Diajeng, gadis manis itu terlahir dari rahim permpuan bernama Anjani. Ayahnya bernama Bayung Prasetyo, pemilik usaha laundry terbesar di kotanya. Meski terkenal dari keluarga kaya raya, Diajeng selalu di ajarkan oleh orang tuanya untuk selalu merendahkan hatinya. Jika pun berteman, orang tuanya selalu berpesan agar tak membeda-bedakan semua temannya, baik kaya atau miskin.
Diajeng bukan tipe perempuan berkulit putih, tinggi semampai. Dia bertubuh kecil sedikit gemuk, wajahnya manis tak membuat mata bosan memandang. Hal tersebut menurun dari ayahnya, yang memang terlahir dari keluarga berkulit sawo matang. Teman kecil Diajeng adalah Maisya. Rumah mereka juga berhadapan. Maisya kecil tak pernah mempunyai teman. Ibunya yang sombong dan suka marah teriak-teriak, mambuat teman-teman Maisya menjauhinya. Berbeda dengan Diajeng, dia selalu mengajak Maisya bermain, agar Maisya bisa merasakan masih mempunyai teman. Sejak kecil Diajeng sudah di karuniai otak cemerlang. Karep kali dia mengikuti ajang perlombaan hingga mendapatkan banyak piala. Kepintaran Diajeng pun tetap melekat hingga dia berada di pesantren. Tak jauh dari sebelum Diajeng meneruskan pendidikannya di pesantren, Diajeng pun masih sering bolak balik dikirim untuk mewakili perlombaan dari delegasi pesantren milik kiai Dahlan. Ning Maya cucu kiai Dahlan, beliau itu adalah anak didik les Diajeng. Ning Maya bukan tipe gadis penurut, siapapun gurunya semua harus nurut pada ucapan ning Maya. Namun sejak bersama Diajeng, ning Maya lebih bisa membawa dirinya, mengontrol emosi dan bisa belajar lebih fokus. Untuk itu, kiai Dahlan sangat ingin menjodohkan Ayman dengan Diajeng, hingga pernikahan itu terjadi. Pagi setalh pernikahan itu, Diajeng di ajak oleh keluarga Ayman untuk mencari kontrakan terdekat dari pesantren. Sebelum itu, opa oma Ayman ingin menghabiskan waktunya bersama kedua cucunya. Bukan tanpa alasan, Ayman yang jarang pulang tersebut sangat sulit jika di ajaknya full time bersama keluarga. *** Di komplek tempat tinggal Diajeng belum ada yang tahu tentang pernikahannya dengan Ayman. Dapat di tebak, pernikahan Diajeng adalah gunjingan empuk yang tak akan bisa di hindari. Apalagi rumah Maisya dan diajneg berhdapan dan Ayman belum mengetahui hal tersebut. Ayman menyadari satu hal, pernikahannya adalah garis tuhan yang memang telah di persiapkan untuknya. Tuhan tak akan menjodohkan hambanya pada orang yang salah. Sekeras apapun dia mempertahankan Maisya waktu itu, tuhan tetap akan memisahkannya. Diajeng, nama itu tak asing di telinga ataupun di bibirnya. Murid berprestasi yang tak pernah gagal dalam hal berkompetisi. Banyak dari teman sesama senior yang membicarakannya, namun hatinya tak pernah terketuk sama sekali. Kini semua berbeda, Ayman bisa merasakan getaran halus di dadanya. Diajeng bukan perempuan buruk rupa dan benar, dia perempuan yang patut di perebutkan. Otak encernya, hatinya, sikapnya semua tertata apik nan rapi. Lalu, kenapa Ayman bisa jatuh cintanya pada Maisya? "Apa yang kamu rasakan, tentang lamaran dan pernikahanku dengan Maisya?" tanya Ayman. "Senang dan sedih." Jawab Diajeng sambil tersenyum ke arah Ayman. "Kenapa harus sedih? Kamu dulu ngefans berat sama aku ya," gurau Ayman. "Iya. Namun aku sadar, aku hanyalah seorang santri biasa yang jauh lebih jelek dari Maisya. Tak ada keistimewaan dalam diriku, bahkan banyak sekali kekuranganku, kelemahanku, ketidak sempurnanya aku. Aku selalu percaya, bahwa takdir