MENANTU AMBURADUL 88Sepulang dari rumah Ibu, ternyata kami kemalaman sampai rumah Mama dan Papa, Daffa juga sudah tidur terlelap di kamar beliau. Mau tidak mau kami harus menginap malam ini di rumah orang tuaku. Rasanya sudah lama sekali tidak memijakkan kaki di kamar ini. Kamar yang penuh dengan kenangan. Kenangan tentang figura Siwon dan Mas Yusuf. Kenangan tentang saat kami dicemburui Ibu mertua saat tidur di rumah ini lebih lama. Dan juga kenangan banyak hal yang membersamai pernikahan kami berdua. Daffa sebentar lagi ulang tahun yang ke 2. Itu artinya pernikahanku dan Mas Yusuf juga semakin bertambah tahun usianya. Semakin kesini semakin Aku mengerti arti dari belajar menjadi dewasa. Dewasa sebagai anak, sebagai istri juga sebagai Ibu. ____________Pukul 06.20 Wib, kami sarapan bersama. Daffa sekarang lebih suka makan sendiri, Aku tinggal menyiapkan makanannya. Daffa ikut makan bersama kami. “Gimana kerjaan kamu, Suf?” tanya Papa. “Baik, Pa.”“Itu siapa kakakmu yang sekaran
MENANTU AMBURADUL 89Besok adalah hari minggu, kami makan malam bersama setelah selesai merayakan acara ulang tahun Ibu. Tak terasa waktu sudah menunjukkan larut malam, juga di luar rumah sedang hujan disertai angin kencang, kami akhirnya memutuskan untuk menginap di rumah Ibu. Rasanya lelah sekali hari ini, aktivitasku mondar-mandir kesana dan kemari sukses membuat pinggangku rasanya tidak karuan. Untung ada Mas Yusuf yang pengertian sekali memijat badanku yang kelelahan ini. Kalau tidak demi Ibunya, mungkin dia akan cuek dan tidak memijatku seperti ini. Hahahahaa mungkin, loh, ini. __________Pagi harinya, Aku membantu Mimi mengerjakan pekerjaan rumah menyapu lantai. Lantai bagian dalam rumah sudah bersih, bahkan kinclong, karena di pel sekalian oleh Mimi. Kini tinggal lantai bagian depan rumah. Aku membersihkannya dengan teliti. Tahu sendiri kan, bagaimana Ibu akan mengecek semua pekerjaan rumah nanti sepulang beliau dari jalan-jalan pagi. “Waaahh bu Ilma ulang tahun ya, selamat
MENANTU AMBURADUL 90Setelah weekend kali ini dihabiskan di rumah Mama juga Ibu mertua, Kami harus menjalani rutinitas harian kembali di rumah masing-masing. Seperti biasa aku menjemur Daffa pagi hari. Sambil menunggu Mas Yusuf siap untuk sarapan. Setelah Mas Yusuf siap, barulah Aku meladeninya untuk sarapan pagi, juga Daffa. Aku sengaja memilih tempat yang berbeda dari biasanya, supaya tidak ada perselisihan antara Aku dan Mas Yusuf, karena tuduhannya bahwa Aku sengaja cari perhatian kepada Daffian. Sungguh tersiksa sekali rasanya setelah Daffian tinggal satu komplek perumahan bersama kami. Aku sering dicurigai macam-macam. Bahkan Mas Yusuf lebih suka kami saat pergi atau tidak tinggal di rumah, entah di rumah Mama atau di rumah Ibunya. Kulihat jam menunjukkan pukul 06.15 Wib. Daffian bersama istri lewat untuk jogging. Aku menyapa mereka dengan normal layaknya penduduk lain di perumahan ini. Aku membalikkan badan, karena merasa ada seseorang yang hendak berlari kecil menuju ke si
MENANTU AMBURADUL 91 Saking bingungnya mau kemana Aku mencari informasi tentang dengan siapa Ibu pulang dari pengajian itu, Aku segera menghubungi Mimi. Mimi malah bilang Ibu belum sampai di rumah. Lalu Aku pergi ke rumah Mama, untuk memastikan apakah Mama sudah pulang atau belum. Ternyata Mama sudah berada di rumah. “Mama pulang sama siapa?” tanyaku. “Sama temen-temen Mama, dong. Emangnya siapa lagi.”“Oooh, kirain.”“Kamu mau tanya Ibu mertuamu diantar siapa?”“Hehehe tau aja.”“Sama mobil Rama tadi kayaknya.”“Itu kan pas berangkat Ma. Pulangnya sama siapa si Ibu?” “Sama siapa ya? Mama pulang lebih dulu kayaknya Nis, jadi kurang tahu.” “Yah si Mama ini, udah Nisa kejar ke sini loh padahal, ternyata zonk.” jawabku kecewa. “Astaga ni anak, dateng ke rumah Mamanya cuma mau interogasi emaknya doang. Nyesel Mama ngejawab dari tadi Nis, Nis.” “Hahahahaha, maaf Mama. Namanya juga lagi kepo.” “Kepo kenapa kamu?”“Itu si Ustadz udah beristri belum Ma? Atau mungkin Duda gitu?”“Duda
