Share

32

Author: Elios
last update Last Updated: 2021-11-02 10:29:35

Lusia tertunduk karena menghindari kontak mata dengan Aaron. Sebenarnya, jauh di dasar hati sana, Aaron sangat tersentuh. Ia tau, betapa gemetarnya mata Lusia saat ia berbicara tentang ibunya. Kemarahan terpendam Aaron pada nasibnya, tak seharusnya ia lampiaskan pada Lusia yang tidak tau apa – apa.

             Aku benci diriku ketika aku marah, karena aku kehilangan kendali.  Batin Aaron. Ia menyesap rasa masam di dalam mulutnya, mengulum bibir dan tak lagi menatap Lusia karena wanita itu tetap tertunduk sembari menghadap ke arah lain.

             “Lucu.... “ celetuk Aaron, ia belum menanggapi permintaan maaf Lusia.

             Sedangkan Lusia yang mendengar ucapan barusan, malah tak mengerti.

        &nb

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Lusia    33

    Setelah sampai di kamar, rupanya Lusia masih tertidur dengan pulas. Kini ia tak lagi bermimpi buruk, Aaron sangat yakin itu. Karena ia bisa mendengar dengkuran lembut Lusia. Meski begitu, badai di luaran sana masih bergejolak. Aaron memutuskan untuk menikmati kopi yang sudah ia buat. Memandang ke luar dan jendela yang sesekali bergetar, suara hujan yang seperti hendak menerobos masuk. Tapi Aaron masih terdiam membatu. Selang cukup lama, kopi pun telah habis. Aaron beringsut menuju ranjang. Ia menarik selimut dengan hati – hati dan memandang Lusia untuk sesaat. “Kamu menggemaskan juga rupanya.... “ gumam Aaron lirih, ia mengusap kening Lusia dan sengatan kecil menghentikannya. Tangan Aaron mengambang di udara. Ia tak tau apa yang tengah ia lakukan sekarang.&nb

    Last Updated : 2021-11-03
  • Lusia    1

    Lusia. Gadis berparas cantik dengan rambut panjang yang terurai berantakan. Gadis itu berlari tanpa alas kaki yang mengakibatkan telapak kakinya terasa perih. Lusia sudah berlari sangat jauh. Telapak kakinya bahkan tak ayal ada yang lecet dan berdarah. Tapi yang Lusia tau, ia harus tetap berlari sejauh mungkin. Ia harus menghindari keluarganya sendiri. Ralat. Lusia kabur dari rumahnya, ia meninggalkan rumah dengan orang tua yang sudah membesarkannya sejak tujuh belas tahun yang lalu. Lusia bukan anak kandung, ia adalah anak angkat yang di perlakukan dengan tidak manusiawi. Bertahun tahun menahan

    Last Updated : 2021-03-28
  • Lusia    2

    Tangan Lusia bergetar, meski udara di dalam bar cenderung hangat. Lusia bergetar bukan karena kedinginan. Gadis mungil itu masih ketakutan, dan bergetar karenanya. Laki – laki yang menolong Lusia dan membawanya ke dalam bar tengah pergi ke dapur. bar ini benar benar baru di buka dan belum ada orang yang berdatangan. Ini menguntungkan bagi Lusia. Tapi ia tak bisa berhenti was – was. Dengan tangan yang bergetar, Lusia berusaha meminum susu hangat. Ia meminumnya seteguk demi seteguk. Dan tak terasa setengah gelas susu sudah masuk ke perut Lusia. “Apa kamu lapar?” tanya laki – la

    Last Updated : 2021-03-28
  • Lusia    3

    Tubuh Lusia di angkat, dan entah di bawa kemana. Lusia tak mengetahuinya. Yang Lusia lakukan hanyalah bernagas setenang dan sepelan mungkin agar orang – orang mengira kalau Lusia masih tak sadarkan diri. Tak begitu lama, Lusia mendengar banyak suara. Suara deret pintu yang di buka. Suara angin. Dan Lusia memang merasakan terpaan angin di rambutnya. Dan setelah itu, Lusia di masukan ke dalam mobil. Lusia yakin benar karena bunyi debuman pintu saat di tutup benar benar keras. Dan setelah itu, dengan mata yang masih tertutup. Lusia mendengar deru mesin dan mobil mulai berjalan. Luisa tak tau ia akan di

    Last Updated : 2021-03-28
  • Lusia    4

    Suara pria itu sangat dingin, peringatan yang ia berikan pada Lusia sarat dengan ancaman di saat yang bersamaan. Tanpa Lusia sadari, ia berhenti mencoba melepaskan diri. Berada di bawah tatapan itu, membuat Lusia merasa terintimidasi dan terancam. Entah terancam karena apa. Melihat Lusia yang berhenti mencoba meloloskan diri, laki laki itu kini menyilangkan tanganya di depan dada. Ia secara terang terangan tengah mengamati tubuh Lusia, dan juga wajahnya. Di hujani tatapan seperti sekarang ini, membuat Lusia merasa di lecehkan. “Apa yang kamu inginkan?!” teriak Lusia, ia beringsut menjau

