Pukul 06.00 sore Dira baru sampai dirumahnya. Tubuhnya terasa capek dan lelah.
"Dira pulang...."ucapnya dengan menyender dikursi ruang tengahnya.
"sayang kamu sudah pulang...??" sapa ibunya.
"iya bu,Dira baru pulang..." jawab Dira dengan mengecup tangan ibunya.
"Gimana kerjanya,,?"
"boss kamu baik gak sama kamu??" tanya Sinta ibu Dira."Dira kerja sebagai sekertaris dari seorang Presdir bernama Ivander bu..."
"dia orangnya baik kok..." sedikit menutupi sikap Ivan yang sebenarnya membuatnya sedikit marah."syukur deh,ibu seneng dengarnya..."ucapnya.
"Dira mandi dulu ya bu,,"
"badan Dira bau asem,pengin berendam.." ucap Dira seraya pergi meninggalkan ibunya."ya udah,jangan lupa bentar lagi makan malam siap.." ujar ibunya.
"iya bu..."
Dira lalu menuju kamar mandi. Seharian berjuang demi menjadi sekertaris seorang CEO,membuatnya cukup kelelahan dihari pertamanya bekerja."Gue gak nyangka bakal punya boss kaya Ivander.."
"orangnya galak,egois,huh...." ucapnya sambil mengisi bath upnya.
Sore ini Nadira ingin berendam dibak yang berisi penuh dengan busa sabun dan sedikit essensial oil favoritnya. Apalagi kalau bukan Lavender oil dan Rose oil,aroma yang membangkitkan pikirannya.
Disela berendamnya,Ivander ternyata berkali-kali menghubunginya lewat telfon. Tapi Nadira yang sedang mandi tidak menyadarinya.
Selesai mandi Nadira mengenakan piyama pendek,dengan celana diatas lutut . Lalu dilanjutkan dengan treatment setelah mandi. Dari memakai toner wajah sampai dengan memakai mouisturizer malamnya.
Tangan dan kakinya juga tidak luput dari lotion malamnya. Namanya juga anak gadis,pasti selalu ribet dengan segala tetek bengeknya.
Nadira memang senang merawat tubuhnya seperti ibunya. Jadi wajar saja kalau tubuhnya putih mulus. Bahkan nyaris tanpa jerawat dan flek pada wajahnya.
Saat hendak turun untuk makan malam,telfon genggamnya lalu berdering. Disitu tertera nama Pak Ivander. Dira kaget,ada apa dia menelfonnya malam-malam,ucapnya dalam hati.
"ya hallo..." sapanya."Hey Dira,kemana saja sih?? tadi saya telfon berkali-kali tapi tidak kamu angkat?? " ucap Ivan panjang.
"Tadi saya habis mandi,lagian ada apa bapak telfon malam-malam??"
"ini sudah bukan jam kerjakan pak??" ucap Dira. Dia masih kesal,baru saja dirinya merasa gembira berada dirumah,sekarang harus berurusan lagi dengan bos nyebelin tersebut."ya memang sudah bukan jam kerja,tapi kamu itu sekertaris saya...! " bentaknya."saya cuma mau mastiin,apakah kamu sudah tahu tugas-tugasmu besok???" tanya Ivan.
"iya pak,saya sudah tahu"
"besok pagi,bapak ada rapat dengan dewan direksi "
"besok bapak memakai jas warna hitam,dan akan saya ambil besok ditempat laundry pukul 07.00 pagi""bukan begitu pak?" tanya Dira.
Ivan tercengang,baru sehari saja Dira bekerja untuknya,tapi Dira dengan cepat memahami pekerjaannya itu.
"ya..ya.." balasnya."ada yang mau bapak tanyakan lagi??? "tanya Dira dengan lembut.
"kalau tidak ada,saya akan menutup telfonnya. Karena saya juga mau mengurus keluarga saya juga" ucap Dira ketus.
" tidak,tidak ada..." jawab Ivan.
"kalau begitu,saya tutup telfonnya,selamat malam" ucap Dira lalu menutup telfonnya. Dira lalu turun kebawah untuk makan malam bersama ibunya.
