MENANTU AMBURADUL 96Aku dan Mimi membereskan ruang tamu bersama. Mia ikut membereskan bersama kami, sudah seharusnya dia ikut juga membantu, karena ini adalah acara Mia. Sepertinya Mia sudah mulai lupa dengan lelaki yang bernama Raihan. Kini sudah mulai tumbuh benih cinta di dalam hatinya untuk Ilyas, lelaki yang baru saja Ia temui. Terlihat dari ekspresi sumringahnya saat kami mulai menggoda dirinya. “Cieee, yang bentar lagi married.” “Ah Mbak Nisa bisa aja.”“Ciee Mbak Mia, bentar lagi punya temen hidup.” ledek Mimi. “Mimi apaan sih. Jadi ikut-ikutan Mbak Nisa.” jawab Mia malu-malu kucing. "Masih gemetaran nggak Mia, setelah bertemu dengan sang pujaan?""Kalau sekarang sudah lega Mbak, enggak kayak tadi.""Lega banget dong, apalagi doinya ganteng.""Iiih Mbak Nisa, tau ajah. Hahahaha." jawab Mia tanpa malu. "Tau dong, muka kamu itu loh nggak bisa bohong Mia.""Jadi, Mas Raihan kalah jauh dong Mbak?" sahut si Mimi."Jauh bangetlah Mi,""Syukurlah kalau gitu Mia, jadi jangan
MENANTU AMBURADUL 97Mama datang ke rumahku minta diantarkan Papa sebelum berangkat kerja. Sudah lama sekali Mama tidak berkunjung ke rumah. Aku sedang berjemur matahari dengan Daffa di depan rumah. “Hai Pa, hati-hati di jalan ya. Terimakasih tebengannya buat Mama.” “Hehehe sama-sama Nisa.”Aku juga tak lupa menyampaikan rasa terimakasih Mas Rama untuk Papa, atas bantuan Papa mencarikan pekerjaan. Papa bilang memang sudah selayaknya keluarga itu saling membantu. toh, Rama orangnya cekatan, makin menambah citra baik Papa di depan atasan, katanya. Papa pamit berangkat kerja kepada kami bertiga.“Tante, apa kabar?” tanya seseorang dari arah belakang kami berdiri. “Loh, Daffian? Kamu ngapain di sini?” tanya Mama bingung kenapa ada Daffian. Sudah lama sekali mereka tidak bertemu. “Oh iya Tan, itu rumah Daffa kebetulan sebelahan sama Nisa.”Mata Mama setengah melotot ke arahku. Aku tau Mama bakalan marah jika mengetahui hal ini. “Jadi, kamu baru pindahan ke sini?”“Iya Tan,” jawab Daff
MENANTU AMBURADUL 98“Hai Mbak, kakaknya Mbak Mia ya?” tanya salah seorang ibu-ibu.“Saya iparnya Bu, Ibu keluarga Mas Ilyas?” tanyaku balik. “Iya. Saya Ibunya Ilyas.” “Oh, hehehe salam kenal ya Bu, saya Annisa, istri dari Yusuf kakaknya Mia.” Aku menyodorkan tangan kepada Ibunda dari Ilyas. Disambutlah dengan sopan oleh Ibu Ilyas. “Oh Iya Mbak, saya Bu Anita.” “Oh Iya Bu, sudah ketemu sama Ibu mertua saya?”“Sudah tadi, tapi sepertinya beliau sedang kurang fokus. Saya ajak ngobrol kurang nyambung. Hehehehe.” “Oh gitu. Heheheh mungkin masih sungkan ya Bu. Mohon dimaklumi.” “Iya nggak papa. Pas kemarenan acara pertemuan keluarga di rumah beliau, saya tidak ikut karena kebetulan sedang kurang enak badan. Beliau sepertinya tersinggung ya, Mbak.”“Oh sepertinya tidak kok, Bu, tenang saja. Hehehe.” jawabku santai tapi kesel juga sama Ibu mertua. Kenapa mengacuhkan orang sepenting bu Anita. “Saya kira beliau kurang berkenan sehingga tadi saya ajakin ngobrol kayaknya kurang menangga
MENANTU AMBURADUL 99Pagi ini hujan mengguyur bumi begitu lebat. Hawa dingin sudah sejak subuh tadi merasuk ke dalam tulang. Padahal semalam juga gerimis, tapi tak lama langit kembali terang. Kumatikan AC di kamar, meski tahu nanti bakalan kena protes kedua jagoanku. Tapi Aku lebih kasihan si Daffa kalau dia kedinginan. Jika ketahuan kupakaikan selimut saja pasti dia marah. Anak ini benar-benar anti selimut, meski dinginnya Ac sudah membekukan tubuh emaknya. Hahahaha. Meski malas bukan main untuk bangun dari kasur, Aku mencoba memaksakan diri untuk segera beranjak. Badanku sebenarnya masih sangat lelah, tapi anak dan suamiku butuh makan. Jika Aku masih tidur bersama mereka di kasur empuk ini, pastilah nanti kita akan kelaparan bersamaan. Kubuatkan sarapan yang Daffa juga bisa ikut makan. Roti bakar dengan selai kesukaan masing-masing. Mas Yusuf lebih suka selai strowbery, Daffa suka selai cokelat, dan Aku paling suka selai keju. Dengan perbedaan selera seperti inilah yang membuatku