    Last Updated : 2021-04-09
  • Lusia    5

    “Aku ingin mati saja....” rintih Lusia dengan suara lirih yang hampir tak terdengar di ruangan luas ini. Dan Lusia melirik pria itu, ia sudah berada di ambang pintu, hendak meninggalkan kamar ini. Dia tidak tidur di sini. Batin Lusia, entah kenapa Lusia sedikit merasa lega. Dan suara debuman pintu yang sangat keras membuat Lusia bernafas lega. Lusia terus meratapi nasib buruknya. Hingga kayu – kayu di pendiangan itu terbakar sepenuhnya dan cahaya di kamar itu meredup. Waktu yang cukup lama. Barulah, rasa sakit dan rasa lelah yang Lusia rasakan, menuntun gadis malang itu u

    Last Updated : 2021-04-09
  • Lusia    6

    “Lain kali, berjalanlah yang cepat.” Aaron mulai mengomel saat Lusia sudah berada di depan pintu kamar mandi. Aku sudah berjalan sangat cepat sampai melampaui batas kemampuanku. Batin Lusia membela diri. Tapi yang Lusia lakukan malah sebaliknya, ia memberikan tatapan penuh peperangan pada Aaron dari balik pintu. “Kamar ini yang terlalu luas.” Bantah Lusia. Dan ia menutup pintu, tepat di depan wajah Aaron. Lusia tak akan lupa, ekspresi keterkejutan Aaron saat mendengar ja

    Last Updated : 2021-04-09
  • Lusia    7

    Begitu Lusia keluar dari kamar mandi, ia sudah mengenakan jubah kamar mandi yang kebesaran. Baru saja ia melangkah mendekati ranjang, Lusia sudah di kejutkan dengan keberadaan orang asing lain. Seorang perempuan yang sudah berumur, mengenakan pakaian biasa dan menunduk pelan saat melihat Lusia. “Anda sudah selesai?” tanya wanita itu. Lusia tak urung menjawab, ia masih larut dalam keterkejutannya. Sampai akhirnya ia tersadar, Lusia hanya mengangguk pelan. Wanita itu menatap Lusia dengan p

    Last Updated : 2021-04-09

Latest chapter

  • Lusia    33

    Setelah sampai di kamar, rupanya Lusia masih tertidur dengan pulas. Kini ia tak lagi bermimpi buruk, Aaron sangat yakin itu. Karena ia bisa mendengar dengkuran lembut Lusia. Meski begitu, badai di luaran sana masih bergejolak. Aaron memutuskan untuk menikmati kopi yang sudah ia buat. Memandang ke luar dan jendela yang sesekali bergetar, suara hujan yang seperti hendak menerobos masuk. Tapi Aaron masih terdiam membatu. Selang cukup lama, kopi pun telah habis. Aaron beringsut menuju ranjang. Ia menarik selimut dengan hati – hati dan memandang Lusia untuk sesaat. “Kamu menggemaskan juga rupanya.... “ gumam Aaron lirih, ia mengusap kening Lusia dan sengatan kecil menghentikannya. Tangan Aaron mengambang di udara. Ia tak tau apa yang tengah ia lakukan sekarang.&nb

  • Lusia    32

    Lusia tertunduk karena menghindari kontak mata dengan Aaron. Sebenarnya, jauh di dasar hati sana, Aaron sangat tersentuh. Ia tau, betapa gemetarnya mata Lusia saat ia berbicara tentang ibunya. Kemarahan terpendam Aaron pada nasibnya, tak seharusnya ia lampiaskan pada Lusia yang tidak tau apa – apa. Aku benci diriku ketika aku marah, karena aku kehilangan kendali. Batin Aaron. Ia menyesap rasa masam di dalam mulutnya, mengulum bibir dan tak lagi menatap Lusia karena wanita itu tetap tertunduk sembari menghadap ke arah lain. “Lucu.... “ celetuk Aaron, ia belum menanggapi permintaan maaf Lusia. Sedangkan Lusia yang mendengar ucapan barusan, malah tak mengerti.&nb

  • Lusia    31

    Lusia berjalan di samping Aaron, ia masih mencoba untuk mengimbangi kecepatan langkah pria itu. Namun tidak bisa, nafas Lusia malah tersengal – sengal. Dan akhirnya, Lusia tidak tahan lagi. Ia membungkuk sembari memegang lututnya. “Ber--- ah---- “ Lusia menarik nafas panjang dan Aaron sudah berbalik badan, “Berhen... ti!” rengak Lusia. Aaron yang melihat betapa kesulitannya Lusia dalam mengambil nafas hanya bisa menyilangkan tangan sembari memberikan pandangan meremehkan, “Apa kamu selemah itu?” ejek Aaron. Lusia melirik tajam, “Tidak. Aku tidak lemah, hanya saja berjalan kaki bagi kamu, sama dengan berlari untukku.... &l