"sel...." belum sempat Ivan mengucapkan salam,Dira terburu menutup panggilannya.Setelah telfonnya dimatikan oleh Nadira,Ivan lalu pergi ke kafe tempat dia dan teman-temannya nongkrong.
Dia memang suka berkumpul,tapi dia tidak seperti temannya yang suka minum-minuman beralkohol. Dirinya lebih suka minum Bir yang non alkohol.
Besoknya, sekitar pukul 07.00 pagi Nadira sudah berlari seperti atlit maraton. Mulai dari mengambil jas bosnya yang berada di Laundryan,lalu mondar mandir menyiapkan berkas untuknya.
Pukul 08.00 pagi,Ivan baru saja sampai dikantornya. Menaiki mobil BMW,Ivan memang terlihat sangat mengagumkan. Itu bagi cewek-cewek dikantornya.Tapi tidak bagi Nadira saat ini, baginya Ivan hanya seorang cowok biasa,cowok sombong dan arogan.
Hanya karena Ivan seorang Presdir,dia tidak harus memuji dan menyanjungnya.
Mendengar para karyawan menyebut Ivan,Nadira langsung sigap berdiri lalu membuntutinya dari belakang. Seperti anak ayam mengikuti induknya kemana saja ia pergi.Ketika Ivander memasuki ruangan,Dira dengan sigapnya menyiapkan jas dan dasi untuk Ivan.
Memang dasarnya Ivan itu manja,sampai memakai dasi saja dia tidak mau memakainya sendiri. Harus orang lain yang memakaikannya.
Untung saja dirinya cepat menemukan sekertaris baru,sehingga dia tidak repot memanggil orang lain.
Tapi sayangnya,Nadira belum paham dengan kode dari Ivan. Biasanya saat Ivan datang,sekertarisnya yang dulu langsung sigap mengambil dasi untuk Ivan.
"Dira...."ucap Ivan dengan memegang kerah kemejanya ke arah Nadira.
Dira hanya melongo,dia pikir kerah baju Ivan kusut kurang rapi.
"Iya pak,ada apa dengan bajunya? kurang rapikah?"
" no..no..no..."
"bukan itu yang aku maksud..." jawabnya ketus."dasi saya belum kamu pasang...!!" tambahnya.
Dira tidak tahu kalau memakaikan dasi juga tugas seorang sekertaris.
"ya ampun,memakai benda seperti itu saja tidak bisa. Katanya boss,gitu aja minta bantuan orang lain..huuuu" ucapnya dalam hati.
Diapun menurutinya,tapi ada yang lucu . Ivan yang tingginya 177cm,sedangkan Dira hanya 162cm. Itupun masih dibantu dengan highells yang tingginya 7cm.Jadi dirinya perlu sedikit berjinjit.
Tangan Dira meraih kerah baju Ivan,melingkarkan dasi dilehernya. Mereka lebih mirip dengan seorang suami yang meminta istrinya untuk memakaikan dasi.
Dimomen ini,Ivan tidak sengaja memandangi wajah cantik Nadira. Matanya seolah tahu,kalau didepannya ialah bidadari cantik yang jatuh dari kayangan.
"kenapa kemarin aku memarahi gadis cantik ini,apa salah dia coba?? sampai-sampai dia aku hukum untuk kerja full seminggu"."Ivan,,come on. Ini bukan waktu kamu buat mikirin gadis seperti dia." gumam Ivan dalam lamunannya.
"sudah selesai pak..." ucap Nadira menyadarkannya dari lamunan."oke.." jawab Ivan lalu memalingkan mukannya ke arah jam tangannya.
Mereka berdua lalu pergi keruang rapat. Hari ini jadwal Ivan menghadiri rapat dengan para dewan direksi.Seperti biasanya,Nadira selalu berada dibelakang Ivan. Dengan membawa Notula dan beberapa berkas untuk ditanda tangani Ivan.
Siang ini setelah selesai rapat,Dira ingin makan siang bersama Lisa. Dia pergi kesebuah kedai kopi dekat kantornya. Seperti para sehabat lainnya,Lisa dan Dira asyik mengobrol dan menikmati santap siangnya.
"Eh Dir,loe tahu gak? boss loe itu pernah amnesia lho.." ucap Lisa.
