MENANTU AMBURADUL 89Besok adalah hari minggu, kami makan malam bersama setelah selesai merayakan acara ulang tahun Ibu. Tak terasa waktu sudah menunjukkan larut malam, juga di luar rumah sedang hujan disertai angin kencang, kami akhirnya memutuskan untuk menginap di rumah Ibu. Rasanya lelah sekali hari ini, aktivitasku mondar-mandir kesana dan kemari sukses membuat pinggangku rasanya tidak karuan. Untung ada Mas Yusuf yang pengertian sekali memijat badanku yang kelelahan ini. Kalau tidak demi Ibunya, mungkin dia akan cuek dan tidak memijatku seperti ini. Hahahahaa mungkin, loh, ini. __________Pagi harinya, Aku membantu Mimi mengerjakan pekerjaan rumah menyapu lantai. Lantai bagian dalam rumah sudah bersih, bahkan kinclong, karena di pel sekalian oleh Mimi. Kini tinggal lantai bagian depan rumah. Aku membersihkannya dengan teliti. Tahu sendiri kan, bagaimana Ibu akan mengecek semua pekerjaan rumah nanti sepulang beliau dari jalan-jalan pagi. “Waaahh bu Ilma ulang tahun ya, selamat
MENANTU AMBURADUL 90Setelah weekend kali ini dihabiskan di rumah Mama juga Ibu mertua, Kami harus menjalani rutinitas harian kembali di rumah masing-masing. Seperti biasa aku menjemur Daffa pagi hari. Sambil menunggu Mas Yusuf siap untuk sarapan. Setelah Mas Yusuf siap, barulah Aku meladeninya untuk sarapan pagi, juga Daffa. Aku sengaja memilih tempat yang berbeda dari biasanya, supaya tidak ada perselisihan antara Aku dan Mas Yusuf, karena tuduhannya bahwa Aku sengaja cari perhatian kepada Daffian. Sungguh tersiksa sekali rasanya setelah Daffian tinggal satu komplek perumahan bersama kami. Aku sering dicurigai macam-macam. Bahkan Mas Yusuf lebih suka kami saat pergi atau tidak tinggal di rumah, entah di rumah Mama atau di rumah Ibunya. Kulihat jam menunjukkan pukul 06.15 Wib. Daffian bersama istri lewat untuk jogging. Aku menyapa mereka dengan normal layaknya penduduk lain di perumahan ini. Aku membalikkan badan, karena merasa ada seseorang yang hendak berlari kecil menuju ke si
MENANTU AMBURADUL 91 Saking bingungnya mau kemana Aku mencari informasi tentang dengan siapa Ibu pulang dari pengajian itu, Aku segera menghubungi Mimi. Mimi malah bilang Ibu belum sampai di rumah. Lalu Aku pergi ke rumah Mama, untuk memastikan apakah Mama sudah pulang atau belum. Ternyata Mama sudah berada di rumah. “Mama pulang sama siapa?” tanyaku. “Sama temen-temen Mama, dong. Emangnya siapa lagi.”“Oooh, kirain.”“Kamu mau tanya Ibu mertuamu diantar siapa?”“Hehehe tau aja.”“Sama mobil Rama tadi kayaknya.”“Itu kan pas berangkat Ma. Pulangnya sama siapa si Ibu?” “Sama siapa ya? Mama pulang lebih dulu kayaknya Nis, jadi kurang tahu.” “Yah si Mama ini, udah Nisa kejar ke sini loh padahal, ternyata zonk.” jawabku kecewa. “Astaga ni anak, dateng ke rumah Mamanya cuma mau interogasi emaknya doang. Nyesel Mama ngejawab dari tadi Nis, Nis.” “Hahahahaha, maaf Mama. Namanya juga lagi kepo.” “Kepo kenapa kamu?”“Itu si Ustadz udah beristri belum Ma? Atau mungkin Duda gitu?”“Duda
MENANTU AMBURADUL 92 Situasi malam ini sepertinya sudah tidak begitu mendukung pertemuan Ibu dengan Ustadz Alam. Kegaduhan yang anak-anaknya buat, juga banyaknya personel di rumah Ibu, mungkin membuat obrolan antara Ibu dan si Ustadz menjadi kurang intens. Dengan terpaksa si Ustadz akhirnya pamit pulang. Ibu masuk ke dalam rumah setelah mengantar kepergian mobil si tamu di depan rumah. Tampak raut kesal di wajah Ibu. Beliau menatap kami dengan tatapan tajam, seakan ingin memberitahukan bahwa Ibu tidak menyukai adanya kami beramai-ramai sekarang ini. Kami celingukan, bingung antara mau menatap balik mata indah Ibu, atau lebih baik untuk mengacuhkannya. “Siapa yang suruh semua orang ke sini, Nis? Kamu kan, pasti?” tanya Ibu memojokkan. “Iya Bu, Nisa ...” kalimatku terpotong. “Nggak lucu tau nggak. Kelakuan kalian sebagai orang dewasa malah kelihatan memalukan sekali di depan tamu Ibu. Belum Rini yang teriak-teriak nggak jelas. Mia... apalagi, Malu-maluin!” kini Ibu murka. “Memangn
