Jordan memarahi habis-habisan Hans yang sudah mendatangkan seorang gadis yang sembarangan mau menyentuh tubuhnya.
“Maaf Jo, waktu itu aku tidak bisa menghubungi Christy.”
“Lalu, apa kau berhasil membujuk Natalie?” tanya Jordan.
“Dia tidak mau lagi menemanimu tidur. Dia akan menikah.”
“Bagaimana dengan Christy?” tanya Jordan.
“Terakhir kali Christy menemanimu, apa kau masih ingat?” tanya Hans.
“Kenapa memangnya?” tanya Jo.
“Kau tidak ingat kalau kau sudah membuat kesalahan?” tanya Hans.
Jordan mengerutkan alisnya. Mencoba mengingat-ingat kesalahan apa yang sudah dia perbuat pada Christy.
“Aku tidak berbuat kesalahan apa pun,” jawab Jordan.
Hans mendesis kesal karena Jordan sama sekali tidak ingat, atau sama sekali dia tidak menyadari kalau dia sudah berbuat kesalahan pada Christy. Sehingga Christy tidak mau berkomunikasi lagi dengannya.
“Memangnya apa yang sudah aku perbuat?” tanya Jordan.
“Kau sudah menghinanya habis-habisan.”
“Apa, memangnya apa yang sudah aku katakan padanya?” tanya Jordan masih bingung. Dia memang lupa apa yang sudah dia katakan pada gadis itu.
“Kau mengatakan kalau dia adalah gadis yang tidak tahu terima kasih. Dan gadis matrealistik!”
Jordan memang mengatakan itu padanya. Tapi itu dia lakukan karena Christy memintanya menjadi pacarnya terus menerus daripada harus menyewa seorang gadis untuk menemaninya tidur. Itu memang sangat menganggunya.
“Jadi hanya karena itu dia tidak mau menemaniku lagi?” tanya Jordan memang tidak punya rasa peka pada seorang perempuan.
“Apa kau tidak bisa memahami hati seorang perempuan, Jo?” tanya Hans.
“Aku mengatakan itu karena dia terus ingin menjadikannya sebagai pacarku,” jawab Jordan membela dirinya tidak bersalah dalam hal itu.
“Bukankah itu lebih bagus, kau tidak usah keluar uang untuk mencari wanita?”
“Aku tidak mau pacaran dan aku juga tidak mau berhubungan dengan seorang wanita.”
“Apa kau seorang gay?” tanya Hans yang heran dengan temannya itu. Kenapa dia sangat anti dengan wanita. Tetapi dengan wanita, dia bisa terobati dari penyakit misteriusnya itu. Sungguh sangat kontradiktif sekali.
“Aku bukan gay dan aku juga bukan penyuka wanita.”
“Apa kau sudah tidak waras Jo?” tanya Hans yang heran dengan jawaban Jordan.
“Apa kau itu seekor amoeba yang bereproduksi dengan cara membelah diri?” tanya Hans semakin heran.
Jordan hanya tertawa menimpali pertanyaan lelucon dari Hans. Apa butuh alasan yang tepat dan detail untuk menjawab pertanyaan Hans itu? Jo merasa karena itu adalah hak kebebasan orang, jadi tidak usah mengurusi hak privasinya.
“Atau jangan-jangan kau itu adalah alien dari luar planet bumi, jadi tidak suka dengan jenis perempuan dan laki-laki. Ditambah penyakit langka mu itu,” jawab Hans.
Jordan langsung menatap Hans dengan tatapan tajam. Dia sangat marah mendengar pernyataan dari Hans yang menyebutnya seorang alien.
“Apa kamu mau mati?” gumam Jordan yang terlihat marah.
“Kau ini sangat mencurigakan Jo. Kenapa kau tidak mau mencari seorang pacar saja. Jadi ketika penyakitmu itu kambuh, kamu tinggal menghubunginya kapan saja dan di mana saja. Dan kau juga tidak usah mengeluarkan uang banyak untuk membayar seorang wanita. Pacarmu itu akan membantumu dan mengobatimu.”
