**
3 bulan lamanya aku memikirkan tentang lamaran dari Mas putra membuatku akhirnya memutuskan untuk menerimanya.“Bismillahirrahmanirrahim saya Zane Nathalia menerima lamaran dari Mas Putra Sanjaya” Jawabanku untuk lamaran dari Mas Putra.Meskipun dari hati yang paling dalam aku belum siap untuk menikah. Kita memang sudah menjalin hubungan dari saat kita masih menjadi seorang mahasiswa semester 6 sampai sekarang kita sudah menginjak usia 28tahun. Tetapi dengan hubungan yang sudah selama itu aku masih belum merasa mengenal Mas putra, ada banyak hal yang aku tidak ketahui tentang kehidupan Mas putra.“Alhamdulilah” ucap beberapa keluarga yang hadir dalam acara lamaran kami.“Sekarang kamu pasangkan cincinnya ke tangan Zane” Ucap ibu dari Mas Putra yang terlihat sangat bahagia karena anak pertamanya akan segera menikah.“Sayang, Terima kasih karna sudah menerimaku” Mas putra memakaikan cincin di jari manisku sambil tersenyum menatap mataku.“Iya mas” Ucapku singkat setelah menatap kembali matanya.***“Apakah kau sudah cukup menikmati masa sendirimu zane?”Itu adalah pertanyaan yang tiba-tiba memecahkan keheningan di meja makan dari seseorang yang sudah lama menjadi sahabatku. Dia adalah Andini, seorang teman yang dipertemukan di kost bunga tulip saat kita masih menyandang status menjadi seorang mahasiswi. Pertemuan kita memang tidak sengaja waktu itu dan ternyata kita berasal dari kota yang sama. mulai dari saat itu kita menjadi teman dekat sampai sekarang. dia sudah menikah dengan laki-laki keturunan minang dan memiliki seorang anak laki-laki. Andini menerima lamaran dari kaka tingkatnya setahun setelah wisuda. Dan kini ia menetap di ibu kota bersama suami dan anaknya.“Aku tidak tahu, tapi aku juga tidak bisa terus menolak lamaran dari mas putra” Jawabku dengan nada ragu.“Kalau belum merasa siap dengan pernikahan mending ditunda saja dulu, tidak baik menjalani pernikahan dengan hati yang ragu” Andini kembali menjawab dengan sorot mata menguatkanku.“Aku merasa malu karna terus menolak ajakan dari mas putra, Apalagi setelah kuhitung, ini adalah tahun ke 7 aku dan mas putra berpacaran” jawabku dengan nada yang semakin senduh“7 atau 10 tahun lamanya kamu berpacaran dengan putra itu bukanlah suatu tolak ukur untuk kamu bisa menikah, siapkan dan teguhkan hatimu untuk menjadi seorang istri. karena pernikahan bukanlah suatu perkara yang mudah” Andini kembali menjawab sambil mengusap pundakku, Aku yakin dia sangat mengerti tentang keraguanku soal pernikahan ini.“Iya, terima kasih. semoga aku tidak salah dengan pilihanku”***2 bulan setelah acara lamaran kami melangsungkan acara pernikahan di salah satu hotel di Yogyakarta. Acara yang kami langsungkan sangat tertutup dan hanya mengundang beberapa keluarga terdekat saja. Teman yang datangpun tidak banyak.“Selamat ya Zane” Ucap Andini sambil memelukku.“Iya, Terima kasih ya din sudah menyempatkan datang jauh-jauh dari Jakarta. aku bahagia sekali karena kamu bisa hadir di acara pernikahanku” Jawabku sambil sedikit menangis.“Iya, semoga ini akan menjadi pernikahan pertama dan terakhirmu. Dan semoga impianmu menjadi istri dan ibu yang baik di berikan jalan yang mulus. di dalam pernikahan ini banyak sekali hal yang tidak terduga, semoga kamu selalu di kuatkan ya!” Andini juga tak kuasa menahan tangis.Sepanjang acara pernikahan ini terlihat banyak sekali senyum kebahagiaan dari keluarga dan teman kami. sepertinya kebahagiaan ini juga sangat di nikmati oleh Mas putra yang sedang bersenda gurau dengan teman-temannya. Terlihat beberapa kali mereka tertawa dan berfoto bersama, meskipun aku tidak terlalu kenal dengan teman-teman Mas putra.“Hei Zane, kamu cantik sekali. selamat ya!” Ucap salah satu teman Mas putra yang bernama Mbak bulan. Mbak bulan ini adalah istri dari Arie teman Mas putra sejak Smp.“Iya mbak, Terima kasih ya sudah datang hehehe” Jawabku sambil tersenyum.