"Jadi, aku tidak bisa berbohong kalau ada maunya?" tanya Hakya lagi dengan menahan senyumannya."Muka kamu sudah kelihatan kalau ada maunya," jawab Kanaya.Hakya hanya tertawa mendengar apa yang disampaikan oleh Kanaya. Karena sebenarnya Hakya bukan kesana tujuannya, dia ingin memancing agar Kanaya sendiri yang cerita bagaimana dengan ramuannya. Karena Hakya takut kalau dia bertanya, maka Kanaya akan merasa terbebani, seolah-olah Hakya memaksa dia untuk segera hamil. Padahal Hakya hanya ingin tahu mengapa Dewa memberikannya hadiah san juga Dewa memberikan hujan dan kesuburan pada tanah, apakah hukuman untuknya sudah berakhir?"Sudah siap," ujar Kanaya berteriak kegirangan saat makanan mereka sudah siap.Hakya hanya menuruti saja dengan apa yang diajak oleh Kanaya. Mereka menikmati makan malam yang begitu hangat. Dengan embusan angin malam, wangi dari bunga-bunga yang mekar itu semakin menggoda. "Bunga-bunganya wangi sekali. Sejak kecil disini, tapi kali ini aku merasa kalau bunga in
"Apa kamu penasaran?" tanya Kanaya menggoda Hakya.Hakya mengangguk dan semakin penasaran melihat wajah menggemaskan Kanaya yang seolah-olah sengaja menggodanya itu."Aku hamil."Uhuk!Hakya sampai terbatuk mendengar jawaban dari Kanaya."Kamu serius?" tanya Hakya seolah tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Kanaya. Bahkan Hakya langsung mendekat dan memeluk Kanaya, sementara tangannya memegang perut Kanaya saking tidak percayanya.Kanaya mengangguk dan membalas pelukan Hakya."Iya, beberapa hari setelah kamu turun aku merasakan mual dan muntah yang berkepanjangan. Aku tidak suka mencium bau-bau yang aneh, dan mungkin makanya sampai terbawa mimpi aku minta bunga-bunga yang bermekaran agar tempat ini wangi," cerita Kanaya dengan antusias. "Semenjak bunga-bunga ini mekar dan tidak pernah layu, serta wanginya menguar ke seluruh padepokan ini aku jadi lebih senang dan jarang muntah. Apalagi sekarang banyak kupu-kupu yang datang kesini menjadi teman baruku. Burung gagak sepertinya
Sementara itu di bawah bukit, Zarkya bersama beberapa pengawalnya yang saat ini menetap di sebuah rumah yang tidak terlalu jauh dari kaki bukit tunggal itu mulai perlahan-lahan mendirikan perkumpulan dan sudah ada beberapa orang yang bergabung dan mendapat pelatihan.Zarkya menipu orang-orang itu dengan mengatakan kalau dia hanya mengajarkan ilmu sihir dan juga beladiri, bukan untuk menyerang Hakya.“Apa yang dia lakukan diatas sana, kita bahkan tidak pernah melihat dia turun semenjak dia naik di hari itu. Apakah dia tidak akan turun?” tanya Zarkya kesal dan masih menatap ke arah bukit itu dengan pandangan penasaran.Karena mereka tidak bisa memasuki area bukit itu, bahkan hanya sekedar di kaki bukit saja mereka tidak bisa masuk. Dan anehnya Hakya dengan begitu mudah masuk kesana, hal itu membuat Zarkya terus bertanya-tanya dalam hatinya mengenai siapa Hakya sebenarnya.“Bukankah istrinya memiliki keluarga, tidak mungkin mereka tidak turun dari sana. Dan apakah istrinya ikut ke atas b
Hakya segera berlari menuju ke arah Kanaya yang terduduk di bawah pohon bunga dengan memegang perutnya.“Astaga, kamu mau melahirkan,” ujar Hakya yang segera menggendong Kanaya masuk ke dalam kamar mereka dan membaringkan Kanaya diatas tempat tidur.Kanaya meringis dan menahan perutnya yang kesakitan.“Sabar ya sayang,” ujar Hakya sambil mengelus perut Kanaya dengan perlahan.Beruntungnya Hakya adalah orang yang menguasai berbagai jenis pengobatan. Dia bisa membantu Kanaya melahirkan.Kanaya hanya berbaring dan bersabar menunggu kelahiran sang anak. Dan setelah menunggu dengan sabar akhirnya seorang anak terlahir ke dunia dengan jenis kelamin perempuan. Bersamaan dengan itu juga, hujan turun dengan sangat lebat membasahi bumi. Sepertinya Dewa benar-benar telah mencabut hukuman buat bumi ini dan memberikan mereka rahmat hujan yang lebat.“Anak ini kita beri nama Hanaya, dia akan tumbuh menjadi seorang perempuan yang kuat yang memberikan banyak kebaikan di muka bumi ini. Dia terlahir se
Bruuk!Nyonya Farah segera berlari ke arah Kafka yang sudah tergeletak di tengah halaman rumah dengan tubuh yang pucat pasi, bahkan leher yang membiru. Dan biasanya orang-orang yang terputus perjanjian dengan paksa seperti itu akan mati.Nyonya Farah segera mengecek nafas Kafka, dan beliau menghela nafas lega. Ternyata Kafka masih hidup, dengan segera dia membawa masuk sang suami dibantu oleh Zanaya.“Siapkan air hangat untukmu!” teriak Nyonya Farah kepada Zanaya.Farah merasa kalau mereka harus menyelamatkan Kafka dengan segera, karena sepertinya nafas Kafka sedikit tidak beraturan.Sementara itu di atas bukit tunggal, dua orang yang sedang berbahagia menyambut kelahiran anak mereka terus mendendangkan sebuah lagu agar anak mereka semakin merasa senang. “Hujan sudah berhenti, dan kelihatannya semua sudah kembali seperti semula. Semua tampak segar dan orang-orang pastinya akan sangat bahagia,” ujar Kanaya yang melihat tetes hujan jatuh melalui ujung-ujung dedaunan.Krok! Krok! Krok!