“Apa kepalamu mau aku benturkan ke meja Hans. Supaya kau ingat!”
Hans langsung terbungkam mendengar ucapan Jordan. Dia tahu kalau Jo memang anti berdekatan atau berhubungan dengan wanita dan juga dia memiliki pengalaman buruk dengan mahluk yang berjenis wanita.
“Kau memang harusnya berkonsultasi dengan seorang psikolog Jo, setidaknya kau jadi tahu penyebab penyakitmu itu!” ucap Hans.
“Sudahlah jangan memberiku saran yang jelas tidak akan mungkin aku lakukan,” jawab Jordan ketus dan meninggalkan Hans.
Jordan harus kembali lagi ke kantor tempat dia bekerja. Dia sudah ada janji dengan Ester. Dari kemarin, dia akan menyampaikan sesuatu padanya. Hanya saja dia terlalu sibuk kemarin dan juga penyakitnya kambuh lagi.
Begitu Jordan masuk ke dalam gedung kantornya, semua orang tampak menghindar dari Jordan. Mereka tidak ingin melakukan kontak mata dengan Jo. Dia terlalu menakutkan jika sedang marah. Kebanyakan pegawai di kantornya memang tidak ingin bermasalah dengan Jordan.
Jo adalah seorang wakil direksi majalah fashion dan lifestyle Van Boss. Van Boss adalah majalah fashion dan lifestyle yang memiliki banyak cabang di berbagai dunia. Dan pusat Van Boss adalah di New York city. Di sanalah tempat Jordan bekerja.
Jordan langsung masuk ke dalam ruangannya. Tapi baru saja dia masuk beberapa menit, Jordan langsung berteriak memanggil Michelle, dia adalah office boy yang bertugas membersihkan ruangannya.
Tergopoh-gopoh Michelle datang ke ruangan Jordan dengan wajah yang pucat pasi.
“Apa ini?” tanya Jordan menunjuk mejanya.
“Maaf Boss, kenapa dengan mejanya. Saya sudah membersihkannya tadi,” jawab Michelle dengan suara yang ketakutan.
Jordan kemudian mengusap ujung mejanya dan menunjukkan kalau mejanya masih berdebu. Tak hanya itu saja, dia juga mengusap layar komputernya yang masih berdebu.
Michelle gugup dan segera membersihkan dan mengelapnya. Jordan mendengus kesal karena pekerjaan Michelle tidak beres.
“Kalau kau begini lagi, aku tidak segan-segan memecatmu, paham!” ancam Jordan pada Michelle.
Sementara Michelle yang mendengarnya hanya bisa mengangguk tanpa bisa melawan kata-kata Jordan. Setelah membersihkan meja dan layar komputer Jo, dia pun segera meninggalkan ruangan Jo.
Jordan kemudian duduk di kursi putarnya dengan wajah yang tidak terlalu senang. Kenapa semuanya tidak berjalan lancar seperti apa yang dia mau.
Jordan melihat beberapa draft untuk edisi terbit Van Boss bulan depan. Dia periksa satu per satu tidak ada yang terlewat. Jordan menghela napas berat melihat satu per satu draft yang dia periksa dari setiap tim editor. Rasa ketidapuasan terlihat dari wajahnya yang arogan.
Pintu ruangannya diketuk dan muncullah Ester di balik pintu.
“Boleh aku masuk?” tanya Ester. Ester adalah boss nya atau bisa dibilang adalah pemilik dan pendiri Van Boss magazine.
“Tentu saja.”
Ester kemudian duduk di atas sofa. Jordan kemudian beranjak dari kursi meja kerjanya. Dia berjalan menuju lemari es di sudut kantornya. Mengambil dua kaleng minuman soda dan membawanya menuju sofa. Dia meletakkan satu kaleng minuman soda di depan Ester.
“Maaf, kemarin aku terburu-buru sampai mengabaikanmu,” ucap Jordan.
“Tidak apa-apa,”jawab Ester.