MENANTU AMBURADUL 93 Hanya ada dua pilihan dalam hidupmu. Kamu akan terus menengok ke belakang dengan bayangan masa lalu yang terus menghantuimu? Atau menatap ke depan dan fokus dengan hidupmu di masa depan. Hidupmu hanya dirimu sendiri yang bisa mengendalikan, mau ke arah mana hanya kamu yang bisa menentukan. ___________“Selamat Pagi Annisa,” sapa Daffian yang kebetulan sedang jogging sendirian tanpa ditemani istri. Aku sengaja menunggunya lewat karena ingin membahas apa yang dia bahas bersama suamiku kemaren. “Pagi. Eh fian, Aku ingin ngobrolin sesuatu sama kamu.” “Iya, ngomong aja.” jawabnya antusias. “Kamu ngomong apa saja sama suamiku?”“Aku? Ngomong apa, ya?” tanyanya balik basa-basi. “Tentang tujuan kamu membeli rumah di sini, berdekatan dengan jarak rumahku.” “Ooh, tentang itu. Jadi suamimu cerita sama kamu?”“Iya. Langsung saja deh, to the point. Maksud kamu apa bilang hal-hal kayak gitu? Bukankah sudah cukup kita memiliki pasangan masing-masing?” “Aku pernah menyes
MENANTU AMBURADUL 94Kulihat pagi Ini, rumah Daffian tampak sepi. Sepertinya banyak mobil barang terparkir di depan rumahnya. Apakah dia akan pindahan hari ini juga? Atau kenapa? Entahlah. Aku coba menanyakan hal ini kepada bapak tukang bersih-bersih. Ternyata benar dugaanku, bahwa Daffian beserta istri akan segera pindah dari komplek ini.Mereka akan menjual rumah yang baru dibelinya tersebut. Katanya hari ini juga mereka akan pergi dari sini. Ini melegakan sekali bagiku. Juga bagi Mas Yusuf mungkin jika nanti dia tahu. “Maafkan Aku ya, Fian, mungkin Aku yang menjadi salah satu sebab kamu memutuskan untuk pindah.” batinku dalam hati. Mungkin jika Mama mengetahui keberadaan Daffian di sekitar sini, Mama adalah orang yang paling mengkhawatirkan masalah ini, karena Mama tahu betul bagaimana dulu Aku sangat menyayangi lelaki ini. Tapi kini semua sudah berbeda, Aku bukanlah lagi Annisa yang dahulu. Aku memiliki suami juga anak yang sangat kucintai. Jadi salah besar jika Daffian baru s
MENANTU AMBURADUL 95Aku memberitahu Mia tentang rencana tamu Ibu yang akan datang nanti malam. Mia menyanggupi untuk menemui tamunya tersebut. Aku menyuruhnya mempersiapkan pakaian yang nanti malam akan dikenakan. Juga sehelai jilbab yang akan dia pakai dengan warna senada. Aku sudah mengajarinya memakai jilbab, tapi Mia belum begitu percaya diri jika harus memakai sendiri. Itu artinyaa adalah, Aku harus memakaikannya nanti. “Jangan permalukan keluargamu nanti malam Mia, katakan apa saja seperlunya jika ditanya. Jangan bersikap memalukan.” “Baik Mbak. Tapi?”“Tapi kenapa?”“Mia belum siap, apalagi dengan kondisi Raihan sekarang yang sedang terluka Mbak.”“Apa hubungannya kebahagiaanmu dengan penderitaan Raihan? Apa dia peduli saat kamu terluka karena kebahagiaan semunya bersama wanita lain? Pikir dong Mia. Jangan terus jadi wanita yang merugi.” kataku geram. Bisa-bisanya Mia masih memikirkan lelaki pembuat onar itu. Aku jadi emosi dibuatnya. Tidak ada hak sedikitpun bagi lelaki ma
