Share

Part 6 Diajeng

Diajeng, gadis manis itu terlahir dari rahim permpuan bernama Anjani. Ayahnya bernama Bayung Prasetyo, pemilik usaha laundry terbesar di kotanya. Meski terkenal dari keluarga kaya raya, Diajeng selalu di ajarkan oleh orang tuanya untuk selalu merendahkan hatinya. Jika pun berteman, orang tuanya selalu berpesan agar tak membeda-bedakan semua temannya, baik kaya atau miskin.

Diajeng bukan tipe perempuan berkulit putih, tinggi semampai. Dia bertubuh kecil sedikit gemuk, wajahnya manis tak membuat mata bosan memandang. Hal tersebut menurun dari ayahnya, yang memang terlahir dari keluarga berkulit sawo matang.

Teman kecil Diajeng adalah Maisya. Rumah mereka juga berhadapan. Maisya kecil tak pernah mempunyai teman. Ibunya yang sombong dan suka marah teriak-teriak, mambuat teman-teman Maisya menjauhinya. Berbeda dengan Diajeng, dia selalu mengajak Maisya bermain, agar Maisya bisa merasakan masih mempunyai teman.

Sejak kecil Diajeng sudah di karuniai otak cemerlang. Karep kali dia mengikuti ajang perlombaan hingga mendapatkan banyak piala. Kepintaran Diajeng pun tetap melekat hingga dia berada di pesantren. Tak jauh dari sebelum Diajeng meneruskan pendidikannya di pesantren, Diajeng pun masih sering bolak balik dikirim untuk mewakili perlombaan dari delegasi pesantren milik kiai Dahlan.

Ning Maya cucu kiai Dahlan, beliau itu adalah anak didik les Diajeng. Ning Maya bukan tipe gadis penurut, siapapun gurunya semua harus nurut pada ucapan ning Maya. Namun sejak bersama Diajeng, ning Maya lebih bisa membawa dirinya, mengontrol emosi dan bisa belajar lebih fokus. Untuk itu, kiai Dahlan sangat ingin menjodohkan Ayman dengan Diajeng, hingga pernikahan itu terjadi.

Pagi setalh pernikahan itu, Diajeng di ajak oleh keluarga Ayman untuk mencari kontrakan terdekat dari pesantren. Sebelum itu, opa oma Ayman ingin menghabiskan waktunya bersama kedua cucunya. Bukan tanpa alasan, Ayman yang jarang pulang tersebut sangat sulit jika di ajaknya full time bersama keluarga.

***

Di komplek tempat tinggal Diajeng belum ada yang tahu tentang pernikahannya dengan Ayman. Dapat di tebak, pernikahan Diajeng adalah gunjingan empuk yang tak akan bisa di hindari. Apalagi rumah Maisya dan diajneg berhdapan dan Ayman belum mengetahui hal tersebut.

Ayman menyadari satu hal, pernikahannya adalah garis tuhan yang memang telah di persiapkan untuknya. Tuhan tak akan menjodohkan hambanya pada orang yang salah. Sekeras apapun dia mempertahankan Maisya waktu itu, tuhan tetap akan memisahkannya.

Diajeng, nama itu tak asing di telinga ataupun di bibirnya. Murid berprestasi yang tak pernah gagal dalam hal berkompetisi. Banyak dari teman sesama senior yang membicarakannya, namun hatinya tak pernah terketuk sama sekali.

Kini semua berbeda, Ayman bisa merasakan getaran halus di dadanya. Diajeng bukan perempuan buruk rupa dan benar, dia perempuan yang patut di perebutkan. Otak encernya, hatinya, sikapnya semua tertata apik nan rapi. Lalu, kenapa Ayman bisa jatuh cintanya pada Maisya?

"Apa yang kamu rasakan, tentang lamaran dan pernikahanku dengan Maisya?" tanya Ayman.

"Senang dan sedih." Jawab Diajeng sambil tersenyum ke arah Ayman.

"Kenapa harus sedih? Kamu dulu ngefans berat sama aku ya," gurau Ayman.

"Iya. Namun aku sadar, aku hanyalah seorang santri biasa yang jauh lebih jelek dari Maisya. Tak ada keistimewaan dalam diriku, bahkan banyak sekali kekuranganku, kelemahanku, ketidak sempurnanya aku. Aku selalu percaya, bahwa takdir tuhan tak pernah salah jalan." Papar Diajeng.

"Oh begitu. Kamu pasti tertarik karena aku ganteng kan," ucap Ayman.

"Bukan. Ustadz terlalu percaya diri untuk itu," ejek Diajeng.

"Tapi aku ganteng beneran loh," ulangnya lagi.

