MENANTU AMBURADUL 91 Saking bingungnya mau kemana Aku mencari informasi tentang dengan siapa Ibu pulang dari pengajian itu, Aku segera menghubungi Mimi. Mimi malah bilang Ibu belum sampai di rumah. Lalu Aku pergi ke rumah Mama, untuk memastikan apakah Mama sudah pulang atau belum. Ternyata Mama sudah berada di rumah. “Mama pulang sama siapa?” tanyaku. “Sama temen-temen Mama, dong. Emangnya siapa lagi.”“Oooh, kirain.”“Kamu mau tanya Ibu mertuamu diantar siapa?”“Hehehe tau aja.”“Sama mobil Rama tadi kayaknya.”“Itu kan pas berangkat Ma. Pulangnya sama siapa si Ibu?” “Sama siapa ya? Mama pulang lebih dulu kayaknya Nis, jadi kurang tahu.” “Yah si Mama ini, udah Nisa kejar ke sini loh padahal, ternyata zonk.” jawabku kecewa. “Astaga ni anak, dateng ke rumah Mamanya cuma mau interogasi emaknya doang. Nyesel Mama ngejawab dari tadi Nis, Nis.” “Hahahahaha, maaf Mama. Namanya juga lagi kepo.” “Kepo kenapa kamu?”“Itu si Ustadz udah beristri belum Ma? Atau mungkin Duda gitu?”“Duda
MENANTU AMBURADUL 92 Situasi malam ini sepertinya sudah tidak begitu mendukung pertemuan Ibu dengan Ustadz Alam. Kegaduhan yang anak-anaknya buat, juga banyaknya personel di rumah Ibu, mungkin membuat obrolan antara Ibu dan si Ustadz menjadi kurang intens. Dengan terpaksa si Ustadz akhirnya pamit pulang. Ibu masuk ke dalam rumah setelah mengantar kepergian mobil si tamu di depan rumah. Tampak raut kesal di wajah Ibu. Beliau menatap kami dengan tatapan tajam, seakan ingin memberitahukan bahwa Ibu tidak menyukai adanya kami beramai-ramai sekarang ini. Kami celingukan, bingung antara mau menatap balik mata indah Ibu, atau lebih baik untuk mengacuhkannya. “Siapa yang suruh semua orang ke sini, Nis? Kamu kan, pasti?” tanya Ibu memojokkan. “Iya Bu, Nisa ...” kalimatku terpotong. “Nggak lucu tau nggak. Kelakuan kalian sebagai orang dewasa malah kelihatan memalukan sekali di depan tamu Ibu. Belum Rini yang teriak-teriak nggak jelas. Mia... apalagi, Malu-maluin!” kini Ibu murka. “Memangn
MENANTU AMBURADUL 93 Hanya ada dua pilihan dalam hidupmu. Kamu akan terus menengok ke belakang dengan bayangan masa lalu yang terus menghantuimu? Atau menatap ke depan dan fokus dengan hidupmu di masa depan. Hidupmu hanya dirimu sendiri yang bisa mengendalikan, mau ke arah mana hanya kamu yang bisa menentukan. ___________“Selamat Pagi Annisa,” sapa Daffian yang kebetulan sedang jogging sendirian tanpa ditemani istri. Aku sengaja menunggunya lewat karena ingin membahas apa yang dia bahas bersama suamiku kemaren. “Pagi. Eh fian, Aku ingin ngobrolin sesuatu sama kamu.” “Iya, ngomong aja.” jawabnya antusias. “Kamu ngomong apa saja sama suamiku?”“Aku? Ngomong apa, ya?” tanyanya balik basa-basi. “Tentang tujuan kamu membeli rumah di sini, berdekatan dengan jarak rumahku.” “Ooh, tentang itu. Jadi suamimu cerita sama kamu?”“Iya. Langsung saja deh, to the point. Maksud kamu apa bilang hal-hal kayak gitu? Bukankah sudah cukup kita memiliki pasangan masing-masing?” “Aku pernah menyes
MENANTU AMBURADUL 94Kulihat pagi Ini, rumah Daffian tampak sepi. Sepertinya banyak mobil barang terparkir di depan rumahnya. Apakah dia akan pindahan hari ini juga? Atau kenapa? Entahlah. Aku coba menanyakan hal ini kepada bapak tukang bersih-bersih. Ternyata benar dugaanku, bahwa Daffian beserta istri akan segera pindah dari komplek ini.Mereka akan menjual rumah yang baru dibelinya tersebut. Katanya hari ini juga mereka akan pergi dari sini. Ini melegakan sekali bagiku. Juga bagi Mas Yusuf mungkin jika nanti dia tahu. “Maafkan Aku ya, Fian, mungkin Aku yang menjadi salah satu sebab kamu memutuskan untuk pindah.” batinku dalam hati. Mungkin jika Mama mengetahui keberadaan Daffian di sekitar sini, Mama adalah orang yang paling mengkhawatirkan masalah ini, karena Mama tahu betul bagaimana dulu Aku sangat menyayangi lelaki ini. Tapi kini semua sudah berbeda, Aku bukanlah lagi Annisa yang dahulu. Aku memiliki suami juga anak yang sangat kucintai. Jadi salah besar jika Daffian baru s
