MENANTU AMBURADUL 85Ketika seorang lelaki yang bertanggung jawab merasa dirinya sedang berada di titik terendah, maka yang ada di dalam hatinya hanyalah emosi dan rasa bersalah. Rasa bersalah tersebut tidak bisa diungkapkan, hanya bisa Ia kiaskan dalam sebuah perlakuan yang penuh dengan amarah dan kekesalan. Dia merasa harga dirinya rendah dihadapan wanitanya. Tugas utama wanitanya sendiri adalah seharusnya ia bisa mencoba lebih mengerti dan bersabar. ____________Menurut cerita Mas Yusuf, Mas Rama sedang ada masalah di kantor. Selama beberapa bulan ini targetnya tidak terpenuhi, sehingga dengan terpaksa Mas Rama harus dikeluarkan secara terhormat karena dianggap oleh atasaan kantor sudah tidak produktif lagi. Ada beberapa juga teman Mas Rama yang dipecat. Bukan hanya dia seorang. Kebetulan, Mas Rama lebih dulu bilang masalah pekerjaannya kepada Ibu, karena pas banget waktu itu sedang akan memberikan jatah bulanannya ke Ibu. Mas Rama sekalian bilang pada Ibu bahwa bulan depan bel
MENANTU AMBURADUL 86Kebetulan sudah sebulan ini rumah mewah sebelah rumah kami kosong. Sepertinya sih ada papan bertuliskan “Dijual”. Mungkin si pemiliknya sudah pindah domisili atau ada alasan lain sehingga menjual rumahnya. Beberapa hari ini kulihat rumah tersebut seperti ada penghuninya. Atau jangan-jangan Aku yang salah lihat? Kulihat kemaren ada penampakan manusia di lantai 2 rumah mereka. Seperti sedang melihat juga ke arah luar. Pandangan kami juga saling bertemu satu sama lain. Kalau tidak salah, penampakan itu adalah seorang wanita berambut pendek, tidak terlalu panjang. Apa mungkin ada kuntilanak berambut pendek sekarang? Tapi masa’ iya, dia curi-curi pandang saat siang bolong? Tapi kata orang indigo sih makhluk halus memang muncul di saat-saat yang mereka suka. Tidak perduli siang atau malam. Pikiranku jadi kemana-mana saat berjemur matahari dengan Daffa. Pandanganku selalu ke arah rumah tersebut. Hari ini untungnya weekend, jadi kami berjemur bertiga. Mas Yusuf sekalia
MENANTU AMBURADUL 87Setiap manusia pasti memiliki ujiannya masing-masing. Perjuangannya masing-masing. Juga pengorbanannya masing-masing. Hanya saja semua itu tak nampak bagi orang lain. Yang mereka tahu kita hanya hidup enak-enak saja. Bahagia saja, karena sebagian banyak hal yang kita perlihatkan adalah tentang kebahagiaan kita. Kecuali kita adalah tipe manusia yang suka mempertontonkan seluruh kisah hidup baik suka dan duka. Itu lain ceritanya lagi. ______________Aku terpaksa membatalkan pertemuanku dengan teman-teman kantor dulu. Padahal niatku adalah ingin mencari info pekerjaan kepada mereka. Rasanya sudah saatnya bagiku untuk kembali berkarir. Hidupku yang begini-begini saja sepertinya tidak membuatku semakin maju. Meski belum meminta izin kepada Mas Yusuf dan orang tua, setidaknya Aku ingin tahu lebih dahulu bagaimana informasinya terlebih dahulu. Jenuh, bosan dan monoton. Itu yang kualami dalam fase hidupku sekarang. Ditambah lagi tontonan yang melulu tentang itu-itu saj
MENANTU AMBURADUL 88Sepulang dari rumah Ibu, ternyata kami kemalaman sampai rumah Mama dan Papa, Daffa juga sudah tidur terlelap di kamar beliau. Mau tidak mau kami harus menginap malam ini di rumah orang tuaku. Rasanya sudah lama sekali tidak memijakkan kaki di kamar ini. Kamar yang penuh dengan kenangan. Kenangan tentang figura Siwon dan Mas Yusuf. Kenangan tentang saat kami dicemburui Ibu mertua saat tidur di rumah ini lebih lama. Dan juga kenangan banyak hal yang membersamai pernikahan kami berdua. Daffa sebentar lagi ulang tahun yang ke 2. Itu artinya pernikahanku dan Mas Yusuf juga semakin bertambah tahun usianya. Semakin kesini semakin Aku mengerti arti dari belajar menjadi dewasa. Dewasa sebagai anak, sebagai istri juga sebagai Ibu. ____________Pukul 06.20 Wib, kami sarapan bersama. Daffa sekarang lebih suka makan sendiri, Aku tinggal menyiapkan makanannya. Daffa ikut makan bersama kami. “Gimana kerjaan kamu, Suf?” tanya Papa. “Baik, Pa.”“Itu siapa kakakmu yang sekaran