"masa sih Lis???"
"loe tahu dari mana??" tanya Dira penasaran."katanya waktu kecil Pak Ivan pernah mengalami kecelakaan mobil".
"sampai-sampai dia koma selama 6 bulan.." ucap Lisa dengan memanyunkan bibirnya"Ivan amnesia?? " gumamnya.
"terus,,apa sekarang dia masih suka hilang ingatan juga??" tanya Nadira.
"ya gak lah Dir,emangnya ada amnesia kumat-kumatan gitu??" jawab Lisa cengengesan.
"kali aja,habis aneh. Dikit-dikit dia marah,dikit-dikit dia baik..."
"kan bisa aja penyakitnya itu kumat..."ucapnya lirih dengan menutup mulutnya. Mereka berduapun tertawa bersama tanpa ada yang mengetahui kalau mereka mentertawakan atasan mereka.Sudah 5 hari Dira bekerja bersama Ivan.Jam kerjanyapun sudah Ivan rubah. Dari jam 07.00 pagi sampai jam 05.00 . Dia merasa kasihan dengan sekertarisnya itu. Dia merasa terlalu kejam jika memperlakukan karyawannya seperti sekuriti kantor.Besok adalah hari sabtu,dimana dirinya harus datang dan bekerja dirumah bossnya.Dira mengusahakan dirinya untuk bangun lebih pagi. Supaya lebih tepat waktu. Apalagi dia tahu kalau bosnya itu sangat disiplin. Jadi dia tidak ingin kalah dari waktu,ujarnya.Hari ini tugasnya menemani sang Presdir olahraga berkeliling taman kota.Pukul 05.30 pagi dia sudah keluar dari rumahnya,dan sudah berpamitan dengan ibunya . Terasa aneh memang,olahraga saja harus ada sekertarisnya.Mungkin lebih mirip bodyguard,tapi ini bodyguard cewek. Yang harus siap siaga menjaga majikannya.Nadira datang ke kediaman Ivander Singgih menggunakan mobil kantor. Karena beberapa hari yang lalu dirinya difasilitasi sebuah mobil untuk diri
Dira tersenyum,bahkan dia hampir tertawa melihat tingkah bosnya yang super duper panik. Dia tidak menyangka kalau Ivan akan sekaget itu."Kok kamu malahan ketawa??""ada yang lucu dengan saya??" ucap Ivan menghampiri Dira tanpa senyum .Dira merasa kurang sopan mentertawai bosnya,dia lalu dengan sigap menutup mulutnya dengan tangan."gak pak,gak ada yang lucu kok.." jawabnya."jadi,kenapa kamu berhenti??""kamu hampir saja membuat saya menjadi terdakwa!" ucap Ivan. Apa tidak salah dengan ucapan Ivan,apa hubungannya ban bocor dengan terdakwa.Dira mulai bingung dengan ucapan aneh bosnya."kok terdakwa sih pak?""inikan cuma ban bocor pak,bapak gak akan jadi terdakwa kok pak..." ucap Dira mengerutkan kening"begini nih,kalau punya sekertaris yang gak pengalaman""tadi saya kira kamu jatuh,nah kalau kamu beneran jatuh pas kerja bareng saya,otomatis yang tanggung jawab siapa??""saya kan..!!""t
Ivan menyuruh mbok Toro untuk mengambil kotak P3K. Dia lalu membersihkan luka Dira dan mengobatinya."kok sampai bisa jatuh begini Dir,,,??"tanya Ivan sambil mengoleskan obat merah ke dahinya."awww..awww...""pelan...pelan pak..."rintih Dira kesakitan. Memang lukanya tidak terlalu besar,tapi karena berada dikepala sehingga darahnya terus keluar ."ini juga udah pelan kok,tahan sebentar.." ucap Ivan.Melihat Ivan membersihkan lukanya,Dira merasa tidak enak. Boss yang selama ini dia kira egois,ternyata mempunyai hati seperti malaikat juga."nah,sudah selesai" ucap Ivan. Lalu duduk disebelah Dira."makasih pak,,"ucap Dira sembari memegangi kepalanya."lain kali kamu lebih hati-hati,coba kalau kamu sampai gegar otak?? bisa panjang urusannya" Ivan lalu membereskan kotak P3K dan menyuruh mbok Toro untuk menyimpannya kembali."iya pak,tadi saya buru-buru. Saya takut bapak nanti nyariin saya" ucap Dira."kalau
