Tiga bulan telah berlalu sejak kepergian ayahnya. Dira kini menjalani hidup seperti biasanya. Bangun pagi,pergi ke kampus dan berkumpul dengan teman-temannya.
Statusnya yang berubah menjadi jomblowati,membuatnya lebih bebas untuk berteman dengan siapa saja. Tanpa Ikbal,Dira juga masih bisa hidup,masih bisa bernafas.
Hanya saja akhir-akhir ini Dira mulai befikir,bagaimana Dira bisa menghasilkan uang. Dia ingin bekerja membantu mencukupi kebutuhan dia dan ibunya.
Ibu dira hanya ibu rumah tangga biasa,sedangkan untuk kebutuhan sehari-hari Dira dan ibunya mengandalkan santunan dari tempat ayahnya bekerja dulu. Memang tidak sedikit,tapi jika dipakai terus menerus pasti akan habis.
"Dir..kamu ngelamunin apa sih?" "kok dari tadi aku lihat kamu seperti kebingungan gitu...??" tanya Inez .Inez adalah sahabat karibnya Nadira dari jaman SMA dulu,jadi mereka sudah terbiasa saling berbagi cerita satu sama lain. Inez sangat perhatian dengannya,sifatnya sangat keibuan dan juga sabar.
"aku pengin cari kerja Nez..." jawab Dira lirih
"ha..kerja? gak salah denger gue...?" ucap Inez
"iya kerja,aku kasihan sama Ibu. Aku pengin bantu cari duit buat ibu. Lagian setelah bokapku gak ada,kita sekeluarga cuma bergantung sama santunan dari perusahaannya dulu" ucap Dira membalikan posisi duduknya kehadapan Inez.
"iya juga sih Dir,tapi kamu mau kerja apa?" tanya Inez serius.
"kerja apa aja,yang penting halal." balasnya.
"terus kuliah kamu gimana?" tanya Inez kembali.
"gak tau Nez.." balas Dira menunduk.
"Gini aja,nanti aku tanyain ke papahku,barangkali ada lowongan pekerjaan ditempatnya bekerja...".ucap Inez,membuat hati Nadira sedikit lega.
Papa Inez bekerja disebuah perusahaan swasta yang bergerak dibidang Investor di jakarta dan menduduki jabatan sebagai manajer pemasaran.
Pukul 15.00 sore,Dira sudah berada dirumahnya. Setelah membersihkan diri,Nadira langsung turun kedapur menghampiri ibunya yang sedang sibuk memasak. Karena mbok Inah sedang pulang kampung,sehingga ibunyalah yang mempersiapkan makan malamnya.
"hari ini ibu masak apa..?" tanya Dira sambil menuju lemari pendingin untuk mengambil sebotol jus jeruk kesukaanya.
"hai sayang,hari ini ibu cuma masak tempe orek sama ikan goreng..." jawab ibunya.
"wah enak tuh bu,,"ucap Dira.
"maaf ya sayang,ibu tau pasti kamu ingin ibu masakin spageti kesukaan kamu.." ucap ibunya dengan nada lirih.
"gak papa kok bu,lagian tempe orek juga enak kok bu.." balas Dira lalu dibalas dengan senyuman hangat oleh ibunya. Dia bangga,karena putri kecilnya kini sudah beranjak dewasa,dan lebih mandiri.
Setelah makan malam,Dira memilih untuk duduk diruang tengah sambil menemani ibunya menonton serial tv favoritnya.
Disela-sela obrolan dengan ibunya,telfon genggamnya berdering.Dira pun berpamitan ke ibunya untuk pergi ke teras sebentar. Dilayar tertera nama Inez,Dira langsung sigap menerima telfon tersebut.
"hai Nez,ada apa?" tanya Dira
"hai Dir,loe lagi apa?"
"gue mau kasih loe kabar gembira nih.." ucap Inez girang."gue lagi nyante nih,kabar apaan Nez?" seru Dira penasaran dengan ucapan sahabatnya itu.
"tadi udah gue tanyain kebokap gue,kalau diperusahaanya lagi butuh karyawan gak,nah terus bokap gue bilang katanya lagi butuh sekretaris buat presdirnya" ucap Inez.
"beneran Nez??"