"Iya ganteng. Seseorang yang hanya menyukai lawan jenis karena fisiknya berarti dia hanya kagum oleh ciptaan tuhan. Namun ada juga yang cinta karena terobsesi, nah itu tuh kebanyakan yang di rasakan orang-orang." Jelas diajeng tanpa ragu sembari memandang kejauhan.

Sedikit banyak, Ayman mengetahui apa yang di rasakan Diajeng selama ini. Dari manik matanya dan cara berpikirnya. Dia bukan gadis bodoh yang akan menjelaskan perasaannya pada orang yang di sukainya. Namun dia akan memaparkan hal logis yang lebih banyak terjadi.

"Kalau misal aku jadi menikah dengan Maisya, kamu bagaimana?"

"Eh, kog aku bagaimana?" Diajeng tertawa sumbang, "Aku akan tetap baik-baik saja Ustadz."

"Barangkali kamu akan menangis tersedu-sedu di tengah malam. Bisa pula kamu malah membenci Maisya lalu berlagak tak kenal atau apalah, seperti yang di novel anak muda jaman sekarang itu."

Diajneg terkekeh, bahkan dia mulai akrab dengan keandaan yang di jalaninya saat ini. Diajneg tahu, Ayman ingin memancingnya agar dia mau mengungkapkan perasaannya pada ustadz yang telah menikahinya itu. Namanya bukan lagi Diajeng, kalo bisa dengan mudah di kalahkan oleh orang lain.

"Alhamdulillah, makananku sudah habis dan aku kenyang. Ustadz gak nambah lagi?"

"Aku malah sudah kenyang mendengarkan tawamu yang nyaring itu," canda Ayman.

"Ciee yang ngambek," ujar Diajeng.

Tanpa mereka sadari oma opa Ayman sudah berada di mobil sejak tadi. Pasangan baru yang tak menyadari hal itu membuat oma Maimunah senang. Bahkan oma Maimunah yang mengawasi mereka dari mobil tertawa sendiri dan memukuli opa gemas.

Drrtt

Opa sudah di mobil.

Satu pesan singkat membuat Ayman gelagapan. Makan pun sampai tersedak. Entah apa yang di lakukan Ayman, sedari tadi makanan tak habis-habis. Berbeda dengan Diajeng, dia lebih menghormati makanan dan memakannya sesegera mungkin selagi masih hangat.

"Ayo ke mobil. Opa sidah menunggu dari tadi,"

"Ustadz tadi kebanyakan bicara sih," kekeh Diajeng.

Sesampainya di dalam mobil, oma Maimunah langsung menyambut bahagia cucu menantunya itu. Oma tahu ketika mereka mengobrol. Oma pun mengerti kalau sekarang Ayman sudah mencoba mendamaikan hatinya. Harapan oma hanya ingin cucunya tak menyesali garis takdirnya sekarang ini karena Diajeng bukan perempuan sembarangan seperti kebanyakan wanita yang di temuinya.

"Langsung ke lokasi," ucap opa kepada sopirnya.

"Bagaimana perasaanmu?" tanya oma pada Ayman.

"Ngantuk."

"Jadi laki kog gak gantle blas. Mbok ya sing jowo nek karo cah wadon," kalimat andalan oma pun keluar.

"Halah, Oma mesti julid kalo sama aku."

"Ya enggak, oma ga pernah membedakan kamu sama mbak-mbakmu. Oma kan selalu baik hati dan tidak sombong," jawab oma tak terima.

Diajeng yang duduk bersebelahan dengan oma ikut terkekeh. Tak hanya Diajeng, opa pun sama. Hanya Ayman yang menekuk wajah kusut. Oma tetap semangat memaki dan mencandai cucunya itu.

"Pesan Mbak-Mbakmu, jadi laki harus royal. Kamu lihat kehidupan Mbak-Mbakmu itu, di sayang suami tanpa memandang harta dan kasta. Terapkan ilmumu pada tempatnya," jelas oma.

"Sendiko dawuh kanjeng ndoro putri,"

"Ya begini kalau di kasih tahu, sukanya buat Oma jantungan."

Ayman malah merajuk dan membuat oma Maimunah tertawa puas. Candaan mereka membuat perjalanan semakin ceria. Tak lama kemudian, mobil telah memasuki sebuah pekarangan di salah satu perumahan sekitar sana.

Seorang lelaki paruh baya telah menunggu kedatangan keluarga Ayman. Di sambutnnya opa Iskandar dengan jabat tangan basa basi sebentar lalu memberikan petunjuk semua yang ada di perumahan itu. Ayman mengikuti di belakang oma opanya, sembari menggandeng tangan Diajeng.

"Kuharap aku segera mendapatkan hatimu Ustadz" batin Diajeng.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status