Setelah mengobrol lumayan panjang dengan ibu Dira,dan membuat Dira sedikit badmood. Akhirnya sang CEO itu berpamitan. Dengan sopannya,ia berjanji akan datang kembali kerumah itu."besok-besok saya main kesini lagi bolehkan bu??" harap Ivan dengan percaya diri."tentu boleh dong nak Ivan,ibu dengan senang hati jika nak Ivan mau sering-sering main ketempat kami." ucap Sinta, "aduh Ibu,ngapain sih harus pakai kata sering-sering segala," gerundel Dira dalam hati."oh ya Dir,ini kunci mobilnya,""saya pulang naik taksi saja,"Ivan meletakan kunci mobil dimeja tepat didepan Dira duduk."gak pak,mobilnya dibawa bapak saja,""besok biar saya saja yang pakai taksi," ujarnya."nggak Dir,inikan hak kamu,""ini inventaris kamu," balas Ivan."tapi pak..." rengek Dira."gak tapi-tapi...!" gerutu Ivan."ya sudah pak," jawabnya.Ibu Dira memperhatikan mereka berdua berdebat,malahan ia se
Matahari pagi menampakan sinarnya lewat celah jendela,mata Ivan masih sedikit mengantuk. Ia masih malas untuk bangun dari tempat tidurnya. Namun suara ketukan pintu memaksanya untuk bangkit. "tok...tok...tok," seorang mengetuk pintu kamarnya. "pak,pak Ivan," suara itu terdengar tidak asing ditelinga Ivan. Suara yang sangat dikenalnya,yaitu suara Nadira. Matanya langsung terbuka "Nadira..." ucapnya. "pak,ini sudah siang!!!" teriak Nadira masih mengetuk pintu kamarnya. Ivan lalu bangun dari tempat tidurnya dan melangkah menuju pintu,lalu membukanya. "Dira,ngapain kamu pagi-pagi sekali sudah kesini??" tanya Ivan yang masih mengenakan celana kolor pendek dan kaos oblong putih. "saya cuma mau ngingetin bapak,kalau hari ini jadwal bapak bermain golf bersama Pak Riki." jawab Dira. Ivan tidak memperhatikan ucapan Dira,yang ia perhatikan ialah pakaian Dira. Pagi itu Dira mengenakan bluos dengan kerah berbentuk
Satu bulan sudah berlalu sejak dirinya bekerja dengan CEO yang bernama Ivan. Tepat hari ini,Nadira akan mendapatkan gaji pertamanya. Pagi itu ia berangkat lebih awal,ia harus menyelesaikan sisa pekerjaan yang belum ia rampungkan. Dengan sepatu berhak tinggi layaknya seorang sekertaris pada umumnya,ia berjalan menuju meja kerjanya. Rupanya pagi itu masih sepi,hanya ada beberapa karyawan yang juga berangkat lebih awal,sepertinya. Dan juga sang Presdir Ivander Singgih, dirinya sengaja berangkat lebih pagi dari para karyawan lainnya,karena ada sesuatu yang harus ia lakukan,yakni mengamati para karyawannya. Ia memasuki kantor lalu berjalan menuju ruang kerjanya.Sebelum masuk keruang kerjanya,dari kejauhan ia sudah melihat sekertarisnya duduk didepan komputernya. Ivan menatapnya dari kejauhan,terlihat soso Nadira yang ceria dan cerdas. Ia terlihat begitu piawai dalam bekerja,membuat Ivan selalu terkesan. Masih dalam posisi yang sama,matanya en