MENANTU AMBURADUL 92 Situasi malam ini sepertinya sudah tidak begitu mendukung pertemuan Ibu dengan Ustadz Alam. Kegaduhan yang anak-anaknya buat, juga banyaknya personel di rumah Ibu, mungkin membuat obrolan antara Ibu dan si Ustadz menjadi kurang intens. Dengan terpaksa si Ustadz akhirnya pamit pulang. Ibu masuk ke dalam rumah setelah mengantar kepergian mobil si tamu di depan rumah. Tampak raut kesal di wajah Ibu. Beliau menatap kami dengan tatapan tajam, seakan ingin memberitahukan bahwa Ibu tidak menyukai adanya kami beramai-ramai sekarang ini. Kami celingukan, bingung antara mau menatap balik mata indah Ibu, atau lebih baik untuk mengacuhkannya. “Siapa yang suruh semua orang ke sini, Nis? Kamu kan, pasti?” tanya Ibu memojokkan. “Iya Bu, Nisa ...” kalimatku terpotong. “Nggak lucu tau nggak. Kelakuan kalian sebagai orang dewasa malah kelihatan memalukan sekali di depan tamu Ibu. Belum Rini yang teriak-teriak nggak jelas. Mia... apalagi, Malu-maluin!” kini Ibu murka. “Memangn
MENANTU AMBURADUL 93 Hanya ada dua pilihan dalam hidupmu. Kamu akan terus menengok ke belakang dengan bayangan masa lalu yang terus menghantuimu? Atau menatap ke depan dan fokus dengan hidupmu di masa depan. Hidupmu hanya dirimu sendiri yang bisa mengendalikan, mau ke arah mana hanya kamu yang bisa menentukan. ___________“Selamat Pagi Annisa,” sapa Daffian yang kebetulan sedang jogging sendirian tanpa ditemani istri. Aku sengaja menunggunya lewat karena ingin membahas apa yang dia bahas bersama suamiku kemaren. “Pagi. Eh fian, Aku ingin ngobrolin sesuatu sama kamu.” “Iya, ngomong aja.” jawabnya antusias. “Kamu ngomong apa saja sama suamiku?”“Aku? Ngomong apa, ya?” tanyanya balik basa-basi. “Tentang tujuan kamu membeli rumah di sini, berdekatan dengan jarak rumahku.” “Ooh, tentang itu. Jadi suamimu cerita sama kamu?”“Iya. Langsung saja deh, to the point. Maksud kamu apa bilang hal-hal kayak gitu? Bukankah sudah cukup kita memiliki pasangan masing-masing?” “Aku pernah menyes
MENANTU AMBURADUL 94Kulihat pagi Ini, rumah Daffian tampak sepi. Sepertinya banyak mobil barang terparkir di depan rumahnya. Apakah dia akan pindahan hari ini juga? Atau kenapa? Entahlah. Aku coba menanyakan hal ini kepada bapak tukang bersih-bersih. Ternyata benar dugaanku, bahwa Daffian beserta istri akan segera pindah dari komplek ini.Mereka akan menjual rumah yang baru dibelinya tersebut. Katanya hari ini juga mereka akan pergi dari sini. Ini melegakan sekali bagiku. Juga bagi Mas Yusuf mungkin jika nanti dia tahu. “Maafkan Aku ya, Fian, mungkin Aku yang menjadi salah satu sebab kamu memutuskan untuk pindah.” batinku dalam hati. Mungkin jika Mama mengetahui keberadaan Daffian di sekitar sini, Mama adalah orang yang paling mengkhawatirkan masalah ini, karena Mama tahu betul bagaimana dulu Aku sangat menyayangi lelaki ini. Tapi kini semua sudah berbeda, Aku bukanlah lagi Annisa yang dahulu. Aku memiliki suami juga anak yang sangat kucintai. Jadi salah besar jika Daffian baru s
MENANTU AMBURADUL 95Aku memberitahu Mia tentang rencana tamu Ibu yang akan datang nanti malam. Mia menyanggupi untuk menemui tamunya tersebut. Aku menyuruhnya mempersiapkan pakaian yang nanti malam akan dikenakan. Juga sehelai jilbab yang akan dia pakai dengan warna senada. Aku sudah mengajarinya memakai jilbab, tapi Mia belum begitu percaya diri jika harus memakai sendiri. Itu artinyaa adalah, Aku harus memakaikannya nanti. “Jangan permalukan keluargamu nanti malam Mia, katakan apa saja seperlunya jika ditanya. Jangan bersikap memalukan.” “Baik Mbak. Tapi?”“Tapi kenapa?”“Mia belum siap, apalagi dengan kondisi Raihan sekarang yang sedang terluka Mbak.”“Apa hubungannya kebahagiaanmu dengan penderitaan Raihan? Apa dia peduli saat kamu terluka karena kebahagiaan semunya bersama wanita lain? Pikir dong Mia. Jangan terus jadi wanita yang merugi.” kataku geram. Bisa-bisanya Mia masih memikirkan lelaki pembuat onar itu. Aku jadi emosi dibuatnya. Tidak ada hak sedikitpun bagi lelaki ma