“Kalian sudah siap?” tanya Hakya kepada semua anggotanya.Mereka telah memutuskan kalau pagi ini mereka akan segera meninggalkan hutan rimba itu, dan memulai perjalanan menuju ke daerah tempat tinggal Iksan untuk menyerahkan abu Iksan agar disimpan oleh keluarganya.“Siap, Guru!” jawab mereka serentak.“Siapa yang membawa abu Iksan?” tanya Hakya lagi.“Saya sendiri, Guru,” jawab Hofat yang terlihat memegang sebuah wadah yang berisi abu salah satu anggotanya.“Baiklah, Hofat berada di barisan tengah. Jirat yang memimpin di depan, saya berada paling belakang,” ujar Hakya mengatur formasi mereka dalam perjalanan ini. Mereka berharap dapat menyelesaikan perjalanan ini dengan waktu yang cepat. Karena Hakya juga sudah sangat merindukan Kanaya, entah bagaimana kabarnya kini. Bahkan Hakya tidak bisa melihat Kanaya dalam meditasinya.Mereka berjalan dengan penuh semangat. Hofat membawa abu Iksan dengan sangat berhati-hati, karena memang dia tahu Iksan adalah anak yang baik. Mungkin sudah takdi
Langit biru cerah menyambut mereka, meskipun hari sudah sore. Dan banyak sekali penduduk yang menyambut kedatangan mereka.“Ada apa ini?” tanya Hakya merasa keheranan.“Kami menyambut kedatangan kalian dan kedatangan anak kami Iksan,” jawab salah seorang bapak paruh baya, meskipun raut wajahnya tampak sedih, namun dia tetap menyunggingkan senyuman di bibirnya.Dan akhirnya Hakya tahu kalau itu adalah ayahnya Iksan. Mereka semua sudah mendengar berita yang menyebar dari mulut ke mulut kalau Hakya dan seluruh anggotanya sedang menuju ke desa mereka karena ada salah satu pemuda di desa itu yang ikut tergabung menjadi anggota Hakya dan sekarang meninggal.“Maafkan kami pak, kami tidak bisa menyelamatkan Iksan. Tapi, kami akui dia orang yang kuat dan juga baik. Dia meninggal setelah kita berhasil mengalahkan ilmu hitam. Dan karena jarak yang cukup jauh, kami hanya bisa menyerahkan abunya saja,” ucap Hakya sembari menyerahkan guci yang berisi abu Iksan kepada kedua orang tuanya.Meskipun su
Semakin jauh mereka melangkah, semakin berkurang anggota yang melakukan perjalanan. Hingga akhirnya, hanya Hakya yang tersisa.Berjalan seorang diri melanjutkan perjalanan hingga bukit tunggal. Tidak lupa Hakya membeli beberapa barang yang akan dijadikan hadiah buat Kanaya nanti, agar dia merasa senang."Tidak sabar rasanya untuk bertemu dengan Kanaya," gumam Hakya setelah menyimpan barang-barang pembeliannya ke dalam tas nya.Dia melanjutkan perjalanan sembari mengamati aktifitas masyarakat yang mulai sibuk dengan ladang mereka, karena tanah yang semula kering kerontang sekarang mulai tumbuh subur.Rumput-rumput mulai terlihat hijau, bahkan mata air mulai mengalir lagi walaupun masih terlihat sangat kecil."Dewa, apakah engkau memberikan hadiah kepada manusia?" tanya Hakya lagi.Di dalam hatinya, Hakya berharap kalau semua ini karena Kanaya hamil. Dan itu artinya ramuan yang dia buat berhasil."Aku berharap kalau semua ini karena keberhasilan dari ramuan itu. Semoga Kanaya segera sem
“Suara apa itu?” tanya Hakya melihat ke belakang, dan tidak melihat apapun. Sehingga membuat Hakya kembali melanjutkan perjalanannya menuju ke puncak bukit tunggal.Hakya sudah tidak sabar untuk berjumpa dengan istrinya itu, karena sudah begitu lama dia tinggalkan. Sepanjang perjalanan tanah semua basah, sepertinya memang cukup sering turun hujan disana. Dan itu semakin membuat Hakya penasaran.Bau rumput basah dan tanaman-tanaman yang lainnya menemani perjalanan Hakya menuju ke atas bukit. Sementara itu di kaki bukit, ada sekitar sepuluh orang sedang berusaha untuk memasuki area bukit tunggal, namun mereka sepertinya terus terpental dari memang bukit itu di jaga dan di proteksi dengan ketat.Mereka itu adalah Putra Mahkota, dari kerajaan Ilmu Hitam yang bernama Zarkya beserta dengan beberapa pengawalnya. Mereka baru saja pulang dari melaksanakan tugas yang diberikan oleh Ratu. Dan saat akan kembali ke istana, semuanya sudah berubah. Istana mereka sudah berubah, dan saat mereka menc