Ivan berlari ke arah parkiran,ia melihat kesekeliling tempat itu namun nihil. Nadira tidak ada diparkiran,karena suara Dira hilang dan tidak terdengar lagi. Ia lalu kembali berlari dan menuju lorong.Dari kejauhan,ia melihat kolam ikan yang dipinggirannya terdapat sepatu Nadira. Dengan paniknya,ia berlari menghampirinya. Masih dengan posisi yang sama,Nadira merintih kesakitan."aw,kaki gue sakit banget,"desahnya sambil menggigit bibirnya sendiri.Seperti seorang Pangeran yang datang menolong seorang Putri,dengan sigapnya Ivan melepas sepatu dan jasnya, lalu masuk kedalam kolam."kamu gak papa Dir?" Ivan lalu membopong tubuh Dira,yang basah kuyup. Dengan kedua tangannya ia memegangi pundak Dira."kaki saya kram Pak,""sakit sekali," rintih wanita 19 tahun itu.Dengan kuatnya,ivan membopong Dira menggunakan kedua tangannya. Meski merasa tidak enak,Dira tetap menuruti apa yang dilakukan Ivan."pegangan dilehe
Dengan baju yang sedikit masih basah,Ivan menuruni anak tangga menuju ruang tamu. Mengingat baju Ivan yang basah,Ibu Dira berinisiatif meminjamkan baju mendiang suaminya kepada Ivan. Ia mendekat dan menghampirinya. "nak Ivan,gantilah pakainmu dengan ini !" ucapnya. Dengan senang hati Ivan menuruti permintaannya,memang sifat Ivan egois,namun dia paling tidak bisa jika harus menolak permintaan seorang ibu. Ivan mengenakan kemeja warna putih dan celana linen warna abu tua. Tinggi badan Ivan yang hampir sama dengan mendiang ayah Dira,sehingga ukurannya sangat pas dibadan Ivan. Setelah mengganti bajunya dikamar tamu,Ivan lalu kembali keruang tamu. Ia melihat kesekitar interior rumah Dira,rumahnya cukup besar. Banyak hiasan dinding yang menghiasi tembok rumah Dira. Terlihat ada sebuah foto besar,seperti sebuah foto keluarga. Difoto itu ada Dira dan ibu Sinta mengenakan kebaya warna biru,dan ayah Dira yang memakai seragam pilot. "ternyata
Dengan baju yang sedikit masih basah,Ivan menuruni anak tangga menuju ruang tamu. Mengingat baju Ivan yang basah,Ibu Dira berinisiatif meminjamkan baju mendiang suaminya kepada Ivan. Ia mendekat dan menghampirinya. "nak Ivan,gantilah pakainmu dengan ini !" ucapnya. Dengan senang hati Ivan menuruti permintaannya,memang sifat Ivan egois,namun dia paling tidak bisa jika harus menolak permintaan seorang ibu. Ivan mengenakan kemeja warna putih dan celana linen warna abu tua. Tinggi badan Ivan yang hampir sama dengan mendiang ayah Dira,sehingga ukurannya sangat pas dibadan Ivan. Setelah mengganti bajunya dikamar tamu,Ivan lalu kembali keruang tamu. Ia melihat kesekitar interior rumah Dira,rumahnya cukup besar. Banyak hiasan dinding yang menghiasi tembok rumah Dira. Terlihat ada sebuah foto besar,seperti sebuah foto keluarga. Difoto itu ada Dira dan ibu Sinta mengenakan kebaya warna biru,dan ayah Dira yang memakai seragam pilot. "ternyata
Ivan berlari ke arah parkiran,ia melihat kesekeliling tempat itu namun nihil. Nadira tidak ada diparkiran,karena suara Dira hilang dan tidak terdengar lagi. Ia lalu kembali berlari dan menuju lorong.Dari kejauhan,ia melihat kolam ikan yang dipinggirannya terdapat sepatu Nadira. Dengan paniknya,ia berlari menghampirinya. Masih dengan posisi yang sama,Nadira merintih kesakitan."aw,kaki gue sakit banget,"desahnya sambil menggigit bibirnya sendiri.Seperti seorang Pangeran yang datang menolong seorang Putri,dengan sigapnya Ivan melepas sepatu dan jasnya, lalu masuk kedalam kolam."kamu gak papa Dir?" Ivan lalu membopong tubuh Dira,yang basah kuyup. Dengan kedua tangannya ia memegangi pundak Dira."kaki saya kram Pak,""sakit sekali," rintih wanita 19 tahun itu.Dengan kuatnya,ivan membopong Dira menggunakan kedua tangannya. Meski merasa tidak enak,Dira tetap menuruti apa yang dilakukan Ivan."pegangan dilehe