tuhan tak pernah salah jalan." Papar Diajeng. "Oh begitu. Kamu pasti tertarik karena aku ganteng kan," ucap Ayman. "Bukan. Ustadz terlalu percaya diri untuk itu," ejek Diajeng. "Tapi aku ganteng beneran loh," ulangnya lagi. "Iya ganteng. Seseorang yang hanya menyukai lawan jenis karena fisiknya berarti dia hanya kagum oleh ciptaan tuhan. Namun ada juga yang cinta karena terobsesi, nah itu tuh kebanyakan yang di rasakan orang-orang." Jelas diajeng tanpa ragu sembari memandang kejauhan. Sedikit banyak, Ayman mengetahui apa yang di rasakan Diajeng selama ini. Dari manik matanya dan cara berpikirnya. Dia bukan gadis bodoh yang akan menjelaskan perasaannya pada orang yang di sukainya. Namun dia akan memaparkan hal logis yang lebih banyak terjadi. "Kalau misal aku jadi menikah dengan Maisya, kamu bagaimana?" "Eh, kog aku bagaimana?" Diajeng tertawa sumbang, "Aku akan tetap baik-baik saja Ustadz." "Barangkali kamu akan menangis tersedu-sedu di tengah malam. Bisa pula kamu malah membenci Maisya lalu berlagak tak kenal atau apalah, seperti yang di novel anak muda jaman sekarang itu." Diajneg terkekeh, bahkan dia mulai akrab dengan keandaan yang di jalaninya saat ini. Diajneg tahu, Ayman ingin memancingnya agar dia mau mengungkapkan perasaannya pada ustadz yang telah menikahinya itu. Namanya bukan lagi Diajeng, kalo bisa dengan mudah di kalahkan oleh orang lain. "Alhamdulillah, makananku sudah habis dan aku kenyang. Ustadz gak nambah lagi?" "Aku malah sudah kenyang mendengarkan tawamu yang nyaring itu," canda Ayman. "Ciee yang ngambek," ujar Diajeng. Tanpa mereka sadari oma opa Ayman sudah berada di mobil sejak tadi. Pasangan baru yang tak menyadari hal itu membuat oma Maimunah senang. Bahkan oma Maimunah yang mengawasi mereka dari mobil tertawa sendiri dan memukuli opa gemas. Drrtt Opa sudah di mobil. Satu pesan singkat membuat Ayman gelagapan. Makan pun sampai tersedak. Entah apa yang di lakukan Ayman, sedari tadi makanan tak habis-habis. Berbeda dengan Diajeng, dia lebih menghormati makanan dan memakannya sesegera mungkin selagi masih hangat. "Ayo ke mobil. Opa sidah menunggu dari tadi," "Ustadz tadi kebanyakan bicara sih," kekeh Diajeng. Sesampainya di dalam mobil, oma Maimunah langsung menyambut bahagia cucu menantunya itu. Oma tahu ketika mereka mengobrol. Oma pun mengerti kalau sekarang Ayman sudah mencoba mendamaikan hatinya. Harapan oma hanya ingin cucunya tak menyesali garis takdirnya sekarang ini karena Diajeng bukan perempuan sembarangan seperti kebanyakan wanita yang di temuinya. "Langsung ke lokasi," ucap opa kepada sopirnya. "Bagaimana perasaanmu?" tanya oma pada Ayman. "Ngantuk." "Jadi laki kog gak gantle blas. Mbok ya sing jowo nek karo cah wadon," kalimat andalan oma pun keluar. "Halah, Oma mesti julid kalo sama aku." "Ya enggak, oma ga pernah membedakan kamu sama mbak-mbakmu. Oma kan selalu baik hati dan tidak sombong," jawab oma tak terima. Diajeng yang duduk bersebelahan dengan oma ikut terkekeh. Tak hanya Diajeng, opa pun sama. Hanya Ayman yang menekuk wajah kusut. Oma tetap semangat memaki dan mencandai cucunya itu. "Pesan Mbak-Mbakmu, jadi laki harus royal. Kamu lihat kehidupan Mbak-Mbakmu itu, di sayang suami tanpa memandang harta dan kasta. Terapkan ilmumu pada tempatnya," jelas oma. "Sendiko dawuh kanjeng ndoro putri," "Ya begini kalau di kasih tahu, sukanya buat Oma jantungan." Ayman malah merajuk dan membuat oma Maimunah tertawa puas. Candaan mereka