“Zane, Selamat ya sudah menjadi ibu Sanjaya. kalo putra bandel di jewer aja” Arie pun ikut mengucapkan selamat padaku sambil di susul gelak tawaku dan mbak bulan.Memang benar bahwa teman Mas putra jauh lebih banyak dibanding temanku yang hanya Andini saja, Mas putra sangat suka sekali bersosialisasi oleh karena itu dia memiliki banyak teman berbeda sekali denganku. Namun sejujurnya setiap kali aku melihat cara Mas putra dengan teman-temannya bercanda aku merasa ada sesuatu yang mereka ketahui namun menutupinya dariku, tapi aku selalu berusaha mengikuti cara mereka bercanda meskipun dari hatiku yang paling dalam merasa sangat tidak nyaman.Ditengah kebahagiaan yang sedang kami rasakan namun tiba-tiba muncul perasaan tidak tenang di hatiku, entah perasaan ini atas dasar apa. tapi aku rasa di pernikahanku dengan Mas Putra ini memiliki sesuatu yang belum tersampaikan. Tapi aku acuhkan perasaanku, mungkin ini karena aku masih belum ikhlas melepas kebebasanku sebagai wanita lajang.Malamnya setelah acara selesai akhirnya kita pulang ke rumah. yaa, memang setelah acara lamaran kami mulai mencari rumah di tengah kota. yang tujuannya agar setelah menikah kita bisa langsung tinggal dirumah sendiri. semuanya sudah kami persiapkan sebelum pernikahan, rumah dan segala isinya sudah siap kami huni. setelah menikah pun aku masih di izinkan bekerja, Mas putra sebenernya keberatan aku tetap bekerja tapi karna aku terus memaksa akhirnya dia mengizinkan mengingat tempat kerjaku juga tidak begitu jauh dari rumah. Alasanku memaksa ingin tetap bekerja adalah tidak siap berdiam diri dirumah karna aku sudah terbiasa bekerja.“Mas, aku mau bersih-bersih dulu ya. aku sudah tidak betah sekali menggunakan kebaya ini” keluhku karena menggunakan kebaya dan riasan di kepala yang berat ini membuat badanku terasa cape.“Iya sayang, aku habiskan satu batang rokok dulu ya setelah itu aku masuk” Jawab Mas putra yang sedang duduk di teras rumah.Aku melihat Mas putra mengeluarkan handphonenya dengan muka yang sedikit cemberut ketika mulai membaca dari pesan seseorang. Aku penasaran dari siapa pesan itu sampai membuat Mas putra cemberut di hari pernikahannya. tapi rasa penasaranku kalah dengan badanku yang sudah tidak betah mengenakan kebaya ini. jadi aku segera bergegas menuju kamar mandi.**Ini adalah hari kedua kami menjadi pasangan suami istri, belum banyak perubahan yang saya ketahui dari Mas putra.“Yang, hari ini kita jadi ke supermarket?” Tanya Mas putra yang sedang duduk di sofa ruang tamu.“Jadi mas, abis aku beresin ini ya” Jawabku yang sedang sibuk membereskan kado-kado pernikahan.Aku dan Mas putra akhirnya berangkat menuju supermarket yang cukup dekat dengan kompleks perumahan kami.“Mas aku boleh pinjem handphonemu ga, buat checklist barang yang udah kita beli. soalnya handphoneku abis baterainya” Tanyaku ke Mas putra yang sedang asik memilih barang belanjaan.“Boleh” Jawab Mas putra sambil memberikan handphonenya kepadaku.Aku mulai menulis kembali barang apa saja yang sudah masuk ke keranjang belanja, tapi tidak lama dari itu ada seseorang yang menelpon Mas putra.“Nomor yang tidak di kenal, siapa ini?” Tanyaku dalam hatiKulihat Mas putra sedang sibuk memilih barang, tapi buru-buru ku beri tahu Mas putra bahwa ada seseorang yang menelponnya. Tapi raut wajahnya berubah setelah melihat nomor yang menelponnya.“O-oh ini salah sambung kayaknya” Jelas Mas putra dengan nada yang gemetar sambil menolak panggilan tersebut.Aku kembali sibuk dengan barang belanjaanku, tapi tidak lama dari itu ada pesan lagi dari nomor yang sama “Jawab”.Jawaban apa yang ingin dia dengar, aku tidak tahu ini sebenarnya ada apa diantara mereka. Apakah benar salah sambung atau ada hal yang Mas putra tutupin. Bahkan aku tidak tahu dia ini laki-laki atau perempuan, teman atau bukan. tapi harusnya kalau hanya teman tidak perlu sepanik itu kan? Pikiranku sudah terlalu jauh sampai aku berpikir “apa mas Mas putra sudah berselingkuh?”.****“Kamu sudah memikirkan kita mau honeymoon kemana sayang? Tanya Mas putra. “Belum mas, tapi aku lebih pengen Road trip. ke bali mungkin?”