“O ya, apa yang ingin kamu sampaikan padaku?” tanya Jo.
“Begini, kau tahu kan Van Boss cabang Jakarta?”
“Ya aku tahu, mereka baru setahun jalan.”
“Iya betul, tapi ada sedikit masalah di sana.”
“Masalah apa?”
“Pemimpin redaksi di sana terjerat kasus Narkoba. Dan Van Boss di sana terancam ditutup.”
“Astaga, benarkah itu?”
“Masalahnya tidak ada yang bisa menghandle kekacauan di sana.”
“Lalu apa rencanamu?” tanya Jordan.
“Aku memintamu untuk pindah ke sana dan memegang alih Van Boss Jakarta selama setahun!”
“Apa?”
“Ke Jakarta. Setahun?” Jordan mengedip-ngedipkan matanya karena dia tidak percaya dengan apa yang dia dengar dari Ester.
Van Boss adalah majalah mode dan lifestyle terkenal yang berpusat di New York dan memiliki cabang di berbagai negara, salah satunya Van Boss membuka cabangnya di Jakarta, Indonesia. Baru setahun berjalan rupanya Van Boss di Jakarta belum bisa mencapai sukses seperti yang diharapkan oleh Van Boss di pusatnya yaitu di New York. Dan Pemimpin Redaksi di sana malah tersandung kasus pemakaian Narkoba. Dan pada akhirnya Van Boss Indonesia terancam ditutup dan tidak akan beroperasi lagi. Menyikapi situasi itu, Ester sebagai pemilik dan pendiri Van Boss meminta Jordan Land pergi ke sana. Meskipun Jordan sedikit keberatan, tapi sepertinya Ester memang mempunyai alasannya dia mengirimnya ke sana. Alasan pertama mungkin Jo orangnya perfectionis, segala sesuatu yang tidak sesuai dengan kemauan dan keinginannya tak akan luput dari kemarahannya. Siapa pun itu mau pegawai laki-laki dan perempuan, Jo tak akan sungkan memarahinya jika pekerjaan mere
Meikha baru saja turun dari sebuah bus. Dia melangkahkan kakinya keluar terminal bus antar kota itu. Dia terlihat kebingungan. Karena untuk pertama kalinya dia datang ke Kota Jakarta. Dan sama sekali dia tak punya tujuan.Statusnya sebagai seorang residivis membuat Meikha harus keluar jauh dari kota halamannya. Dia tidak mau ada seorang pun yang mengenalinya dan kembali lagi menghakiminya sebagai seorang penipu.Dan sekarang dia sudah berada di Kota Jakarta. Dia berharap di kota ini, tidak akan ada orang yang mengenalinya. Dia tidak ingin ada orang yang mengenalinya sebagai gadis penipu atau gadis kriminal.Langkah pertama yang harus Meikha lakukan adalah mencari kamar sewa yang paling murah. Karena dia hanya punya sedikit uang tabungan untuk menyewa kamar sebulan atau dua bulan sebelum dia memiliki sebuah pekerjaanMeikha menyeret kakinya yang sudah lelah berjalan kaki. Di tangannya secarik kertas dia tenteng sambil tak henti seluruh matanya menyapu jala
Meikha menatap gerbang pagar besi itu sambil wajah yang sorot mata penuh dengan rasa puas.Karena akhirnya dia bisa menemukan alamat rumah ini dengan susah payah. Setelah cukup puas menatap gerbang, Meikha kemudian menekan bel yang terletak dekat pintu gerbang itu.Meikha menekan bel itu sebanyak tiga kali. Sampai pada akhirnya pintu pagar gerbang itu bergerak dan terbuka. Satu sosok wanita berusia empat puluh tahunan membuka gerbang dan memandang wajah Meikha dengan ramah.“Maaf Bu, permisi. Ini kamar yang bisa disewakan masih ada yang kosong enggak ya?” tanya Meikha.“Si Mbak ini mau ngekost ya?” tanya ibu itu sambil memperhatikan penampilan Meikha.“Kamu anak kuliahan atau sudah kerja?” tanya ibu pemilik kost itu.“Gawat, aku bukan anak kuliahan dan juga seorang pengangguran,” gumam Meikha dalam hati.“Soalnya beda lagi harga sewanya,” sambung ibu itu mencoba mengurangi rasa kuran