membuat perjalanan semakin ceria. Tak lama kemudian, mobil telah memasuki sebuah pekarangan di salah satu perumahan sekitar sana. Seorang lelaki paruh baya telah menunggu kedatangan keluarga Ayman. Di sambutnnya opa Iskandar dengan jabat tangan basa basi sebentar lalu memberikan petunjuk semua yang ada di perumahan itu. Ayman mengikuti di belakang oma opanya, sembari menggandeng tangan Diajeng. "Kuharap aku segera mendapatkan hatimu Ustadz" batin Diajeng. ***"Assalamualaikum halo Bu Anjani, ini Ayman sama Diajeng sudah dapat rumah yang akan di tempati. Nanti alamatnya saya kirimkan saja, tapi Bu Anjani kalau kesini jangan malam ya. Kasihan pengantin baru, keganggu. Ya sudah mau ngabarin itu saja, Assalamualaikum."Diajeng tersipu malu sedangkan Ayman menatap Oma Maimunah sengit. Mereka bertiga tak mengikuti opa yang mengelilingi rumah. Kejahilan oma pada cucunya tersebut membuat oma terlihat lebih sehat dan bahagia. "Acara kamu bagaimana Nak, jangan sampai kamu membuang uang di vendor sia-sia.""Tidak boleh di batalkan oleh Pak Kiai Opa," jawab Ayman lesu."Ya berarti hari itu kamu nikah secara negara dengan Diajeng. Mbak-Mbakmu juga sudah booking mua dan baju keluarga," sahut Oma."Itu sih emang Mbak Nana dan Mbak Lala aja yang emang suka heboh. Tapi boleh juga lah ide oma," kata Ayman. "Oke, semua biar di urus Mbakmu saja. Kasih tahu semuanya, pihak besan biar nanti di urus Mbakmu juga." Pungkas opa sembari memainkan ponsel yang ada d
Kangen? Iya. Sebagai perempuan yang memang telah lama memendam perasaannya kepada suami, Diajeng seringkali memimpikan kebersamaannya berdua. Mereka yang hanya berada satu atap ketika hari libur pesantren saja, membuat Diajeng masih ingin berlama-lama bersama suami. Namun Diajeng tak pernah protes, dia tetap menikmati semua keputusan suaminya. Resepsi memang sengaja di undur oleh kedua belah pihak. Mereka tak ingin membuat acara hanya sekedar selesai dan puas saja. Mereka ingin memberikan kesan tersendiri yang bisa di kenang seumur hidup oleh sepasang pengantinnya. Di pesantren, para santri hanya mengetahui bahwa Ayman selalu memperhatikan Diajeng. Mereka beranggapan bahwa Ayman menyukai Diajeng. Isu tersebut sudah menyebar dan hanya di tanggapi dengan senyuman oleh Diajeng. Diajeng bahagia ketika dia menjadi pusat gunjingan para santri perihal Ayman. Dia juga selalu mengaminkan ketika ada yang mendoakan supaya mereka berjodoh. Bagi teman Diajeng, Ayman memang lebih cocok dengan di
Maisya tak bisa lagi menopang badannya untuk berdiri. Meski ibu mertua sudah memanggilnya bolak balik, Maisya juga tak menyahutinya. Tubuhnya menggigil dan mulutnya seolah terkunci, matanya tertutup dan hanya meneteskan air mata. Bu Dini, atau yang lebih terkenal dengan sebutan Bu camat itu menghampiri Maisya di kamarnya. Bu Dini memeriksa semua tubuh Maisya dan dibuat kaget ketika mendapati menantunya tersebut demam tinggi. Tanpa menunggu siapapun lagi, Bu Dini bergegas menghubungi dokter keluarganya. "Maaf Bu, saya lagi dinas keluar kota."Balasan yang membuat Bu Dini lemas. Namun dia langsung berlari meminta bantuan pada tetangganya untuk membawa menantunya itu ke rumah sakit. Meski ragu, Bu Dini tetap mengetuk pintu rumah tetangganya. Betapa kagetnya Bu Dini, saat Diajeng yang membuka pintu. Lalu lebih terkejut lagi, ketika Ayman menyusul keluar. Walaupun sedikit sungkan, Bu Dini tetap pada tujuannya. "Maaf Nak Diajeng, saya ingin meminta bantuan. Tolong bantu angkat Maisya ke