"loe serius..???""ya gue serius,besok loe ke kantor bokap gue pukul 09.00 pagi,jangan sampai telat." ucap Inez dengan nada sedikit keras.
"iya ok,ok.."
"thanks ya Nez.."jawab Dira gembira."ya sama-sama Dir,ya udah gue tutup dulu ya"
"dah..." ucap Inez dan langsung menutup telfonnya."yes,akhirnya gue dapat pekerjaan juga..""gue harus tidur cepet,supaya besok gue gak telat.." ucap Dira tersenyum bahagia.Tapi,Dira mulai berfikir bagaimana dia buat jelasin ke ibunya. Dia takut ibunya tidak setuju.
"gue kasih tau ibu besok aja deh,," gumamnya. Mau tidak mau dia harus meminta restu dari ibunya.
Seperti biasa,pukul 08.00 pagi, Dira sudah membersihkan diri. Hari ini dia memakai bloes berwarna putih dan rok hitam diatas lutut. Rambutnya yang panjang diikat tidak terlalu tinggi,poninya juga dibiarkan kesamping.Dengan make up yang sedikit natural, dan lipstik warna merah muda membuat tampilan sangat menawan. Kulit putih dan postur tubuh yang ideal,ditambah lagi bentuk dada yang berisi,tapi tidak terlalu besar.
Dira memilih mengenakan sepatu hitam berhak tinggi,dan dipadankan dengan tas jinjing yang warnanya serupa dengan sepatunya. Dira bak model yang berjalan diatas catwalk.
Setelah semua siap,Dira pun turun untuk sarapan dan menemui ibunya.Ibunya kaget,melihat putrinya berpakaian seperti itu."Dir,kamu mau kemana?"
"kenapa tampilanmu seperti ini..?" tanya ibunya bingung."maafin Dira ya bu.."
"semalam Dira gak kasih tau ibu,kalau hari ini Dira mau Interview dikantornya om Dino,ayahnya Inez."jawab Dira."kamu mau kerja...?"
"terus kuliah kamu gimana?" ucap ibunya panik."Dira tetep kuliah kok bu,Dira cuma pengin bantu ibu cari penghasilan" .
"Do'ain Dira ya bu,semoga Dira keterima diperusahaan itu.." ucapnya.
"ya udah,ibu do'ain semoga kamu berhasil ya nak.." balas ibunya lalu memeluk putri kesayangannya itu.
Setelah sarapan Nadira bergegas berangkat ke perusahaan tempat om Dino bekerja. Dia memilih menggunakan taksi online agar lebih cepat dan aman.Sebenarnya Dira sudah biasa mengendarai mobil milik mendiam ayahnya,namun untuk saat ini dia memilih untuk memakai kendaraan umum.
Tepat pada pukul 08.55 pagi,Dira sudah sampai didepan PT. Singgih Investment Management. Dira lalu berlari menuju lobi tersebut dan menemui resepsionis perusahaan tersebut.Ternyata om Dino sudah mengabari resepsionis kantornya untuk langsung membawa Dira keruangannya,setelah Dira memperkenalkan diri ke wanita tersebut.
"mari saya antar keruangan Pak Dino.." ucap Ayu sang resepsionis. Dirapun mengangguki ucapan perempuan tersebut.
"tok...tok...tok.." sang resepsionis mengetuk pintu tempat om Dino bekerja."masuk..." ucap om Dino.
"permisi pak,ini mb Nadira Irdiana sudah datang.." ucap Ayu menghampirinya.
"oo ya,persilahkan dia masuk..."jawabnya.
Nadirapun masuk menemuinya,karena Inez dan dirinya sudah bersahabat lama,Dira dan Om Dinopun sudah akrab. Mereka sudah seperti saudara,bahkan Dira sudah dianggapnya seperti anak sendiri.
"Halo Dira sayang,apa kabar??" tanya Om Dino seraya mengulurkan tangannya."hai Om,aku baik. Gimana kabar Om?" balasnya.
"Alhamdulillah Om juga baik."
"gimana, hari ini kamu sudah siap buat bekerja dikantor kami...?" ucapnya."hari ini om?? " ucap Nadira kaget,karena dia kira hari ini hanya interview saja,bukan langsung bekerja.
