Tak mengenal satu sama lain, Ayman dan Diajeng saling diam. Pernikahan mereka adalah keinginan banyak orang, namun tidak dengan Ayman. Meski sudah tak begitu terfikirkan oleh Maisya, Ayman sebenarnya ingin lebih fokus pada pengiriman peserta perwakilan lomba bulan depan. Namun pada kenyataannya semua hanya keinginan belaka.
Ayman tak tahu harus berbuat apa. Banyaknya tamu di kediaman kiai Dahlan membuatnya masih terselamatkan. Entahlah, dia akan seecepatnya membuka hatinya lagi atau malah sebaliknya.
Diajeng mengerti, Ayman sangat terpaksa menikah dengannya. Bahkan Ayman seakan enggan duduk bersampingan dengannya. Ayman juga langsung menjauhi Diajeng, ketika penghulu telah berpamitan pulang. Senyum semringah Ayman pun hanya karena ada Omanya yang terlihat bahagia. Diajeng merasa bersalah dan tak ingin berada di posisinya seperti saat ini.
"Ajak istrimu ke kamar yang tadi Nak," bisik Oma.
"Gak mau. Ngapain Oma!"gerutu Ayman tak kalah lirihnya.
Oma Maimunah tertawa, dia hanya ingin menggoda cucunya tapi malah di tanggapinya serius. Beruntungnya mereka berada di tempat yang jauh dari banyak orang. Tawa oma membuat Ayman ngedumel sendiri, bak perempuan yang sedang bergosip.
"Nanti jangan tidur di asrama, sewalah hotel di dekat sini. Agar kalian bisa saling mengenal satu sama lain," tutur oma bijak.
"Ogah, nikah saja terpaksa. Sudahlah Oma jangan dulu memeperkeruh hati cucumu ini," rengek Ayman.
Tanpa mereka sadari, Diajeng berada di dekat mereka. Niatnya yang hanya ingin menghampiri Ning Maya di belakang, malah mendengarkan dua keluarga barunya itu berbincang. Airmatanya luruh kembali, sebisa mungkin dia memghindar agar keberadaannya tak terlihat oleh mereka.
"Maafkan aku Maisya," batin Diajeng.
***
Keluarga besar Maisya yang kalang kabut karena tak menemukan Maisya di kamarnya, akhirnya mereka bisa bernafas lega. Maisya pulang dari pesantren dengan wajah bengkak. Tanpa menyapa semua orang yang berada di rumahnya, Maisya langsung masuk kamar dan mengunci pintu.
Jika di pesantren sedang berlangsung pernikahan sederhana Ayman dan Diajeng. Di rumah Maisya juga ramai menyambut calon suami baru Maisya. Maisya yang tahu akan hal itu, dia ingin menemui Ayman di pesantren secara diam-diam. Tujuannya agar Ayman mau memperjuangkan rencana pernikahannya kembali. Namun niat hati Maisya malah di jawab dengan hal menohok yang membuatnya kembali merasa hancur.
Di luar rumah, tamu yang meminang Maisya sudah datang. Sedangkan Maisya masih mengurung diri di kamarnya. Beberapa keluarganya sudah membujuk dan Maisya tetap pada pendiriannya.
"Tak dobrak saja ya," usul salah satu sepupu Maisya.
"Iya terserah."
"Jangan, kasihan Maisya."
"Dobrak saja."
"Jangan Mbak, posisikan kalian pada Maisya."
"Halah, calonnya yang sekarang anaknya Pak Camat loh."
"Nanti lama-lama juga cinta, ribet amat. Dobrak saja."
Ceklek
Keluarga Maisya yang berdebat di depan kamar Maisya, terpesona dengan perempuan yang sejak tadi menjadi bahan pembicaraan. Gadis yang sempat kabur dan datang dengan wajah tak beraturan tersebut, sekarang telah berdiri di depan tegap di depan keluarganya. Maisya berdandan layaknya perempuan yang akan melaksakan lamaran sesugguhnya. Mata merah juga wajah yang bengkak itu sudah tertutupi oleh make up natural soft. Penampilannya membuat semua keluarga Maisya terpesona.
"Aku dah siap, gak usah di dobrak segala."
"Maisya!"