Malam hari, suami dan orang tua Maisya telah tiba di rumah sakit. Kegembiraan dan kabar bahagia itu akhirnya sampai pada mereka. Bahkan berkali-kali Rudi mencium kening Maisya di depan banyak orang. Dibalik senyumnya yang tak pernah pudar, Maisya merasa bersalah dengan perlakuannya pada Diajeng. Ibu Dini, mertua Maisya sedikit berbeda setelah kepergian Diajeng. Ibu Dini dengan jelas melihat Maisya dan Diajeng mengobrol. Maisya bahkan sudah tahu jika yang membawanya ke rumah sakit adalah sahabatnya. Sakit hatinya masih tercetak jelas, ketika melihat Diajeng menikah dengan Ayman saat itu. Maisya telah bahagia hidup bersama Rudi. Rudi yang royal dan tak pernah perhitungan itu tak ingin membuatnya merasa terkekang. Rudi bahkan selalu mengajaknya jalan-jalan ketika hari libur. Entah kenapa Maisya masih terbayang dengan pernikahan Diajeng. Baginya Diajeng adalah orang ke tiga yang merebut kekasih hatinya. Diajeng telah merusak apa yang seharusnya di milikinya. Melihat wajah Rudi yang ter
Para santri putra putri duduk khusyuk mengikuti doa bareng dan dzikir bersama dalam rangka pelepasan santri yang mengikuti perlombaan di Jawa Timur. Mereka yang terpisah oleh ndalem pak kiai dan putra putrinya itu tetap bisa mengikuti acara dengan di sambungkan. Di aula putri terpampang layar besar yang bisa di saksikanya semua rangkain acaranya. Perwakilan dari santri putri yang mengikuti ajang perlombaan kali ini juga sudah siap dan mengikuti acara. Ada sepuluh santriwati termasuk Diajeng. Diajeng bersanding dengan ibunyai lalu baru di susul temannya lainnya.Di layar yang terpampang lebar, terlihat dengan jelas Ayman dengan takdzim mengikuti dzikir. Diajeng tersenyum simpul mengetahui suaminya tersorot kamera itu menjadi buah bibir di kalangan para santriwati. Mereka menyadari kalau Diajeng bahagia melihat kekasihnya dari dalam layar. "Mereka bakalan berangkat bareng loh. Disana akan ketemu terus.""Ya Allah, meleleh hati ini Bang""Mbak Ajeng beruntung banget sih.""Aku juga pen
"Diajeng, itu ustadz Ayman di pojokin loh.""La terus?" Diajeng menguap lalu memperhatikan sekelilingnya. Semua mata tertuju padanya tak terkecuali Ayman. Wajah kerengnya terlihat begitu angker. Diajeng kebingungan untuk menanggapinya. "Kenapa lihatin aku?" tanya Diajeng. "Maklumlah cewek manis banyak yang ngincer." Gurau Diajeng sembari menyelonong ke toilet. "Kenapa ga ada yang berani ngetawain Ustadz Ayman ketika Diajeng melek?" seloroh salah satu santri putra. Mereka semua bubar dan bergantian melaksanakan salat ashr. Diajeng yang sudah salat terlebih dahulu, dia segera melipir mencari penjual makanan. Dia memang suka memasak, namun dia juga menyukai jajanan pinggir jalan. Setelah memborong jajanan untuknya dan semua temannya, Diajeng kembali ke tempatnya semula. Disana teman-temannya hanya mengobrol satu sama lain. Sembari menunggu adzan Maghrib, Diajeng pun mengajak teman-temannya beristirahat di taman samping masjid. Ayman yang mengetahui Diajeng memborong banyak makanan