"Aku yakin beliau akan selamat," jawab Hakya kemudian.Hakya tidak mungkin meninggalkan Kanaya dan Hanaya diatas bukit tanpa dirinya. Dan meskipun Kanaya memaksa sepertinya Hakya tidak akan mengikutinya, karena meskipun dia tahu puncak bukit adalah tempat ternyaman dan teraman. Tapi, dia tidak akan meninggalkan mereka."Kenapa kamu begitu yakin?" tanya Kanaya."Karena aku yakin kalau ayah bisa bertahan," jawab Hakya.Owek! Owek!Tiba-tiba Hanaya menangis, mungkin dia lapar karena sudah cukup lama dia tertidur."Aku tidak akan meninggalkan kalian diatas sini, jadi jangan paksa aku untuk turun tanpa kalian ya," ujar Hakya kepada Kanaya.Akhirnya Kanaya hanya mengangguk, dia pasrah saat ini apapun keadaan ayahnya. Dan juga ayahnya sudah berani membuat perjanjian seharusnya juga siap menerima konsekuensinya. Bahkan Kanaya pun merasakan tangannya begitu sakit, dan sakit itu sangat nyata."Sekarang kita fokuskan kepada Hanaya dulu, nanti jika dia sudah cukup kuat, barulah kita akan turun da
Setahun setelah kelahiran Hanaya.“Kita akan segera turun, dan akan tinggal di kaki bukit. Biar Hanaya ada teman bermain,” ujar Hakya kepada Kanaya sambil melihat Hanaya yang sudah mulai belajar berjalan sedang main dengan kupu-kupu di bawah pohon bunga yang masih saja mekar hingga saat ini.Kanaya hanya mengangguk, sudah begitu lama dia diatas bukit dengan tanpa interaksi dengan orang lain selain Hakya. Kanaya hanya tahu berteman dengan burung gagak, bidadari dan binatang yang lainnya.“Kapan?” tanya Kanaya kemudian.“Besok pagi kita akan turun saat matahari mulai terbit,” jawab Hakya.Hakya merasa ini adalah waktu untuk dia mulai turun, dan kembali menjalani hari-hari sebagai rakyat dan juga manusia biasa. Hakya akan menggarap lahan seperti orang-orang yang lainnya, dia bisa merasakan kesulitan manusia dan juga keluh kesah mereka kalau sudah hidup membaur.Keesokan harinya, Hakya memboyong anak dan istrinya turun dari bukit. Sebelumnya Hakya sudah mendirikan tempat tinggal mereka di
“Ternyata semua orang memuja dan memujinya, mereka tidak tahu kalau saya kehilangan tempat bersandar karena orang itu. Bahkan saya tidak bisa bertemu dengan ibu dan adik saya untuk yang terakhir kalinya,” gumam Zarkya dengan marah.Dia sangat marah dan sakit hati, karena Hakya sudah membuat keluarganya hilang tanpa sisa. Bahkan Zarkya juga kehilangan tempat tinggal. Dan beruntungnya dia memiliki modal yang cukup untuk membeli tempat tinggal yang mereka gunakan sebagai tempat latihan saat ini.“Apakah dia masih bersama para anggotanya?” tanya Zarkya lagi kepada dua orang bapak-bapak tadi. Karena Zarkya merasa dia perlu mengetahui informasi semacam itu untuk melancarkan semua aksinya itu. Dia tidak ingin kalah dengan sia-sia.“Tidak! Mereka membubarkan diri setelah mereka mengalahkan Ratu Ilmu Hitam, dan sepertinya hingga saat ini mereka juga tidak lagi pernah terlihat berkumpul ataupun latihan,” jawab bapak itu tanpa merasa curiga sedikitpun kepada Zarkya.“Jadi, apa yang dia lakukan