MENANTU AMBURADUL 96Aku dan Mimi membereskan ruang tamu bersama. Mia ikut membereskan bersama kami, sudah seharusnya dia ikut juga membantu, karena ini adalah acara Mia. Sepertinya Mia sudah mulai lupa dengan lelaki yang bernama Raihan. Kini sudah mulai tumbuh benih cinta di dalam hatinya untuk Ilyas, lelaki yang baru saja Ia temui. Terlihat dari ekspresi sumringahnya saat kami mulai menggoda dirinya. “Cieee, yang bentar lagi married.” “Ah Mbak Nisa bisa aja.”“Ciee Mbak Mia, bentar lagi punya temen hidup.” ledek Mimi. “Mimi apaan sih. Jadi ikut-ikutan Mbak Nisa.” jawab Mia malu-malu kucing. "Masih gemetaran nggak Mia, setelah bertemu dengan sang pujaan?""Kalau sekarang sudah lega Mbak, enggak kayak tadi.""Lega banget dong, apalagi doinya ganteng.""Iiih Mbak Nisa, tau ajah. Hahahaha." jawab Mia tanpa malu. "Tau dong, muka kamu itu loh nggak bisa bohong Mia.""Jadi, Mas Raihan kalah jauh dong Mbak?" sahut si Mimi."Jauh bangetlah Mi,""Syukurlah kalau gitu Mia, jadi jangan
MENANTU AMBURADUL 161 (ENDING)Setiap manusia selalu punya pilihan untuk selalu bersikap baik kepada sesama atau justru sebaliknya.___________Takdir hidup terkadang memang mengejutkan. Apalagi dengan terjadinya pendekatan dan rencana pernikahan antara Mimi dan Raihan. Semua orang bahkan diriku sendiri juga kaget. Apalagi mereka yang baru saja tinggal satu rumah dalam hitungan hari. Mimi dulu sempat ingin diadopsi sebagai anak oleh Ibu setelah kematian Mia, tapi rencana Ibu gagal karena tidak mendapatkan persetujuan dari anak-anak lelaki Ibu, kini Ia malah akan dijadikan istri oleh Raihan. Seseorang yang pernah menjadi menantu Ibu.Herannya si Mimi juga bersedia dengan permintaan Raihan yang ingin mempersuntingnya. Entah apapun itu motifnya yang jelas doa terbaik selalu untuk mereka berdua.Jika dengan menikah dengan Raihan membuat Mimi akan bersikap lebih penyayang kepada Fajarina dan Ibu, sungguh itu ide yang bagus. Karena selama ini Ibu sudah di rawat dengan Mimi dengan sepenuh ha
MENANTU AMBURADUL 160Kulihat betapa senangnya Daffa diperhatikan oleh Mama dan Papa. Daffa juga sangat bahagia karena Mama dan Papa beberapa hari ini tinggal di rumah kami. Dua orang yang memang sejak Daffa kecil sangat dekat dengan Daffa.Dulu, si Sulungku justru malah sering kutinggalkan bersama kedua orang tuaku karena banyak hal. Itu sebabnya suatu waktu Mama pernah memarahiku karena hal tersebut. Karena kesibukanku di duniaku sendiri sehingga sering meninggalkan anakku di tempat Mama.Sering juga kutinggalkan Daffa karena ulah Ibu mertua. Atau masalah keluarga Mas Yusuf yang tak jarang menyita waktuku. Tentang almarhumah Mia, tentang Ibu, atau masalah lainnya.Dari sebab inilah Daffa menjadi lebih dekat dan intensitas kebersamaannya dengan Grandma dan Grandpanya sangat sering."Lagi pada asyik ngapain?" tanyaku pada Papa dan Daffa yang sedang bercengkerama di ruang Tv."Lagi jawab teka-teki silang nih Mom." jawab Daffa."Siapa yang menang?""Nggak ada yang menang, kami jawab b
MENANTU AMBURADUL 159Mas Rama, Mbak Rini, Khaity dan Mama Papa berpamitan untuk pulang. Berhubung acara buka bersama telah usai. Sebenarnya ingin tarawih berjamaah juga, tapi takutnya kemalaman.Ibu mengamankan diri di kamar, mungkin sedang menyelesaikan beberes barang-barang. Begitu juga Mimi, dia digaji untuk mengikuti kemanapun Ibu akan tinggal.Mungkin tidak lama lagi Mimi bisa bekerja dengan Ibu, karena umur dia sekarang sudah menunjukkan umur seorang wanita yang pantas untuk menikah. Kedua orang tuanya sudah sering mendesak Mimi untuk segera menikah. Tidak peduli bagaimana senangnya Mimi mencari uang.Mungkin kedua orang tua Mimi takut jika nanti Mimi menikah terlalu tua. Apalagi di kampung pasti banyak yang akan ikut berkomentar jika ada anak gadis salah satu warga yang menikah terlalu tua.Aku berpesan kepada Mimi untuk jangan lebih dulu bilang sama Ibu jika memang sudah mau resign dari pekerjaan ini. Karena tahu sendiri pasti Ibu akan merasa gelisah jika diberi tahu di awal.