Diajeng mendapatkan nomor urut paling belakang. Peserta yang kalau di total ada 50 anak itu membuatnya membuang napas pasrah. Dia akan merasa kelelahan sendiri menunggu gilirannya. Malam ini ada gebyar Sholawat yang selenggarakan oleh tuan rumah. Diajeng melipir sendirian mencari para penjual makanan. Diajeng sengaja memisah dari temannya, agar dia bisa menikmati kesendiriannya. Diajeng kembali memborong semua jajanan yang ada di sana. Dia tahu, tak semua temannya mempunyai uang saku banyak. Apalagi dia yang memang selalu berkecukupan dalam hal uang. Diajeng dari awal memang berniat membeli semua aneka jajanan, dia pun membawa tas plastik besar sendiri. Beraneka macam jajanan masuk semua. Dengan bahagianya dia menenteng dan kembali menyusuri setiap sudut stand. "Diajeng? Kog sendirian.""Loh, Ustadz Ayman." "Borong jajan lagi? Sini aku bawakan."Ayman segera mengambil alih apa yang di bawa Diajeng. Diajeng dengan senang hati mengangsurkannya. Mereka lalu berjalan berdua sembari b
Air mata Ayman menetes begitu saja saat mengetahui Diajeng masuk ke babak final. Ingin sekali dia memeluk istrinya saat itu juga, namun di sampingnya ada Faisal yang ikut menyaksikan perlombaan Diajeng. Faisal menahan tawa ketika tatapan Ayman tak di balas oleh Diajeng. Diajeng pun langsung balik ke asrama yang di tempatinya dengan perasaan bahagia. Teman-temannya yang lain juga munyambautnya dengan penuh suka cita. Tak hanya Diajeng, sebagian temannya juga ada yang masuk ke babak final. ***"Assalamualaikum." Teriakan Rudi dari depan membuat Maisya dan ibu Tutik terlonjak kget. "Waalaikumussalam, sudah pulang Mas." Sambut Maisya sambil menyalaminya. "Iya sayang, oh ya kita dapet undangan loh sekeluarga ke resepsi pernikahani keluarga bos aku. Nanti kita berangkat sama-sama ya." "Wahh, boleh tuh. Kapan acaranya mas," pekik Maisya."Tanggal 15 besok.""Oke mas." ***Acara resepsi yang di adakan oleh keluarga Ayman dan Diajeng
Sah sah sahPernikahan Diajeng dan Ayman kembali di ulang sesuai peraturan negara. Jika kemarin mereka menikah sesuai agama saja, kali ini mereka sudah sah di mata keduanya. Tak banyak orang yang mengikutinya. Hanya keluarga inti, kiai Dahlan juga para petugas KUA karena acara akan di laksanakan pada jam 7 malam nanti. Setelah prosesi akad nikah, dilanjutkan dengan foto keluarga. Tak ada acara apapun lagi selain itu. Selesai foto bersama, pengantin bisa kembali istirahat dan akan sambung lagi di sore hari. Diajeng juga Ayman langsung kembali ke kamar mereka, setelah mereka ikut menyambut keluarga dari kiai Dahlan. Selain mereka, keluarga kiai Dahlan juga sudah di pesankan kamar agar bisa beristirahat sampai acara nanti malam di selenggarakan. Diajeng dengan balutan gaun mewah berwarna putih itu sangat terlihat cantik elegan. Laura langsung memesan gaun tersebut dari sebuah galery terbaik yang terkenal di indonesia. Gaun dengan lambang kebaikan, murah Rizki dan penuh hoki tersebut s
Ibu Tutik berlari tergopoh-gopoh kerumah Fatimah yang pagi tadi sudah menjanjikannya akan di make up ketika hendak berangkat kondangan nanti. Baju baru yang sejak esok hari di pakainya sudah tergantikan dengan gaun kebesaran kaum hawa, daster. Jarak rumah Fatimah dengan rumahnya hanya terpaut empat rumah. Hal itu membuatnya tergesa-gesa ingin segera bertemu sang empu rumah. Sesampainya di depan rumah Fatimah, ibu Tutik langsung duduk berselonjor sembari mengipaskan tangannya di sekitar wajahnya. Nafasnya naik turun tak beraturan. Badannya yang gemuk membuat ibu Tutik merasa cepat lelah ketika harus berlari. "Loh ibu Tutik, ku kira siapa tadi. Mari masuk Bu, katanya mau di rias sama Fatimah. Anaknya masih di dapur," ujar ibunya Fatimah. "Aku cuma mau bilang ke Fatimah, Budhe. Kata Rudi, nanti kita berangkatnya habis Maghrib." Ucap itu Tutik tersengal-sengal. "Ini, minum dulu."Glek glek glek"Alhamdulillah, makasih Budhe. Kata Rudi, nanti dia bawa MUA untuk merias aku, Maisya sama