Jordan sampai di Jakarta. Begitu dia sampai di bandara, dia menarik napasnya panjang. Wajahnya terlihat tidak bisa ditebak. Apakah dia sedang marah, sedih atau bahagia?Dia melihat beberapa orang yang datang menjemput beberapa penumpang pesawat. Dia tidak melihat seseorang menjemputnya. Seharusnya ada perwakilan dari Van Boss Jakarta yang menjemputnya atau menyambutnya di bandara.Jo menyeret kopernya dan keluar dari gate kedatangan luar negeri. Dan barulah dia melihat seorang laki-laki yang baru datang membentangkan sebuah karton bertuliskan ‘Van Boss Jakarta”. Laki-laki itu pasti yang akan menjemputnya.Dengan wajah yang sudah tidak bisa lagi menyembunyikan marah, Jordan kemudian berjalan menghampiri laki-laki itu. Wajahnya yang jutek dan tiba-tiba datang ke tepat depan laki-laki itu membuat laki-laki itu kaget karena didatangi seorang laki-laki jangkung dengan wajah yang arogan.“Kenapa kau terlambat? Ini sudah lebih sepuluh menit dar
Alex jadi bingung. Bagaimana caranya dia mencari wanita untuk dijadikan teman tidur bosnya itu. Untuk urusan seperti itu dia bukan pakarnya. Dan kalaupun dia harus mencarinya, kemana dia harus mencarinya.Dan tidak mudah mencari wanita penghibur yang sekelas Jordan. Menemukannya tidak mudah karena dia tidak punya teman maupun orang yang biasa menyediakan wanita seperti itu.Alex kemudian meninggalkan gedung apartemen Jordan dan dia akan memikirkannya di jalan. Alex hanya karyawan magang di Van Boss Jakarta, haruskah dia mencarikan wanita untuk bosnya.“Kenapa harus aku yang mencari gadis penghibur, jangankan gadis macam itu, aku mencari seoarang pacar saja belum bisa,” keluh Alex sambil mengendarai mobilnya.Sebuah pesan masuk ke ponselnya. Alex kemudian membuka pesannya sambil membagi konsentrasinya dengan setir mobilnya.[Dalam waktu satu jam, wanita itu harus segera sampai di kamarku!]“Aaarrgh!” teriak Alex frusta
Sudah beberapa hari ini Meikha berkeliling mencari pekerjaan. Tapi tidak ada satu pun tempat yang mau menerimanya menjadi pegawai. Dia pulang ke kamar sewanya dengan merasa putus asa.Sampai di kamarnya dia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya yang kecil.Berkali-kali dia menghembuskan napasnya dengan kasar. Tatapannya kosong menatap langit-langit kamarnya. Dia kehilangan semangat.“Huuuuft!” Tarikan napas Meikha untuk ke sekian kalinya.‘Aku sudah tidak punya uang lagi untuk makan. Uang tabunganku sudah habis untuk sewa kamar ini.’Meikha mengacak-acak rambut panjangnya. Dia merasa frustasi sekali dengan keadaannya yang menyedihkan seperti ini.Meikha memegang perutnya yang terus berbunyi. Dia belum makan apa pun hari ini. Dia kemudian bangkit dari tidurnya dan mencari-cari sesuatu di tas ranselnya. Tidak ada satu bungkus biscuit pun.Meikha kemudian menarik sweaternya yang menggantung di tembok. Dia ak
“Aku tadinya Cuma iseng aja, karena aku memang hanya mau numpang mobil kamu saja,” jawab Meikha dengan wajah yang memelas. Tentu saja dia tidak mau menyerahkan kegadisannya hanya demi sebuah makan malam.“Lalu, tadi kenapa minta dibelikan makan juga?” tanya Alex marah.“Maaf, aku memang sedang kelaparan, jadi aku terpaksa melakukan itu,” jawab Meikha.“Tapi, kenapa kamu malah membuatnya berantakan. Ini sudah kepalang, kau masuk saja, nanti bos ku itu akan memberimu banyak uang.”“Aku tidak mau, aku mohon. Selamatkan aku!” ucap Meikha sambil menangkupkan kedua tangannya dengan sorot mata memohon pada Alex.“Aku tidak bisa, karena aku sendiri pasti yang kena marah bosku kalau aku gagal membawakan wanita. Percayalah aku ini Cuma karyawan magang yang kebetulan kena apes karena bosku itu baru datang dari Amerika,” ucap Alex juga memohon pada Meikha. Dia juga tidak ada pilihan lain.