MENANTU AMBURADUL 100Hari ini adalah hari paling bersejarah bagi Mia dan juga Ilyas. Hari bahagia yang ditunggu-tunggu oleh mereka berdua juga oleh kami sebagai keluarga. Selama hampir satu bulan penantian mereka akhirnya bisa terealisasi sekarang. Sejak pukul 06.30 Wib, hampir seluruh keluarga besar kami juga Ilyas sudah berkumpul dalam sebuah ruang yang penuh dekorasi bunga-bunga yang indah ini untuk menyaksikan sebuah acara sakral kedua mempelai. Meski ada beberapa orang juga yang datang belakangan. Acara yang keluarga Ilyas bilang sederhana ini adalah acara yang mewah bagiku. Meski tidak di gelar di sebuah gedung, di rumah megah ini saja, kemegahannya sungguh nyata terpancar. Sungguh Allah Maha dari segala Maha. Kemarenan ujian bertubi-tubi dilimpahkan kepada Mia, kini setelah Mia memutuskan untuk memperbaiki dirinya, ia malah dijanjikan sebuah kebahagiaan yang tidak pernah terduga sebelumnya dan dari mana asalnya. Congratulation Mia dan Ilyas, semoga diberikan kelancaran aca
MENANTU AMBURADUL 101Tidak ada manusia yang sempurna, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah sang Maha Pencipta. _____________Resepsi Pernikahan Mia dan Ilyas telah sampai di penghujung acara. Kini saatnya bagi kami para tamu untuk bersiap-siap pulang. Aku mendekati keberadaan Mama juga Papa untuk kuajak pulang bersama. Ternyata Mama dan Papa sedang mengobrol bersama dengan orang tua Ilyas. “Mari Bu, kami pamit ya. Terimakasih atas jamuan yang luar biasa ini.” pamitku kepada kedua orang tua mempelai lelaki. “Hehehe mbaknya bisa aja. Terimakasih atas kehadirannya ya.” ucap orang tua dari Ilyas. Kami juga berpamitan kepada kedua mempelai. Mia tampak meneteskan air mata, karena sebentar lagi akan kami tinggalkan dia sendiri di sini, dan kami sekeluarga harus pulang. “Selamat ya, semoga lancar malam pertamanya.” ucap Mbak Rini, kami semua ikut tertawa. “Ahhh, Mbak Rini selalu hobinya ngledek.” balas Mia.“Baju sama semua barang milik kamu udah kami bereskan dari rumah Ibu ya M
MENANTU AMBURADUL 102Aku berterimakasih kepada Papa karena sudah diantarkan, lalu meminta Papa segera pulang untuk menemani Mama di rumah. Papa pamit kepadaku dan Aku berpesan untuk hati-hati di jalan. “Jangan lupa kasih kabar kami ya Nis, kalau ada apa-apa.” “Iya Pa.” Papa ikutan panik kali ini. Sesampainya di Rumah Sakit, Aku menghubungi Mimi dan menanyakan dimana keberadaan yang lainnya. Mimi bilang masih di UGD. Aku buru-buru menyusul mereka bertiga. Kulihat Mas Rama dan Mimi sedang berada di luar UGD Rumah Sakit. “Dimana Ibu, Mas?” tanyaku pada Mas Rama. “Masih diperiksa di dalam. Ada Yusuf yang nemenin.”“Ceritanya gimana sih ini? Ada apa sebenernya?” desakku pada keduanya. “Ibu itu awalnya bilang sakit perut Mbak, katanya nggak tahan sakitnya, terus beliau juga bilang sakit kepala. Dadanya juga sesak. Terus katanya mual. Banyaklah Mbak yang dikeluhkan. Nggak biasanya Ibu begini. Makanya Mimi dan Mas Rama langsung bawa Ibu ke sini.”“Astaghfirullah Ibu.” jawabku panik.
MENANTU AMBURADUL 103 Kusapa dengan sopan para Suster dan Dokter yang sedang berdinas pagi dan duduk-duduk santai di counter perawat. Ruangan Ibu mengharuskan kami yang menjaga Ibu untuk melewati counter suster tersebut. “Pagi Pak Ilyas,” sapa salah seorang Dokter senior yang usianya mungkin hampir 70 tahun. “Pagi Dok,” sahut Ilyas menimpali. Aku agak aneh melihat mereka saling sapa. Bukankah Ilyas baru hari ini menginjakkan kakinya di sini. Tapi Aku tak berani bertanya langsung. Aku dan Ilyas masuk ke dalam sebuah lift. Kami bersamaan dengan suster yang sedang mendorong seorang pasien di sebuah kursi roda. “Pagi Buk, Pak.” Sapa Ramah suster tersebut kepada kami. Kami berdua melempar senyum. Sungguh tidak seimbang rasanya penampilanku disejajarkan dengan penampilan seorang Ilyas. Aku yang memakai baju lusuh dan belum mandi ini sepertinya kelihatan cocok jika berstatus sebagai pembantu Ilyas. Hahahaha. Sampailah kami di lantai 1, atau Lobbi rumah sakit. Kami keluar dari lift da