Keluarga besar Ayman dan Diajeng akhirnya bertemu juga. Kedua belah pihak memutuskan untuk bermalam di hotel agar bisa memudahkan persiapan prosesi acara esok hari. Diajeng yang langsung bisa mengakrabi keluarga Ayman itu mempunyai nilai tersendiri bagi saudara Ayman. Mereka yang terkenal dari keluarga kaya raya itu selalu di segani banyak orang yang membuat mereka terkadang tak bisa biasa ketika sedang berkumpul bersama. Selain keluarga Diajeng, Sifa pun kembali membuntuti Diajeng. Siapa sangka jika saudara Ayman juga mengenal mendiang mama kandung Sifa. Bicaranya yang ceplas ceplos membuat Sifa gampang berbaur dengan keluarga Ayman. ***"Besok itu hari pernikahannya Ustadz Ayman Ma, masa aku gak bisa menggantikan posisinya Diajeng." "Ini sedikit sulit Nak, kamu harus bersabar. Dia bukan orang sembarangan. Jikapun nanti berhasil, itu akan ada tumbal yang harus di berikan." Antara ibu dan anak tersebut berbicara dengan intens di ruang tamu pesantren
Acara pernikahan Diajeng juga Ayman yang sempat akan terselenggarakan di gedung Diponegoro Surakarta pada akhirnya di gagalkan oleh Laura. Laura yang lebih banyak terjun di proses acara Ayman nanti itu banyak menimbang lokasi yang harus di tentukan olehnya. Banyak kolega yang akan hadir dan itu bukan orang sembarangan. Apalagi opanya tidak hanya seorang pendiri perusahaan saja. Dia ingin acara itu terkesan mewah nan elegan. Awalnya Ayman hanya pasrah jika acara bertempat di gedung Diponegoro. Wedding Organizer pilihan Ayman yang awalnya sudah mengatasi semuanya pun di arahkan lagi oleh Laura agar menjadi bagian catering saja. Tidak hanya sendirian, Naura sang kakak akan membantu membereskan masalah yang tak bisa di atasi oleh Laura. Bukan berarti rencana pernikahan Maisya sebelumnya tak mendapatkan restu dari keluarga Ayman. Keluarga Ayman justru selalu menawarkan semua jasa mereka untuk acara pernikahannya. Bahkan Naura selalu melarang Ayman memilih Wedding Organizer sendiri. Namun
"Nak, jangan marah kepada istrimu. Mungkin ini adalah bawaan hamil. Ibu hamil itu gampang berubah-ubah Nak," tutur ibu Dini pada putranya. Rudi terdiam, dia mencerna ucapan ibunya. Memang, selama ini Maisya selalu menjadi istri yang nurut. Namun dia berubah sejak hamil. Entah itu karena Ayman yang menolongnya atau benar-benar bawaan hamil. "Terimakasih Bu, aku pamit pulang ke rumah Maisya lagi." Sesampainya Rudi di rumah Maisya. Maisya masih meraung di depan rumahnya. Banyak anak kecil yang Mempermalukan Maisya, namun dia tak menghiraukan semua itu. Melihat mobil suaminya berhenti, Maisya langsung berdiri di samping mobil.Rudi yang melihat istrinya berpenampilan kacau itu menjadi prihatin sendiri. Dia langsung mengajak Maisya untuk masuk rumah dan beristirahat. Maisya tak membantah, dia pun tak ingin melepaskan genggamannya di lengan suaminya. "Maafkan aku Mas, maafkan aku." Rintih Maisya. ***"Ini rumah kami, ayo masuk." Ajak Ayman dengan bangga. "