Jordan sekali lagi menatap gadis itu dari ujung kepala sampai ujung kakinya. Dia sedang memikirkan sesuatu. Biasanya dia akan sembuh dan semua ruam dan bintik-bintik merahnya kalau dia sudah tertidur dengan seorang wanita di sampingnya.Tapi kali ini berbeda, Jordan tidak bisa menemukan jawabannya. Apakah karena cuaca di New York dan di Jakarta berbeda, maka dengan itu gejalanya cepat hilang. Atau memang karena gadis itu.Meikha yang merasa diperhatikan lagi merasa risih karena Jordan masih menatapnya seperti itu. Seolah-olah tatapan Jordan sedang menelanjanginya.“Apa yang sedang Tuan lakukan?” tanya Meikha gugup.“Aneh, aku juga tidak tahu,” jawab Jordan.“Aneh kenapa Tuan, apa wajah saya seaneh itu?” tanya Meikha. Meski sebenarnya dia merasa kalau Jordan kurang merasa puas karena gadis yang dibawa Alex tidak sesuai dengan seleranya. Maka dari itu, dia memutuskan untuk tidak menyentuhnya dikarenakan dia memang
Jordan ditemani Alex memilih sebuah mobil di show room. Alex yang diminta Zoe untuk mengawasi segala gerak-gerik Jordan sedikit was-was karena takut ketahuan kalau dia menjadi mata-mata Bu Zoe.Perangai Jordan yang gampang marah tentu saja membuat Alex harus berhati-hati dalam bekerja.“Alex, bagaimana menurutmu dengan mobil ini?” tanya Jordan meminta pendapatnya tentang jenis mobil yang dia pilih.“Ah itu bagus Bos, mobilnya sangat cocok dengan Bos yang futuristic,” jawab Alex.“Apa maksudmu. Kau mengejekku?” tanya Jordan dengan wajah yang tidak suka dengan jawaban Alex yang seperti itu.“Bukan begitu Bos!”“Aku justru tidak suka dengan model dan body mobilnya. Kenapa kau malah menyamakanku dengan mobil itu.” Jordan mendengkus kesal sambil berlalu di hadapan Alex untuk mencari jenis mobil yang lain.Alex menghela napas panjang karena sepertinya menghadapi orang seperti Jorda
“Cepat carikan aku sekretaris yang baru. Kalau bisa jangan wanita!” ucap Jordan pada Alex yang hendak meninggalkan ruangannya.Tapi Jordan langsung menatap Alex dengan tatapan menyelidik. Dia tersadar, kenapa dia tidak memilih Alex saja sebagai sekretarisnya yang baru. Dia bukan wanita, dan dia juga sudah mengetahui sedikit rahasianya.“Alex, kau saja yang menggantikan Starlie!” titah Jordan tiba-tiba.“APA BOS? SAYA MENJADI SEKRETARIS?” Alex terkejut dan tidak mengira jika Jordan menunjuknya langsung.“Kenapa, bukannya kau ingin menjadi karyawan tetap di sini?” tanya Jordan.“Itu benar. Tapi menjadi seorang sekretaris, aku tidak punya pengalaman di bidang itu Bos,” jawab Alex.“Itu pekerjaan yang mudah Alex. Bagaimana kau sedia kan?” tanya Jordan.Alex terlihat kebingungan mendengar tawaran Jordan. Dengan wajah meringis dia menatap wajah Jordan yang arogan sedang