MENANTU AMBURADUL 95Aku memberitahu Mia tentang rencana tamu Ibu yang akan datang nanti malam. Mia menyanggupi untuk menemui tamunya tersebut. Aku menyuruhnya mempersiapkan pakaian yang nanti malam akan dikenakan. Juga sehelai jilbab yang akan dia pakai dengan warna senada. Aku sudah mengajarinya memakai jilbab, tapi Mia belum begitu percaya diri jika harus memakai sendiri. Itu artinyaa adalah, Aku harus memakaikannya nanti. “Jangan permalukan keluargamu nanti malam Mia, katakan apa saja seperlunya jika ditanya. Jangan bersikap memalukan.” “Baik Mbak. Tapi?”“Tapi kenapa?”“Mia belum siap, apalagi dengan kondisi Raihan sekarang yang sedang terluka Mbak.”“Apa hubungannya kebahagiaanmu dengan penderitaan Raihan? Apa dia peduli saat kamu terluka karena kebahagiaan semunya bersama wanita lain? Pikir dong Mia. Jangan terus jadi wanita yang merugi.” kataku geram. Bisa-bisanya Mia masih memikirkan lelaki pembuat onar itu. Aku jadi emosi dibuatnya. Tidak ada hak sedikitpun bagi lelaki ma
MENANTU AMBURADUL 96Aku dan Mimi membereskan ruang tamu bersama. Mia ikut membereskan bersama kami, sudah seharusnya dia ikut juga membantu, karena ini adalah acara Mia. Sepertinya Mia sudah mulai lupa dengan lelaki yang bernama Raihan. Kini sudah mulai tumbuh benih cinta di dalam hatinya untuk Ilyas, lelaki yang baru saja Ia temui. Terlihat dari ekspresi sumringahnya saat kami mulai menggoda dirinya. “Cieee, yang bentar lagi married.” “Ah Mbak Nisa bisa aja.”“Ciee Mbak Mia, bentar lagi punya temen hidup.” ledek Mimi. “Mimi apaan sih. Jadi ikut-ikutan Mbak Nisa.” jawab Mia malu-malu kucing. "Masih gemetaran nggak Mia, setelah bertemu dengan sang pujaan?""Kalau sekarang sudah lega Mbak, enggak kayak tadi.""Lega banget dong, apalagi doinya ganteng.""Iiih Mbak Nisa, tau ajah. Hahahaha." jawab Mia tanpa malu. "Tau dong, muka kamu itu loh nggak bisa bohong Mia.""Jadi, Mas Raihan kalah jauh dong Mbak?" sahut si Mimi."Jauh bangetlah Mi,""Syukurlah kalau gitu Mia, jadi jangan
MENANTU AMBURADUL 97Mama datang ke rumahku minta diantarkan Papa sebelum berangkat kerja. Sudah lama sekali Mama tidak berkunjung ke rumah. Aku sedang berjemur matahari dengan Daffa di depan rumah. “Hai Pa, hati-hati di jalan ya. Terimakasih tebengannya buat Mama.” “Hehehe sama-sama Nisa.”Aku juga tak lupa menyampaikan rasa terimakasih Mas Rama untuk Papa, atas bantuan Papa mencarikan pekerjaan. Papa bilang memang sudah selayaknya keluarga itu saling membantu. toh, Rama orangnya cekatan, makin menambah citra baik Papa di depan atasan, katanya. Papa pamit berangkat kerja kepada kami bertiga.“Tante, apa kabar?” tanya seseorang dari arah belakang kami berdiri. “Loh, Daffian? Kamu ngapain di sini?” tanya Mama bingung kenapa ada Daffian. Sudah lama sekali mereka tidak bertemu. “Oh iya Tan, itu rumah Daffa kebetulan sebelahan sama Nisa.”Mata Mama setengah melotot ke arahku. Aku tau Mama bakalan marah jika mengetahui hal ini. “Jadi, kamu baru pindahan ke sini?”“Iya Tan,” jawab Daff
MENANTU AMBURADUL 98“Hai Mbak, kakaknya Mbak Mia ya?” tanya salah seorang ibu-ibu.“Saya iparnya Bu, Ibu keluarga Mas Ilyas?” tanyaku balik. “Iya. Saya Ibunya Ilyas.” “Oh, hehehe salam kenal ya Bu, saya Annisa, istri dari Yusuf kakaknya Mia.” Aku menyodorkan tangan kepada Ibunda dari Ilyas. Disambutlah dengan sopan oleh Ibu Ilyas. “Oh Iya Mbak, saya Bu Anita.” “Oh Iya Bu, sudah ketemu sama Ibu mertua saya?”“Sudah tadi, tapi sepertinya beliau sedang kurang fokus. Saya ajak ngobrol kurang nyambung. Hehehehe.” “Oh gitu. Heheheh mungkin masih sungkan ya Bu. Mohon dimaklumi.” “Iya nggak papa. Pas kemarenan acara pertemuan keluarga di rumah beliau, saya tidak ikut karena kebetulan sedang kurang enak badan. Beliau sepertinya tersinggung ya, Mbak.”“Oh sepertinya tidak kok, Bu, tenang saja. Hehehe.” jawabku santai tapi kesel juga sama Ibu mertua. Kenapa mengacuhkan orang sepenting bu Anita. “Saya kira beliau kurang berkenan sehingga tadi saya ajakin ngobrol kayaknya kurang menangga