Sifa memaksa kedua orang tuanya untuk keluar aula. Dia menyadari jika semua temannya itu kelelahan. Meski hatinya hancur, Sifa tetap harus mengajak kedua orangtuanya menjauh dari teman-temannya untuk saat ini. Setelah menarik paksa mama tirinya ke kamar tamu yang sudah di tempati sebelumnya, Sifa pun mengunci mereka dari luar. Sifa menghela nafasnya panjang, lalu kembali ke tempat istirahatnya. Disana, Diajeng sudah menunggu kedatangan Sifa dengan menyiapkan bantal untuknya tidur. "Besok kita lanjut lagi ya, aku ke ndalem dulu." ***"Kenapa kamu meninggalkanku Mas?" Tanya Maisya menangis. Rudi terdiam tak menjawab, mendengar menantunya ibu Dini malah melengos. Ibu Tutik yang baru keluar dari galery tergopoh-gopoh melihat putrinya menangis. Di tak tahu apa kalau putrinya mempermalukan dirinya sendiri di depan umum. "Udah jangan menangis, nanti Ibu belikan." "Memangnya Ibu mampu?""Pantas saja dulu dia gak punya teman. La anak sama emaknya aja sama." G
Suara para santri yang sedang beraktivitas di aula mushola putri itu terdengar bergemuruh. Sembari menunggu kedatangan pak kiai mengisi pengajian di sore hari. Mereka saling memutholaah menyimak satu sama lain kajian kemarin sore. Di ndalem, pak kiai merasa sungkan hendak meninggalkan tamu di depannya. Pengajian yang seharusnya sudah di mulai itu terpaksa harus di liburkan. Ibunyai yang tak mau menemui tamu tersebut malah membiarkan pak kiai mengatasinya sendiri. "Mungkin rombongan Ayman akan tiba esok pagi. Kalau kalian mau bicara langsung, kalian bisa kembali esok." Jelas pak kiai pada mereka. "Tak bisakah kita menelfon mereka agar cepat pulang saja Pak Kiai?" kekeh seorang ibu paruh baya yang hendak menemui Ayman. "Mohon maaf Pak Bu, mereka mempunyai tanggung jawab besar membawa para peserta lomba itu. Jadi kita tunggu saja kepulangannya. Saya tak mau memberikan beban apapun lagi kepada mereka di sana, karena mereka juga sedang berjuang bukan hanya liburan saja." "Baiklah Pak
Kebahagiaan tengah di rasakan oleh semua santri yang berada di Malang. Mereka bisa menikmati kebebasan memetik buah apel sesukanya. Selain itu, mereka pun di ajak ke beberapa wisata alam yang berada di sana. Para delegasi perwakilan dari pesantren Al-Rahman tersebut belum ada yang pernah bermain di kota Malang. Mereka yang kebanyakan dari kota Jawa Tengah sendiri itu hanya bisa membayangkan betapa indahnya kota Malang. Bahkan mereka sempat ragu ketika di ajaknya memasuki area wisata, takut tiket mahal dan uang mereka tak cukup. Sore harinya, Diajeng mengajak semua temannya satu bus untuk makan di cafe terdekat. Tak hanya mengajak saja, Diajeng bahkan mentraktir teman-temannya itu untuk makan sepuasnya dan sekenyang mereka. Tanpa harus memilih makanan dengan ragu karena harga. Setelah puas bermain, sore itu Diajeng meminta sopir agar mampir di cafe yang mempunyai view indah. Diajeng ingin mentraktir semua temannya. Namun setelah sampai di cafe yang telah di tentukan santri putra dan
Surakarta ke kota Malang bukanlah waktu yang singkat. Apalagi bagi yang hanya mau berwisatawan saja. Jika tidak seperti saat ini, tidak mungkin mereka bisa dengan segera pergi ke Malang. 4 hari berada di kota Malang, sudah saatnya Diajeng dan yang lainnya kembali ke Surakarta. Hari ini adalah hari terakhir di ajang perlombaan nasional se Jawa. Setelah semua beres, Diajeng dan lainnya akan langsung berlibur sehari di kota Malang. Pagi itu Diajeng dan semua santri yang masuk ke babak final sudah berada di tempatnya masing-masing. Tak jauh berbeda dengan sebelumnya, Diajeng mendapatkan nomor urut paling akhir. Dengan sabarnya Ayman pun ikut mendampingi istrinya dengan jarak yang telah di tentukan oleh panitia. ***Maisya, ibu Tutik dan juga ibu Dini sudah berada di dalam mobil. Niat hati, Rudi ingin mengajak mereka ke sebuah butik terkenal di kotanya. Dia ingin semua anggota keluarganya memakai baju yang pantas untuk di pakai ketika pernikahan keluarga bo