"iya hari ini,karena tuan CEO kita sudah tidak sabar ingin cepat-cepat mencari pengganti sekertarisnya yang dulu".
"ayo saya antar kamu keruangannya..." ucapnya.
Nadira merasa jantungnya berhenti berdetak mendengar kalau hari ini dia langsung bekerja dan langsung bertemu dengan bosnya.Dalam perjalanan Dirapun melontarkan beberapa pertanyaan kepada Om Dino.
"oh ya Om,aku mau tanya.."
"kenapa aku langsung diterima diperusahaan ini om..?""apakah atasan om sudah tahu kalau aku belum lulus kuliah?""tenang saja Dir,saya sudah memberi tahu Pak bos,,,"
"Dan katanya tidak masalah,asalkan kamu rajin dan disiplin dalam bekerja...""Karena bos kita ini orangnya sangat perfeksionis,dan disiplin.."
"tapi dia orangnya baik dan penyayang kok.."ucap Om Dino sambil mengacungkan jempolnya.Setelah beberapa menit,akhirnya Dira sampai didepan ruangan pak bosnya. Dira dan om Dinopun masuk,setelah mengetuk pintu terlebih dahulu.
Namun apa yang terjadi,sang Presdir tidak berada ditempat. Dan om Dinopin meminta Dira untuk menunggunya diruangan tersebut,lalu om Dino pergi meninggalkannya.
Lima menit telah berlalu,sang CEO tidak kunjung datang. Nadira mulai cemas,dan was-was. Dilihat jam ditangannya menunjukan pukul 09.10,itu tandanya 10 menit sudah dia berada dikantor Investor itu."gimana sih,kok lama banget..." ucapnya sambil berjalan mengitari ruangan itu."Ivander singgih,namanya kok kaya orang jaman dulu ya...""tapi keren juga..." ucap Nadira sambil menyentuh papan nama tersebut.Karena sudah cukup lama dirinya berada dirungan itu,dan Presdirpun tidak kunjung datang. Akhirnya Dira memutuskan untuk keluar dari ruangan untuk menemui om Dino.Saat hendak menuju ruangan om Dino,Nadira tidak sengaja bertabrakan dengan seorang cowok yang memakai kaca mata hitam,dan setelan jas warna abu tua."aw..."ucap Nadira kesakitan. Tubuhnya sedikit terpental ketembok,karena pria tersebut bertubuh besar dan tinggi."hey..kalau jalan lihat-lihat !!.." ucap cowok itu dengan sinis."sorr
Pukul 06.00 sore Dira baru sampai dirumahnya. Tubuhnya terasa capek dan lelah."Dira pulang...."ucapnya dengan menyender dikursi ruang tengahnya."sayang kamu sudah pulang...??" sapa ibunya."iya bu,Dira baru pulang..." jawab Dira dengan mengecup tangan ibunya."Gimana kerjanya,,?""boss kamu baik gak sama kamu??" tanya Sinta ibu Dira."Dira kerja sebagai sekertaris dari seorang Presdir bernama Ivander bu...""dia orangnya baik kok..." sedikit menutupi sikap Ivan yang sebenarnya membuatnya sedikit marah."syukur deh,ibu seneng dengarnya..."ucapnya."Dira mandi dulu ya bu,,""badan Dira bau asem,pengin berendam.." ucap Dira seraya pergi meninggalkan ibunya."ya udah,jangan lupa bentar lagi makan malam siap.." ujar ibunya."iya bu..."Dira lalu menuju kamar mandi. Seharian berjuang demi menjadi sekertaris seorang CEO,membuatnya cukup kelelahan dihari pertamanya bekerja."Gue g
