Diajeng, gadis manis itu terlahir dari rahim permpuan bernama Anjani. Ayahnya bernama Bayung Prasetyo, pemilik usaha laundry terbesar di kotanya. Meski terkenal dari keluarga kaya raya, Diajeng selalu di ajarkan oleh orang tuanya untuk selalu merendahkan hatinya. Jika pun berteman, orang tuanya selalu berpesan agar tak membeda-bedakan semua temannya, baik kaya atau miskin.
Diajeng bukan tipe perempuan berkulit putih, tinggi semampai. Dia bertubuh kecil sedikit gemuk, wajahnya manis tak membuat mata bosan memandang. Hal tersebut menurun dari ayahnya, yang memang terlahir dari keluarga berkulit sawo matang. Teman kecil Diajeng adalah Maisya. Rumah mereka juga berhadapan. Maisya kecil tak pernah mempunyai teman. Ibunya yang sombong dan suka marah teriak-teriak, mambuat teman-teman Maisya menjauhinya. Berbeda dengan Diajeng, dia selalu mengajak Maisya bermain, agar Maisya bisa merasakan masih mempunyai teman. Sejak kecil Diajeng sudah di karuniai otak cemerlang. Karep kali dia mengikuti ajang perlombaan hingga mendapatkan banyak piala. Kepintaran Diajeng pun tetap melekat hingga dia berada di pesantren. Tak jauh dari sebelum Diajeng meneruskan pendidikannya di pesantren, Diajeng pun masih sering bolak balik dikirim untuk mewakili perlombaan dari delegasi pesantren milik kiai Dahlan. Ning Maya cucu kiai Dahlan, beliau itu adalah anak didik les Diajeng. Ning Maya bukan tipe gadis penurut, siapapun gurunya semua harus nurut pada ucapan ning Maya. Namun sejak bersama Diajeng, ning Maya lebih bisa membawa dirinya, mengontrol emosi dan bisa belajar lebih fokus. Untuk itu, kiai Dahlan sangat ingin menjodohkan Ayman dengan Diajeng, hingga pernikahan itu terjadi. Pagi setalh pernikahan itu, Diajeng di ajak oleh keluarga Ayman untuk mencari kontrakan terdekat dari pesantren. Sebelum itu, opa oma Ayman ingin menghabiskan waktunya bersama kedua cucunya. Bukan tanpa alasan, Ayman yang jarang pulang tersebut sangat sulit jika di ajaknya full time bersama keluarga. *** Di komplek tempat tinggal Diajeng belum ada yang tahu tentang pernikahannya dengan Ayman. Dapat di tebak, pernikahan Diajeng adalah gunjingan empuk yang tak akan bisa di hindari. Apalagi rumah Maisya dan diajneg berhdapan dan Ayman belum mengetahui hal tersebut. Ayman menyadari satu hal, pernikahannya adalah garis tuhan yang memang telah di persiapkan untuknya. Tuhan tak akan menjodohkan hambanya pada orang yang salah. Sekeras apapun dia mempertahankan Maisya waktu itu, tuhan tetap akan memisahkannya. Diajeng, nama itu tak asing di telinga ataupun di bibirnya. Murid berprestasi yang tak pernah gagal dalam hal berkompetisi. Banyak dari teman sesama senior yang membicarakannya, namun hatinya tak pernah terketuk sama sekali. Kini semua berbeda, Ayman bisa merasakan getaran halus di dadanya. Diajeng bukan perempuan buruk rupa dan benar, dia perempuan yang patut di perebutkan. Otak encernya, hatinya, sikapnya semua tertata apik nan rapi. Lalu, kenapa Ayman bisa jatuh cintanya pada Maisya? "Apa yang kamu rasakan, tentang lamaran dan pernikahanku dengan Maisya?" tanya Ayman. "Senang dan sedih." Jawab Diajeng sambil tersenyum ke arah Ayman. "Kenapa harus sedih? Kamu dulu ngefans berat sama aku ya," gurau Ayman. "Iya. Namun aku sadar, aku hanyalah seorang santri biasa yang jauh lebih jelek dari Maisya. Tak ada keistimewaan dalam diriku, bahkan banyak sekali kekuranganku, kelemahanku, ketidak sempurnanya aku. Aku selalu percaya, bahwa takdir tuhan tak pernah salah jalan." Papar Diajeng. "Oh begitu. Kamu pasti tertarik karena aku ganteng kan," ucap Ayman. "Bukan. Ustadz terlalu percaya diri untuk itu," ejek Diajeng. "Tapi aku ganteng beneran loh," ulangnya lagi. "Iya ganteng. Seseorang yang hanya menyukai lawan jenis karena fisiknya berarti dia hanya kagum oleh ciptaan tuhan. Namun ada juga yang cinta karena terobsesi, nah itu tuh kebanyakan yang di rasakan orang-orang." Jelas diajeng tanpa ragu sembari memandang kejauhan. Sedikit banyak, Ayman mengetahui apa yang di rasakan Diajeng selama ini. Dari manik matanya dan cara berpikirnya. Dia bukan gadis bodoh yang akan menjelaskan