Jordan tiba di depan gedung Van Boss. Dia turun dari mobil Alex. Dengan langkah percaya diri dia pun melangkah menuju ke dalam gedung itu. Terlihat barisan para karyawan yang siap menyambut kedatangannya.Jordan sudah memamerkan wajah tidak Sukanya dengan cara penyambutan mereka.“Selamat datang di Van Boss Jakarta Tuan Jo, saya Zoe wakil direktur!” seorang perempuan berusia seperti Ester menyambutnya dan menyalami Jo.Jo merasa tidak nyaman, dia segera melepas tangan Zoe. Dia tersenyum sinis dan kemudian menatap semua karyawan lainnya dengan tatapan aneh.Semua orang menunggu cemas kata pertama yang akan keluar dari mulut pemimpin mereka yang baru itu.Jordan menatap semua barisan karyawan itu dengan tatapan tidak suka.“Kerjalah yang benar. Selama aku di sini, yang tidak bisa bekerja sesuai standarku siap-siap dikeluarkan!”Begitulah kalimat pertama yang diucapkan Jordan pada semua orang d
Jordan masih berada di depan gerbang rumah sewa milik Meikha. Sebenarnya dia masih ingin berbicara dengan Meikha.Karena dia terlihat mencurigakan di depan gerbang rumah sewa yang khusus untuk para gadis. Seorang laki-laki datang menghampirinya.“Maaf, ada perlu apa ya, malam-malam mondar-mandir di depan rumah orang?”“O maaf Pak, akum au bertemu dengan pacarku. Tapi aku tidak boleh masuk,” jawab Jordan.“Rumah itu memang tidak boleh ada laki-laki yang masuk!” jawab orang itu.“Iya Pak, saya tahu.”“Kalau begitu, silakan pergi dari sini. Daripada kamu dicurigai sebagai pencuri!”“Pen-pencuri?” Jordan marah.Tiba-tiba ponsel Jordan berbunyi. Dan dia melihat di layar ponselnya kalau itu nomor kontak Meikha yang meneleponnya.“Halo!”“Tuan, lebih baik Anda pulang dan jangan memancing keributan di sini, aku tidak enak denga
“Apa kau dari tadi mendengarkan percakapanku?” tanya Jordan.“Kamu pikir aku tidak bisa Bahasa asing, wanita semacam aku ini apa tidak terlihat kalau bisa Bahasa asing bagimu?” tanya Meikha tersinggung.“Baguslah, kalau kamu mengerti. Jadi kau bisa paham dengan keadaanku saat ini?” tanya Jordan sambil menatap tajam ke arah Meikha.“Aku masih belum paham Tuan?” Meikha tidak tahan dengan tatapan intimidasi dari Jordan. Dia menghindari tatapan Jordan dengan menatap ke arah lain.“Siapa namamu?”“Meikha.”“Kamu pasti lahir di bulan Mei?”“Bukan.”“Lalu kau lahir bulan apa?”“Tidak tahu.”“Kenapa tidak tahu. Sangat aneh jika tidak tahu tanggal lahir sendiri?”“Aku tidak punya tanggal lahir. Karena aku besar di panti asuhan.”“Apa. Jadi kau anak yatim piatu?&
Jordan sekali lagi menatap gadis itu dari ujung kepala sampai ujung kakinya. Dia sedang memikirkan sesuatu. Biasanya dia akan sembuh dan semua ruam dan bintik-bintik merahnya kalau dia sudah tertidur dengan seorang wanita di sampingnya.Tapi kali ini berbeda, Jordan tidak bisa menemukan jawabannya. Apakah karena cuaca di New York dan di Jakarta berbeda, maka dengan itu gejalanya cepat hilang. Atau memang karena gadis itu.Meikha yang merasa diperhatikan lagi merasa risih karena Jordan masih menatapnya seperti itu. Seolah-olah tatapan Jordan sedang menelanjanginya.“Apa yang sedang Tuan lakukan?” tanya Meikha gugup.“Aneh, aku juga tidak tahu,” jawab Jordan.“Aneh kenapa Tuan, apa wajah saya seaneh itu?” tanya Meikha. Meski sebenarnya dia merasa kalau Jordan kurang merasa puas karena gadis yang dibawa Alex tidak sesuai dengan seleranya. Maka dari itu, dia memutuskan untuk tidak menyentuhnya dikarenakan dia memang