Bu tutik yang baru masuk ke dalam langsung memeluk anak perempuannya itu. Dia yang niatnya ingin mengomel dan marah, sirna sudah semuanya. Akhirnya putrinya itu bisa di banggakan juga.
"Ayo keluar, Rudi ingin langsung menikah. Dia tak ingin kehilangan kamu lagi," ungkap Bu Tutik.
Di tuntunnya Maisya pelan-pelan. Semua mata tertuju pada mereka berdua. Keluarga Maisya pun tak kalah kagetnya, mereka tak memyangka Maisya akan mau menerima lamaran dari Rudi.
Setelah menyalami keluarga besar Rudi, Maisya duduk manis di apit oleh ibu Rudi dan ibunya. Tak ada yang mengetahui isi hati Maisya, senyum malu-malunya tetap sama dengan Maisya yang dulu. Lalu, apakah maisya benar-benar menerima semua itu?
"Nak Maisya siap kan kalau menikah sekarang?" tanya ibu Rudi.
"InsyaAllah Siap Bu," jawab Maisya manis.
Keluarga dua pihak langsung mengurus semua berkasnya. Rudi yang notabene anak seorang camat kecamatan setempat, perkara tersebut sangatlah mudah bagi mereka. Penghulu, MUA, dekorasi dan fotografer juga langsung di datangkan saat itu.
Sembari menunggu surat nikah dan semua persiapan di langsungkan, Maisya langsung di make up oleh mua artis ternama di kotanya. Tanpa ada drama ataupun perlawanan lagi dari Maisya, semua berjalan lancar. Para tetangga pun banyak yang berdatangan, mendengar Maisya akan melaksanakan akad nikah malam itu.
Keluarga Maisya berulangkali menanyakan kesiapan Maisya. Mereka tak ingin Maisya mempermainkan pernikahan dan lelaki lain yang tak bersalah. Mereka yang peduli dengan Maisya juga selalu menguatkan hati gadis berlesung pipi tersebut. Memberi kehangatan yang beberapa hari ini dilanda kesedihan.
Tepat ketika adzan isya berkumandang, ibu Maisya memasuki kamar putri sulungnya. Dengan sangat bangga dan tak pernah merasa bersalah, bu Tutik memamerkan pada MUA semua yang di berikan calon memantunya untuk putrinya. Maisya tersenyum getir, menahan malu dan kekesalan di hatinya.
"Ayo Nak kita keluar sekarang saja, akad nikah juga akan segera di mulai," ujar bu Tutik lembut.
"Aku disini saja Bu, kita belum halal. Jadi lebih baik Maisya keluar kalau akad nikah sudah selesai," jawab Maisya.
"Ya sudah, Ibu keluar dulu ya. Nanti biar Rudi yang menjemputmu langsung," pungkas ibu Tutik dan Maisya hanya menangguk pasrah.
Setelah ibunya keluar, Maisya mengunci pintu. Disana ada dua MUA yang masih menemani Maisya sembari beristirahat. Setelah kembali di kursi yang berada di depan cermin, tangis Maisya pecah. Apalagi ketika suara penghulu sudah mulai terdengar dari kamar. MUA yang tadi hanya menyangka Maisya nangis karena haru pun menjadi panik, mereka berusaha menenangkan pengantinnya dan sedikit memperbaiki kerudung Maisya yang meleyot.
"Saaaah."
"Ya Allah," lirih Maisya.
Maisya seketika itu menghentikan tangisannya dan dua MUA tadi gerak cepat membenahi make up Maisya. Meski make up mereka waterpruff, namun ada beberapa titik yang perlu mereka kembalikan seperti sebelumnya. MUA tahu, kalau Maisya tak menginginkan pernikahan tersebut, tapi MUA juga tak menyangka jika Maisya akan menangis hebat seperti tadi. MUA yang awalnya mengira Maisya sudah ikhlas itu, kini menyadari satu hal. Sekuat dan sekokohnya hati manusia, tetap di ruang terdalamnya terdapat rasa kecewa, sedih, hancur dan terpaksa. Dari situ dua MUA tadi bisa belajar, bahwa anak akan tetap terluka meski dia mau menuruti paksaan dari orang tuanya.
"Maisyaaa, buka pintunya."