Sudah 5 hari Dira bekerja bersama Ivan.Jam kerjanyapun sudah Ivan rubah. Dari jam 07.00 pagi sampai jam 05.00 . Dia merasa kasihan dengan sekertarisnya itu. Dia merasa terlalu kejam jika memperlakukan karyawannya seperti sekuriti kantor.Besok adalah hari sabtu,dimana dirinya harus datang dan bekerja dirumah bossnya.Dira mengusahakan dirinya untuk bangun lebih pagi. Supaya lebih tepat waktu. Apalagi dia tahu kalau bosnya itu sangat disiplin. Jadi dia tidak ingin kalah dari waktu,ujarnya.Hari ini tugasnya menemani sang Presdir olahraga berkeliling taman kota.Pukul 05.30 pagi dia sudah keluar dari rumahnya,dan sudah berpamitan dengan ibunya . Terasa aneh memang,olahraga saja harus ada sekertarisnya.Mungkin lebih mirip bodyguard,tapi ini bodyguard cewek. Yang harus siap siaga menjaga majikannya.Nadira datang ke kediaman Ivander Singgih menggunakan mobil kantor. Karena beberapa hari yang lalu dirinya difasilitasi sebuah mobil untuk diri
Dira tersenyum,bahkan dia hampir tertawa melihat tingkah bosnya yang super duper panik. Dia tidak menyangka kalau Ivan akan sekaget itu."Kok kamu malahan ketawa??""ada yang lucu dengan saya??" ucap Ivan menghampiri Dira tanpa senyum .Dira merasa kurang sopan mentertawai bosnya,dia lalu dengan sigap menutup mulutnya dengan tangan."gak pak,gak ada yang lucu kok.." jawabnya."jadi,kenapa kamu berhenti??""kamu hampir saja membuat saya menjadi terdakwa!" ucap Ivan. Apa tidak salah dengan ucapan Ivan,apa hubungannya ban bocor dengan terdakwa.Dira mulai bingung dengan ucapan aneh bosnya."kok terdakwa sih pak?""inikan cuma ban bocor pak,bapak gak akan jadi terdakwa kok pak..." ucap Dira mengerutkan kening"begini nih,kalau punya sekertaris yang gak pengalaman""tadi saya kira kamu jatuh,nah kalau kamu beneran jatuh pas kerja bareng saya,otomatis yang tanggung jawab siapa??""saya kan..!!""t
Ivan menyuruh mbok Toro untuk mengambil kotak P3K. Dia lalu membersihkan luka Dira dan mengobatinya."kok sampai bisa jatuh begini Dir,,,??"tanya Ivan sambil mengoleskan obat merah ke dahinya."awww..awww...""pelan...pelan pak..."rintih Dira kesakitan. Memang lukanya tidak terlalu besar,tapi karena berada dikepala sehingga darahnya terus keluar ."ini juga udah pelan kok,tahan sebentar.." ucap Ivan.Melihat Ivan membersihkan lukanya,Dira merasa tidak enak. Boss yang selama ini dia kira egois,ternyata mempunyai hati seperti malaikat juga."nah,sudah selesai" ucap Ivan. Lalu duduk disebelah Dira."makasih pak,,"ucap Dira sembari memegangi kepalanya."lain kali kamu lebih hati-hati,coba kalau kamu sampai gegar otak?? bisa panjang urusannya" Ivan lalu membereskan kotak P3K dan menyuruh mbok Toro untuk menyimpannya kembali."iya pak,tadi saya buru-buru. Saya takut bapak nanti nyariin saya" ucap Dira."kalau
Setelah mengobrol lumayan panjang dengan ibu Dira,dan membuat Dira sedikit badmood. Akhirnya sang CEO itu berpamitan. Dengan sopannya,ia berjanji akan datang kembali kerumah itu."besok-besok saya main kesini lagi bolehkan bu??" harap Ivan dengan percaya diri."tentu boleh dong nak Ivan,ibu dengan senang hati jika nak Ivan mau sering-sering main ketempat kami." ucap Sinta, "aduh Ibu,ngapain sih harus pakai kata sering-sering segala," gerundel Dira dalam hati."oh ya Dir,ini kunci mobilnya,""saya pulang naik taksi saja,"Ivan meletakan kunci mobil dimeja tepat didepan Dira duduk."gak pak,mobilnya dibawa bapak saja,""besok biar saya saja yang pakai taksi," ujarnya."nggak Dir,inikan hak kamu,""ini inventaris kamu," balas Ivan."tapi pak..." rengek Dira."gak tapi-tapi...!" gerutu Ivan."ya sudah pak," jawabnya.Ibu Dira memperhatikan mereka berdua berdebat,malahan ia se