MENANTU AMBURADUL 89Besok adalah hari minggu, kami makan malam bersama setelah selesai merayakan acara ulang tahun Ibu. Tak terasa waktu sudah menunjukkan larut malam, juga di luar rumah sedang hujan disertai angin kencang, kami akhirnya memutuskan untuk menginap di rumah Ibu. Rasanya lelah sekali hari ini, aktivitasku mondar-mandir kesana dan kemari sukses membuat pinggangku rasanya tidak karuan. Untung ada Mas Yusuf yang pengertian sekali memijat badanku yang kelelahan ini. Kalau tidak demi Ibunya, mungkin dia akan cuek dan tidak memijatku seperti ini. Hahahahaa mungkin, loh, ini. __________Pagi harinya, Aku membantu Mimi mengerjakan pekerjaan rumah menyapu lantai. Lantai bagian dalam rumah sudah bersih, bahkan kinclong, karena di pel sekalian oleh Mimi. Kini tinggal lantai bagian depan rumah. Aku membersihkannya dengan teliti. Tahu sendiri kan, bagaimana Ibu akan mengecek semua pekerjaan rumah nanti sepulang beliau dari jalan-jalan pagi. “Waaahh bu Ilma ulang tahun ya, selamat
MENANTU AMBURADUL 90Setelah weekend kali ini dihabiskan di rumah Mama juga Ibu mertua, Kami harus menjalani rutinitas harian kembali di rumah masing-masing. Seperti biasa aku menjemur Daffa pagi hari. Sambil menunggu Mas Yusuf siap untuk sarapan. Setelah Mas Yusuf siap, barulah Aku meladeninya untuk sarapan pagi, juga Daffa. Aku sengaja memilih tempat yang berbeda dari biasanya, supaya tidak ada perselisihan antara Aku dan Mas Yusuf, karena tuduhannya bahwa Aku sengaja cari perhatian kepada Daffian. Sungguh tersiksa sekali rasanya setelah Daffian tinggal satu komplek perumahan bersama kami. Aku sering dicurigai macam-macam. Bahkan Mas Yusuf lebih suka kami saat pergi atau tidak tinggal di rumah, entah di rumah Mama atau di rumah Ibunya. Kulihat jam menunjukkan pukul 06.15 Wib. Daffian bersama istri lewat untuk jogging. Aku menyapa mereka dengan normal layaknya penduduk lain di perumahan ini. Aku membalikkan badan, karena merasa ada seseorang yang hendak berlari kecil menuju ke si
MENANTU AMBURADUL 91 Saking bingungnya mau kemana Aku mencari informasi tentang dengan siapa Ibu pulang dari pengajian itu, Aku segera menghubungi Mimi. Mimi malah bilang Ibu belum sampai di rumah. Lalu Aku pergi ke rumah Mama, untuk memastikan apakah Mama sudah pulang atau belum. Ternyata Mama sudah berada di rumah. “Mama pulang sama siapa?” tanyaku. “Sama temen-temen Mama, dong. Emangnya siapa lagi.”“Oooh, kirain.”“Kamu mau tanya Ibu mertuamu diantar siapa?”“Hehehe tau aja.”“Sama mobil Rama tadi kayaknya.”“Itu kan pas berangkat Ma. Pulangnya sama siapa si Ibu?” “Sama siapa ya? Mama pulang lebih dulu kayaknya Nis, jadi kurang tahu.” “Yah si Mama ini, udah Nisa kejar ke sini loh padahal, ternyata zonk.” jawabku kecewa. “Astaga ni anak, dateng ke rumah Mamanya cuma mau interogasi emaknya doang. Nyesel Mama ngejawab dari tadi Nis, Nis.” “Hahahahaha, maaf Mama. Namanya juga lagi kepo.” “Kepo kenapa kamu?”“Itu si Ustadz udah beristri belum Ma? Atau mungkin Duda gitu?”“Duda
MENANTU AMBURADUL 92 Situasi malam ini sepertinya sudah tidak begitu mendukung pertemuan Ibu dengan Ustadz Alam. Kegaduhan yang anak-anaknya buat, juga banyaknya personel di rumah Ibu, mungkin membuat obrolan antara Ibu dan si Ustadz menjadi kurang intens. Dengan terpaksa si Ustadz akhirnya pamit pulang. Ibu masuk ke dalam rumah setelah mengantar kepergian mobil si tamu di depan rumah. Tampak raut kesal di wajah Ibu. Beliau menatap kami dengan tatapan tajam, seakan ingin memberitahukan bahwa Ibu tidak menyukai adanya kami beramai-ramai sekarang ini. Kami celingukan, bingung antara mau menatap balik mata indah Ibu, atau lebih baik untuk mengacuhkannya. “Siapa yang suruh semua orang ke sini, Nis? Kamu kan, pasti?” tanya Ibu memojokkan. “Iya Bu, Nisa ...” kalimatku terpotong. “Nggak lucu tau nggak. Kelakuan kalian sebagai orang dewasa malah kelihatan memalukan sekali di depan tamu Ibu. Belum Rini yang teriak-teriak nggak jelas. Mia... apalagi, Malu-maluin!” kini Ibu murka. “Memangn