Satu bulan sudah berlalu sejak dirinya bekerja dengan CEO yang bernama Ivan. Tepat hari ini,Nadira akan mendapatkan gaji pertamanya. Pagi itu ia berangkat lebih awal,ia harus menyelesaikan sisa pekerjaan yang belum ia rampungkan. Dengan sepatu berhak tinggi layaknya seorang sekertaris pada umumnya,ia berjalan menuju meja kerjanya. Rupanya pagi itu masih sepi,hanya ada beberapa karyawan yang juga berangkat lebih awal,sepertinya. Dan juga sang Presdir Ivander Singgih, dirinya sengaja berangkat lebih pagi dari para karyawan lainnya,karena ada sesuatu yang harus ia lakukan,yakni mengamati para karyawannya. Ia memasuki kantor lalu berjalan menuju ruang kerjanya.Sebelum masuk keruang kerjanya,dari kejauhan ia sudah melihat sekertarisnya duduk didepan komputernya. Ivan menatapnya dari kejauhan,terlihat soso Nadira yang ceria dan cerdas. Ia terlihat begitu piawai dalam bekerja,membuat Ivan selalu terkesan. Masih dalam posisi yang sama,matanya en
Matahari pagi menampakan sinarnya lewat celah jendela,mata Ivan masih sedikit mengantuk. Ia masih malas untuk bangun dari tempat tidurnya. Namun suara ketukan pintu memaksanya untuk bangkit. "tok...tok...tok," seorang mengetuk pintu kamarnya. "pak,pak Ivan," suara itu terdengar tidak asing ditelinga Ivan. Suara yang sangat dikenalnya,yaitu suara Nadira. Matanya langsung terbuka "Nadira..." ucapnya. "pak,ini sudah siang!!!" teriak Nadira masih mengetuk pintu kamarnya. Ivan lalu bangun dari tempat tidurnya dan melangkah menuju pintu,lalu membukanya. "Dira,ngapain kamu pagi-pagi sekali sudah kesini??" tanya Ivan yang masih mengenakan celana kolor pendek dan kaos oblong putih. "saya cuma mau ngingetin bapak,kalau hari ini jadwal bapak bermain golf bersama Pak Riki." jawab Dira. Ivan tidak memperhatikan ucapan Dira,yang ia perhatikan ialah pakaian Dira. Pagi itu Dira mengenakan bluos dengan kerah berbentuk
Setelah mengobrol lumayan panjang dengan ibu Dira,dan membuat Dira sedikit badmood. Akhirnya sang CEO itu berpamitan. Dengan sopannya,ia berjanji akan datang kembali kerumah itu."besok-besok saya main kesini lagi bolehkan bu??" harap Ivan dengan percaya diri."tentu boleh dong nak Ivan,ibu dengan senang hati jika nak Ivan mau sering-sering main ketempat kami." ucap Sinta, "aduh Ibu,ngapain sih harus pakai kata sering-sering segala," gerundel Dira dalam hati."oh ya Dir,ini kunci mobilnya,""saya pulang naik taksi saja,"Ivan meletakan kunci mobil dimeja tepat didepan Dira duduk."gak pak,mobilnya dibawa bapak saja,""besok biar saya saja yang pakai taksi," ujarnya."nggak Dir,inikan hak kamu,""ini inventaris kamu," balas Ivan."tapi pak..." rengek Dira."gak tapi-tapi...!" gerutu Ivan."ya sudah pak," jawabnya.Ibu Dira memperhatikan mereka berdua berdebat,malahan ia se