perasaannya pada orang yang di sukainya. Namun dia akan memaparkan hal logis yang lebih banyak terjadi. "Kalau misal aku jadi menikah dengan Maisya, kamu bagaimana?" "Eh, kog aku bagaimana?" Diajeng tertawa sumbang, "Aku akan tetap baik-baik saja Ustadz." "Barangkali kamu akan menangis tersedu-sedu di tengah malam. Bisa pula kamu malah membenci Maisya lalu berlagak tak kenal atau apalah, seperti yang di novel anak muda jaman sekarang itu." Diajneg terkekeh, bahkan dia mulai akrab dengan keandaan yang di jalaninya saat ini. Diajneg tahu, Ayman ingin memancingnya agar dia mau mengungkapkan perasaannya pada ustadz yang telah menikahinya itu. Namanya bukan lagi Diajeng, kalo bisa dengan mudah di kalahkan oleh orang lain. "Alhamdulillah, makananku sudah habis dan aku kenyang. Ustadz gak nambah lagi?" "Aku malah sudah kenyang mendengarkan tawamu yang nyaring itu," canda Ayman. "Ciee yang ngambek," ujar Diajeng. Tanpa mereka sadari oma opa Ayman sudah berada di mobil sejak tadi. Pasangan baru yang tak menyadari hal itu membuat oma Maimunah senang. Bahkan oma Maimunah yang mengawasi mereka dari mobil tertawa sendiri dan memukuli opa gemas. Drrtt Opa sudah di mobil. Satu pesan singkat membuat Ayman gelagapan. Makan pun sampai tersedak. Entah apa yang di lakukan Ayman, sedari tadi makanan tak habis-habis. Berbeda dengan Diajeng, dia lebih menghormati makanan dan memakannya sesegera mungkin selagi masih hangat. "Ayo ke mobil. Opa sidah menunggu dari tadi," "Ustadz tadi kebanyakan bicara sih," kekeh Diajeng. Sesampainya di dalam mobil, oma Maimunah langsung menyambut bahagia cucu menantunya itu. Oma tahu ketika mereka mengobrol. Oma pun mengerti kalau sekarang Ayman sudah mencoba mendamaikan hatinya. Harapan oma hanya ingin cucunya tak menyesali garis takdirnya sekarang ini karena Diajeng bukan perempuan sembarangan seperti kebanyakan wanita yang di temuinya. "Langsung ke lokasi," ucap opa kepada sopirnya. "Bagaimana perasaanmu?" tanya oma pada Ayman. "Ngantuk." "Jadi laki kog gak gantle blas. Mbok ya sing jowo nek karo cah wadon," kalimat andalan oma pun keluar. "Halah, Oma mesti julid kalo sama aku." "Ya enggak, oma ga pernah membedakan kamu sama mbak-mbakmu. Oma kan selalu baik hati dan tidak sombong," jawab oma tak terima. Diajeng yang duduk bersebelahan dengan oma ikut terkekeh. Tak hanya Diajeng, opa pun sama. Hanya Ayman yang menekuk wajah kusut. Oma tetap semangat memaki dan mencandai cucunya itu. "Pesan Mbak-Mbakmu, jadi laki harus royal. Kamu lihat kehidupan Mbak-Mbakmu itu, di sayang suami tanpa memandang harta dan kasta. Terapkan ilmumu pada tempatnya," jelas oma. "Sendiko dawuh kanjeng ndoro putri," "Ya begini kalau di kasih tahu, sukanya buat Oma jantungan." Ayman malah merajuk dan membuat oma Maimunah tertawa puas. Candaan mereka membuat perjalanan semakin ceria. Tak lama kemudian, mobil telah memasuki sebuah pekarangan di salah satu perumahan sekitar sana. Seorang lelaki paruh baya telah menunggu kedatangan keluarga Ayman. Di sambutnnya opa Iskandar dengan jabat tangan basa basi sebentar lalu memberikan petunjuk semua yang ada di perumahan itu. Ayman mengikuti di belakang oma opanya, sembari menggandeng tangan Diajeng. "Kuharap aku segera mendapatkan hatimu Ustadz" batin Diajeng. ***Bersama kiai Dahlan, Ayman datang dengan semangat kerumah calon istrinya. Malam itu pun, Ayman di sambut oleh keluarga besar Maisya. Tak hanya Ayman, Maisya juga terlihat menyembunyikan kebahagiaannya di balik senyum malu-malunya. Dari pihak Ayman, mahar yang akan di berikan sebesar 2 juta. Namun keluarga Maisya juga ternyata sudah membuat keputusan, kalau maharnya harus berupa uang yang jumlahnya 100 juta beserta seserahannya. Ayman juga harus menyanggupi uang bulanan 10 juta dan perawatan untuk Maisya. Ibu Tutik, ibunya Maisya hanya memandang Ayman dengan sinis. Sejak awal kedatangan Ayman, Tutik tak ikut semringah menyambut calon menantunya itu. Padahal dia baru pertama kali bertemu sejak kepulangannya dari merantau di luar negri. "Bukankah dulu Maisya tak mematok banyaknya mahar? Kenapa baru di tentukan sekarang Maisya?" tanya Ayman. "Dulu memang dia tak menentukan tapi sekarang berbeda. Pihak perempuan harus mendapatkan banyak mahar dari lelaki," jawab ibu Tutik sembari menga