Matahari pagi menampakan sinarnya lewat celah jendela,mata Ivan masih sedikit mengantuk. Ia masih malas untuk bangun dari tempat tidurnya. Namun suara ketukan pintu memaksanya untuk bangkit. "tok...tok...tok," seorang mengetuk pintu kamarnya. "pak,pak Ivan," suara itu terdengar tidak asing ditelinga Ivan. Suara yang sangat dikenalnya,yaitu suara Nadira. Matanya langsung terbuka "Nadira..." ucapnya. "pak,ini sudah siang!!!" teriak Nadira masih mengetuk pintu kamarnya. Ivan lalu bangun dari tempat tidurnya dan melangkah menuju pintu,lalu membukanya. "Dira,ngapain kamu pagi-pagi sekali sudah kesini??" tanya Ivan yang masih mengenakan celana kolor pendek dan kaos oblong putih. "saya cuma mau ngingetin bapak,kalau hari ini jadwal bapak bermain golf bersama Pak Riki." jawab Dira. Ivan tidak memperhatikan ucapan Dira,yang ia perhatikan ialah pakaian Dira. Pagi itu Dira mengenakan bluos dengan kerah berbentuk
Satu bulan sudah berlalu sejak dirinya bekerja dengan CEO yang bernama Ivan. Tepat hari ini,Nadira akan mendapatkan gaji pertamanya. Pagi itu ia berangkat lebih awal,ia harus menyelesaikan sisa pekerjaan yang belum ia rampungkan. Dengan sepatu berhak tinggi layaknya seorang sekertaris pada umumnya,ia berjalan menuju meja kerjanya. Rupanya pagi itu masih sepi,hanya ada beberapa karyawan yang juga berangkat lebih awal,sepertinya. Dan juga sang Presdir Ivander Singgih, dirinya sengaja berangkat lebih pagi dari para karyawan lainnya,karena ada sesuatu yang harus ia lakukan,yakni mengamati para karyawannya. Ia memasuki kantor lalu berjalan menuju ruang kerjanya.Sebelum masuk keruang kerjanya,dari kejauhan ia sudah melihat sekertarisnya duduk didepan komputernya. Ivan menatapnya dari kejauhan,terlihat soso Nadira yang ceria dan cerdas. Ia terlihat begitu piawai dalam bekerja,membuat Ivan selalu terkesan. Masih dalam posisi yang sama,matanya en
Dengan baju yang sedikit masih basah,Ivan menuruni anak tangga menuju ruang tamu. Mengingat baju Ivan yang basah,Ibu Dira berinisiatif meminjamkan baju mendiang suaminya kepada Ivan. Ia mendekat dan menghampirinya. "nak Ivan,gantilah pakainmu dengan ini !" ucapnya. Dengan senang hati Ivan menuruti permintaannya,memang sifat Ivan egois,namun dia paling tidak bisa jika harus menolak permintaan seorang ibu. Ivan mengenakan kemeja warna putih dan celana linen warna abu tua. Tinggi badan Ivan yang hampir sama dengan mendiang ayah Dira,sehingga ukurannya sangat pas dibadan Ivan. Setelah mengganti bajunya dikamar tamu,Ivan lalu kembali keruang tamu. Ia melihat kesekitar interior rumah Dira,rumahnya cukup besar. Banyak hiasan dinding yang menghiasi tembok rumah Dira. Terlihat ada sebuah foto besar,seperti sebuah foto keluarga. Difoto itu ada Dira dan ibu Sinta mengenakan kebaya warna biru,dan ayah Dira yang memakai seragam pilot. "ternyata
Ivan berlari ke arah parkiran,ia melihat kesekeliling tempat itu namun nihil. Nadira tidak ada diparkiran,karena suara Dira hilang dan tidak terdengar lagi. Ia lalu kembali berlari dan menuju lorong.Dari kejauhan,ia melihat kolam ikan yang dipinggirannya terdapat sepatu Nadira. Dengan paniknya,ia berlari menghampirinya. Masih dengan posisi yang sama,Nadira merintih kesakitan."aw,kaki gue sakit banget,"desahnya sambil menggigit bibirnya sendiri.Seperti seorang Pangeran yang datang menolong seorang Putri,dengan sigapnya Ivan melepas sepatu dan jasnya, lalu masuk kedalam kolam."kamu gak papa Dir?" Ivan lalu membopong tubuh Dira,yang basah kuyup. Dengan kedua tangannya ia memegangi pundak Dira."kaki saya kram Pak,""sakit sekali," rintih wanita 19 tahun itu.Dengan kuatnya,ivan membopong Dira menggunakan kedua tangannya. Meski merasa tidak enak,Dira tetap menuruti apa yang dilakukan Ivan."pegangan dilehe