Ivan menyuruh mbok Toro untuk mengambil kotak P3K. Dia lalu membersihkan luka Dira dan mengobatinya."kok sampai bisa jatuh begini Dir,,,??"tanya Ivan sambil mengoleskan obat merah ke dahinya."awww..awww...""pelan...pelan pak..."rintih Dira kesakitan. Memang lukanya tidak terlalu besar,tapi karena berada dikepala sehingga darahnya terus keluar ."ini juga udah pelan kok,tahan sebentar.." ucap Ivan.Melihat Ivan membersihkan lukanya,Dira merasa tidak enak. Boss yang selama ini dia kira egois,ternyata mempunyai hati seperti malaikat juga."nah,sudah selesai" ucap Ivan. Lalu duduk disebelah Dira."makasih pak,,"ucap Dira sembari memegangi kepalanya."lain kali kamu lebih hati-hati,coba kalau kamu sampai gegar otak?? bisa panjang urusannya" Ivan lalu membereskan kotak P3K dan menyuruh mbok Toro untuk menyimpannya kembali."iya pak,tadi saya buru-buru. Saya takut bapak nanti nyariin saya" ucap Dira."kalau
Dira tersenyum,bahkan dia hampir tertawa melihat tingkah bosnya yang super duper panik. Dia tidak menyangka kalau Ivan akan sekaget itu."Kok kamu malahan ketawa??""ada yang lucu dengan saya??" ucap Ivan menghampiri Dira tanpa senyum .Dira merasa kurang sopan mentertawai bosnya,dia lalu dengan sigap menutup mulutnya dengan tangan."gak pak,gak ada yang lucu kok.." jawabnya."jadi,kenapa kamu berhenti??""kamu hampir saja membuat saya menjadi terdakwa!" ucap Ivan. Apa tidak salah dengan ucapan Ivan,apa hubungannya ban bocor dengan terdakwa.Dira mulai bingung dengan ucapan aneh bosnya."kok terdakwa sih pak?""inikan cuma ban bocor pak,bapak gak akan jadi terdakwa kok pak..." ucap Dira mengerutkan kening"begini nih,kalau punya sekertaris yang gak pengalaman""tadi saya kira kamu jatuh,nah kalau kamu beneran jatuh pas kerja bareng saya,otomatis yang tanggung jawab siapa??""saya kan..!!""t
Sudah 5 hari Dira bekerja bersama Ivan.Jam kerjanyapun sudah Ivan rubah. Dari jam 07.00 pagi sampai jam 05.00 . Dia merasa kasihan dengan sekertarisnya itu. Dia merasa terlalu kejam jika memperlakukan karyawannya seperti sekuriti kantor.Besok adalah hari sabtu,dimana dirinya harus datang dan bekerja dirumah bossnya.Dira mengusahakan dirinya untuk bangun lebih pagi. Supaya lebih tepat waktu. Apalagi dia tahu kalau bosnya itu sangat disiplin. Jadi dia tidak ingin kalah dari waktu,ujarnya.Hari ini tugasnya menemani sang Presdir olahraga berkeliling taman kota.Pukul 05.30 pagi dia sudah keluar dari rumahnya,dan sudah berpamitan dengan ibunya . Terasa aneh memang,olahraga saja harus ada sekertarisnya.Mungkin lebih mirip bodyguard,tapi ini bodyguard cewek. Yang harus siap siaga menjaga majikannya.Nadira datang ke kediaman Ivander Singgih menggunakan mobil kantor. Karena beberapa hari yang lalu dirinya difasilitasi sebuah mobil untuk diri
Pukul 06.00 sore Dira baru sampai dirumahnya. Tubuhnya terasa capek dan lelah."Dira pulang...."ucapnya dengan menyender dikursi ruang tengahnya."sayang kamu sudah pulang...??" sapa ibunya."iya bu,Dira baru pulang..." jawab Dira dengan mengecup tangan ibunya."Gimana kerjanya,,?""boss kamu baik gak sama kamu??" tanya Sinta ibu Dira."Dira kerja sebagai sekertaris dari seorang Presdir bernama Ivander bu...""dia orangnya baik kok..." sedikit menutupi sikap Ivan yang sebenarnya membuatnya sedikit marah."syukur deh,ibu seneng dengarnya..."ucapnya."Dira mandi dulu ya bu,,""badan Dira bau asem,pengin berendam.." ucap Dira seraya pergi meninggalkan ibunya."ya udah,jangan lupa bentar lagi makan malam siap.." ujar ibunya."iya bu..."Dira lalu menuju kamar mandi. Seharian berjuang demi menjadi sekertaris seorang CEO,membuatnya cukup kelelahan dihari pertamanya bekerja."Gue g