  • Lusia    30

    Lusia makan dengan lahap, begitu pula dengan Emma. Dan yang mengejutkan, Aaron adalah orang yang hampir menghabiskan makanan siang itu. Setelah selesai makan, Lusia bergerak cepat mengambil semua piring kotor dan bergegas mencucinya. Sebenarnya, Lusia masih ingin menemani Emma tapi karena Aaron ada di sini, Lusia jadi ingin segera pergi. Ia malah jadi melupakan niatan awalnya untuk meminta maaf pada Aaron. Gemericik air terdengar jelas, karena bangunan ini di design tanpa adanya sekat kecuali untuk kamar dan kamar mandinya. Jadi, dari sudut manapun, suara air, televisi, tidak bisa di redam. Begitu juga dengan pandangan. Aaron bisa melihat dengan jelas gerakan tangan Lusia yang mengusapkan sabun. “Kamu harus istirahat Emma,” tutur Aaron

  • Lusia    29

    “Kamu makan siang barusan?” tanya Emma dengan nada yang lebih bersahabat. Dalam situasi seperti ini, Emma bukan lagi seorang yang melayani tuannya, ia akan menjadi orang terdekat Aaron. Aaron mengangguk, ia tak terlalu senang dengan topik pembicaraan ini. Dan Emma melihat dengan jelas ekspresi Aaron yang tak berminat itu. “Hanya duduk di depan meja makan tanpa menyentuh makanan,” jelas Aaron. Ia tak berselera makan sama sekali. Dan saat Aaron memikirkan makanan, ia teringat pada Emma dan tanpa sadar sudah sampai di depan bangunan tempat Emma beristirahat. Dan saat Aaron menemukan Emma, ia juga melihat Lusia yang tengah berdiri memunggunginya, dengan tangan yang bergerak lincah dan sibuk, suara pisau yang beradu.

  • Lusia    28

    Begitu sampai di dapur, kesibukan terlihat sangat jelas. Semua pelayan mondar – mandir sibuk mencari, menata, memasak dan membawakan sesuatu. Dapur bising dengan bunyi kompor dan sutil yang bergesekan dengan wajan, bunyi percikan minyak goreng dan harumnya makanan. Eliona yang bertugas menggantikan Emma selagi ia belum pulih sepenuhnya, terlihat sangat cakap dalam mengatur kinerja orang – orang. Ia memerintah untuk membuatkan sesuatu, memastikan hidangan dan masih banyak lagi. Dan brak! Seseorang memecahkan piring, dan semua orang menatap cemas, karena pecahan piring itu berhasil melukai si kaki pelayan itu. “Ayo cepat bereskan, bereskan kekacauan ini.... “ gumam dua orang yang mencoba membantu yang terluka.&n

  • Lusia    27

    “Nona melamun?” tanya Eliona, ia tengah memegang panci berisi adonan tepung yang siap di uleni untuk di panggang kemudian. Lusia yang sadar namanya di panggil segera mengangguk, “Akan aku ambilkan, sebentar.... “ ucap Lusia. Eliona mengernyitkan keningnya, sekarang ia melihat Lusia yang berjalan menuju lemari pendingin dan mengambil beberapa butir telur dan berjalan mendekatinya, tangan Lusia mengulurkan telur itu pada Eliona. “Ini... “ ucap Lusia, ia kembali duduk dan melamun lagi. Eliona tersenyum kecut, “Tidak ada yang meminta anda untuk mengambilkan telur Nona.... “ Kali ini

  • Lusia    26

    Pagi ini, bukannya membaik, keadaan Emma malah makin buruk. Ia muntah cukup banyak dan membuat perutnya sakit. Usia Emma memang tak lagi muda, tapi Emma jarang terkena sakit sampai membuatnya harus beristirahat cukup lama. Aaron ingat, terakhir kali Emma sakit dan harus mengambil cuti lama yaitu saat Emma terserang flu kuning. “Silahkan Tuan,” Eliona mempersilahkan Aaron untuk menikmati sarapanya setelah ia selesai menuangkan jus peach ke gelas Aaron. Aaron melihat segala menu yang ada di hadapannya dan mendapati satu hal, ia sendirian. “Kenapa hanya ada satu piring?” tanya Aaron pada Eliona. Eliona tak tau harus merespon apa, tapi Aaron s

  • Lusia    25

    Eliona menggantikan tugas Emma sebagai kepala pelayan, ia yang memang di kenal paling terampil dari pelayan – pelayan yang lain, kini tengah sibuk memberikan perintah pada teman – temannya. Piring – piring mahal di keluarkan, selama bekerja di sini, Eliona menyadari kalau satu peralatan makan saja harganya sangat mahal. Pantaslah kalau Emma selalu memerintah pelayan untuk berhati – hati saat menghidangkan makanan dan mencuci peralatan makan. Lampu sudah di nyalakan, meski bangunan terlihat sangat kuno, tapi bagian dalam bangunan sudah di rombak menjadi semodern mungkin. Tidak ada lampu minyak seperti yang di pikirkan orang – orang. Yang ada, adalah lampu kristal su

DMCA.com Protection Status