Setelah jamaah Ashr di masjid Pesantren, Ayman bergegas ke rumah kiai Dahlan. Rasa gugup, kalut, bahagia dan sedih menyelimuti hati dan pikiran Ayman. Hingga tanpa tersadari, dia menabrak seseorang yang berjalan di depannya. BruaaakkKlontang klontang klontang"Hah, jantungku copot!" jerit santriwati tersebut."Maaf Mbak saya gak sengaja," kata Ayman sembari mengatupkan kedua tangannya di depan dada, "Mbak saya di tunggu pak Kiai. Sekali lagi saya mohon maaf dan permisi." Perempuan yang di tabrak Ayman hanya terdiam dan mengangguk saja. Matanya masih terbelalak memandang seseorang yang ada di depannya. Ingin sekali perempuan tersebut memakinya, namun mulutnya seperti terkunci. Melihat pesona fans berat para santri putri dengan sopannya meminta maaf. ***"Tak ingin memperpanjang permasalahan, saya hanya mau mengatakan kalau pernikahan Maisya denganmu saya batalkan," ucap ibu Tutik santai.Semua orang yang berada dalam pertemuan tersebut kaget. Tak terkecua
Lantunan sholawat nabi terdengar mengudara di seantero pesantren. Semua santri bergotong royong membersihkan area Pesantren. Dari asrama hingga halaman sampai di kamar mandi. Tak ada tempat secuil pun yang luput dari tangan-tangan sejuk mereka. Lantunan sholawat di alunkan dari saund yang berada di depan madrasah, agar para santri lebih semangat dan gak merasa capek.Hari jumat sangatlah di tunggu-tunggu oleh para santri. Hari dimana mereka bebas dari hafalan, pelajaran maupun kajian. Mereka bisa bersantai menghabiskan waktu senggang dengan berbagai olahraga atau ektrakurikuler lainnya yang mereka sukai.Berbeda dengan para santri lainnya, Ayman malah meringkuk dalam selimut. Pikiran suntuk, hati sedih dan badan yang terlalu capek membuatnya masih ingin tertidur pulas. Dinikmatinya surganya seorang santri ketika sudah bertemu dengan bantal dan selimut. Brakk brakk brakk "Ustadz Ayman!""Ustadz Ayman!""Mas Ayman.""Maaas."Brakk brakk brakkTog tog togSejak pagi beberap asatidz ber
Tak mengenal satu sama lain, Ayman dan Diajeng saling diam. Pernikahan mereka adalah keinginan banyak orang, namun tidak dengan Ayman. Meski sudah tak begitu terfikirkan oleh Maisya, Ayman sebenarnya ingin lebih fokus pada pengiriman peserta perwakilan lomba bulan depan. Namun pada kenyataannya semua hanya keinginan belaka.Ayman tak tahu harus berbuat apa. Banyaknya tamu di kediaman kiai Dahlan membuatnya masih terselamatkan. Entahlah, dia akan seecepatnya membuka hatinya lagi atau malah sebaliknya. Diajeng mengerti, Ayman sangat terpaksa menikah dengannya. Bahkan Ayman seakan enggan duduk bersampingan dengannya. Ayman juga langsung menjauhi Diajeng, ketika penghulu telah berpamitan pulang. Senyum semringah Ayman pun hanya karena ada Omanya yang terlihat bahagia. Diajeng merasa bersalah dan tak ingin berada di posisinya seperti saat ini."Ajak istrimu ke kamar yang tadi Nak," bisik Oma."Gak mau. Ngapain Oma!"gerutu Ayman tak kalah lirihnya.Oma Maimunah tertawa, dia hanya ingin men
Hari semakin malam, para tamu juga sudah pulang. Tersisakan opa oma Ayman yang memang memutuskan untuk bermalam di pesantren. Sedangkan Diajeng pun memilih untuk kembali ke asramanya. Meski ning Maya sudah memintanya agar tidur bersamanya di ndalem, Diajeng masih dengan pendiriannya, apalagi suaminya tak ada ucapan apapun kepadanya.Kiai Dahlan tak bisa memaksakan kehendak Ayman. Omanya yang sesama perempuan dengan Diajeng hanya mengomel sepanjang waktu. Namun Ayman tak menghiraukan itu. Dia hanya ingin menenangkan hatinya sendiri tanpa ada seseorang di sampingnya. Diajeng tak pernah putus dari doanya, berharap Ayman segera membuka perasaannya. Berada dalam satu atap yang sama dan menjadi keluarga kecil bahagia. Tuhan itu maha adil, garis yang di rencanakanya lebih indah dari keinginan makhluknya."Eh, Ustadz Ayman jadi menikah sama Maisya itu kan sih Jeng?" tanya salah satu teman sekamar Diajeng. Diajeng menggeleng, hatinya sakit. Meski tak ada santri yang mengetahui pernikahannya