MENANTU AMBURADUL 158Tidak ada yang bisa merubah watak seseorang, kecuali dirinya sendiri yang ingin merubahnya.Betapa sulitnya menuruti semua kemauan Ibu. Dari hal sepele, sampai hal yang paling berat sekalipun. Dari waktu yang bersahabat atau waktu yang sedang tidak bersahabat. Jika si Ibu sudah berkehendak, maka keinginan itu harus terwujud."Ibu jadinya puasa atau enggak, Bu?""Mana kuat Ibu puasa, Ibu kan enggak sahur Nis. Ada-ada aja kamu.""Oooh, gegara menu sahur enggak sesuai keinginan Ibu, Ibu jadi mutusin buat nggak puasa ya.""Ngomong apa sih kamu ini." Elak Ibu. Mungkin si kanjeng ratu malu mau jujur."Ibu minta menu apa buat nanti sahur. Biar bisa puasa bareng kita.""Apa ya, nanti Ibu kasih tahu deh kalau sudah dapat menu yang Ibu pingin.""Sekarang saja Bu. Nggak usah nanti-nanti. Yang mau belanja dan yang masih jualan lauk mentah siapa kalau sudah sore. Ini bentar lagi juga orang sibuk nyari takjil. Bukan sayur mayur atau lauk mentah." cerocosku mendesak Ibu agar me
MENANTU AMBURADUL 157"Marhaban ya Romadhon. Marhaban Syahrossiyam."Selamat menunaikan Ibadah puasa bagi yang menjalankan. Semoga kita semua diberikan kesehatan sehingga bisa beribadah dengan maksimal di bulan suci ini. Aamiin.____________"Nek, maafkan Rina. Nenek jangan marah." kata Rina di balik pintu kamar neneknya sambil ketok-ketok.Ibu mengunci pintu kamar beliau dari dalam, sehingga tidak ada seorangpun yang bisa masuk, termasuk Mimi."Pergi saja semua. Jangan perdulikan Nenek lagi.""Kami semua masih peduli kok sama Nenek.""Bohong. Buktinya kamu tidak mau tinggal sama Nenek. Kamu malah memilih tinggal bersama Ayahmu.""Nenek boleh ikut sama kami. Kata Ayah, kita akan tinggal bersama."Hening... tidak ada balasan dari dalam ruangan yang pastinya berantakan itu akibat ulah dari Ibu. Segala barang yang ada di dalam selalu dirusak saat Ibu marah. Itu sebabnya kami tidak banyak meletakkan barang-barang berbahan kaca yang mudah pecah. Salah satu alasannya ya karena itu. Tidak i
MENANTU AMBURADUL 156Kami masih di Supermarket langganan. Cuman beda posisi saja. Aku, Fateh, Rina, Daffa dan Mbak Karti sedang menunggu Ibu dan Mimi yang masih ada di dalam. Mas Yusuf entah menghilang kemana?Daffa awalnya membantu Neneknya mendorong troli belanjaan, tapi dia antarkan troli tersebut sampai kasir lalu pamit mencari Daddynya agar bisa membantunya membawakan belanjaan si nenek. Sudah Daffa cari kemana-mana, batang hidung Daddynya belum juga nongol, akhirnya Daffa menemukan keberadaan kami dan menunggu Mas Yusuf bersama kami di sini."Loh, kok kalian pada di sini? Ibu dimana?" tanya Mas Yusuf yang mendadak care dengan keberadaan ibunya."Helloooo kemana aja dari tadi Mas?" batinku mengomel.Entah dari mana asalnya Mas Yusuf tiba-tiba muncul begitu saja. Bilangnya sih dari toilet. Entah ngumpet atau ngapain dia sejak tadi di sana? Kami saja sudah duduk di sini sekitar 15 menit. Berarti Mas Yusuf berada di toilet hampir 45 menitan. Hahahaha mustahil sekali Mas. Alasan k