. jawabku“Zane, kamu yakin tidak ingin naik pesawat saja. perjalanan dari jogja ke bali itu sangat jauh loh?” jawab Mas putra memberiku pilihan.“Tidak mas, di perjalanan nanti kita bisa berhenti di kota malang atau surabaya untuk menginap satu malam” jawabku“Ya sudah kalau memang itu yang kamu mau sayang, besok kita berangkat pagi ya. Mas dapat cuti 2 minggu, kalo berangkat besok kita jadi lebih santai menikmati perjalanan” jawab Mas putra yang menyetujui permintaanku.“Baik mas, aku siapkan barangnya dulu” jawabku lalu pergi menyiapkan keperluan kamiEsok paginya kita berangkat dari jogja menuju bali. kami sangat menikmati perjalanan ini, Mobil melaju di tengah jalan tol dengan diiringi playlist music favoritku sampai tidak terasa perjalanan ini sudah hampir melewati kota Malang. “Sayang, kita jadi mau stay di malang malam ini? Tanya Mas putra
***“Mas, bangun yuk. udah jam 6 nanti kamu telat loh” seruku membangunkan Mas putra yang masih tertidur di kasur. “Iya sayang, mas masih ngantuk banget” jawab Mas putra sambil malas-malasan. “Cepet mandi yaa, bajunya udah aku siapin. kalo udah selesai langsung ke meja makan mas” jawabku sambil meninggalkan kamar.Begitulah kira-kira setiap pagiku setelah 1 bulan lebih menjadi seorang istri, banyak sekali yang berubah dari kehidupanku sebelumnya tapi banyak hal baru juga yang aku pelajari. Meskipun sudah menjadi seorang istri aku masih tetap bekerja menjadi dosen di salah satu universitas di kota jogja. sudah menikah tetapi masih bekerja sama sekali tidak memberatkanku, aku menikmati peranku menjadi istri dan pekerjaanku sebagai dosen. “Tehnya jangan lupa di minum ya mas” aku mengingatkan Mas putra karena dia sering lupa menghabiskan tehnya. “Iya sayang, sayang jadi hari ini ke rumah ibu?” tanya Mas putra. “Iya mas, kemarin dika call aku mau di bawain brownies strawberry” jawabku
**“pwing?” seperti itulah isi pesan dari kontak bernama piu di handphone Mas putra yang di terima pada pukul 00.03. Rasa dingin yang tadinya menembus tulang kini hilang berganti dengan rasa panas dan pedih di hati.“Siapa perempuan ini? Ah apakah benar dia perempuan? kenapa namanya piu? Apa dia pemilik parfume victoria secret itu? Apa dia juga yang menemani Mas putra di coffeshop solo malam itu? Apakah perempuan ini juga yang kemarin bersama Mas putra sebelum membelikanku roti kukus? AHHHHHH!!!!” Teriakanku dalam hati. Sebelum akhirnya kesadaranku kembali, aku menarik nafas dan berusaha untuk tetap tenang. aku berpikir untuk tidak bertindak gegabah. akhirnya aku membalas pesannya. “Iya mbak kenapa, Mas putra masih bobo di samping”. Aku memiliki keberanian untuk membalas pesan seperti itu karena aku adalah istrinya. Tidak lama menunggu sekitar 8 menit akhirnya aku menerima balasan “Maaf bgt ya mbak, semalem ada perlu hehe. maaf banget sekali lagi”.“Tunggu, dia jawab ada perlu denga
**Ini adalah hari kedua Mas putra di kota malang. Kemarin aku melewati satu hari dengan isi pikiran yang sangat berisik dan penuh dengan pertanyaan. Mungkin hari ini juga tidak jauh berbeda, terlebih lagi Mas putra jarang memberiku kabar. Terakhir Mas putra memberiku kabar pada jam 11.57. Namun sampai hampir magrib belum juga memberiku kabar lagi, aku enggan mendahuluinya bertanya karena aku takut menganggu pekerjaannya. Tapi bagaimanapun aku adalah seorang istri, jauh dari lubuk hati yang paling dalam aku mengkhawatirkanmu mas. “Kamu lagi ngapain ya mas, apa kamu sudah makan malam?” Aku mulai berbicara dengan diri sendiri. Aku mulai menyibukan diriku di depan laptop dengan ditemani coffe dan brownies yang tadi ku beli setelah pulang kerja. Aku merasa lebih baik ketika menonton drama korea favoritku, meskipun beberapa kali aku melihat handphone untuk memastikan ada notification chat dari suamiku, tapi ternyata tidak ada. Jam sudah menunjukan pukul 22.14 dan aku masih menunggu. “
**Sudah 2 minggu setelah Mas putra