Satu bulan sudah berlalu sejak dirinya bekerja dengan CEO yang bernama Ivan. Tepat hari ini,Nadira akan mendapatkan gaji pertamanya. Pagi itu ia berangkat lebih awal,ia harus menyelesaikan sisa pekerjaan yang belum ia rampungkan. Dengan sepatu berhak tinggi layaknya seorang sekertaris pada umumnya,ia berjalan menuju meja kerjanya. Rupanya pagi itu masih sepi,hanya ada beberapa karyawan yang juga berangkat lebih awal,sepertinya. Dan juga sang Presdir Ivander Singgih, dirinya sengaja berangkat lebih pagi dari para karyawan lainnya,karena ada sesuatu yang harus ia lakukan,yakni mengamati para karyawannya. Ia memasuki kantor lalu berjalan menuju ruang kerjanya.Sebelum masuk keruang kerjanya,dari kejauhan ia sudah melihat sekertarisnya duduk didepan komputernya. Ivan menatapnya dari kejauhan,terlihat soso Nadira yang ceria dan cerdas. Ia terlihat begitu piawai dalam bekerja,membuat Ivan selalu terkesan. Masih dalam posisi yang sama,matanya en
Matahari pagi menampakan sinarnya lewat celah jendela,mata Ivan masih sedikit mengantuk. Ia masih malas untuk bangun dari tempat tidurnya. Namun suara ketukan pintu memaksanya untuk bangkit. "tok...tok...tok," seorang mengetuk pintu kamarnya. "pak,pak Ivan," suara itu terdengar tidak asing ditelinga Ivan. Suara yang sangat dikenalnya,yaitu suara Nadira. Matanya langsung terbuka "Nadira..." ucapnya. "pak,ini sudah siang!!!" teriak Nadira masih mengetuk pintu kamarnya. Ivan lalu bangun dari tempat tidurnya dan melangkah menuju pintu,lalu membukanya. "Dira,ngapain kamu pagi-pagi sekali sudah kesini??" tanya Ivan yang masih mengenakan celana kolor pendek dan kaos oblong putih. "saya cuma mau ngingetin bapak,kalau hari ini jadwal bapak bermain golf bersama Pak Riki." jawab Dira. Ivan tidak memperhatikan ucapan Dira,yang ia perhatikan ialah pakaian Dira. Pagi itu Dira mengenakan bluos dengan kerah berbentuk
Setelah mengobrol lumayan panjang dengan ibu Dira,dan membuat Dira sedikit badmood. Akhirnya sang CEO itu berpamitan. Dengan sopannya,ia berjanji akan datang kembali kerumah itu."besok-besok saya main kesini lagi bolehkan bu??" harap Ivan dengan percaya diri."tentu boleh dong nak Ivan,ibu dengan senang hati jika nak Ivan mau sering-sering main ketempat kami." ucap Sinta, "aduh Ibu,ngapain sih harus pakai kata sering-sering segala," gerundel Dira dalam hati."oh ya Dir,ini kunci mobilnya,""saya pulang naik taksi saja,"Ivan meletakan kunci mobil dimeja tepat didepan Dira duduk."gak pak,mobilnya dibawa bapak saja,""besok biar saya saja yang pakai taksi," ujarnya."nggak Dir,inikan hak kamu,""ini inventaris kamu," balas Ivan."tapi pak..." rengek Dira."gak tapi-tapi...!" gerutu Ivan."ya sudah pak," jawabnya.Ibu Dira memperhatikan mereka berdua berdebat,malahan ia se