Zarkya dan pengawalnya akhirnya tinggal di pemukiman yang dekat dengan bukit tunggal. Mereka akan menunggu Hakya yang akan turun dari bukit. Dan saat ini Zarkya merasa menyesal tidak membunuh Hakya sebelum Hakya tiba di bukit itu.“Dia telah membunuh semua orang dari kelompok ilmu hitam, bahkan istana dan pertambangan milik ilmu hitam semuanya lenyap. Kemana aku harus kembali? Dan apakah aku akan diam saja?” tanya Zarkya yang semakin kesal saat dia mengingat semua hilang tanpa sisa.Zarkya tidak tahu dimana keberadaan ibunya, apa memang mati seperti yang dikatakan oleh warga atau ibunya bisa menyelamatkan diri.“Aku penasaran dia sebenarnya sesakti apa sampai-sampai semua kalah. Kalau dilihat dari postur tubuhnya dia bukanlah apa-apa,” ujar Zarkya lagi sembari duduk di dalam gubuk tempat tinggal mereka.“Menurut cerita yang saya dapatkan, saat mereka menyerang pertambangan, ada beberapa orang yang berhasil selamat, Yang Mulia. Namun, tidak ada seorangpun yang tahu dimana keberadaan or
Hakya memanggil Kanaya dengan pelan, dia tidak ingin mengejutkan sang istri yang sedang asyik bermain dengan beberapa ekor kupu-kupu itu.Kanaya melihat ke arah Hakya, seketika sebuah cahaya terang terpancar di wajah Kanaya.Hakya semakin heran dengan pandangan di depan matanya, bahkan berkali-kali dia mengucek matanya untuk memastikan kalau apa yang dia lihat ini adalah nyata."Apakah ini semua nyata? Kenapa berubah dalam sekejap. Aku meninggalkan bukit ini hanya sekitar tiga bulan, tapi rasanya sungguh berbeda. Kanaya yang bersinar saking cantiknya," gumam Hakya yang masih berdiri mematung di tempatnya."Hakya!" panggil Kanaya tidak percaya kalau suaminya itu sudah kembali.Hakya segera mendekat ke arah Kanaya dan memeluknya erat. Bahkan wangi tubuh Kanaya sungguh membuatnya tidak ingin melepaskan pelukan tersebut."Kamu cantik sekali dan wangi," puji Hakya yang kemudian mengecup lembut kening Kanaya.Kanaya hanya tersenyum dan mengajak Hakya untuk kembali di dalam rumah mereka."Te
"Jadi, aku tidak bisa berbohong kalau ada maunya?" tanya Hakya lagi dengan menahan senyumannya."Muka kamu sudah kelihatan kalau ada maunya," jawab Kanaya.Hakya hanya tertawa mendengar apa yang disampaikan oleh Kanaya. Karena sebenarnya Hakya bukan kesana tujuannya, dia ingin memancing agar Kanaya sendiri yang cerita bagaimana dengan ramuannya. Karena Hakya takut kalau dia bertanya, maka Kanaya akan merasa terbebani, seolah-olah Hakya memaksa dia untuk segera hamil. Padahal Hakya hanya ingin tahu mengapa Dewa memberikannya hadiah san juga Dewa memberikan hujan dan kesuburan pada tanah, apakah hukuman untuknya sudah berakhir?"Sudah siap," ujar Kanaya berteriak kegirangan saat makanan mereka sudah siap.Hakya hanya menuruti saja dengan apa yang diajak oleh Kanaya. Mereka menikmati makan malam yang begitu hangat. Dengan embusan angin malam, wangi dari bunga-bunga yang mekar itu semakin menggoda. "Bunga-bunganya wangi sekali. Sejak kecil disini, tapi kali ini aku merasa kalau bunga in
"Apa kamu penasaran?" tanya Kanaya menggoda Hakya.Hakya mengangguk dan semakin penasaran melihat wajah menggemaskan Kanaya yang seolah-olah sengaja menggodanya itu."Aku hamil."Uhuk!Hakya sampai terbatuk mendengar jawaban dari Kanaya."Kamu serius?" tanya Hakya seolah tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Kanaya. Bahkan Hakya langsung mendekat dan memeluk Kanaya, sementara tangannya memegang perut Kanaya saking tidak percayanya.Kanaya mengangguk dan membalas pelukan Hakya."Iya, beberapa hari setelah kamu turun aku merasakan mual dan muntah yang berkepanjangan. Aku tidak suka mencium bau-bau yang aneh, dan mungkin makanya sampai terbawa mimpi aku minta bunga-bunga yang bermekaran agar tempat ini wangi," cerita Kanaya dengan antusias. "Semenjak bunga-bunga ini mekar dan tidak pernah layu, serta wanginya menguar ke seluruh padepokan ini aku jadi lebih senang dan jarang muntah. Apalagi sekarang banyak kupu-kupu yang datang kesini menjadi teman baruku. Burung gagak sepertinya