"Ayo Mbak, temani aku kedepan," pinta Maisya pada salah satu dari kedua MUAnya.
"Ayo."
Tirai di buka, para tamu bisa melihat dengan jelas kedatangan Maisya. Pengantin pria yang memang sudah menunggu istrinya, tersenyum sangat bahagia. Gadis cantik nan sholihah yang sudah di incarnya sejak lama itu, akhirnya menjadi miliknya juga.
Jika di lihat, tak sedikit Maisya menerima seserahan dari rudi dan semuanya tampak mahal. Walau begitu, hati Maisya masih sakit. Rudi yang melihat mata Maisya berkaca-kaca itu, segera memeluk istrinya. Sorak ramai pun terdengar, lalu di ciumlah kening sang istri. Semua kamera terarah pada mereka, pasangan yang semoga bisa awet dan langgeng hingga maut memisahkan.
"Maafkan aku, aku akan menghapus rasa sakitmu. Aku janji kamu pasti bahagia hidup bersamaku," bisik Rudi.
Maisya memandang Rudi, suaminya itu yang berparas memawan. Hatinya bergemuruh, bibirnya pun melengkung dengan sendirinya. Dia percaya, pasangannya bukanlah lelaki nakal yang gemar mempermainkan wanita.
"Semoga aku segera bisa membuka hatiku untukmu," balas Maisya tak kalah lirihnya.
Rudi mengangguk mengerti, lalu kembali mendengarkan serangkaian acara dengan senantiasa menggenggam tangan istrinya. MUA yang sedari tadi memperhatikan tingkah pengantinnya tersebut hanya bisa berdecak kesal sendiri. Mulutnya tak henti-hentinya mengomel, bahkan beberapa orang yang berada di sampingnya sampai tertawa mendengarnya.
"Ya begitu kalau sudah ngerti orang ganteng, hatinya bisa luluh sendiri. Belum lagi kalau dapet uang bulanan banyak, yang lain hanya pemeran kontrak tanpa bayaran."
"Mulutmu apa gak pegel toh Mbak, dari tadi kog ngoceh mulu. Aku loh sampek terhibur," sahut seseorang di sampingnya.
"Habis ini pasti pengantinnya pasti lansgung hamil. Awas ae nanti kalau nangis-nangis lagi. Tak pites-pites pokoke," ujarnya sembari tertawa puas.
"Awas Mbak."
***
Hari semakin malam, para tamu juga sudah pulang. Tersisakan opa oma Ayman yang memang memutuskan untuk bermalam di pesantren. Sedangkan Diajeng pun memilih untuk kembali ke asramanya. Meski ning Maya sudah memintanya agar tidur bersamanya di ndalem, Diajeng masih dengan pendiriannya, apalagi suaminya tak ada ucapan apapun kepadanya.Kiai Dahlan tak bisa memaksakan kehendak Ayman. Omanya yang sesama perempuan dengan Diajeng hanya mengomel sepanjang waktu. Namun Ayman tak menghiraukan itu. Dia hanya ingin menenangkan hatinya sendiri tanpa ada seseorang di sampingnya. Diajeng tak pernah putus dari doanya, berharap Ayman segera membuka perasaannya. Berada dalam satu atap yang sama dan menjadi keluarga kecil bahagia. Tuhan itu maha adil, garis yang di rencanakanya lebih indah dari keinginan makhluknya."Eh, Ustadz Ayman jadi menikah sama Maisya itu kan sih Jeng?" tanya salah satu teman sekamar Diajeng. Diajeng menggeleng, hatinya sakit. Meski tak ada santri yang mengetahui pernikahannya
Diajeng, gadis manis itu terlahir dari rahim permpuan bernama Anjani. Ayahnya bernama Bayung Prasetyo, pemilik usaha laundry terbesar di kotanya. Meski terkenal dari keluarga kaya raya, Diajeng selalu di ajarkan oleh orang tuanya untuk selalu merendahkan hatinya. Jika pun berteman, orang tuanya selalu berpesan agar tak membeda-bedakan semua temannya, baik kaya atau miskin. Diajeng bukan tipe perempuan berkulit putih, tinggi semampai. Dia bertubuh kecil sedikit gemuk, wajahnya manis tak membuat mata bosan memandang. Hal tersebut menurun dari ayahnya, yang memang terlahir dari keluarga berkulit sawo matang. Teman kecil Diajeng adalah Maisya. Rumah mereka juga berhadapan. Maisya kecil tak pernah mempunyai teman. Ibunya yang sombong dan suka marah teriak-teriak, mambuat teman-teman Maisya menjauhinya. Berbeda dengan Diajeng, dia selalu mengajak Maisya bermain, agar Maisya bisa merasakan masih mempunyai teman.Sejak kecil Diajeng sudah di karuniai otak cemerlang. Karep kali dia mengikuti