Ivan menyuruh mbok Toro untuk mengambil kotak P3K. Dia lalu membersihkan luka Dira dan mengobatinya."kok sampai bisa jatuh begini Dir,,,??"tanya Ivan sambil mengoleskan obat merah ke dahinya."awww..awww...""pelan...pelan pak..."rintih Dira kesakitan. Memang lukanya tidak terlalu besar,tapi karena berada dikepala sehingga darahnya terus keluar ."ini juga udah pelan kok,tahan sebentar.." ucap Ivan.Melihat Ivan membersihkan lukanya,Dira merasa tidak enak. Boss yang selama ini dia kira egois,ternyata mempunyai hati seperti malaikat juga."nah,sudah selesai" ucap Ivan. Lalu duduk disebelah Dira."makasih pak,,"ucap Dira sembari memegangi kepalanya."lain kali kamu lebih hati-hati,coba kalau kamu sampai gegar otak?? bisa panjang urusannya" Ivan lalu membereskan kotak P3K dan menyuruh mbok Toro untuk menyimpannya kembali."iya pak,tadi saya buru-buru. Saya takut bapak nanti nyariin saya" ucap Dira."kalau
Dira tersenyum,bahkan dia hampir tertawa melihat tingkah bosnya yang super duper panik. Dia tidak menyangka kalau Ivan akan sekaget itu."Kok kamu malahan ketawa??""ada yang lucu dengan saya??" ucap Ivan menghampiri Dira tanpa senyum .Dira merasa kurang sopan mentertawai bosnya,dia lalu dengan sigap menutup mulutnya dengan tangan."gak pak,gak ada yang lucu kok.." jawabnya."jadi,kenapa kamu berhenti??""kamu hampir saja membuat saya menjadi terdakwa!" ucap Ivan. Apa tidak salah dengan ucapan Ivan,apa hubungannya ban bocor dengan terdakwa.Dira mulai bingung dengan ucapan aneh bosnya."kok terdakwa sih pak?""inikan cuma ban bocor pak,bapak gak akan jadi terdakwa kok pak..." ucap Dira mengerutkan kening"begini nih,kalau punya sekertaris yang gak pengalaman""tadi saya kira kamu jatuh,nah kalau kamu beneran jatuh pas kerja bareng saya,otomatis yang tanggung jawab siapa??""saya kan..!!""t
Sudah 5 hari Dira bekerja bersama Ivan.Jam kerjanyapun sudah Ivan rubah. Dari jam 07.00 pagi sampai jam 05.00 . Dia merasa kasihan dengan sekertarisnya itu. Dia merasa terlalu kejam jika memperlakukan karyawannya seperti sekuriti kantor.Besok adalah hari sabtu,dimana dirinya harus datang dan bekerja dirumah bossnya.Dira mengusahakan dirinya untuk bangun lebih pagi. Supaya lebih tepat waktu. Apalagi dia tahu kalau bosnya itu sangat disiplin. Jadi dia tidak ingin kalah dari waktu,ujarnya.Hari ini tugasnya menemani sang Presdir olahraga berkeliling taman kota.Pukul 05.30 pagi dia sudah keluar dari rumahnya,dan sudah berpamitan dengan ibunya . Terasa aneh memang,olahraga saja harus ada sekertarisnya.Mungkin lebih mirip bodyguard,tapi ini bodyguard cewek. Yang harus siap siaga menjaga majikannya.Nadira datang ke kediaman Ivander Singgih menggunakan mobil kantor. Karena beberapa hari yang lalu dirinya difasilitasi sebuah mobil untuk diri
Pukul 06.00 sore Dira baru sampai dirumahnya. Tubuhnya terasa capek dan lelah."Dira pulang...."ucapnya dengan menyender dikursi ruang tengahnya."sayang kamu sudah pulang...??" sapa ibunya."iya bu,Dira baru pulang..." jawab Dira dengan mengecup tangan ibunya."Gimana kerjanya,,?""boss kamu baik gak sama kamu??" tanya Sinta ibu Dira."Dira kerja sebagai sekertaris dari seorang Presdir bernama Ivander bu...""dia orangnya baik kok..." sedikit menutupi sikap Ivan yang sebenarnya membuatnya sedikit marah."syukur deh,ibu seneng dengarnya..."ucapnya."Dira mandi dulu ya bu,,""badan Dira bau asem,pengin berendam.." ucap Dira seraya pergi meninggalkan ibunya."ya udah,jangan lupa bentar lagi makan malam siap.." ujar ibunya."iya bu..."Dira lalu menuju kamar mandi. Seharian berjuang demi menjadi sekertaris seorang CEO,membuatnya cukup kelelahan dihari pertamanya bekerja."Gue g