pulang dari kota malang, semuanya jadi semakin hambar. rasanya aku memakai topeng di rumahku sendiri, aku tidak cukup kuat untuk selalu berpura-pura tegar. ada apa dengan pernikahan yang aku jalani ini, apa yang salah didalamnya? “Sayang, mas hari ini mau ke rumah ibu” Ucap Mas putra yang memecahkan keheningan saat aku sedang memasak sarapan. “Jam berapa ke rumah ibu?” tanyaku singkat “Mungkin jam 2” jawab Mas putra“Mau nginep di rumah ibu?” kembali ku tanya untuk memastikan. “Engga sayang, kalau sayang bisa pulang cepat. ayok ikut?” ajak Mas putra. “Hari ini mungkin akan sibuk karena ada jadwal di beberapa kelas, apalagi minggu depan sudah masuk uts. jadi maaf mas mungkin lain kali” jawabku menjelaskan. Sejujurnya hari ini aku tidak terlalu sibuk, terlebih minggu ini adalah minggu tenang sebelum ujian tengah semester. itu hanya alasanku saja untuk menghindari Mas putra. memang belum terbukti kesalahan apa yang dia lakukan, tapi rasanya menata
**1 bulan berlalu setelah aku mengetahui fakta bahwa suamiku sudah berselingkuh, tapi diriku ini memang tidak berdaya. aku selalu mencoba berdamai dan menemukan titik tenangku untuk mulai menerima semua ini, tapi bukannya sembuh. aku bagai kepingan kaca yang pecah dan menjadi benda tajam. Sakit rasanya setiap melihat senyum Mas putra yang seakan tidak terjadi apa-apa, sedangkan aku mengenyam pahitnya luka dalam diam. aku masih menyiapkannya makan, aku masih menunaikan kewajibanku sebagai seorang istri bahkan aku masih mendoakan keselamatan dan kebahagiaannya dalam sujud sholatku. aku selalu mencoba untuk mengendalikan diri agar tidak larut terlalu dalam tapi ini sulit untukku. “Sayang, mas berangkat ya.” Ucap Mas putra memeluk lalu mencium keningku. Sejak dia meminta maaf pada malam itu memang sikapnya jadi lebih hangat. “Iya mas, take care.” Jawabku sambil mencium tangannya. Seperti biasa kesibukanku adalah bekerja. Setelah aku rasa tugasku sebagai housewife sudah selesai, aku l
**Meskipun aku sudah menemukan jalan mana yang harus aku tempuh namun tetap saja rasa ragu akan salah jalan masih mendominasi isi pikiranku. “Mas, aku mau ngobrol.” Ini adalah kalimat pembuka pertamaku untuk membahas tentang wanita itu. “Iya yang, mau ngobrol apa.” Mas putra menunggu jawabanku. “Mas selama aku menjadi pasanganmu apa aku memiliki kekurangan atau kesalahan yang tidak bisa kamu toleransi?” tanyaku. “Tidak ada sama sekali, tapi kenapa kamu tiba-tiba menanyakan hal ini yang?” Jawab Mas putra dengan raut wajah penuh tanya. “Mas, kamu setuju tidak jika pasangan kita memiliki kekurangan dan kesalahan sebaiknya kita memberi tahu pasangan kita?” Tanyaku lagi. “Iya, memang semestinya harus seperti itu.” Jawab Mas putra kembali. Aku memejamkan mata menahan tangis mendengar jawaban Mas putra. “Tapi kenapa kamu malah mencari kekuranganku di orang lain mas?.” Jawabku dengan nada pelan di iringi tangis yang sudah tidak tak tertahankan. “M-maksud kamu apa yang?.” Mas putra m
**“Apa sakit hati itu ada obatnya.” Aku berkali-kali menanyakan hal yang sama namun tidak menemukan jawabannya. Setiap saat aku merasakan lelah yang luar biasa karena terbelenggu dalam rasa sakit ini. “Zane, aku ingin berbicara.” Mas putra datang menghampir aku yang sedang duduk termenung. “Iya mas, ada apa?.”Setelah kejadian malam itu aku memang seperti melupakan apapun yang terjadi dan memendam rasa sakitnya sendiri. “Aku menyesal, anggaplah aku ini suami yang tidak tau diri tapi tolong zane, beri aku maafmu.” Mas putra kembali meminta maaf dan entah ini permohonan maaf yang keberapa kali, tapi rasanya hari ini yang paling mencuri perhatianku. “Handphonemu dimana mas” Mas putra sontak langsung memberikan handphonenya kepadaku. “Call her.”Jawabku singkat. “H-ha?.”Mas putra nampak sangat terkejut dengan perintahku.“Iya, telpon perempuanmu yang bernama dwi itu.” Aku mengulangi kalimatku namun Mas putra Masih mematung. “I-iya tapi dia bukan perempuanku.” Jawaban Mas putra membua