuh mereka sesuai dengan yang kalian inginkan! Jangan biarkan satu orangpun hidup!” teriak Hakya memancing semuanya. Dan seperti yang diduga mereka semua ketakutan saat mendengar Hakya meminta membunuh mereka. Apalagi saat melihat kilatan pedang dari para murid-murid Hakya. “Tolong jangan bunuh kami!”Teriak beberapa anak buah Zarkya dengan memohon, mereka begitu takut akan kematian. Namun, mereka berani bergabung dengan orang seperti Zarkya. Sementara itu Zarkya tampak menunduk, dia merasa tidak memiliki kemampuan lagi untuk melawan ataupun berteriak.Zarkya berusaha mengeluarkan ilmu sihirnya, dia berharap dengan begitu bisa membunuh Hakya, namun apa yang dia lakukan tidak luput dari perhatian Hakya.Sssuuuit!Hakya bersiul dan seketika tubuh Zarkya lemah dan kehilangan tenaganya. Dia menatap Hakya dengan sorot mata tajam. Karena dia me
Zarkya tampak terdiam, dia membenarkan di dalam hatinya apa yang Hakya sampaikan. Karena dia juga melihat kalau beberapa anak buahnya tampak sedang memperhatikan jalan keluar bukannya sibuk melawan para anak buah Hakya.“Iblis yang kau ciptakan, apakah mereka tidak bisa membuka tali itu?” tanya Hakya sambil tersenyum.Hakya memang melepaskan tali untuk mengikat para iblis itu. Hakya akan menghancurkan mereka secara perlahan dan terakhir Zarkya jika memang dia tidak ada niat untuk menjadi lebih baik.“Kau hanya berani menggunakan ilmu sihirmu untuk melawan mereka. Kau belum tahu bagaimana melawannya mereka itu!” teriak Zarkya yang masih tetap bersikeras dan tidak mau mengalah dengan apa yang Hakya lakukan.Zarkya masih sangat yakin kalau iblis yang masih tersisa itu akan membantunya.Ziiiink! Ziiink!Suara pedang saling beradu membuat suasana sangat menakutkan. Sementara itu orang-orang yang berkumpul di luar pagar itu sangat penasaran apalagi mereka melihat ada iblis yang berusaha kab