MENANTU AMBURADUL 155Suara huru-hara orang yang hendak beraktivitas mulai terdengar di luar. Sang embun mulai menampakkan diri, pertanda bahwa pagi ini masih begitu dingin. Kembali kututup pintu rumah, lalu menikmati pekerjaan pagi yang setiap hari kujalani.Mbak Karti sudah memulai pekerjaan rumah lebih dulu, ia tampak serius sedang bergelut dengan cucian dan mesin. Sementara Aku sedang menyiapkan bumbu dan bahan makanan untuk kukupas dan potong-potong.Mas Yusuf dan Fateh masih terlelap tidur. Tadi mereka asyik bercanda dari sebelum subuh, namun akhirnya keduanya tertidur kembali setelah Mas Yusuf melakukan sholat subuh.Daffa dan Fajarina juga kebetulan sedang ada di rumah. Mereka sedang menikmati liburan di rumah menjelang ramadhan dari pesantren. Tidak lama sih, sekitar satu minggu. Itupun sudah membuat mereka berdua merasa senang, karena bisa pulang ke rumah dan berkumpul bersama keluarga. Khaity juga pulang."Boleh Rina bantu, Tante?" sapa seseorang dari belakangku."Eh Rina,
MENANTU AMBURADUL 154Kudengar bel rumah berbunyi, sepertinya ada seseorang yang datang. Aku berdiri dari posisi awalku yang sedang duduk di samping Fateh untuk menitipkan sementara Fateh, kepada Mbak Karti. Dengan sedikit rasa penasaran Akupun membuka pintu depan."Assalamu'alaikum Mbak Nisa. Saya rindu sekali dengan Mbak Nisa." sapa seorang dokter perempuan cantik di hadapanku. Ia Aisyah, istri dari Ilyas.Kami saling berpelukan. Sudah lama sekali sepertinya kami tidak berjumpa."Alhamdulillah Baik. Tahu rumahku dari Mana, Syah?""Minta sama Mbak Rini. Hehehehe nggak papa kan Mbak? Maaf sudah lancang.""Nggak papa dong. Malahan seneng ada yang datang ke sini jengukin diriku.""Hehehehe Mbak Nisa bisa saja."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, rupanya Aku sedikit pangling padanya. Kini Aisyah tampak lebih subur, sepertinya benar yang dibilang oleh Fajarina, Aisyah terlihat seperti sedang berbadan dua. Wajahnya masih saja cantik, bahkan lebih cantik sekarang dengan aura keibuannya ya
MENANTU AMBURADUL 153Sudah sekitar 45 menit kami menunggu mobil yang dinaiki oleh Ibu singgah di sini. Kami semua seperti orang hilang di sebuah Pom Bensin ini. Bukan seperti lagi, kami ibarat keluarga yang terdampar tanpa kepastian.Ibu tak kunjung ada kabar. Selain cemas, kami juga sempat berfikiran buruk tentang mereka bertiga yang kebetulan di supiri oleh orang sewaan yang kurang begitu kami kenal. Takutnya mereka bertiga kenapa-napa. Misalnya diculik gitu. Tapi ribet juga sih kalau yang diculik Ibu. Bakalan susah ngerawatnya. Belum lagi pas kena omel si Ibu, bisa-bisa nyerah penculiknya. Angkat tangan beserta kaki. Hahahahaa.Selang berapa lama, Mas Yusuf dan Mas Rama akhirnya berhasil menghubungi si driver lewat sambungan telfon. Saat ditanya oleh Mas Rama kebetulan si driver baru sampai rumah lagi. Tadinya masih di jalan dan susah ambil ponsel di sakunya, makanya tidak kunjung diangkat.Ternyata Ibu melupakan sesuatu, tas beliau ketinggalan di ruang tamu lengkap beserta pons