“Aku tadinya Cuma iseng aja, karena aku memang hanya mau numpang mobil kamu saja,” jawab Meikha dengan wajah yang memelas. Tentu saja dia tidak mau menyerahkan kegadisannya hanya demi sebuah makan malam.“Lalu, tadi kenapa minta dibelikan makan juga?” tanya Alex marah.“Maaf, aku memang sedang kelaparan, jadi aku terpaksa melakukan itu,” jawab Meikha.“Tapi, kenapa kamu malah membuatnya berantakan. Ini sudah kepalang, kau masuk saja, nanti bos ku itu akan memberimu banyak uang.”“Aku tidak mau, aku mohon. Selamatkan aku!” ucap Meikha sambil menangkupkan kedua tangannya dengan sorot mata memohon pada Alex.“Aku tidak bisa, karena aku sendiri pasti yang kena marah bosku kalau aku gagal membawakan wanita. Percayalah aku ini Cuma karyawan magang yang kebetulan kena apes karena bosku itu baru datang dari Amerika,” ucap Alex juga memohon pada Meikha. Dia juga tidak ada pilihan lain.
Sudah beberapa hari ini Meikha berkeliling mencari pekerjaan. Tapi tidak ada satu pun tempat yang mau menerimanya menjadi pegawai. Dia pulang ke kamar sewanya dengan merasa putus asa.Sampai di kamarnya dia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya yang kecil.Berkali-kali dia menghembuskan napasnya dengan kasar. Tatapannya kosong menatap langit-langit kamarnya. Dia kehilangan semangat.“Huuuuft!” Tarikan napas Meikha untuk ke sekian kalinya.‘Aku sudah tidak punya uang lagi untuk makan. Uang tabunganku sudah habis untuk sewa kamar ini.’Meikha mengacak-acak rambut panjangnya. Dia merasa frustasi sekali dengan keadaannya yang menyedihkan seperti ini.Meikha memegang perutnya yang terus berbunyi. Dia belum makan apa pun hari ini. Dia kemudian bangkit dari tidurnya dan mencari-cari sesuatu di tas ranselnya. Tidak ada satu bungkus biscuit pun.Meikha kemudian menarik sweaternya yang menggantung di tembok. Dia ak
Alex jadi bingung. Bagaimana caranya dia mencari wanita untuk dijadikan teman tidur bosnya itu. Untuk urusan seperti itu dia bukan pakarnya. Dan kalaupun dia harus mencarinya, kemana dia harus mencarinya.Dan tidak mudah mencari wanita penghibur yang sekelas Jordan. Menemukannya tidak mudah karena dia tidak punya teman maupun orang yang biasa menyediakan wanita seperti itu.Alex kemudian meninggalkan gedung apartemen Jordan dan dia akan memikirkannya di jalan. Alex hanya karyawan magang di Van Boss Jakarta, haruskah dia mencarikan wanita untuk bosnya.“Kenapa harus aku yang mencari gadis penghibur, jangankan gadis macam itu, aku mencari seoarang pacar saja belum bisa,” keluh Alex sambil mengendarai mobilnya.Sebuah pesan masuk ke ponselnya. Alex kemudian membuka pesannya sambil membagi konsentrasinya dengan setir mobilnya.[Dalam waktu satu jam, wanita itu harus segera sampai di kamarku!]“Aaarrgh!” teriak Alex frusta