Bersama kiai Dahlan, Ayman datang dengan semangat kerumah calon istrinya. Malam itu pun, Ayman di sambut oleh keluarga besar Maisya. Tak hanya Ayman, Maisya juga terlihat menyembunyikan kebahagiaannya di balik senyum malu-malunya. Dari pihak Ayman, mahar yang akan di berikan sebesar 2 juta. Namun keluarga Maisya juga ternyata sudah membuat keputusan, kalau maharnya harus berupa uang yang jumlahnya 100 juta beserta seserahannya. Ayman juga harus menyanggupi uang bulanan 10 juta dan perawatan untuk Maisya. Ibu Tutik, ibunya Maisya hanya memandang Ayman dengan sinis. Sejak awal kedatangan Ayman, Tutik tak ikut semringah menyambut calon menantunya itu. Padahal dia baru pertama kali bertemu sejak kepulangannya dari merantau di luar negri. "Bukankah dulu Maisya tak mematok banyaknya mahar? Kenapa baru di tentukan sekarang Maisya?" tanya Ayman. "Dulu memang dia tak menentukan tapi sekarang berbeda. Pihak perempuan harus mendapatkan banyak mahar dari lelaki," jawab ibu Tutik sembari menga
Setelah jamaah Ashr di masjid Pesantren, Ayman bergegas ke rumah kiai Dahlan. Rasa gugup, kalut, bahagia dan sedih menyelimuti hati dan pikiran Ayman. Hingga tanpa tersadari, dia menabrak seseorang yang berjalan di depannya. BruaaakkKlontang klontang klontang"Hah, jantungku copot!" jerit santriwati tersebut."Maaf Mbak saya gak sengaja," kata Ayman sembari mengatupkan kedua tangannya di depan dada, "Mbak saya di tunggu pak Kiai. Sekali lagi saya mohon maaf dan permisi." Perempuan yang di tabrak Ayman hanya terdiam dan mengangguk saja. Matanya masih terbelalak memandang seseorang yang ada di depannya. Ingin sekali perempuan tersebut memakinya, namun mulutnya seperti terkunci. Melihat pesona fans berat para santri putri dengan sopannya meminta maaf. ***"Tak ingin memperpanjang permasalahan, saya hanya mau mengatakan kalau pernikahan Maisya denganmu saya batalkan," ucap ibu Tutik santai.Semua orang yang berada dalam pertemuan tersebut kaget. Tak terkecua
Lantunan sholawat nabi terdengar mengudara di seantero pesantren. Semua santri bergotong royong membersihkan area Pesantren. Dari asrama hingga halaman sampai di kamar mandi. Tak ada tempat secuil pun yang luput dari tangan-tangan sejuk mereka. Lantunan sholawat di alunkan dari saund yang berada di depan madrasah, agar para santri lebih semangat dan gak merasa capek.Hari jumat sangatlah di tunggu-tunggu oleh para santri. Hari dimana mereka bebas dari hafalan, pelajaran maupun kajian. Mereka bisa bersantai menghabiskan waktu senggang dengan berbagai olahraga atau ektrakurikuler lainnya yang mereka sukai.Berbeda dengan para santri lainnya, Ayman malah meringkuk dalam selimut. Pikiran suntuk, hati sedih dan badan yang terlalu capek membuatnya masih ingin tertidur pulas. Dinikmatinya surganya seorang santri ketika sudah bertemu dengan bantal dan selimut. Brakk brakk brakk "Ustadz Ayman!""Ustadz Ayman!""Mas Ayman.""Maaas."Brakk brakk brakkTog tog togSejak pagi beberap asatidz ber